Share

Antara Cinta dan Pertalian Darah
Antara Cinta dan Pertalian Darah
Penulis: kupukupukertas

Sebuah Rahasia

Penulis: kupukupukertas
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Maafkan ayah, Ai. Ayah menolak lamaran ini!” Agus Winarko, ayah Airin menggantungkan kalimatnya.

"Ma-maksud Ayah?” Airin menatap lelaki di hadapannya dengan gamang.

Keadaan menjadi tegang, karena aura semua yang hadir mendadak berubah. Ketika, ayah dan ibu duduk berhadapan dengan Aiman dan ibunya.

Bulir bening jatuh tidak tertahankan dari mata coklat milik Airin, Rasa percaya dirinya runtuh seketika, saat mendengar penolakan dari ayahnya.

Airin sangat yakin dengan pilihan hatinya, karena Airin tahu siapa yang jadi lelaki idamannya. Bahkan, Airin tidak ragu memperkenalkan pada ayahnya dengan rasa bangga.

***

“Namanya Aiman, Ayah. Aiman Khalid. Beliau dosen statistik di kampus Ai. Beliau juga dosen pembimbing Ai. Sejak semester empat, beliau menjadi pengajar di kelas Ai. Awalnya, beliau menggantikan dosen yang sedang melahirkan. Ai suka deh, cara beliau ngajar. Asyik banget.” Airin bercerita dengan mata yang berbinar, saat itu.

Sang ayah tersenyum menatap Airin. Meski sempat terkejut dengan nama yang disebutkan Airin, ia mencoba menetralisir perasaannya. Mungkin hanya kesamaan nama saja. pikirnya.

"Ayah hanya ingin memastikan, Ai mendapatkan pendamping hidup yang terbaik," ujar ayahnya.

"Tenang, Ayah. Insyaa Allah, Ai yakin, Aiman lelaki yang terbaik buat Ai," ujarnya dengan senyum mengembang dan ayahnya membalas dengan pandangan penuh kasih.

"Semoga, lelaki itu benar-benar lelaki terbaik buat putri ayah yang soleha ini, ya, Nak," suara ayahnya terdengar begitu gamang. Entah apa yang dipikirkan.

Airin sempat menangkap keraguan sang ayah. Namun, ia berpikir, ayahnya pasti akan menerima Aiman, jika sudah bertemu dengannya. Hingga di malam itu, kehadiran Aiman dan ibunya benar-benar membuat keterkejutan.

Ayah dan Ibu Airin, menatap tidak percaya pada tamu istimewa sang putri. Napas Vina, ibu Airin memburu dengan cepat.

Wanita itu, ibu dari Aiman, adalah wanita yang sempat menjadi duri dalam rumah tangganya. Hera, ibu Aiman, menundukkan kepalanya dalam. Ia tak pernah menyangka, putranya harus kembali berurusan dengan keluarga Agus Winarko, ayah kandungnya.

"Kamu sengaja membawa anakmu kembali ke dalam rumah tangga kami, hah?!" Vina menahan suaranya agar gejolak di dadanya bisa ia kendalikan.

"Ti-tidak! Sama sekali tidak, Mbak. Saya tidak pernah tahu, kalau mas Agus punya seorang putri, dan lagi, saya tidak tahu kalau putra saya memiliki hubungan khusus dengan putri mas Agus," Hera terus menunduk.

“Jangan bohong, kamu! Kamu pasti sengaja membawa putramu kembali ke rumah ini, kan? Jawab! Ke mana saja kamu selama ini, hah?!” Vina mulai meninggikan suaranya.

“Ma, tolong dengarkan penjelasannya dulu.” Agus mengelus lengan Vina, tapi ditepis secara kasar.

Aiman dan Airin saling beradu pandang. Mereka tampak begitu bingung dengan apa yang sedang terjadi.

"Bunda, Tolong jelaskan baik-baik. Ai tidak paham apa yang terjadi. Kak Aiman dan Ibunya ke sini hendak melamar Ai, Bunda!” Airin menatap sang ibu dengan tatapan penuh tanda tanya.

“Airin, Aiman ini adalah anak lelaki ayahmu! Dan Hera, ibunya, adalah istri siri ayahmu yang pergi dua puluh lima tahun lalu!" terang Vina dengan suara bergetar.

Airin terkejut. “Ayah, apa itu benar? Bagaimana bisa? Ayah menikah di belakang bunda? Ayah selingkuh, maksudnya? Tapi...” Dia memberondong ayahnya dengan banyak pertanyaan. Namun, dia menghentikan kata terakhirnya.

Airin menatap ayahnya. Ia tak ingin percaya, ayahnya yang tampak begitu family man, bisa selingkuh di belakang ibunya. Ayahnya menunduk sambil menghela nafas. "Airin. Ayah minta maaf telah menyembunyikan hal ini, Nak. Tapi, ayah akan menjelaskan semuanya." Ia lalu menoleh ke arah Aiman.

“Aiman, ternyata, kamu memang Aiman-ku." Mata Agus berkaca-kaca menatap pemuda di depannya yang sangat mirip dengannya. Ia hendak merengkuh Aiman saat lengan Hera menahan Aiman yang memang menahan rindu sejak lama.

"Maaf, Kak. Dia Aiman-ku! Dia bukan lagi Aiman-mu sejak malam kepergianmu malam itu." Hera menatap Agus nanar.

"Cih! Aiman-ku, Aiman-mu! Sudah cukup drama ini!" kesal Vina. Masih tampak rasa benci di matanya. "Kamu sekarang sudah paham, kan. Lamaran kalian ditolak!" sambung Vina tegas.

Airin masih berusaha mencerna setiap kata yang terlontar dari bibir Vina. Otaknya seketika membeku saat Vina berkata bahwa Aiman adalah putra dari Agus, ayahnya.

"Tidak akan pernah ada pernikahan antara kalian, karena dia kakakmu. Bagaimanapun dia adalah anak dari ayahmu, sekarang masuklah ke kamar, Ai!" perintah Vina sambil beranjak menuju kamarnya. Terlihat bulir bening jatuh dari kedua mata indah Airin.

Ada gejolak dalam dada Vina yang ingin ia tumpahkan. Namun, ia tahu betul, semua hanya sia-sia. Ia akan membiarkan suaminya bernostalgia dengan putranya. Ia menekan smartphone miliknya. Menghubungi Arman, putra pertamanya. Sedangkan Agus, menatap Aiman penuh haru.

"Nak, ini bapakmu," ujar Agus lirih. "Maafkan bapak, Nak." Sambung Agus dengan pandangan yang tidak beralih.

Aiman menatap Hera haru. Ia menepis tangan sang ibu perlahan. Sebuah kenyataan menampar dirinya. Ia mengalihkan pandangan ke arah Agus dengan tatapan yang entah.

Aiman masih tidak percaya, tapi ia mengalami kekecewaan yang besar dengan penolakan atas lamarannya kepada wanita yang telah mencuri hatinya. Sekilas, Aiman melirik ke arah Airin yang sejak tadi tidak meninggalkan tempat duduknya.

"Ibu selalu bercerita kalau bapak sudah meninggal dunia. Sebenarnya hati Aiman menolak ucapan ibu, tapi Aiman tidak ada bukti. Jika saja ibu mengatakan sebenarnya sejak dulu, mungkin Aiman akan lebih dulu mencari bapak, dari pada mencari jodoh." Terdengar hembusan napas berat dari Airin saat Aiman berbicara.

"Maafkan ibu, Nak." Air mata membasahi jilbab putih yang Hera kenakan. Nafasnya tercekat. Ribuan kata uang hendak ia ucap, tertahan oleh isaknya.

Aiman meraih tubuh ibunya yang bergetar, memeluknya erat. Merasakan perih, ibunya menangis karena dirinya.

"Maafkan, Aiman, Bu, jika kata-kata Aiman menyakiti ibu," ujar Aiman, sekilas matanya menatap Agus yang terus menatapnya penuh harap. Ia melepaskan pelukannya.

"Seperti yang sudah disampaikan tadi, Pak, kami tidak akan melanjutkan lamaran ini, terima kasih." Aiman membungkuk memohon maaf. Agus langsung menghambur memeluk lelaki tinggi itu. Anak yang selama ini ia cari, ada di hadapannya.

"Maafkan, maafkan bapak, Nak. Maafkan bapak," tangis Agus pecah. Aiman menepuk punggung sang ayah canggung.

Airin menghembus nafasnya pelan. Sejuta pertanyaan beranak pinak di pikirannya. Ia tak pernah menyangka, keharmonisan rumah tangga ayah-bundanya yang menjadi panutan, kini tampak memiliki lubang menganga di matanya.

Aiman menatap Airin dari balik punggung sang ayah. Wajah sedihnya menyiratkan luka yang mendalam. Aiman juga larut dalam pikiran yang dalam. Hingga tak menyadari bahwa Airin juga menatapnya.

“Ka-kami permisi pamit, Kak. Kami rasa, sudah tak ada lagi yang harus kita bicarakan," Hera memecah keheningan.

“Dek, tolong dengarkan penjelasan Kakak.” Agus menahan lengan Hera.

Langkah Hera terhenti, cekalan tangan Agus di lengannya mengalirkan gejolak asing di dadanya. Matanya terpejam sesaat. Aiman menatap sang ibu gusar, mencoba mencari cara untuk menengahi, namun pikirannya buntu.

“Maaf, Kak. Saat ini, kami sedang dalam pikiran yang kacau. Tidak akan ada perbincangan yang baik dalam kondisi saat ini," ujarnya tegas, dengan menepis tangan lelaki yang telah meninggalkannya.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
nice opening cant wait to read the next chapter.. boleh kasih tau akun sosmed ga ya soalnya pengen aku share ke sosmed trs tag akun author :)
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Antara Cinta dan Pertalian Darah   Kebenaran

    'Jadi, selama ini, ibu menyembunyikan diri dari keluarga bapak! Kenapa? Apakah aku bukan anak yang diinginkan?' gumam Aiman.Ia masih merenung menatap langit-langit kamar yang telah ditempatinya sepuluh tahun terakhir, saat ketukan pelan terdengar di pintu kamarnya. Ia bergegas bangkit membukakan pintu."Masuk saja, Bu, sejak kapan pintu kamar Aiman tertutup untuk ibu," ujarnya sambil menuntun sang ibu menuju ranjang.Hera menatap putranya lekat, ketika sudah duduk di tepi ranjang. Kesedihan, penyesalan juga amarah bercampur jadi satu, terpancar dari sorot matanya yang berkaca-kaca. Aiman menciumi tangan ibunya takzim. Ia paham, perasaan bersalah dan penyesalan telah menyelimuti hati ibunya. Sesaat kemudian, ia menatap mata ibunya lembut. "Nak, Ibu minta maaf, Nak.” Hera menggenggam kedua tangan Aiman erat, "tidak seharusnya ibu menghindar. Berpindah dari satu kontrakan ke kontrakan lain agar bapakmu kehilangan jejak kita," ujarnya sesenggukan. Tangis

  • Antara Cinta dan Pertalian Darah   Serpihan Satu

    Wajah Agus berubah sendu, "Dek, bersabarlah dalam sepekan ini. Kakak janji situasi akan menjadi lebih baik," pinta Agus saat Hera terus mendesak untuk diperkenalkan pada keluarga suami sirinya."Adek sudah siap dengan segala kemungkinan yang akan terjadi saat kakak memperkenalkan adek sebagai istri kedua," ucap Hera, mencoba menyakinkan Agus yang terlihat ragu."Tidak semudah itu, Dek. Kondisi mama sedang kurang sehat. Kalau mama tahu hubungan kita sekarang, kakak khawatir semuanya akan kacau. Apalagi, beliau masih mengharapkan cucu dari kakak dan Vina," jelas Agus.Hera menatap Agus yang ada di depannya, pandangan dalam dan menusuk. Hatinya begitu gamang. Kesempatan untuk masuk ke dalam keluarga Agus mulai terbuka. Namun, suaminya malah membuat terjebak lebih dalam lagi, hingga sulit untuk bangkit.“Katakan saja pada mama, kalau kakak sudah punya anak dari adek. Apakah sulit?” Hera menepis tangan Agus kasar.“Dek, kakak mohon. Situasinya tidak semudah itu,

  • Antara Cinta dan Pertalian Darah   Pertemuan Pertama

    "Iya, Pak. Aiman dosen statistik di kelas Airin,” jawab Aiman.“Ternyata, buah jatuh tidak jauh dari pohonnya, ya. Dulu, Ibumu juga pengajar. Meski di kampung, tapi dia sangat cerdas. Karena itulah, selain wajahnya yang membuat bapak tidak bisa berpaling, kecerdasannya benar-benar membuat bapak kagum,” tukas Agus. Agus menceritakan kisah awal pertemuannya dengan Hera sambil menikmati hidangan yang baru dibawakan oleh pramusaji. Keduanya hanyut dalam perbincangan yang hangat. Aiman mulai belajar mengenal lelaki di hadapannya.***Suara ketukan dan salam terdengar di pintu depan membuat Hera menghentikan aktivitasnya. Hera pun menuju ke depan rumahnya dan membuka pintu.“Assalamu’alaikum, Hera,” salam Vina begitu Hera membuka pintunya.“Wa-wa’alaikumussalam.” Hera terkejut.Setelah memastikan Vina datang bukan untuk melabraknya lagi, ia mengizinkan istri pertama dari suaminya itu masuk.Vina memperhatikan se

  • Antara Cinta dan Pertalian Darah   Pertemuan Kedua

    "Tapi ternyata, keputusan saya mendatangi kamu sore itu adalah kesalahan terbesar yang saya ambil.” Vina melanjutkan ucapannya, matanya menatap jauh ke depan.***"Aiman, bagaimana kabarnya?" Jaka, dosen manajemen pendidikan, menyapa Aiman yang tampak lebih banyak melamun sejak kabar ta'arufnya menyebar."Alhamdulillah baik, Pak. Cuma ya, memang lagi agak banyak pikiran." Aiman tersenyum. Jaka adalah kawan sejawatnya yang cukup banyak membantu sejak mereka masih menjadi asisten dosen di kampus itu."Saya dengar gosipnya, lho.” Jaka tertawa, "jadi bagaimana itu, ditolak sama keluarganya, begitu?"Jaka melangkah menuju dispenser yang berada di ujung ruangan. Mengambil sebuah gelas, lalu menekan keran air."Mmm, bukan, Pak. Qadarullah ternyata ayahnya Airin juga ayah saya,” jawab Aiman pelan.Jaka menyemburkan air yang sedang diminumnya. Keterkejutan terlihat jelas di wajahnya. Ia memandang Aiman tak percaya."Seri

  • Antara Cinta dan Pertalian Darah   Setelah Keputusan (1)

    "Tolong temani dia sampai gosip mereda. Saya khawatir ini akan mengganggu konsentrasi perkuliahannya. Dan Airin. Tolong serahkan revisi skripsi kamu maksimal pekan depan ya,” ujar Aiman kemudian berlalu kembali ke depan kelas. === Airin masih tertunduk diam setelah sepuluh menit kedatangannya di kantin kampus. Aiman menatapnya dengan wajah bersalah. Beberapa mahasiswa yang sedang menikmati maka siangnya mencuri pandang ke arah keduanya. “Coba saya lihat skripsinya. Sudah di bab berapa?” tanya Aiman memecah kesunyian. “Eh, i-iya, kak. Sudah bab... em, em, berapa, ya?” Airin membongkar tote bagnya panik. Aiman melihat sekeliling. Mahasiswa yang mencuri pandang langsung berpura-pura mengerjakan kegiatan lain. “Mmm, bunda sehat?” tanyanya. “Eh, i-iya, kak. Alhamdulillah sehat. I-ini, kak, bab akhir ternyata.” Airin menyodorkan tumpukan kertas skripsinya. Aiman menyambutnya. “Aduh, kasihan, yah. Sudah gagal n

  • Antara Cinta dan Pertalian Darah   Setelah Keputusan (2)

    “Begini, satu hal yang perlu kalian tahu. Kami memutuskan untuk tidak melanjutkan proses ta’aruf kami, karena kami ternyata mahram. Sudah itu saja.” Airin meninggalkan kantin yang mendadak sepi. Martha membulatkan matanya kaget. ~ ~ ~  “Tadi siang Bunda Airin ke rumah,” ucap Hera. Aiman berhenti mengunyah makan malamnya. “Ibu ga papa?” tanya Aiman. Hera menoleh, lalu tersenyum tipis. “Nggak, alhamdulillah. Mbak Vina ke sini Cuma mau cerita saja.” Mata Hera menerawang sambil terus mengaduk-aduk nasi di piringnya. “Tapi apa, Bu?” tanya Aiman seolah mampu membaca kegelisahan sang ibu. Hera menghela nafas berat. “Mbak Vina minta ibu rujuk sama mas Agus,” jawab Hera. Aiman tersedak. “Lalu?” tanya Aiman dengan wajah penasaran. Hatinya mendadak dipenuhi perasaan tidak nyaman. Sekelebat pikiran negatif memenuhi otaknya. Meski ia tak begitu mengenal istri pertama ayahnya, ia sedikit banyak paham bahwa perasaan wa

  • Antara Cinta dan Pertalian Darah   Rujuk (?) (1)

    Agus berdiri mematung di depan rumah Hera. Ia memperhatikan sekeliling rumah sederhana itu. Cukup rapi dan bersih. Namun, tetap memberikan kesan tidak layak huni dibandingkan rumah yang ia berikan dulu. Hera menanti dengan perasaan tak karuan di dalam rumah. Ia terkejut melihat kedatangan Agus ke rumahnya saat ia hendak berangkat ke pasar. Aiman sudah berangkat ke kampus sejak satu jam yang lalu, mengejar jadwal mengajar paginya. Agus beranjak mendekat ke arah pintu. Hera yang menunggu di dalam, masih dilema akan keputusannya. Hendak bertemu, atau bersikap seolah ia tidak di rumah. Agus mengetuk pintu setelah terdiam selama sepuluh menit. Ia lalu mengucap salam. Hera bergeming. Ia masih belum memutuskan. “Assalamualaikum,” ucap Agus sambil kembali mengetuk pintu. Hera akhirnya memutuskan untuk diam. Ia yakin, Agus akan berpikir bahwa ia tidak ada di rumah. “Waalaikumussalam, cari siapa, Pak? Aiman, ya?” Sebuah suara mengejutkan keduanya. Agus

  • Antara Cinta dan Pertalian Darah   Rujuk (?) (2)

    “Kak, kenalkan. Ini kak Arman, kakak Airin," ujar Airin. Aiman menyambut uluran tangan Arman saat keduanya tiba di sebuah foodcourt di mall dekat kampus mereka. “Jadi, kamu Aiman. Pantas adik kesayangan saya kesengsem sama kamu. Kamu bener-bener mirip...” Arman menggantung kalimatnya. Perasaan aneh tiba-tiba muncul saat ia menyadari suatu hal. Lelaki di depannya begitu mirip dengan papanya. “Mirip siapa, Kak? Mirip ayah, ya?” Airin baru menyadari hal itu saat ia mendengar pernyataan kakak tirinya itu. “Eh, i-iya. Mirip banget ya, Dek, sama papa.” Arman menyapu pandangannya ke wajah hingga sikap duduk Aiman. Bagai pinang di belah dua. Ia heran, mengapa Airin tidak menyadari hal itu. “Kok Ai baru sadar, ya,” ujar Airin sambil tersenyum canggung. “pantas, sejak awal lihat kak Aiman, Ai rasanya punya koneksi kuat, gitu,” lanjut Airin. Aiman tersenyum kikuk. Aiman diberitahu Airin bahwa akan ada pertemuan pertama mereka bertiga sebagai ke

Bab terbaru

  • Antara Cinta dan Pertalian Darah   Rujuk (?) (4)

    “Malam ini, saya harus ke rumah Hera. Tolong jaga Mama.” Agus merapikan penampilannya.“Oke,” jawab Vina singkat.“Jangan sampai Mama tahu saya pergi ke mana,” lanjut Agus.Vina menghela nafasnya berat. Bersandiwara menjadi pasangan romantis di hadapan ibu mertuanya, lalu mendapat perlakuan dingin saat hanya berdua, membuat batinnya tersiksa. Terlebih, ia masih tetap harus menyembunyikan kepergian suaminya yang akan menemui perempuan yang merusak kebahagiaannya.“Aku harus bilang apa, Mas?” Vina menatap punggung Agus yang masih menata rambutnya. “Ya, bilang meeting, kek, atau apalah, terserah kamu,” jawab Agus kesal.Vina menghela nafas. “Aku capek, Mas. Sudah sepekan sejak kepulangan Mama. Aku capek dengan sandiwara ini. Bersikap biasa saja, Mas. Seperti biasanya. Jangan tampakkan keromantisan di depan Mama. Hati aku sakit, Mas.” Vina menangis. Agus berbalik menatap Vina. Tatapannya lurus menatap Vina yang sedang menangis. Amarah masih menyelimutinya. Tak

  • Antara Cinta dan Pertalian Darah   Rujuk (?) (3)

    Flashback “Ma, bantu Vina, Ma.” Vina tiba di rumah mertuanya dengan penuh air mata.  “Ada apa, anak Mama yang cantik? Ada masalah apa?” Gita menyambut Vina dalam dekapannya. “Mas Agus, Ma. Mas Agus. Dia -dia,” Vina kembali sesenggukan. “dia menikah lagi dengan perempuan lain, Ma. Sekarang mereka sudah punya anak. Sedangkan, setelah menikah, Mas Agus belum pernah sekalipun menyentuh Vina,” lanjut Vina. Gita tersentak. Ia melepaskan pelukannya.  “Ka-kamu- kamu serius? Jadi, selama ini, Mama...” ujar Gita menggantung, lalu terjatuh tak sadarkan diri.  Vina terkejut. Ia berteriak memanggil pembantu di rumah mertuanya. Ia berniat segera menghubungi Agus namun ia urungkan. Akhirnya, ia memutuskan cukup menelefon dokter pribadi Gita saja. ~ ~ ~  Sudah semalaman Gita belum sadarkan diri. Agus yang tiba tak lama setelah pembantu di rumahnya menghubunginya, terus menggenggam tangan ibunya. Di seberangnya, Vina sesenggukan.

  • Antara Cinta dan Pertalian Darah   Rujuk (?) (2)

    “Kak, kenalkan. Ini kak Arman, kakak Airin," ujar Airin. Aiman menyambut uluran tangan Arman saat keduanya tiba di sebuah foodcourt di mall dekat kampus mereka. “Jadi, kamu Aiman. Pantas adik kesayangan saya kesengsem sama kamu. Kamu bener-bener mirip...” Arman menggantung kalimatnya. Perasaan aneh tiba-tiba muncul saat ia menyadari suatu hal. Lelaki di depannya begitu mirip dengan papanya. “Mirip siapa, Kak? Mirip ayah, ya?” Airin baru menyadari hal itu saat ia mendengar pernyataan kakak tirinya itu. “Eh, i-iya. Mirip banget ya, Dek, sama papa.” Arman menyapu pandangannya ke wajah hingga sikap duduk Aiman. Bagai pinang di belah dua. Ia heran, mengapa Airin tidak menyadari hal itu. “Kok Ai baru sadar, ya,” ujar Airin sambil tersenyum canggung. “pantas, sejak awal lihat kak Aiman, Ai rasanya punya koneksi kuat, gitu,” lanjut Airin. Aiman tersenyum kikuk. Aiman diberitahu Airin bahwa akan ada pertemuan pertama mereka bertiga sebagai ke

  • Antara Cinta dan Pertalian Darah   Rujuk (?) (1)

    Agus berdiri mematung di depan rumah Hera. Ia memperhatikan sekeliling rumah sederhana itu. Cukup rapi dan bersih. Namun, tetap memberikan kesan tidak layak huni dibandingkan rumah yang ia berikan dulu. Hera menanti dengan perasaan tak karuan di dalam rumah. Ia terkejut melihat kedatangan Agus ke rumahnya saat ia hendak berangkat ke pasar. Aiman sudah berangkat ke kampus sejak satu jam yang lalu, mengejar jadwal mengajar paginya. Agus beranjak mendekat ke arah pintu. Hera yang menunggu di dalam, masih dilema akan keputusannya. Hendak bertemu, atau bersikap seolah ia tidak di rumah. Agus mengetuk pintu setelah terdiam selama sepuluh menit. Ia lalu mengucap salam. Hera bergeming. Ia masih belum memutuskan. “Assalamualaikum,” ucap Agus sambil kembali mengetuk pintu. Hera akhirnya memutuskan untuk diam. Ia yakin, Agus akan berpikir bahwa ia tidak ada di rumah. “Waalaikumussalam, cari siapa, Pak? Aiman, ya?” Sebuah suara mengejutkan keduanya. Agus

  • Antara Cinta dan Pertalian Darah   Setelah Keputusan (2)

    “Begini, satu hal yang perlu kalian tahu. Kami memutuskan untuk tidak melanjutkan proses ta’aruf kami, karena kami ternyata mahram. Sudah itu saja.” Airin meninggalkan kantin yang mendadak sepi. Martha membulatkan matanya kaget. ~ ~ ~  “Tadi siang Bunda Airin ke rumah,” ucap Hera. Aiman berhenti mengunyah makan malamnya. “Ibu ga papa?” tanya Aiman. Hera menoleh, lalu tersenyum tipis. “Nggak, alhamdulillah. Mbak Vina ke sini Cuma mau cerita saja.” Mata Hera menerawang sambil terus mengaduk-aduk nasi di piringnya. “Tapi apa, Bu?” tanya Aiman seolah mampu membaca kegelisahan sang ibu. Hera menghela nafas berat. “Mbak Vina minta ibu rujuk sama mas Agus,” jawab Hera. Aiman tersedak. “Lalu?” tanya Aiman dengan wajah penasaran. Hatinya mendadak dipenuhi perasaan tidak nyaman. Sekelebat pikiran negatif memenuhi otaknya. Meski ia tak begitu mengenal istri pertama ayahnya, ia sedikit banyak paham bahwa perasaan wa

  • Antara Cinta dan Pertalian Darah   Setelah Keputusan (1)

    "Tolong temani dia sampai gosip mereda. Saya khawatir ini akan mengganggu konsentrasi perkuliahannya. Dan Airin. Tolong serahkan revisi skripsi kamu maksimal pekan depan ya,” ujar Aiman kemudian berlalu kembali ke depan kelas. === Airin masih tertunduk diam setelah sepuluh menit kedatangannya di kantin kampus. Aiman menatapnya dengan wajah bersalah. Beberapa mahasiswa yang sedang menikmati maka siangnya mencuri pandang ke arah keduanya. “Coba saya lihat skripsinya. Sudah di bab berapa?” tanya Aiman memecah kesunyian. “Eh, i-iya, kak. Sudah bab... em, em, berapa, ya?” Airin membongkar tote bagnya panik. Aiman melihat sekeliling. Mahasiswa yang mencuri pandang langsung berpura-pura mengerjakan kegiatan lain. “Mmm, bunda sehat?” tanyanya. “Eh, i-iya, kak. Alhamdulillah sehat. I-ini, kak, bab akhir ternyata.” Airin menyodorkan tumpukan kertas skripsinya. Aiman menyambutnya. “Aduh, kasihan, yah. Sudah gagal n

  • Antara Cinta dan Pertalian Darah   Pertemuan Kedua

    "Tapi ternyata, keputusan saya mendatangi kamu sore itu adalah kesalahan terbesar yang saya ambil.” Vina melanjutkan ucapannya, matanya menatap jauh ke depan.***"Aiman, bagaimana kabarnya?" Jaka, dosen manajemen pendidikan, menyapa Aiman yang tampak lebih banyak melamun sejak kabar ta'arufnya menyebar."Alhamdulillah baik, Pak. Cuma ya, memang lagi agak banyak pikiran." Aiman tersenyum. Jaka adalah kawan sejawatnya yang cukup banyak membantu sejak mereka masih menjadi asisten dosen di kampus itu."Saya dengar gosipnya, lho.” Jaka tertawa, "jadi bagaimana itu, ditolak sama keluarganya, begitu?"Jaka melangkah menuju dispenser yang berada di ujung ruangan. Mengambil sebuah gelas, lalu menekan keran air."Mmm, bukan, Pak. Qadarullah ternyata ayahnya Airin juga ayah saya,” jawab Aiman pelan.Jaka menyemburkan air yang sedang diminumnya. Keterkejutan terlihat jelas di wajahnya. Ia memandang Aiman tak percaya."Seri

  • Antara Cinta dan Pertalian Darah   Pertemuan Pertama

    "Iya, Pak. Aiman dosen statistik di kelas Airin,” jawab Aiman.“Ternyata, buah jatuh tidak jauh dari pohonnya, ya. Dulu, Ibumu juga pengajar. Meski di kampung, tapi dia sangat cerdas. Karena itulah, selain wajahnya yang membuat bapak tidak bisa berpaling, kecerdasannya benar-benar membuat bapak kagum,” tukas Agus. Agus menceritakan kisah awal pertemuannya dengan Hera sambil menikmati hidangan yang baru dibawakan oleh pramusaji. Keduanya hanyut dalam perbincangan yang hangat. Aiman mulai belajar mengenal lelaki di hadapannya.***Suara ketukan dan salam terdengar di pintu depan membuat Hera menghentikan aktivitasnya. Hera pun menuju ke depan rumahnya dan membuka pintu.“Assalamu’alaikum, Hera,” salam Vina begitu Hera membuka pintunya.“Wa-wa’alaikumussalam.” Hera terkejut.Setelah memastikan Vina datang bukan untuk melabraknya lagi, ia mengizinkan istri pertama dari suaminya itu masuk.Vina memperhatikan se

  • Antara Cinta dan Pertalian Darah   Serpihan Satu

    Wajah Agus berubah sendu, "Dek, bersabarlah dalam sepekan ini. Kakak janji situasi akan menjadi lebih baik," pinta Agus saat Hera terus mendesak untuk diperkenalkan pada keluarga suami sirinya."Adek sudah siap dengan segala kemungkinan yang akan terjadi saat kakak memperkenalkan adek sebagai istri kedua," ucap Hera, mencoba menyakinkan Agus yang terlihat ragu."Tidak semudah itu, Dek. Kondisi mama sedang kurang sehat. Kalau mama tahu hubungan kita sekarang, kakak khawatir semuanya akan kacau. Apalagi, beliau masih mengharapkan cucu dari kakak dan Vina," jelas Agus.Hera menatap Agus yang ada di depannya, pandangan dalam dan menusuk. Hatinya begitu gamang. Kesempatan untuk masuk ke dalam keluarga Agus mulai terbuka. Namun, suaminya malah membuat terjebak lebih dalam lagi, hingga sulit untuk bangkit.“Katakan saja pada mama, kalau kakak sudah punya anak dari adek. Apakah sulit?” Hera menepis tangan Agus kasar.“Dek, kakak mohon. Situasinya tidak semudah itu,

DMCA.com Protection Status