Chapter: Rujuk (?) (4)“Malam ini, saya harus ke rumah Hera. Tolong jaga Mama.” Agus merapikan penampilannya.“Oke,” jawab Vina singkat.“Jangan sampai Mama tahu saya pergi ke mana,” lanjut Agus.Vina menghela nafasnya berat. Bersandiwara menjadi pasangan romantis di hadapan ibu mertuanya, lalu mendapat perlakuan dingin saat hanya berdua, membuat batinnya tersiksa. Terlebih, ia masih tetap harus menyembunyikan kepergian suaminya yang akan menemui perempuan yang merusak kebahagiaannya.“Aku harus bilang apa, Mas?” Vina menatap punggung Agus yang masih menata rambutnya. “Ya, bilang meeting, kek, atau apalah, terserah kamu,” jawab Agus kesal.Vina menghela nafas. “Aku capek, Mas. Sudah sepekan sejak kepulangan Mama. Aku capek dengan sandiwara ini. Bersikap biasa saja, Mas. Seperti biasanya. Jangan tampakkan keromantisan di depan Mama. Hati aku sakit, Mas.” Vina menangis. Agus berbalik menatap Vina. Tatapannya lurus menatap Vina yang sedang menangis. Amarah masih menyelimutinya. Tak
Terakhir Diperbarui: 2022-04-09
Chapter: Rujuk (?) (3)Flashback “Ma, bantu Vina, Ma.” Vina tiba di rumah mertuanya dengan penuh air mata. “Ada apa, anak Mama yang cantik? Ada masalah apa?” Gita menyambut Vina dalam dekapannya. “Mas Agus, Ma. Mas Agus. Dia -dia,” Vina kembali sesenggukan. “dia menikah lagi dengan perempuan lain, Ma. Sekarang mereka sudah punya anak. Sedangkan, setelah menikah, Mas Agus belum pernah sekalipun menyentuh Vina,” lanjut Vina. Gita tersentak. Ia melepaskan pelukannya. “Ka-kamu- kamu serius? Jadi, selama ini, Mama...” ujar Gita menggantung, lalu terjatuh tak sadarkan diri. Vina terkejut. Ia berteriak memanggil pembantu di rumah mertuanya. Ia berniat segera menghubungi Agus namun ia urungkan. Akhirnya, ia memutuskan cukup menelefon dokter pribadi Gita saja. ~ ~ ~ Sudah semalaman Gita belum sadarkan diri. Agus yang tiba tak lama setelah pembantu di rumahnya menghubunginya, terus menggenggam tangan ibunya. Di seberangnya, Vina sesenggukan.
Terakhir Diperbarui: 2022-04-01
Chapter: Rujuk (?) (2)“Kak, kenalkan. Ini kak Arman, kakak Airin," ujar Airin. Aiman menyambut uluran tangan Arman saat keduanya tiba di sebuah foodcourt di mall dekat kampus mereka. “Jadi, kamu Aiman. Pantas adik kesayangan saya kesengsem sama kamu. Kamu bener-bener mirip...” Arman menggantung kalimatnya. Perasaan aneh tiba-tiba muncul saat ia menyadari suatu hal. Lelaki di depannya begitu mirip dengan papanya. “Mirip siapa, Kak? Mirip ayah, ya?” Airin baru menyadari hal itu saat ia mendengar pernyataan kakak tirinya itu. “Eh, i-iya. Mirip banget ya, Dek, sama papa.” Arman menyapu pandangannya ke wajah hingga sikap duduk Aiman. Bagai pinang di belah dua. Ia heran, mengapa Airin tidak menyadari hal itu. “Kok Ai baru sadar, ya,” ujar Airin sambil tersenyum canggung. “pantas, sejak awal lihat kak Aiman, Ai rasanya punya koneksi kuat, gitu,” lanjut Airin. Aiman tersenyum kikuk. Aiman diberitahu Airin bahwa akan ada pertemuan pertama mereka bertiga sebagai ke
Terakhir Diperbarui: 2022-03-28
Chapter: Rujuk (?) (1)Agus berdiri mematung di depan rumah Hera. Ia memperhatikan sekeliling rumah sederhana itu. Cukup rapi dan bersih. Namun, tetap memberikan kesan tidak layak huni dibandingkan rumah yang ia berikan dulu. Hera menanti dengan perasaan tak karuan di dalam rumah. Ia terkejut melihat kedatangan Agus ke rumahnya saat ia hendak berangkat ke pasar. Aiman sudah berangkat ke kampus sejak satu jam yang lalu, mengejar jadwal mengajar paginya. Agus beranjak mendekat ke arah pintu. Hera yang menunggu di dalam, masih dilema akan keputusannya. Hendak bertemu, atau bersikap seolah ia tidak di rumah. Agus mengetuk pintu setelah terdiam selama sepuluh menit. Ia lalu mengucap salam. Hera bergeming. Ia masih belum memutuskan. “Assalamualaikum,” ucap Agus sambil kembali mengetuk pintu. Hera akhirnya memutuskan untuk diam. Ia yakin, Agus akan berpikir bahwa ia tidak ada di rumah. “Waalaikumussalam, cari siapa, Pak? Aiman, ya?” Sebuah suara mengejutkan keduanya. Agus
Terakhir Diperbarui: 2022-03-28
Chapter: Setelah Keputusan (2)“Begini, satu hal yang perlu kalian tahu. Kami memutuskan untuk tidak melanjutkan proses ta’aruf kami, karena kami ternyata mahram. Sudah itu saja.” Airin meninggalkan kantin yang mendadak sepi. Martha membulatkan matanya kaget. ~ ~ ~ “Tadi siang Bunda Airin ke rumah,” ucap Hera. Aiman berhenti mengunyah makan malamnya. “Ibu ga papa?” tanya Aiman. Hera menoleh, lalu tersenyum tipis. “Nggak, alhamdulillah. Mbak Vina ke sini Cuma mau cerita saja.” Mata Hera menerawang sambil terus mengaduk-aduk nasi di piringnya. “Tapi apa, Bu?” tanya Aiman seolah mampu membaca kegelisahan sang ibu. Hera menghela nafas berat. “Mbak Vina minta ibu rujuk sama mas Agus,” jawab Hera. Aiman tersedak. “Lalu?” tanya Aiman dengan wajah penasaran. Hatinya mendadak dipenuhi perasaan tidak nyaman. Sekelebat pikiran negatif memenuhi otaknya. Meski ia tak begitu mengenal istri pertama ayahnya, ia sedikit banyak paham bahwa perasaan wa
Terakhir Diperbarui: 2022-03-25
Chapter: Setelah Keputusan (1)"Tolong temani dia sampai gosip mereda. Saya khawatir ini akan mengganggu konsentrasi perkuliahannya. Dan Airin. Tolong serahkan revisi skripsi kamu maksimal pekan depan ya,” ujar Aiman kemudian berlalu kembali ke depan kelas. === Airin masih tertunduk diam setelah sepuluh menit kedatangannya di kantin kampus. Aiman menatapnya dengan wajah bersalah. Beberapa mahasiswa yang sedang menikmati maka siangnya mencuri pandang ke arah keduanya. “Coba saya lihat skripsinya. Sudah di bab berapa?” tanya Aiman memecah kesunyian. “Eh, i-iya, kak. Sudah bab... em, em, berapa, ya?” Airin membongkar tote bagnya panik. Aiman melihat sekeliling. Mahasiswa yang mencuri pandang langsung berpura-pura mengerjakan kegiatan lain. “Mmm, bunda sehat?” tanyanya. “Eh, i-iya, kak. Alhamdulillah sehat. I-ini, kak, bab akhir ternyata.” Airin menyodorkan tumpukan kertas skripsinya. Aiman menyambutnya. “Aduh, kasihan, yah. Sudah gagal n
Terakhir Diperbarui: 2022-03-25