Share

Kebenaran

last update Last Updated: 2022-01-24 20:47:11

'Jadi, selama ini, ibu menyembunyikan diri dari keluarga bapak! Kenapa? Apakah aku bukan anak yang diinginkan?' gumam Aiman.

Ia masih merenung menatap langit-langit kamar yang telah ditempatinya sepuluh tahun terakhir, saat ketukan pelan terdengar di pintu kamarnya. Ia bergegas bangkit membukakan pintu.

"Masuk saja, Bu, sejak kapan pintu kamar Aiman tertutup untuk ibu," ujarnya sambil menuntun sang ibu menuju ranjang.

Hera menatap putranya lekat, ketika sudah duduk di tepi ranjang. Kesedihan, penyesalan juga amarah bercampur jadi satu, terpancar dari sorot matanya yang berkaca-kaca.

Aiman menciumi tangan ibunya takzim. Ia paham, perasaan bersalah dan penyesalan telah menyelimuti hati ibunya. Sesaat kemudian, ia menatap mata ibunya lembut.

"Nak, Ibu minta maaf, Nak.” Hera menggenggam kedua tangan Aiman erat, "tidak seharusnya ibu menghindar. Berpindah dari satu kontrakan ke kontrakan lain agar bapakmu kehilangan jejak kita," ujarnya sesenggukan.

Tangis Hera pecah, ia benar-benar merasa kacau. Pelariannya selama ini, ternyata sia-sia. Aiman bahkan menghadapi persoalan yang lebih pelik, jauh dari harapannya.

"Ibu menyesal, Nak. Sangat menyesal. Tak pernah Ibu menyangka anak Ibu akan menghadapi hal ini,” ujar Hera, Aiman mengeratkan gengaman tangan mereka.

"Bu, permasalahan ini, bukan sepenuhnya kesalahan ibu. Ini takdir Allah, Bu. Beginilah garis takdir kita." Aiman mengusap punggung tangan sang ibu dengan lembut.

"Tapi, ibu benar-benar tidak pernah menyangka, Nak. Tak pernah sedikit pun terbayang di pikiran ibu, kita akan kembali bertemu bapakmu. Setelah ibu mencoba menghindarinya selama 27 tahun ini.” Hera menarik nafas, "dan yang paling ibu sesali, adalah rasa benci ibu kepada bapakmu selama ini, hilang hanya dengan melihat wajahnya." Hera semakin terisak.

Aiman menghela napas, bingung. Ia tak pernah tahu, kebencian menyelimuti hati ibu kepada bapaknya. Yang ia tahu, selama ini, ibunya selalu mengalihkan pembicaraan saat ia menanyakan di mana pusara sang bapak.

***

Malam itu, setelah kepergian Agus. Tidak lama, Vina datang dengan wajah penuh amarah.

"Ternyata di sini, mas Agus menyembunyikan gundiknya." Vina menyapu pandangannya ke seluruh sudut halaman rumah mungil tempat Hera menetap.

"Maaf, dengan siapa, ya?" Hera berbalik kaget dengan sapaan sinis milik wanita cantik di hadapannya.

"Saya Vina," jawabnya pongah. "Ravina Hamiza, istri sah dari Agus Winarko," ucap Vina sambil mengulurkan tangannya.

Hera tertegun sesaat, lalu ia mengangkat tangannya hendak menyambut uluran tangan Vina. Namun, saat tangan mereka belum tertaut, Vina menarik tangannya dengan senyum mengejek.

"Kecurigaan seorang istri tidak pernah salah! Ternyata ini, alasan Mas Agus lembur dan pergi keluar kota. Ternyata, ia ada main dengan, mmm, saya harus ebut kamu apa, ya?" Vina menelisik penampilan Hera yang tampak kusut akibat kurang tidur. Dari info suruhannya, ia tahu bahwa Hera baru melahirkan dua bulan lalu.

"Maaf, Mbak. Saya..." Tangis Aiman bayi menghentikan kata-katanya, "maaf, saya harus melihat anak saya dulu. Mbak bisa masuk jika mbak mau. Saya akan menjelaskan." Hera berlari masuk ke kamarnya.

Vina mematung. Tak menyangka, ia akan ditinggalkan begitu saja di depan pintu. Emosinya naik, ia merasa dipermainkan oleh wanita simpanan suaminya. Namun, sesaat kemudian, ia menarik napas. Ia paham, amarah hanya akan merusak akal sehatnya. Ia harus bermain cantik saat ini karena ia hanya perlu menyingkirkan wanita ini, bukan suaminya.

Meski berat, Vina melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah mungil yang asri dan nyaman. Pantas, tiga bulan terakhir, hampir tiap weekend Agus menghabiskan waktunya di rumah ini. Air matanya hampir menyeruak, merusak ketahanan yang sedang ia bangun. Sesaat kemudian, Hera telah duduk di hadapannya sambil menunduk. Tangisan bayinya sudah reda.

"Mas Agus tidak pernah cerita tentang saya, kah, sampai kamu rela dijadikan simpanan?" ucap Vina tajam.

Hera mengangkat kepalanya, menatap Vina sendu, “Kak Agus, sudah cerita tentang mbak, jauh sebelum dia meminang saya." Suara Hera terdengar bergetar. Tampaknya ia sedang berusaha menguasai hatinya.

Vina tersentak, “lantas, kenapa kamu...?" Kalimatnya tergantung. Ia tercekat. Hera menarik nafasnya berat, tidak percaya apa yang di dengarnya.

"Saya minta maaf, Mbak. Tapi, apa kak Agus tidak pernah cerita tentang saya?" Hera menatap Vina penuh penekanan. Air mata akhirnya menetes di pipi mulus Vina.

"Siapa pun kamu. Kamu tidak berhak merusak rumah tangga orang lain!" Vina menatap Hera sengit. Dengan sekuat tenaga, amarah yang hampir memuncak, ditahannya.

"Saya tidak pernah berpikir bahwa saya telah merusak rumah tangga mbak Vina dan kak Agus. Buktinya, kak Agus masih berbagi dengan adil, kan?" Kali ini, Hera membalas tatapan Vina dengan tegas. Tampaknya Hera telah mempersiapkan banyak hal untuk momen seperti ini.

Nafas Vina memburu. Dia tak menyangka, Hera akan melawan. Ketika Vina ingin berdiri dan melayangkan satu tamparan ke Hera, Agus datang dengan tergopoh-gopoh. Agus diberitahu oleh orang kepercayaannya yang sengaja dia taruh di dekat rumah Hera tanpa sepengetahuan istrinya itu.

"Vina, tolong dengarkan penjelasan saya." Agus menangkap tangan Vina cepat.

"Wah, tidak kusangka, kamu datang secepat ini, Mas!" Mata Vina menyipit melihat kedatangan Agus yang tiba-tiba.

Vina membenarkan posisi duduknya, lalu melipat kedua tangannya di depan dada. Agus mendekatinya dan duduk di samping Vina.

"Vin, kita bisa bicarakan semua baik-baik.” Agus menatap Vina penuh harap, "saya akan menjelaskan semuanya." Agus menangkap tangannya dan di gengam erat olehnya, Vina membuang wajahnya ke arah lain.

"Tidak perlu, Mas. Kau tahu, kan, apa yang akan terjadi kalau aku meminta cerai darimu?" Vina mengangkat wajahnya pongah.

Terlihat keraguan di wajah Agus. Sebenarnya dia tahu, hal ini akan di ketahui oleh Vina--istri keduanya. Tapi, dia belum siap dengan situasi ini.

"Sekarang, Mas harus pilih. Aku atau wanita ini?" Vina memberikan pilihan.

"Vina, please. Ini tidak semudah itu.” Wajah Agus memelas.

"Aku tunggu jawabanmu di rumah." Vina berdiri dan melangkah pergi, tidak peduli dengan suaminya yang mencegahnya. Air matanya kini mengalir tanpa bisa dia tahan, dengan cepat dia menaiki mobilnya.

***

Hera mendekati Agus yang duduk lesu dan mengusap wajahnya dengan kasar.

"Kak.” Hera mengusap punggung Agus. Ia yakin, lelaki yang sudah dikenalnya selama tujuh tahun itu sangat gusar mendengar ancaman Vina.

"Dek, kakak minta maaf.” Agus menghela nafasnya berat, "seharusnya, sejak awal kakak tidak menyembunyikan hal ini dari Vina dan keluarga yang lain." Dirasainya pelukan Hera di belakang punggungnya. Digenggamnya tangan Hera erat.

"Kakak tenang saja. Adek akan menemani kakak apa pun yang terjadi. Kakak sudah membuktikan cinta kakak selama ini. Adek pasti akan tetap berada di sisi kakak.” Dikecupnya punggung Agus penuh khidmat.

"Kakak harus kembali kepada Vina, Dek." Agus mengeratkan genggamannya.

Hera menghela napas perlahan. Ia seharusnya sadar, bagaimanapun posisinya di hati Agus, Ia tetap wanita kedua di kehidupannya. Agus begitu mencintai keluarganya, hingga dia belum bisa merebut restu keluarga suaminya.

"Kakak, akan pergi meninggalkan adek dan Aiman?" Hera mengendurkan pelukannya.

Agus berbalik, "hanya sampai situasi bisa kakak kuasai, Dek. Tidak akan lama. Kakak janji." Agus mengecup tangan Hera.

Hera menghela nafas. Satu tahun bukan waktu sebentar menjadi istri siri Agus Winarko. Dan tujuh tahun waktu hidupnya dengan Agus, berlalu tanpa menghasilkan apa pun. Ia tetap tak bisa mendapat restu dari keluarga Agus, terutama ibunya.

"Baiklah." Hera tersenyum pasrah, "satu pekan dari sekarang. Jika kakak tidak kembali, tolong. Jangan cari kami lagi!"

Related chapters

  • Antara Cinta dan Pertalian Darah   Serpihan Satu

    Wajah Agus berubah sendu, "Dek, bersabarlah dalam sepekan ini. Kakak janji situasi akan menjadi lebih baik," pinta Agus saat Hera terus mendesak untuk diperkenalkan pada keluarga suami sirinya."Adek sudah siap dengan segala kemungkinan yang akan terjadi saat kakak memperkenalkan adek sebagai istri kedua," ucap Hera, mencoba menyakinkan Agus yang terlihat ragu."Tidak semudah itu, Dek. Kondisi mama sedang kurang sehat. Kalau mama tahu hubungan kita sekarang, kakak khawatir semuanya akan kacau. Apalagi, beliau masih mengharapkan cucu dari kakak dan Vina," jelas Agus.Hera menatap Agus yang ada di depannya, pandangan dalam dan menusuk. Hatinya begitu gamang. Kesempatan untuk masuk ke dalam keluarga Agus mulai terbuka. Namun, suaminya malah membuat terjebak lebih dalam lagi, hingga sulit untuk bangkit.“Katakan saja pada mama, kalau kakak sudah punya anak dari adek. Apakah sulit?” Hera menepis tangan Agus kasar.“Dek, kakak mohon. Situasinya tidak semudah itu,

    Last Updated : 2022-01-28
  • Antara Cinta dan Pertalian Darah   Pertemuan Pertama

    "Iya, Pak. Aiman dosen statistik di kelas Airin,” jawab Aiman.“Ternyata, buah jatuh tidak jauh dari pohonnya, ya. Dulu, Ibumu juga pengajar. Meski di kampung, tapi dia sangat cerdas. Karena itulah, selain wajahnya yang membuat bapak tidak bisa berpaling, kecerdasannya benar-benar membuat bapak kagum,” tukas Agus. Agus menceritakan kisah awal pertemuannya dengan Hera sambil menikmati hidangan yang baru dibawakan oleh pramusaji. Keduanya hanyut dalam perbincangan yang hangat. Aiman mulai belajar mengenal lelaki di hadapannya.***Suara ketukan dan salam terdengar di pintu depan membuat Hera menghentikan aktivitasnya. Hera pun menuju ke depan rumahnya dan membuka pintu.“Assalamu’alaikum, Hera,” salam Vina begitu Hera membuka pintunya.“Wa-wa’alaikumussalam.” Hera terkejut.Setelah memastikan Vina datang bukan untuk melabraknya lagi, ia mengizinkan istri pertama dari suaminya itu masuk.Vina memperhatikan se

    Last Updated : 2022-01-28
  • Antara Cinta dan Pertalian Darah   Pertemuan Kedua

    "Tapi ternyata, keputusan saya mendatangi kamu sore itu adalah kesalahan terbesar yang saya ambil.” Vina melanjutkan ucapannya, matanya menatap jauh ke depan.***"Aiman, bagaimana kabarnya?" Jaka, dosen manajemen pendidikan, menyapa Aiman yang tampak lebih banyak melamun sejak kabar ta'arufnya menyebar."Alhamdulillah baik, Pak. Cuma ya, memang lagi agak banyak pikiran." Aiman tersenyum. Jaka adalah kawan sejawatnya yang cukup banyak membantu sejak mereka masih menjadi asisten dosen di kampus itu."Saya dengar gosipnya, lho.” Jaka tertawa, "jadi bagaimana itu, ditolak sama keluarganya, begitu?"Jaka melangkah menuju dispenser yang berada di ujung ruangan. Mengambil sebuah gelas, lalu menekan keran air."Mmm, bukan, Pak. Qadarullah ternyata ayahnya Airin juga ayah saya,” jawab Aiman pelan.Jaka menyemburkan air yang sedang diminumnya. Keterkejutan terlihat jelas di wajahnya. Ia memandang Aiman tak percaya."Seri

    Last Updated : 2022-01-28
  • Antara Cinta dan Pertalian Darah   Setelah Keputusan (1)

    "Tolong temani dia sampai gosip mereda. Saya khawatir ini akan mengganggu konsentrasi perkuliahannya. Dan Airin. Tolong serahkan revisi skripsi kamu maksimal pekan depan ya,” ujar Aiman kemudian berlalu kembali ke depan kelas. === Airin masih tertunduk diam setelah sepuluh menit kedatangannya di kantin kampus. Aiman menatapnya dengan wajah bersalah. Beberapa mahasiswa yang sedang menikmati maka siangnya mencuri pandang ke arah keduanya. “Coba saya lihat skripsinya. Sudah di bab berapa?” tanya Aiman memecah kesunyian. “Eh, i-iya, kak. Sudah bab... em, em, berapa, ya?” Airin membongkar tote bagnya panik. Aiman melihat sekeliling. Mahasiswa yang mencuri pandang langsung berpura-pura mengerjakan kegiatan lain. “Mmm, bunda sehat?” tanyanya. “Eh, i-iya, kak. Alhamdulillah sehat. I-ini, kak, bab akhir ternyata.” Airin menyodorkan tumpukan kertas skripsinya. Aiman menyambutnya. “Aduh, kasihan, yah. Sudah gagal n

    Last Updated : 2022-03-25
  • Antara Cinta dan Pertalian Darah   Setelah Keputusan (2)

    “Begini, satu hal yang perlu kalian tahu. Kami memutuskan untuk tidak melanjutkan proses ta’aruf kami, karena kami ternyata mahram. Sudah itu saja.” Airin meninggalkan kantin yang mendadak sepi. Martha membulatkan matanya kaget. ~ ~ ~  “Tadi siang Bunda Airin ke rumah,” ucap Hera. Aiman berhenti mengunyah makan malamnya. “Ibu ga papa?” tanya Aiman. Hera menoleh, lalu tersenyum tipis. “Nggak, alhamdulillah. Mbak Vina ke sini Cuma mau cerita saja.” Mata Hera menerawang sambil terus mengaduk-aduk nasi di piringnya. “Tapi apa, Bu?” tanya Aiman seolah mampu membaca kegelisahan sang ibu. Hera menghela nafas berat. “Mbak Vina minta ibu rujuk sama mas Agus,” jawab Hera. Aiman tersedak. “Lalu?” tanya Aiman dengan wajah penasaran. Hatinya mendadak dipenuhi perasaan tidak nyaman. Sekelebat pikiran negatif memenuhi otaknya. Meski ia tak begitu mengenal istri pertama ayahnya, ia sedikit banyak paham bahwa perasaan wa

    Last Updated : 2022-03-25
  • Antara Cinta dan Pertalian Darah   Rujuk (?) (1)

    Agus berdiri mematung di depan rumah Hera. Ia memperhatikan sekeliling rumah sederhana itu. Cukup rapi dan bersih. Namun, tetap memberikan kesan tidak layak huni dibandingkan rumah yang ia berikan dulu. Hera menanti dengan perasaan tak karuan di dalam rumah. Ia terkejut melihat kedatangan Agus ke rumahnya saat ia hendak berangkat ke pasar. Aiman sudah berangkat ke kampus sejak satu jam yang lalu, mengejar jadwal mengajar paginya. Agus beranjak mendekat ke arah pintu. Hera yang menunggu di dalam, masih dilema akan keputusannya. Hendak bertemu, atau bersikap seolah ia tidak di rumah. Agus mengetuk pintu setelah terdiam selama sepuluh menit. Ia lalu mengucap salam. Hera bergeming. Ia masih belum memutuskan. “Assalamualaikum,” ucap Agus sambil kembali mengetuk pintu. Hera akhirnya memutuskan untuk diam. Ia yakin, Agus akan berpikir bahwa ia tidak ada di rumah. “Waalaikumussalam, cari siapa, Pak? Aiman, ya?” Sebuah suara mengejutkan keduanya. Agus

    Last Updated : 2022-03-28
  • Antara Cinta dan Pertalian Darah   Rujuk (?) (2)

    “Kak, kenalkan. Ini kak Arman, kakak Airin," ujar Airin. Aiman menyambut uluran tangan Arman saat keduanya tiba di sebuah foodcourt di mall dekat kampus mereka. “Jadi, kamu Aiman. Pantas adik kesayangan saya kesengsem sama kamu. Kamu bener-bener mirip...” Arman menggantung kalimatnya. Perasaan aneh tiba-tiba muncul saat ia menyadari suatu hal. Lelaki di depannya begitu mirip dengan papanya. “Mirip siapa, Kak? Mirip ayah, ya?” Airin baru menyadari hal itu saat ia mendengar pernyataan kakak tirinya itu. “Eh, i-iya. Mirip banget ya, Dek, sama papa.” Arman menyapu pandangannya ke wajah hingga sikap duduk Aiman. Bagai pinang di belah dua. Ia heran, mengapa Airin tidak menyadari hal itu. “Kok Ai baru sadar, ya,” ujar Airin sambil tersenyum canggung. “pantas, sejak awal lihat kak Aiman, Ai rasanya punya koneksi kuat, gitu,” lanjut Airin. Aiman tersenyum kikuk. Aiman diberitahu Airin bahwa akan ada pertemuan pertama mereka bertiga sebagai ke

    Last Updated : 2022-03-28
  • Antara Cinta dan Pertalian Darah   Rujuk (?) (3)

    Flashback “Ma, bantu Vina, Ma.” Vina tiba di rumah mertuanya dengan penuh air mata.  “Ada apa, anak Mama yang cantik? Ada masalah apa?” Gita menyambut Vina dalam dekapannya. “Mas Agus, Ma. Mas Agus. Dia -dia,” Vina kembali sesenggukan. “dia menikah lagi dengan perempuan lain, Ma. Sekarang mereka sudah punya anak. Sedangkan, setelah menikah, Mas Agus belum pernah sekalipun menyentuh Vina,” lanjut Vina. Gita tersentak. Ia melepaskan pelukannya.  “Ka-kamu- kamu serius? Jadi, selama ini, Mama...” ujar Gita menggantung, lalu terjatuh tak sadarkan diri.  Vina terkejut. Ia berteriak memanggil pembantu di rumah mertuanya. Ia berniat segera menghubungi Agus namun ia urungkan. Akhirnya, ia memutuskan cukup menelefon dokter pribadi Gita saja. ~ ~ ~  Sudah semalaman Gita belum sadarkan diri. Agus yang tiba tak lama setelah pembantu di rumahnya menghubunginya, terus menggenggam tangan ibunya. Di seberangnya, Vina sesenggukan.

    Last Updated : 2022-04-01

Latest chapter

  • Antara Cinta dan Pertalian Darah   Rujuk (?) (4)

    “Malam ini, saya harus ke rumah Hera. Tolong jaga Mama.” Agus merapikan penampilannya.“Oke,” jawab Vina singkat.“Jangan sampai Mama tahu saya pergi ke mana,” lanjut Agus.Vina menghela nafasnya berat. Bersandiwara menjadi pasangan romantis di hadapan ibu mertuanya, lalu mendapat perlakuan dingin saat hanya berdua, membuat batinnya tersiksa. Terlebih, ia masih tetap harus menyembunyikan kepergian suaminya yang akan menemui perempuan yang merusak kebahagiaannya.“Aku harus bilang apa, Mas?” Vina menatap punggung Agus yang masih menata rambutnya. “Ya, bilang meeting, kek, atau apalah, terserah kamu,” jawab Agus kesal.Vina menghela nafas. “Aku capek, Mas. Sudah sepekan sejak kepulangan Mama. Aku capek dengan sandiwara ini. Bersikap biasa saja, Mas. Seperti biasanya. Jangan tampakkan keromantisan di depan Mama. Hati aku sakit, Mas.” Vina menangis. Agus berbalik menatap Vina. Tatapannya lurus menatap Vina yang sedang menangis. Amarah masih menyelimutinya. Tak

  • Antara Cinta dan Pertalian Darah   Rujuk (?) (3)

    Flashback “Ma, bantu Vina, Ma.” Vina tiba di rumah mertuanya dengan penuh air mata.  “Ada apa, anak Mama yang cantik? Ada masalah apa?” Gita menyambut Vina dalam dekapannya. “Mas Agus, Ma. Mas Agus. Dia -dia,” Vina kembali sesenggukan. “dia menikah lagi dengan perempuan lain, Ma. Sekarang mereka sudah punya anak. Sedangkan, setelah menikah, Mas Agus belum pernah sekalipun menyentuh Vina,” lanjut Vina. Gita tersentak. Ia melepaskan pelukannya.  “Ka-kamu- kamu serius? Jadi, selama ini, Mama...” ujar Gita menggantung, lalu terjatuh tak sadarkan diri.  Vina terkejut. Ia berteriak memanggil pembantu di rumah mertuanya. Ia berniat segera menghubungi Agus namun ia urungkan. Akhirnya, ia memutuskan cukup menelefon dokter pribadi Gita saja. ~ ~ ~  Sudah semalaman Gita belum sadarkan diri. Agus yang tiba tak lama setelah pembantu di rumahnya menghubunginya, terus menggenggam tangan ibunya. Di seberangnya, Vina sesenggukan.

  • Antara Cinta dan Pertalian Darah   Rujuk (?) (2)

    “Kak, kenalkan. Ini kak Arman, kakak Airin," ujar Airin. Aiman menyambut uluran tangan Arman saat keduanya tiba di sebuah foodcourt di mall dekat kampus mereka. “Jadi, kamu Aiman. Pantas adik kesayangan saya kesengsem sama kamu. Kamu bener-bener mirip...” Arman menggantung kalimatnya. Perasaan aneh tiba-tiba muncul saat ia menyadari suatu hal. Lelaki di depannya begitu mirip dengan papanya. “Mirip siapa, Kak? Mirip ayah, ya?” Airin baru menyadari hal itu saat ia mendengar pernyataan kakak tirinya itu. “Eh, i-iya. Mirip banget ya, Dek, sama papa.” Arman menyapu pandangannya ke wajah hingga sikap duduk Aiman. Bagai pinang di belah dua. Ia heran, mengapa Airin tidak menyadari hal itu. “Kok Ai baru sadar, ya,” ujar Airin sambil tersenyum canggung. “pantas, sejak awal lihat kak Aiman, Ai rasanya punya koneksi kuat, gitu,” lanjut Airin. Aiman tersenyum kikuk. Aiman diberitahu Airin bahwa akan ada pertemuan pertama mereka bertiga sebagai ke

  • Antara Cinta dan Pertalian Darah   Rujuk (?) (1)

    Agus berdiri mematung di depan rumah Hera. Ia memperhatikan sekeliling rumah sederhana itu. Cukup rapi dan bersih. Namun, tetap memberikan kesan tidak layak huni dibandingkan rumah yang ia berikan dulu. Hera menanti dengan perasaan tak karuan di dalam rumah. Ia terkejut melihat kedatangan Agus ke rumahnya saat ia hendak berangkat ke pasar. Aiman sudah berangkat ke kampus sejak satu jam yang lalu, mengejar jadwal mengajar paginya. Agus beranjak mendekat ke arah pintu. Hera yang menunggu di dalam, masih dilema akan keputusannya. Hendak bertemu, atau bersikap seolah ia tidak di rumah. Agus mengetuk pintu setelah terdiam selama sepuluh menit. Ia lalu mengucap salam. Hera bergeming. Ia masih belum memutuskan. “Assalamualaikum,” ucap Agus sambil kembali mengetuk pintu. Hera akhirnya memutuskan untuk diam. Ia yakin, Agus akan berpikir bahwa ia tidak ada di rumah. “Waalaikumussalam, cari siapa, Pak? Aiman, ya?” Sebuah suara mengejutkan keduanya. Agus

  • Antara Cinta dan Pertalian Darah   Setelah Keputusan (2)

    “Begini, satu hal yang perlu kalian tahu. Kami memutuskan untuk tidak melanjutkan proses ta’aruf kami, karena kami ternyata mahram. Sudah itu saja.” Airin meninggalkan kantin yang mendadak sepi. Martha membulatkan matanya kaget. ~ ~ ~  “Tadi siang Bunda Airin ke rumah,” ucap Hera. Aiman berhenti mengunyah makan malamnya. “Ibu ga papa?” tanya Aiman. Hera menoleh, lalu tersenyum tipis. “Nggak, alhamdulillah. Mbak Vina ke sini Cuma mau cerita saja.” Mata Hera menerawang sambil terus mengaduk-aduk nasi di piringnya. “Tapi apa, Bu?” tanya Aiman seolah mampu membaca kegelisahan sang ibu. Hera menghela nafas berat. “Mbak Vina minta ibu rujuk sama mas Agus,” jawab Hera. Aiman tersedak. “Lalu?” tanya Aiman dengan wajah penasaran. Hatinya mendadak dipenuhi perasaan tidak nyaman. Sekelebat pikiran negatif memenuhi otaknya. Meski ia tak begitu mengenal istri pertama ayahnya, ia sedikit banyak paham bahwa perasaan wa

  • Antara Cinta dan Pertalian Darah   Setelah Keputusan (1)

    "Tolong temani dia sampai gosip mereda. Saya khawatir ini akan mengganggu konsentrasi perkuliahannya. Dan Airin. Tolong serahkan revisi skripsi kamu maksimal pekan depan ya,” ujar Aiman kemudian berlalu kembali ke depan kelas. === Airin masih tertunduk diam setelah sepuluh menit kedatangannya di kantin kampus. Aiman menatapnya dengan wajah bersalah. Beberapa mahasiswa yang sedang menikmati maka siangnya mencuri pandang ke arah keduanya. “Coba saya lihat skripsinya. Sudah di bab berapa?” tanya Aiman memecah kesunyian. “Eh, i-iya, kak. Sudah bab... em, em, berapa, ya?” Airin membongkar tote bagnya panik. Aiman melihat sekeliling. Mahasiswa yang mencuri pandang langsung berpura-pura mengerjakan kegiatan lain. “Mmm, bunda sehat?” tanyanya. “Eh, i-iya, kak. Alhamdulillah sehat. I-ini, kak, bab akhir ternyata.” Airin menyodorkan tumpukan kertas skripsinya. Aiman menyambutnya. “Aduh, kasihan, yah. Sudah gagal n

  • Antara Cinta dan Pertalian Darah   Pertemuan Kedua

    "Tapi ternyata, keputusan saya mendatangi kamu sore itu adalah kesalahan terbesar yang saya ambil.” Vina melanjutkan ucapannya, matanya menatap jauh ke depan.***"Aiman, bagaimana kabarnya?" Jaka, dosen manajemen pendidikan, menyapa Aiman yang tampak lebih banyak melamun sejak kabar ta'arufnya menyebar."Alhamdulillah baik, Pak. Cuma ya, memang lagi agak banyak pikiran." Aiman tersenyum. Jaka adalah kawan sejawatnya yang cukup banyak membantu sejak mereka masih menjadi asisten dosen di kampus itu."Saya dengar gosipnya, lho.” Jaka tertawa, "jadi bagaimana itu, ditolak sama keluarganya, begitu?"Jaka melangkah menuju dispenser yang berada di ujung ruangan. Mengambil sebuah gelas, lalu menekan keran air."Mmm, bukan, Pak. Qadarullah ternyata ayahnya Airin juga ayah saya,” jawab Aiman pelan.Jaka menyemburkan air yang sedang diminumnya. Keterkejutan terlihat jelas di wajahnya. Ia memandang Aiman tak percaya."Seri

  • Antara Cinta dan Pertalian Darah   Pertemuan Pertama

    "Iya, Pak. Aiman dosen statistik di kelas Airin,” jawab Aiman.“Ternyata, buah jatuh tidak jauh dari pohonnya, ya. Dulu, Ibumu juga pengajar. Meski di kampung, tapi dia sangat cerdas. Karena itulah, selain wajahnya yang membuat bapak tidak bisa berpaling, kecerdasannya benar-benar membuat bapak kagum,” tukas Agus. Agus menceritakan kisah awal pertemuannya dengan Hera sambil menikmati hidangan yang baru dibawakan oleh pramusaji. Keduanya hanyut dalam perbincangan yang hangat. Aiman mulai belajar mengenal lelaki di hadapannya.***Suara ketukan dan salam terdengar di pintu depan membuat Hera menghentikan aktivitasnya. Hera pun menuju ke depan rumahnya dan membuka pintu.“Assalamu’alaikum, Hera,” salam Vina begitu Hera membuka pintunya.“Wa-wa’alaikumussalam.” Hera terkejut.Setelah memastikan Vina datang bukan untuk melabraknya lagi, ia mengizinkan istri pertama dari suaminya itu masuk.Vina memperhatikan se

  • Antara Cinta dan Pertalian Darah   Serpihan Satu

    Wajah Agus berubah sendu, "Dek, bersabarlah dalam sepekan ini. Kakak janji situasi akan menjadi lebih baik," pinta Agus saat Hera terus mendesak untuk diperkenalkan pada keluarga suami sirinya."Adek sudah siap dengan segala kemungkinan yang akan terjadi saat kakak memperkenalkan adek sebagai istri kedua," ucap Hera, mencoba menyakinkan Agus yang terlihat ragu."Tidak semudah itu, Dek. Kondisi mama sedang kurang sehat. Kalau mama tahu hubungan kita sekarang, kakak khawatir semuanya akan kacau. Apalagi, beliau masih mengharapkan cucu dari kakak dan Vina," jelas Agus.Hera menatap Agus yang ada di depannya, pandangan dalam dan menusuk. Hatinya begitu gamang. Kesempatan untuk masuk ke dalam keluarga Agus mulai terbuka. Namun, suaminya malah membuat terjebak lebih dalam lagi, hingga sulit untuk bangkit.“Katakan saja pada mama, kalau kakak sudah punya anak dari adek. Apakah sulit?” Hera menepis tangan Agus kasar.“Dek, kakak mohon. Situasinya tidak semudah itu,

DMCA.com Protection Status