Mobil yang dipakai Naya telah sampai dengan aman di depan kantor Damian, pria tua atau supir pribadi Axel langsung pamit pergi lantaran harus menjemput anaknya di kampus. Naya masuk ke sana sendirian sembari melihat ke sekeliling kantor itu.
Semuanya banyak telah berubah, beberapa karyawan yang dia kenal kini telah dipindahkan pada anak perusahaan lainnya, semenjak dia mengandung Aslan, kakinya sudah tidak menapak di perusahaan Damian, dan ini untuk pertama kalinya dia datang dan itu terasa sangat asing baginya.
Dulu, dia akan dibawa oleh Damian sekedar formalitas atau memberitahukan kepada semua orang bahwa dia telah menikah dan memiliki istri. Sekarang juga, dia datang sebagai istri Damian tetapi, tidak ada pria itu di sampingnya untuk sekedar memperkenalkan atau memeluk pinggangya.
Nayaka hanya tahu, Rudi sekertaris Damian. Makanya saat masuk di sini banyak yang menatapnya dengan wajah bertanya, sekarang dia hanya mencari sosok Rudi yang tidak terlihat sama sekali, mungkin sedang bersama Damian. Lebih baik, dia bertanya pada karyawan di sekitar ini saja.
Namun, belum sempat bertanya, Aslan yang dari jauh mengenal sosok Nayaka berteriak dengan keras hingga membuat semua orang mengalihkan pandangan mereka pada Nayaka dan Aslan. Dibelakang anak itu, ada Rudi yang ngos-ngosan mengejar Aslan.
"Mama! Mama!"
Naya berbalik dan menemukan Aslan yang berlari ke arahnya dengan riang, diikuti oleh Rudi yang menatapnya dengan tatapan terkejut.
Naya berjongkok ingin menyamakan tingginya dengan Aslan, lalu merentangkan tangannya dengan lebar siap menerima pelukan anak itu. Benar saja, Aslan seperti baru berpisah dengan Naya selama satu minggu, padahal keduanya baru berpisah beberapa jam. Dia memeluk Naya dengan sangat erat, seperti kedua yang baru bertemu, susah untuk dipisahkan.
"Nyonya ... sudah dari tadi datangnya?" tanya Rudi agak takut.
Nayaka tertawa dengan sikap Rudi yang jika melihatnya selalu memasang ekspresi itu, memangnya dia seram?
"Belum dari tadi kok, lagian kenapa kamu pasang ekspresi takut kamu? Saya nggak seram loh, Rudi," ucap Naya disertai kekehan kecil.
Rudi ikut tertawa masam, menghapus keringatnya menghilangkan rasa takutnya tadi. Nayaka berdiri menggandeng tangan Aslan, lalu melihat beberapa orang masih menatapnya kaget.
"Bapak, mana?" tanya Naya tidak menggubris tatapan orang-orang.
"Lagi ketemu klien, Nyonya. Mau ketemu, Bapak?"
"Iya tapi, dia selesai bicara dulu sama tamunya. Jangan diganggu, saya boleh tunggu di ruangan kamu sama Aslan?"
"Boleh Nyonya, mari!"
Akhirnya, Naya menunggu Damian di ruangan Rudi. Bertanya-tanya kepada Aslan, apa yang dia mainkan bersama sekertaris suaminya itu.
"Aslan tadi main apa sama Om Rudi?"
"Main kejar-kejaran, Mama. Aslan nyuruh Om Rudi gendong, main kuda-kudaan juga. Seru, deh."
"Kamu main kuda-kudaan juga? Kasihan, Om Rudi, Aslan."
"Ehm, Papa yang suruh, Mama," ucap Aslan merasa bersalah.
Naya tidak habis pikir dengan Damian, punya dendam apa sih sama Rudi. Bahkan Aslan sendiri, diajarkan menjahili sekertarisnya itu, untungya saja Rudi tidak resign. "Lain kali, nggak boleh gitu, yah. Kasihan Om Rudi," ucap Naya.
"Iya Ma, maafin Aslan yah."
"Minta maaf juga sama Om Rudi nanti."
"Iya, nanti Aslan minta maaf."
Rudi yang usai membuat kopi panas untuk Naya malah dikagetkan dengan Aslan yang cemberut, mata anak itu memerah ingin menangis. "Aslan kenapa?"
"Om Rudi, Aslan minta maaf," ucap Aslan.
"Kenapa minta maaf?"
"Aslan udah nyusahin Om Rudi di sini."
Rudi tertawa melihat Aslan yang berani mengakui kesalahan, lalu mengusap rambut anak itu gemas sembari melihat Naya yang tersenyum kepadanya. Sepertinya, didikan Nyonya Naya lebih ampuh untuk mengalahkan perintah yang dibuat oleh Bosnya itu.
"Sebenarnya Aslan cukup meresahkan sih tapi, Om Rudi suka kok main sama Aslan."
"Benaran?"
"Iya, tapi jangan main kuda-kudaan yah. Ntar kalau Om mau nikah, nggak jadi. Pinggan Om nanti encok, emang Aslan nggak mau punya tante baru gitu."
"Aslan mau."
Setelah sesi minta maaf Aslan, Naya pun duduk berbincang dengan Rudi. Karena mereka hanya beberapa kali ketemu, perbincangan mereka cukup panjang.
"Kalau saya boleh tahu, Nyonya dijodohin yah sama Bapak?"
"Jangan panggil Nyonya, kita seumuran loh."
"Aduh, saya nggak bisa. Takut sama Bapak, gimana kalau Ibu aja deh?"
Naya menggelengkan kepalanya dengan panggilan Ibu lagi yang diucapkan Rudi, dan pasrah saja karena kasihan sama sekertaris itu jika sampai Damian tahu.
"Iya, saya sama Papanya Aslan dijodohin. Tahu dari mana kamu?"
"Bapak yang ngasih tahu. Emang yah, orang kaya kebanyakan gitu semua. Lagian, saya nggak yakin kalau bapak mau nyari calon dulu, kaget-kaget dia malah ngasih saya surat undangan Bu."
"Menjadi kaya tidak selalu membuat kamu bahagia, nikmati masa muda kamu dulu yah, kalau udah siap kamu bisa memantaskan diri menikahi wanita yang kamu cintai," ucap Naya.
"Iya, Bu. Sepertinya dugaan saya juga salah tentang pernikahan atas perjodohan ini setelah melihat Bapak sama Ibu."
"Apa dugaan kamu?"
"Saya pikir, orang yang dijodohkan usia pernikahan mereka akan berakhir sangat cepat. Rupanya, hal itu tidak berlaku kepada Ibu dan Bapak. Kalian terlihat saling mencintai."
Sesaat Naya tertegun kepada kalimat yang baru dilontarkan oleh Rudi, bibirnya tertarik ke atas tersenyum merasa lucu soal cinta yang terjadi antara dia dan Damian. Sejak kapan Damian mencintainya? Bahkan kalimat sayang pun, tidak berlaku pada bibir lelaki itu.
"Waktu pertama saya kerja di sini, banyak yang bilang Bapak menolak banyak wanita yang dijodohkan sama dia. Saya pikir itu hanya wacana orang-orang, sampai akhirnya saya melihat dengan mata kepala saya sendiri ada satu wanita yang nekat godain bapak, akhirnya dia malah dimaki-maki dan pulang dengan menangis."
"Lalu tidak lama kemudian, Bapak ngasih saya undangan pernikahan. Saking nggak percaya sama itu, saya sampai ngecek nama Ibu berkali-kali dan ternyata benar. Seisi kantor menjadi gempar dengan berita itu, akhirnya Bapak mau juga sama cewek. Jadi, Ibu wanita pertama yang Bapak pilih."
Naya tidak pernah mendengarkan cerita ini, bahkan mertuanya tidak pernah menyinggung soal banyak wanita yang pernah ditolak Damian. Dia baru tahu hal ini, dari Rudi yang telah lama bekerja sebagai sekertaris suaminya.
"Kenapa bisa gitu yah," ucap Naya berpikir keras.
"Bisa lah Bu, lagian semua cewek cantik yang dijodohin sama dia, Ibu yang paling cantik. Gimana Bapak nggak terpanah coba waktu pertama kali lihat Ibu, saya aja dulu kaget waktu masuk undangan lihat Ibu waktu itu."
Naya tertawa mendengar penuturan Rudi yang jujur, lalu berkata, "Saya sama Papanya Aslan udah pernah saling ketemu, bahkan agak sering. Soalnya dia sahabatan sama Kakak saya."
"Axel atau Gio Bu?"
"Axel, tapi, saya nggak pernah ngomong sama dia waktu itu."
"Jangan-jangan, Bapak naksir duluan sama Ibu," tebak Rudi sebagai pemikiran seorang laki-laki.
Mendegar ucapan itu lagi, Naya tertawa terbahak-bahak. "Nggak mungkin lah, Rudi. Dia kalau sama saya jaga jarak."
Naya masih ingat saat dia ikut barbecue bersama Kakaknya karena dipaksa oleh Gio dan Axel di rumah pada saat akhir tahun, Damian adalah satu-satunya orang yang tidak berbicara kepadanya waktu itu. Karena kejadian inilah, awal dia tidak suka kepada Damian dan tidak ingin gabung lagi bersama kakaknya jika ada pria itu. Akhirnya, dia malah dijodohkan dengan orang yang dia benci dan sekarang menjadi Ayah dari anaknya saat ini.
Skenario Tuhan selalu ada untuk umatnya, meski ada rasa tidak suka dalam pernikahan ini tapi, Tuhan telah memberikannya malaikat indah yang sekarang dia miliki dari orang yang dia benci.
Sebuah pesan masuk dalam ponsel Damian, rupanya itu dari Rudi yang memberitahukannya tentang kedatangan Nayaka. Pria itu lalu menunjukkan chat dari Rudi kepadanya untuk wanita yang ada di hadapannya."Anda lihat? Istri saya lagi menunggu di ruangan sekertaris saya? Jadi silahkan keluar.""Damian! Aku rela jauh-jauh ke sini cuman buat kamu! Kenapa sampai sekarang kamu nggak pernah ngehargain, aku sih?""Saya pikir ada sesuatu yang penting perlu anda bicarakan, rupanya hanya mengemis cinta. Lalu apa yang anda sebut, aku-kamu? Are you crazy?"Mata Aneth berkaca-kaca, dia tidak ingin pergi di sini sebelum Damian mau menerimanya sebagai wanita yang jatuh cinta kepada lelaki. "Damian, kamu nggak cinta sama dia!""Keluar! Atau saya yang akan menyeret anda."Tubuh Aneth
Pintu kamar tiba-tiba terbuka lebar, suara cekikikan anak berumur enam tahun terdengar pada telinga Naya, wanita itu telah usai menyiapkan air hangat untuk Damian di bathtub.Saat berjalan keluar dari kamar mandi, Naya menemukan pemilik asal suara tadi telah merangkak pada tubuh Damian yang masih tertidur di ranjang."Papa! Bangun! Aslan, udah siap mau ke sekolah."Naya tersenyum mendengar celotehan anak itu yang masih setia dipunggung Damian, dilangkahkan kakinya mendekati keduanya, lalu Naya duduk di ranjang meneliti piyama yang masih dikenakan Aslan."Mama, kok papa nggak bangun? Aslan kan mau sekolah," ucapnya lagi menatap Naya dengan semangat menggebu-gebu."Sayang, kalau mau ke sekolah, harus mandi dulu terus pakai seragam, nah lalu kamu harus sarapan biar semangat nanti di sana. Sekarang, Aslan ma
Menjadi ibu rumah tangga selama tujuh tahun, lalu merawat Damian dan Aslan sudah menjadi kebiasaan bagi Naya selama ini. Dia sudah merasakan pahit manisnya menghadapi Damian dan juga mengasuh Aslan hingga berumur enam tahun sekarang.Bukan tidak ingin bekerja, hanya saja, salah satu peraturan Damian adalah tidak menyuruh Naya bekerja. Padahal, saat kuliah dia mengambil jurusan bisnis dan manajemen mengingat perusahaan ayahnya yang menciptakan produk-produk berkualitas di sana.Namun, dia harus menelan kepahitan karena hidupnya kini telah diatur oleh Damian. Tidak ada baju kerja, mau pun komputer di depan matanya yang sering dia impikan.Lamunan Naya buyar tatkala ponselnya berbunyi, ada panggilan yang berasal dari ibunya. Sigap, Naya langsung menekan tombol hijau untuk menerima panggilan di layar.
Masakan Naya memang sudah menjadi candu bagi Damian dari semenjak menikah hingga sekarang, dia sudah menerapkan hidup sehat sedari kecil karena lebih memilih masakan rumahan yang dibuat langsung oleh ibunya.Setelah selesai mengisi perut, semangat Damian kini kembali lagi. Naya menyusun piring kotor di meja diikuti oleh Damian yang membantunya."Eh ... nggak usah," ucap Naya takut."Biasanya juga saya bantuin," balas Damian.Naya menghembuskan napasnya pasrah, kalau dilanjutkan, pastinya dia kalah berdebat dengan orang yang ada di hadapannya ini.Jadilah, keduanya mencuci piring bersama-sama."Papa, emang Aslan mau punya adik?" pert
Damian menarik napasnya dalam-dalam berusaha mengontrol emosinya, sedikit lagi tangannya hampir saja sudah mendarat pada pipi Naya. Bahkan, jika dia benar-benar memukul Naya, Damian yakin dia tidak bisa berhenti.Sebaiknya, dia memilih untuk mengalah. Kakinya perlahan meninggalkan kamar dengan sekali hentakan pintu kamar yang keras.Yah, Damian pergi dari hadapan Naya yang ketakutan. Membawa mobilnya pergi dari sana, seolah ingin hilang dari kehidupan Naya jauh-jauh. Namun, ucapan Naya selalu terngiang-ngiang pada kepalanya yang membuat dia terganggu.Endingnya, dia hanya singgah pada bar milik temannya yang tidak jauh dengan kantornya. Membawa air mineral, pada botol kecil yang usai dia teguk.Bartender yan
Naya dan Aslan telah dipindahkan pada Mansion Damian yang terletak jauh dari perkotaan. Namun, saat tadi ingin membawa mertuanya, mereka memilih berada di rumah Gio yang dekat dengan rumah sakit juga sengaja memancing para pelaku juga antek-anteknya keluar dari sarang mereka. Hal itu, guna membantu menemukan pelaku dengan cepat.Aslan pun hanya bisa belajar di rumah dan Naya mengikuti peraturan baru yang dibuat oleh Damian. Alasannya sudah jelas, melindungi mereka dari sasaran pembunuh. Jika Axel ingin dimusnahkan, bagaimana dengan Naya yang satu darah dengannya. Entahlah, Damian yakin yang melakukan hal ini adalah, saingan bisnis Alex."Kamu udah ngasih tahu gurunya, Aslan?" tanya Naya pada Damian yang dari tadi sibuk menerima telepone.Damian mengangguk singkat, lalu menjawa
Anji dan Erik menatap bocah kecil yang ada di hadapan mereka dengan serius, menyimpulkan sendiri opini mereka sembari bersnostalgia tentang apa yang terjadi pada keluarga pelaku."Ngelihatnya jangan begitu." Gio sedari tadi benar-benar tidak nyaman saat kedua temannya itu terus menurus menatap Livla, anak lelaki berusia enam tahun yang ditemukan oleh Damian.Livla saja, sedari tadi gemetar ketakutan. Jika keduanya terus menatap anak itu dengan intens, Livla mungkin tidak berani buka mulut untuk menjelaskan apa yang terjadi kepada keluarganya."Lo ngintrogasi bocah jangan gitu juga woi, dia ketakutan," tambah Gio lagi.Erik menatap kesal pada Gio, lalu menyuruh pemuda itu yang
Naya telah usai menjenguk Axel, di depan ICU ada Mamanya yang sedang duduk bersama Aslan, sedangkan papanya dan Damian entah kemana karena sosok keduanya tidak terlihat sedikit pun di sini."Papanya Aslan, kemana?" tanya Naya pada Tiara."Sama Papa kamu, di luar.""Sedang apa?""Katanya mau ngomong penting ma," imbuh Aslan yang tadi sedikit mendengar ucapan Opanya.Di taman depan rumah sakit, Mario mengajak Damian untuk berbicara sebentar disebuah kursi putih panjang yang ada di sana, entah apa yang ingin dibicarakan Mario, Damian sendiri pun masih merasa bingung."Damian, kamu bahagia menikah dengan Naya?" tanya Mario membuka pembicaraan."Yah ... saya bahagia Pa."Mario t
Sebuah pesan masuk dalam ponsel Damian, rupanya itu dari Rudi yang memberitahukannya tentang kedatangan Nayaka. Pria itu lalu menunjukkan chat dari Rudi kepadanya untuk wanita yang ada di hadapannya."Anda lihat? Istri saya lagi menunggu di ruangan sekertaris saya? Jadi silahkan keluar.""Damian! Aku rela jauh-jauh ke sini cuman buat kamu! Kenapa sampai sekarang kamu nggak pernah ngehargain, aku sih?""Saya pikir ada sesuatu yang penting perlu anda bicarakan, rupanya hanya mengemis cinta. Lalu apa yang anda sebut, aku-kamu? Are you crazy?"Mata Aneth berkaca-kaca, dia tidak ingin pergi di sini sebelum Damian mau menerimanya sebagai wanita yang jatuh cinta kepada lelaki. "Damian, kamu nggak cinta sama dia!""Keluar! Atau saya yang akan menyeret anda."Tubuh Aneth
Mobil yang dipakai Naya telah sampai dengan aman di depan kantor Damian, pria tua atau supir pribadi Axel langsung pamit pergi lantaran harus menjemput anaknya di kampus. Naya masuk ke sana sendirian sembari melihat ke sekeliling kantor itu. Semuanya banyak telah berubah, beberapa karyawan yang dia kenal kini telah dipindahkan pada anak perusahaan lainnya, semenjak dia mengandung Aslan, kakinya sudah tidak menapak di perusahaan Damian, dan ini untuk pertama kalinya dia datang dan itu terasa sangat asing baginya. Dulu, dia akan dibawa oleh Damian sekedar formalitas atau memberitahukan kepada semua orang bahwa dia telah menikah dan memiliki istri. Sekarang juga, dia datang sebagai istri Damian tetapi, tidak ada pria itu di sampingnya untuk sekedar memperkenalkan atau memeluk pinggangya.
Mobil Damian sampai di depan kantor, Rudi juga para pekerja lainya langsung menyambut kedatangan mereka. Aslan yang melihat Rudi dari dalam mobil begitu kesenangan saat lelaki itu membuka mobil Papanya."Om Rudi!"Aslan berteriak heboh, yang membuat sekertaris Damian itu tersenyum masam saat melihat anak jelmaan bosnya itu ikut datang.Rudi membukakan pintu mobil untuk Aslan, dan dengan cepat Aslan turun memeluk kakinya dengan erat. Rudi bahkan tidak bisa berkata apa-apa lagi, habislah sudah riwayatnya hari ini."Eh ... anaknya bos datang.""Gantengnya, makin gede makin cakep yah.""Mirip Bapak Damian banget kan?""Iya, duh ... semoga gua nanti punya anak seganteng itu."Damian mendengar kasak kusuk karyawan yang membicarakan Putranya. Jelaslah, bibitnya yang satu ini m
Usai membereskan pakaiannya, Naya melihat Damian yang hanya terdiam pada ranjang. Aslan, kini tidur di samping Damian karena asik menonton dua orang tuanya mengatur pakaian kerja itu. Lantas, Naya mendekat pada keduanya lalu mengusap kepala Aslan dengan lembut."Besok, Aslan sama aku ikut ke kantor aja yah," ucap Naya."Aslan tetap sama saya, berbahaya jika kamu bersama dia," balas Damian.Naya menggeleng tidak setuju lalu berkata, "Kamu sibuk, gimana mau jaga Damian. Lagian nanti aku mau dibantu kok sama orang-orang di kantor sana nanti.""Kenapa kamu semakin banyak membantah ucapan saya, Nayaka?"Naya terdiam seketika, menunduk takut berbicara lagi. Wanita itu lalu menggendong Aslan yang mulai menggeliat dalam tidurnya, dan pergi meninggalkan Damian tanpa kata.
Nayaka dikejutkan akan sebuah hal yang diberitahu oleh Mario kepadanya, yaitu menggantikan Axel mengurus perusahaan atas persetujuan dari Damian. Bukannya tidak senang tapi, bukankah hal ini yang selalu dilarang keras oleh lelaki itu?Apa jangan-jangan, sikap Damian kemarin karena hal ini? Jika benar, kenapa Damian mengizinkannya?Naya memegang dokumen penting yang diberikan oleh Mario tadi, lalu keluar menghampiri Damian yang masih berbicara dengan Gio di ruang tamu.Bukan hanya keduanya yang ada di sana, sosok anak kecil juga seorang gadis berkumpul bersama keduanya. Naya tahu, hal yang mereka bicarakan adalah hal yang sangat penting."Aku pengen bicara sama kamu."
Naya telah usai menjenguk Axel, di depan ICU ada Mamanya yang sedang duduk bersama Aslan, sedangkan papanya dan Damian entah kemana karena sosok keduanya tidak terlihat sedikit pun di sini."Papanya Aslan, kemana?" tanya Naya pada Tiara."Sama Papa kamu, di luar.""Sedang apa?""Katanya mau ngomong penting ma," imbuh Aslan yang tadi sedikit mendengar ucapan Opanya.Di taman depan rumah sakit, Mario mengajak Damian untuk berbicara sebentar disebuah kursi putih panjang yang ada di sana, entah apa yang ingin dibicarakan Mario, Damian sendiri pun masih merasa bingung."Damian, kamu bahagia menikah dengan Naya?" tanya Mario membuka pembicaraan."Yah ... saya bahagia Pa."Mario t
Anji dan Erik menatap bocah kecil yang ada di hadapan mereka dengan serius, menyimpulkan sendiri opini mereka sembari bersnostalgia tentang apa yang terjadi pada keluarga pelaku."Ngelihatnya jangan begitu." Gio sedari tadi benar-benar tidak nyaman saat kedua temannya itu terus menurus menatap Livla, anak lelaki berusia enam tahun yang ditemukan oleh Damian.Livla saja, sedari tadi gemetar ketakutan. Jika keduanya terus menatap anak itu dengan intens, Livla mungkin tidak berani buka mulut untuk menjelaskan apa yang terjadi kepada keluarganya."Lo ngintrogasi bocah jangan gitu juga woi, dia ketakutan," tambah Gio lagi.Erik menatap kesal pada Gio, lalu menyuruh pemuda itu yang
Naya dan Aslan telah dipindahkan pada Mansion Damian yang terletak jauh dari perkotaan. Namun, saat tadi ingin membawa mertuanya, mereka memilih berada di rumah Gio yang dekat dengan rumah sakit juga sengaja memancing para pelaku juga antek-anteknya keluar dari sarang mereka. Hal itu, guna membantu menemukan pelaku dengan cepat.Aslan pun hanya bisa belajar di rumah dan Naya mengikuti peraturan baru yang dibuat oleh Damian. Alasannya sudah jelas, melindungi mereka dari sasaran pembunuh. Jika Axel ingin dimusnahkan, bagaimana dengan Naya yang satu darah dengannya. Entahlah, Damian yakin yang melakukan hal ini adalah, saingan bisnis Alex."Kamu udah ngasih tahu gurunya, Aslan?" tanya Naya pada Damian yang dari tadi sibuk menerima telepone.Damian mengangguk singkat, lalu menjawa
Damian menarik napasnya dalam-dalam berusaha mengontrol emosinya, sedikit lagi tangannya hampir saja sudah mendarat pada pipi Naya. Bahkan, jika dia benar-benar memukul Naya, Damian yakin dia tidak bisa berhenti.Sebaiknya, dia memilih untuk mengalah. Kakinya perlahan meninggalkan kamar dengan sekali hentakan pintu kamar yang keras.Yah, Damian pergi dari hadapan Naya yang ketakutan. Membawa mobilnya pergi dari sana, seolah ingin hilang dari kehidupan Naya jauh-jauh. Namun, ucapan Naya selalu terngiang-ngiang pada kepalanya yang membuat dia terganggu.Endingnya, dia hanya singgah pada bar milik temannya yang tidak jauh dengan kantornya. Membawa air mineral, pada botol kecil yang usai dia teguk.Bartender yan