Share

Antagonis Princess
Antagonis Princess
Penulis: reffarenaha

bab 1

Kanaya Tabitha adalah seorang aktris cantik yang sedang naik daun belakangan setelah beberapa kali menjadi pemeran utama dalam film dan drama yang lumayan ramai diminati penonton. Perempuan multitalenta yang hampir menguasai segala hal. Paras cantik dan tubuh idealnya menjadi tambahan sempurnanya seorang Kanaya.

Segalanya tak jauh dari ambisi sang ayah yang begitu menginginkan kesuksesan Kanaya. Awalnya Kanaya muak dengan ambisi sang ayah, namun setelah ayahnya itu tiada Kanaya mulai mengerti keinginan ayahnya hanya agar ia hidup dengan baik.

Kata kata terakhir ayahnya bahkan demi dirinya, "berbahagialah Kanaya, ayah menyayangimu."

Ia tidak memiliki keluarga lain selain sang ayah, ibunya menggugat cerai setelah berhubungan dengan pria yang lebih kaya dari sang ayah.

Kanaya memilik seorang pacar dan sahabat perempuan yang selalu mendukung Kanaya dari awal hingga sukses.

"Lo harus sukses, Naya."

"Aku bakal terus disisi kamu, aku janji."

Kanaya begitu menyayangi sahabat dan pacarnya itu. Namun ternyata keduanya menghianatinya. sedari awal yang mereka inginkan hanyalah kekayaannya yang meningkat setelah ia menjadi aktris.

Mereka berselingkuh tanpa Kanaya sadari, padahal ia sudah berpikir akan melanjutkan masa pacarannya kejenjang yang lebih serius.

Malam ini ia berada diatap tak berpenghuni bersama kedua orang yang baru saja ia pergoki sedang berciuman.

Kanaya tertawa miris sebelum suara tembakan terdengar, Kanaya memegang dadanya yang tertembak. Dua penghianat yang selalu Kanaya sayang sebelumnya menatapnya dengan jijik, seharusnya mereka meminta maaf setelah ia pergoki, tapi mereka seakan memang sengaja berbuat seperti itu agar ia terkecoh hingga akhirnya ditembak.

"Maaf Naya, hartamu lebih menggiurkan dari pada kamu."

"Lo terlalu naif percaya sama ucapan gue."

Ia terkekeh, ia tidak takut mati. Sejak awal kehidupan Kanaya memang sudah datar tanpa kehadiran ayahnya.

Kanaya menatap ponsel yang sedang melakukan siaran langsung, ia tidak bodoh membiarkan kedua penghianat itu hidup dengan hartanya.

Kanaya terbatuk, ia yakin nyawanya tak akan selamat sekali pun diobati. Setidaknya ia akan menyusul sang ayah diakhirat.

"Gue b benn..chi kha..lian!"

Tubuh Kanaya ambruk dengan darah berceceran, ia menutup mata bertepatan dengan napas terakhirnya.

Selamat tinggal dunia melelahkan...-Kanaya.

...

Menenangkan, Kanaya merasa kesejukan yang begitu membuatnya candu. Paparan Padang rumput dengan bunga indah terlihat didepan matanya, inikah surga? Ia merasa begitu bahagia disini.

Tidak lama kemudian seorang perempuan cantik berdiri didepannya, ia tersenyum sinis pada Kanaya bersamaan dengan awan yang menggelap beserta bunga bunga yang mulai layu.

Ditangan perempuan itu terdapat pedang tajam, perlahan pedang itu dihempaskan kearahnya, Kanaya terkejut lantas ia menutup mata cepat.

Samar samar ia mendengar suara perempuan itu, "gantikan lah diriku Kanaya, kehidupanku lebih memuakkan dari kehidupanmu," lembut dan halus, membuatnya menjadi lebih tenang.

Kanaya kembali membuka matanya, namun pandangan yang ia dapati kini adalah langit langit kamar bernuansa toska perpaduan dengan warna coklat keemasan.

Ia terduduk, mencubit tangannya sendiri berpikir jika ia sedang mimpi atau ini adalah kehidupan akhirat? namun, Ia merasa sedikit sakit dibagian yang tadi ia cubit, menandakan jika ini nyata.

Kanaya turun dari tempat tidur yang begitu besar, sebuah nama terlintas diotaknya.

"Adella Georgia Erland," Kanaya membisikkan nama itu.

Pintu kamar itu terbuka, seorang pelayan berseragam membawa mangkuk berisikan air, pelayan itu terkejut melihat Kanaya berdiri menatapnya tanpa ekspresi.

Praaanngg...

Mangkuk yang dibawa pelayan itu terjatuh hingga pecah berkeping keping.

"Nona Adella, anda sudah sadar?" pelayan itu bertanya tanpa mempedulikan pecahan mangkuk didepannya.

Adella? Kanaya tersenyum miris, pantas saja ia merasa tidak asing dengan nama itu. Pikirannya kini terpusat pada isi novel yang dulu pernah ia baca, Adella Georgia Erland adalah antagonis novel itu. Mungkinkah ia bertransmigrasi menjadi Adella?

"Ayah?" Tak memperdulikan pertanyaan pelayan itu, Kanaya kini malah bertanya balik. Adella memiliki ayah, ia harus memastikan kebenaran nya.

Pelayan itu membungkuk, "Akan saya panggilkan Duke Erland," ujarnya lalu melangkah pergi.

Kanaya mengangguk saja, ia lalu beranjak ke arah cermin full body di sudut kamar tanpa peduli rasa sakit di sekujur tubuhnya.

Ia menghela napas pelan, pantulan cermin memperlihatkan tubuh Adella sebagaimana yang ada di deskripsi novel 'My lady', tubuh langsing dengan wajah menawan, rambut kuning keemasan panjang, mata berkilau berwarna biru dengan hidung mancung dan bibir tipis pink alami.

Perempuan yang didalam mimpinya dengan wajah barunya adalah Adella, perempuan itu memang kejam mengirim Kanaya pada raganya sendiri.

Kanaya tidak sadar ada pelayan lain yang datang membersihkan pecahan mangkuk tadi, ia hanya fokus pada penampilan Adella.

Kenapa ia berada disini? Ia hanya ingin bertemu dengan ayahnya setelah sekian lama merasa sakit. Kenapa ia menjadi Adella? Kanaya bahkan sudah tidak menginginkan kehidupan lagi. Haruskah ia bunuh diri?

"Putriku."

Kanaya akhirnya berbalik, penampilan khawatir Duke Ellington Erland kini membuatnya sedikit merasa sakit dalam hatinya. Duke itu segera memeluk Kanaya erat, membuat Kanaya bahagia tanpa sebab. Sudah lama sekali ia tak mendapatkan pelukan dari ayahnya, Duke Erland benar benar membuatnya merasakan pelukan yang sama dengan sang ayah.

"Ayah," suara lembut Kanaya membuat sang Duke terkejut, Adella tak pernah memanggilnya dengan lembut.

Duke Ellington Erland menatap Kanaya yang tersenyum senang, setidaknya Duke Erland kini menjadi alasan baru untuknya bertahan. Ia tidak ingin Duke hidup sengsara layaknya yang ada dinovel, sebisa mungkin Kanaya akan membahagiakan sang Duke yang kini akan ia anggap ayah.

"Kamu menginginkan sesuatu, putriku?"

Kanaya menggeleng, "Terimakasih," senyuman kembali ia perlihatkan.

Duke Erland mengerutkan keningnya tak mengerti.

"Terimakasih sudah menjadi ayahku," ujar Kanaya kembali.

Duke tersenyum mendengar ucapan Adella. Ia membawa Adella duduk di sofa dekat jendela kamar setelah menyuruh pelayan memanggilkan tabib kediaman Erland.

"Ada keluhan? Biar ayah katakan pada tabib," Duke memandang Kanaya lembut.

"Hanya sedikit sakit kepala," ujar Kanaya.

Lelaki itu lagi lagi tersenyum, "Putri ayah sangat cantik," ujarnya.

Tabib masuk membawa beberapa peralatan, memeriksa Kanaya dengan teliti. Memastikan jika Kanaya baik baik saja.

"Lady Adella sudah sehat sepenuhnya, saya akan meracik beberapa ramuan untuk Lady Adella, kalau begitu saya permisi. Semoga Tuhan memberkati Duke Erland dan Lady Adella,"

...

Adella berjiwa Kanaya kini sedang menyesap teh hangat di taman kediaman Erland, angin yang sejuk sesekali menerbangkan rambut keemasan Adella.

Usia Adella tepat beranjak 17 tahun, sedangkan Kanaya 22 tahun.

Masih ada waktu 1 tahun sampai kematian Adella didalam novel.

Kedua kakak laki laki Adella, Vincent Georgi Erland dan Yuand George Erland adalah anjing setia kerajaan. Adella akan disiksa oleh Yuand lalu mati dipenggal Vincent setelah berusaha membunuh Lady Roseana frolla, putri Viscont Frolla sekaligus tunangan dari putra mahkota Julian Iglesias yang Adella sukai. Kedua protagonis yang tak mungkin terpisahkan oleh seorang antagonis.

Lalu nasib Duke Erland? Lelaki itu akan mengalami lumpuh selepas perang tahun esok, kabar eksekusi Adella membuatnya bertambah terpuruk. Keluarga Erland bahkan diturunkan pangkatnya menjadi Viscount hanya karena berpikir akan memberontak.

Saat eksekusi mati Adella selesai, dihari itu pulalah kehidupan Duke Erland hancur.

Sia sia saja Adella menginginkan Julian, ia hanya akan menuju ajal lebih awal. Ia hanya akan mati lalu menyusahkan ayahnya.

Ia kini tidak peduli, ditubuh Adella hanya ada Kanaya si aktris multitalenta. Kembali ke tujuan utamanya yang menginginkan Duke Ellington Erland bahagia.

"Hormat saya Lady."

Adella berdehem, menyesap teh sekali lalu menatap prajurit di samping kirinya.

"Kedua tuan muda Erland akan segera sampai, Duke Erland memberi perintah untuk menyambut kedatang keduanya," perjelas prajurit itu.

Sekedar solidaritas keluarga, mereka harus menjenguk Adella saat perempuan itu sadar, bukan? Duke sendiri yang memberitahu jika dua lelaki itu akan pulang menjenguknya.

"Ah, baiklah," Adella berdiri lalu berjalan anggun didepan prajurit itu.

Gaun biru lautnya membuat Adella lebih terlihat menawan melewati lorong mansion kediaman Erland.

Tepat didepan pintu Adella menunggu kedatangan kedua kakaknya bersama sang ayah.

Beberapa saat akhirnya Vincent dan Yuand sampai. Wajah tampan mereka tak membuat Adella takjub, ia sudah sering melihat aktris tampan yang lebih menggiurkan dari kedua kakak barunya itu.

"Selamat datang putraku."

Vincent dan Yuand sedikit membungkukkan tubuh mereka menghormati Ellington.

"Terimakasih ayah," ucap Vincent.

Mereka akhirnya berjalan kearah ruang keluarga yang begitu besar.

Empat cangkir teh disiapkan pelayan pada keluarga Erland itu. Duke Erland lebih awal mengambil cangkir, meminumnya dengan etika kesopanan keluarga Erland.

"Bagaimana kabarmu, Lady Adella," Vincent mulai bertanya dengan raut datar.

Adella tersenyum anggun, menyembunyikan kekesalan pada lelaki yang menjadi kakaknya mulai kini. "Sangat baik, hingga rasanya memuakkan melihat wajah so akrabmu," tentu ucapan terakhirnya ia ucap dalam hati.

"Lain kali kau harus hati hati, Adella. Kau selalu merepotkan kami," Yuand ikut bersuara.

Adella menghela napas, ia menunduk menatap cangkir didepannya. Pantulan wajah Adella terlihat disana, cantik dan indah.

"Seharusnya kau tidak membantuku," Adella menatap Yuand tanpa ekspresi, seharusnya begitu, lalu iapun mungkin akan langsung bertemu ayah aslinya dan tentu tidak akan tersesat ditubuh Adella asli ini. "Seharusnya kau membiarkan aku mati, kak Yuand," ujarnya.

Tiga lelaki bermarga Erland itu dibuat terkejut dengan perkataan Adella.

Sebelumnya Adella asli tenggelam didanau kerajaan. Yuand yang melihatnya langsung menolong Adella hingga akhirnya kini Kanaya lah yang menempati tubuh Adella.

"Hah... Sejujurnya aku tidak berminat untuk hidup," raut sedih terlihat diwajah Adella saat mengingat kehidupan dulu yang begitu menyesakkan. Adella kembali datar menatap Vincent dan Yuand bergantian, "Bukan, sejujurnya aku benci kalian berdua yang selalu menjaga jarak dan tidak menganggap aku sebagai adik kalian," katanya. Mungkin itu perkataan yang seharusnya Adella asli ucapkan, bukan?

Adella berdiri lalu berbalik meninggalkan ruang yang mereka tempati, "Jangan berlagak menghawatirkanku, kalian tidak perlu repot-repot menjengukku. Kalian selalu sibuk, tetaplah seperti itu," ucap Adella sebelum benar benar menghilang dari ruangan sesak itu.

Ellington mengusap wajahnya, "Berbicara lah dengan halus Vincent, Yuand. Adella sedikit sensitif setelah sadar kemarin," kata Ellington memberi tahu.

"Adella terlihat tidak berminat hidup, entah kejadian apa yang membuatnya seperti itu sebelum tenggelam. Ayah bingung Vincent, Yuand. Setidaknya sikap Adella yang selalu memberontak lebih baik dari raut datarnya akhir akhir ini," Ellington ikut berdiri, "Sudahlah, kalian lelah, bukan? Istirahatlah hingga waktu makan siang datang."

Ellington kini berada tepat ditaman, para pelayan memberi tahu jika Adella berada di sana. Tampak jelas kebenarannya saat ia melihat tubuh berbalut gaun biru milik Adella.

Ia lalu menghampiri Adella, berdiri disamping Adella yang sedang menatap hamparan bunga berwarna warni.

"Maafkan ayah," Duke lalu ikut menatap ke depan saat Adella mulai memperhatikannya.

"Ayah gagal menjaga dan membahagiakan kalian."

Adella terkekeh, "Tidak."

"Ayah adalah ayah terbaik yang Adella punya. Hanya keadaan saja yang membuat keluarga kita tidak sebahagia keluarga lain. Kita bisa memperbaikinya ayah, sebelum terlambat," Adella menggenggam tangan besar kepala keluarga Erland didepannya.

"Sedari awal sikap aku dan kakaklah yang salah, jangan menyalahkan diri ayah jika sesuatu terjadi pada kami. Kami bertanggung jawab akan kehidupan diri kami sendiri, termasuk ayah yang harus bertanggung jawab atas kebahagiaan diri ayah sendiri," Perempuan cantik itu tersenyum manis menatap bola mata berkaca kaca milik Duke yang berwarna biru sepertinya.

Dalam sekejap tubuh tegap Duke Ellington Erland memeluk tubuh Adella erat, "Ayah menyayangimu, Adella. Berbahagialah," ucap Ellington tulus.

"Berbahagialah Kanaya, ayah menyayangimu,"

Ucapan Duke hampir sama dengan ayahnya, betapa merindunya Adella pada ayahnya yang dulu.

Dengan mata yang berkaca kaca Adella membalas pelukan Duke Erland, "Maafkan Adella, ayah," tangisan Adella pecah sudah saat mengingat ucapan ayah aslinya.

Pergerakan Duke dan Adella tak luput dari kedua lelaki bermarga Erland, Vincent dan Yuand mengikuti sang Duke sedari tadi. Mereka tidak pernah menyangka seorang Duke Ellington Erland bisa sesedih itu.

Mereka saling tatap lalu berjalan meninggalkan ayah dan adik perempuan mereka, memberi waktu untuk saling mencurahkan layaknya sebuah keluarga.

Vincent dan Yuand merasa sedikit sakit melihat sisi lemah kedua orang itu tadi. Namun, sejak kapan hati mereka mengasihani orang lain? Mereka bahkan tak pernah menganggap Adella dan Ellington sebagai keluarga. Hanya status tanpa kedekatan yang mereka rasakan.

>>>

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status