Di suatu tempat, dalam sebuah gedung arsitektur berbentuk tiga jari, tampak seorang perempuan misterius bertopi bowler merah dengan lengan penuh tato, membawa senjata shotgun, membidik sebuah apel di atas kepala seorang pelayan.
Dhuuar!
Cekrek-krek!
Tembakan langsung tepat sasaran. Apel hancur berceceran, si pelayan lari ketakutan.
Blabb!
Sebuah layar hologram tiba-tiba muncul di depannya, tampak seseorang dengan avatar kucing menghubunginya.
“Kenapa baru bisa terhubung sekarang? Dari mana saja kau?” tanya si penghubung dengan suara disamarkan.
Perempuan itu tak menjawab.
Bibir lipstik merahnya menghisap sebatang rokok lalu menghempaskannya perlahan.
“Apa kau sudah mendapatkan data penelitiannya?” tanya si penghubung spontan.
“Sesuai rencanamu, Im telah bergerak dan menghancurkan salah satu lembaga penelitian Hans.” jawab perempuan itu sambil mengelus shotgun kesayangannya.
“Sebagian data penelitian orang itu kini berada di tanganku.” lanjut perempuan itu.
“Kerja bagus! Apa Im berhasil membawa Hans?”
“Itu bukan urusanku!” bentak perempuan tersebut.
Dia lalu mengubah shotgun ke mode laser dan membidik layar hologram tepat di depannya.
“Baiklah, aku tunggu kabar berikutnya darimu, oh iya satu hal lagi,”
Perempuan itu terdiam, menunggu si penghubung melanjutkan pembicaraannya.
“Menikahlah denganku!”
Zabb!
Tanpa banyak kata perempuan itu menembakkan laser, memotong pembicaraan si penghubung.
Slaapp!
Layar hologram menghilang. Perempuan itu kembali menghisap rokoknya, dan menghempaskannya perlahan.
“Kubunuh dia nanti!” kesal si perempuan.
* *
Di depan papan Jalan Blueberry, di sebuah desa area persawahan, Dhea yang diantar Hans pulang lalu turun dari mobil dan mengemas ranselnya.
“Apa turun di sini tidak terlalu jauh?” tanya Hans masih berada dalam mobil.
“Tidak Tuan, tinggal jalan sedikit saja nanti sampai rumah.” jawab Dhea tersenyum.
“Baiklah hati-hati di jalan, oh iya ....” Hans memotong pembicaraannya sendiri.
“Kenapa Tuan?” tanya Dhea penasaran.
Hans memandang lurus mata Dhea yang tertutup kacamata dengan raut wajah serius.
“Dhe … aku harap engkau tetap merahasiakan ruang bawah tanah sacred room, jangan sampai membicarakan atau memberi tahu orang lain tentang ruangan itu.” pesan Hans terus terang, “Kau tahu ‘kan, ruangan itu menyimpan tempat ribuan data penting penelitian dan sejumlah penemuan pentingku?”
Dhea lalu menyipitkan mata sembari meremas lengan tas ranselnya.
“Apakah ini ada hubungannya dengan Im-Tech, Tuan?” sahut Dhea balik bertanya.
“Akhir-akhir ini lembaga itu terlihat mencurigakan, aku sangat cemas jika mereka bekerja sama dengan WG, mereka akan mengincarku. Itulah mengapa aku sering berpindah tempat, aku sengaja membuat banyak cabang penelitian kosong dan memecat seluruh pegawai. Aku yakin dengan cara ini mereka akan sulit menemukanku.” jelas Hans dengan raut wajah penuh cemas.
“Baiklah Tuan, saya mengerti maksud Anda. Sebenarnya, ada yang masih mengganjal di pikiran saya.”
“Apa itu?” tanya Hans penasaran.
“Saya yakin Anda tidak masalah dengan memecat seluruh pegawai, karena mereka semua belum pernah ada yang mengunjungi sacred room, dan setiap dari mereka yang telah Anda pecat, Anda memberi mereka bolpoin yang di dalamnya terpasang sensor chip penghapus memori ingatan apa pun yang terkait dengan lembaga Mira-Tech. Hanya saja, saya tidak yakin cara seperti itu akan cukup efektif. Lebih baik Anda memberanikan diri menghadapi mereka, tanpa harus terus bersembunyi.” saran Dhea bijak.
“Aku hanya tak ingin kembali melanjutkan mesin waktu.” gumam Hans lirih.
Suasana menjadi hening sejenak.
Di dekat pepohonan tampak anakan rusa saling mengejar antar kawanannya.
“Sudah sore, sepertinya mau hujan. Kita sudahi saja hari ini.” ujar Hans mengalihkan pembicaraan sambil melirik arloji.
Dhea tersenyum dan mengangguk sambil menatap jas lab Hans.
“Tuan Hans, tetap semangat! Dan jangan lupa naikkan gaji saya!” pamit Dhea bersemangat.
Dia lalu membalikkan badan dan melambaikan tangan.
“Tenang saja, itu tidak mungkin terjadi!" balas canda Hans ikut melambaikan tangan.
Hans lalu tancap gas dan melanjutkan perjalanan.
* *
Gemuruh petir menggelegar.
Awan hitam berkumpul menutupi langit, disertai rintik hujan turun semakin deras.
Hans tanpa sadar tersesat.
Dia malah memasuki Kota Novalley, sebuah kota sepi yang telah ditinggalkan penduduknya selama ratusan tahun.
Di tengah guyuran hujan lebat, Hans merasa ada yang mengawasi, namun dia tak memedulikan, dan meneruskan perjalanan.
Di tengah jalan terlihat seorang gadis berwajah tertutup tudung jubah hitam, berdiri tak jauh menghadang mobil Hans.
Gadis itu memegang tongkat aneh dan membawa sebuah kitab yang terbuka.
Antara takut dan penasaran, Hans menghentikan mobilnya.
“Penyihir?”
“Ah, mana ada penyihir di dunia ini!” gumam Hans.
Dia lalu mengenakan mantel, dan keluar dari mobil.
Blak!
Pintu mobil tertutup.
Hans penasaran, dia memberanikan diri berjalan pelan mendekat ke arah gadis tersebut.
“Pe … permisi?” sapa Hans gugup.
Gadis itu hanya diam tak menjawab, wajahnya yang tanpa ekspresi membuat Hans semakin penasaran.
“Kau siapa?”
“Mau ke mana?” tanya Hans penasaran.
“Rosemary.” jawab gadis itu singkat.
Suaranya merdu, tatapannya kosong dengan pandangan mata lurus ke depan tanpa berkedip.
Hans penasaran dan mencoba lebih dekat.
“Rose, Robert Hans, anak Adam!”
“Dengan berkah para Dewa Aorda, engkaulah yang terpilih berjalan di atas takdir, menapak kaki di Lembah Heigos, mary.” ucap Rosemary tanpa ekspresi.
Hans bertambah kebingungan, dia sama sekali tak paham dengan ucapan Rose.
Semakin lama mengamati, Hans menemukan banyak keanehan pada Rose.
Hans merinding, namun mencoba tenang memastikan.
“Sebentar!”
“Aku tak paham maksudmu, apa kau itu seorang peramal atau penyihir?” tanya Hans curiga.
“Rosemary.” jawab Rose singkat.
Hans kesal, dia langsung menepuk pundak Rose.
Anehnya, sebelum tangan Hans mengenai tubuh Rose, dengan sekejap tubuhnya berpindah.
Hans semakin merinding ketakutan.
“Si … siapa kamu sebenarnya?”
“Rose,”
“Zaseisye memberkatimu, tetaplah berada pada naungannya, mary.” pamit Rosemary.
Tiba-tiba keluar aura hitam membalut tubuh Rosemary.
Zap!
Dengan sekejap dia menghilang.
Hans ketakutan sampai jatuh terduduk, dan mundur beberapa langkah.
* *
Gemuruh kilat menggelegar, selang beberapa menit hujan mereda.
Angin bertiup kencang menghempas beberapa puing bangunan dan papan jalan.
Tak kuat menerjang hawa dingin, Hans bergegas kembali ke dalam mobil.
Hans menggigil kedinginan, dia tancap gas dan melanjutkan perjalanan.
“Hari ini terasa aneh sekali,”
“Apa aku kelelahan, jadi aku berhalusinasi? Apa ada yang salah dengan diriku?” gumam Hans kebingungan.
Di tengah perjalanan, untuk kedua kalinya dia bertemu seorang perempuan berdiri menghadang mobilnya.
“Ini siapa lagi?” geram Hans.
* *
Seorang perempuan bertopi berjalan mendekatinya.
Hans langsung menghentikan laju mobil dan keluar menemuinya.
Hans berdiri di hadapannya sambil menodongkan tangan kiri bersarung hitamnya.
“Jangan mendekat!” bentak Hans.
Dengan tatapan mata dingin, perempuan tersebut seketika menurut dan berhenti di hadapan Hans.
“Apa maumu? Siapa kau?” tanya Hans agresif.
Perempuan itu langsung melepas topi dan membuka jaketnya. Hans terkejut sampai mundur beberapa langkah.
“Cyborg? Jadi, kau ....?” sambung Hans.
“Benar, namaku Zora. Ozora Sakaguchi. Aku cyborg, sekaligus ilmuan dari WG,”
“Kau pasti Robert Hans ilmuan yang terkenal itu 'kan?” sambung perempuan berambut hitam pendek tersebut dengan wajah judesnya.
“Ya, aku Robert Hans. Lewati perkenalan, apa yang orang WG inginkan dariku?”
Zora tidak menjawab. Dia hanya berjalan mendekati Hans beberapa langkah.
Mata Zora tiba-tiba menyala biru dan spontan menghancurkan beberapa bangunan kosong di belakangnya.
Zabb!
Zabb!
Zabb!
Bluaar!
Dengan tembakan laser dari tangan kiri cyborg-nya, seluruh bangunan runtuh menjadi puing-puing kecil.
“Kenapa kau hancurkan bangunan-bangunan itu?”
“Di dalam bangunan itu ada orang WG mengawasi kita.” ucap Zora.
“Orang WG? Bukankah kau juga dari WG?” sanggah Hans penasaran.
“'Kan tidak semua bangunan, kenapa kau hancurkan semuanya?” imbuhnya.
Zora duduk di atas sebuah puing bangunan sambil meneguk sebotol air minum yang diambil dari jaketnya.
“Hanya kesal.” jawab Zora singkat.
Zora lalu terdiam beberapa saat sembari menundukkan pandangannya ke bawah.
“Kenapa kau tidak kembali ke WG, Hans?” tanya Zora tiba-tiba.
“Mengapa aku mesti menjawab pertanyaanmu itu?” sanggah Hans, “Dan, kau juga belum menjawab pertanyaanku!”
Zora langsung berdiri dan menghampiri Hans.
“Mesin waktu telah membawaku kemari.”
***
Di bawah reruntuhan puing-puing bangunan, di sebuah lubang galian terdapat tempat persembunyian. Tampak seorang perempuan berkostum panda dengan logo WG-Tech di punggung bersembunyi. Sambil berteduh di bawah payung, dia memencet tombol rahasia di telapak tangan kirinya. Blab! Muncullah sebuah tablet hologram terpancar dari tangannya. Perempuan itu mengetikkan sebuah nomor panggilan, dan langsung terhubung ke sebuah kontak melalui video call. “Yuriko, kenapa kau baru menghubungiku?” sapa bos dengan tampilan avatar kucing. “Sachi menyerang saya, sekarang saya sedang bersembunyi di dalam lubang.” “Sachi? Kau bertemu Sachi?” “Iya Tuan, tampaknya ia sekarang sedang bersama Robert Hans.” jawab Yuriko. “Robert Hans?” sahut bos terkejut. “Apa yang harus saya lakukan, Tuan Muda?” “Segera berangkat ke Im-Tech dan temui Lenna di sana.” perintah bos. “Baik, Tuan Muda!” “Oh
Portal mesin waktu perlahan lenyap dengan sendirinya. Dengan pandangan mata kabur, Zora melihat sosok perempuan misterius tersebut terbang mendekat ke arahnya. Perempuan itu berambut merah scarlet, lurus terurai panjang semata kaki. Di atas kepalanya terdapat mahkota hitam berhias berlian, dengan dua tanduk merah kecil menyala-nyala. Tubuh perempuan itu perlahan menyusut, kedua sayapnya menghilang, dan berjalan menyerupai manusia. Berparas cantik dengan ekspresi datar, dan matanya terpejam. Kulitnya putih pucat, tubuhnya bersinar, memancarkan aura kehijauan. Zora tertegun, matanya terus memandang lurus ke arah perempuan tersebut tanpa berkedip. Perempuan itu mengenakan gaun cantik berwarna biru kelasi berbentuk unik, dan memegang sebuah tongkat aneh. “Bidadari cantik sekali ... mungkin ini di surga.” gumam Zora. Perempuan misterius itu mengentakkan tongkatnya. Dhuk! Tiba-tiba seluruh ruang putih hampa i
Neirda tampak serius. Dia lalu menghadap lurus ke arah Zora dan mulai menjelaskan. “Pertama, kau harus mencari kepingan air mata Aldebran yang terpencar di seluruh alam semesta, termasuk dunia paralel. Lalu, kau harus menemukan dan membunuh The GiantBlackDoloro.” jelas Neirda, “Dan yang kedua lebih mudah, kau hanya perlu menghabisi nyawamu sendiri atau pria yang bersamamu itu.” “Jangan main-main denganku!” murka Zora. Matanya menyala biru. Tanpa berpikir panjang, Zora langsung menyerang Neirda dengan senjata meriam laser dari tangannya. Zabb! Meriam laser berwarna biru dengan cepat melesat mengenai tubuh Neirda. Blasst! Meriam itu tiba-tiba berhenti, dengan sekejap terhempas tepat sebelum mengenai Neirda. “Seranganku tidak mempan sama sekali?” kejut Zora sembari tangannya gemetaran. Neirda tetap tenang tak membalas, dia lalu berjalan membelakangi Zora beberapa langkah sambil melanjutkan penje
Sepuluh cyborg tipe Eleven berbadan besar dan bertubuh kekar berhadapan dengan seorang gadis bertopi tinggi yang mengenakan penutup mata sebelah. Gadis itu tampak sedang tertidur dengan posisi berdiri. Dengan sekejap, seluruh cyborg tersebut menyerang dari segala arah secara acak. Tanpa memberi celah sedikit pun, dengan beragam senjata yang mereka pakai, gadis itu mampu menghindarinya dengan refleks akrobatik yang sangat cantik. Seluruh bidikan laser yang mengarah ke arahnya mampu ditepis hanya dengan melempar beberapa lembar tisu yang diambilnya dari saku baju. Empat cyborg dengan senjata gergaji mesin maju menyerangnya dari segala arah. Secara mengejutkan, empat unit cyborgdengan mudah dihancurkan hingga meledak hanya dengan beberapa sentilan peluru tisu sebesar kelereng. Para cyborg lain tampak mundur menjauh dari gadis aneh tersebut. Dua buah meriam raksasa dari ribuan tisu yang bergerak menyatu membalut kedua ta
Seluruh rombongan Im-Tech tercengang. Di tengah situasi mencekam, mereka tak menyangka Lenna sekeji itu menembak Dhea yang sama sekali tak bersalah. Berbeda dengan Yuriko, dia tampak biasa saja, seolah tidak peduli dengan situasi sambil asyik mencamil bungkusan snack. Jessie tersenyum sembari membuang rantai borgolnya, “Adik kecilku yang bodoh, kau sama sekali tidak berubah!” gumamnya. Lenna mengalihkan pandangan sembari menodongkan pistol ke arah rombongan Im-Tech di sekitarnya, “Apa yang kalian lihat?” Para rombongan Im-Tech ketakutan sambil menundukkan pandangan mereka. “Trixie!!” Lenna memanggil, Trixie langsung datang memenuhi panggilan. Lenna hanya melirik ke arah Trixie. Tanpa diperintah, Trixie langsung memahami apa yang hendak dikatakan Lenna. “Kalian bantu aku perbaiki laboratorium ini, kau juga orang WG!” perintah Trixie , “Hari ini kita akan sangat sibuk! Jangan ada yang bermalas-malasan!” “Bagaimana kau bisa memah
Seorang pria berambut biru acak-acakan tiba-tiba mengayun-ayunkan sebuah cangkul garpu dengan ujung yang terbakar api tepat ke arah Trixie. Dia tampak begitu kesal dan menyerang asal-asalan. Tanpa perintah dari Lenna, Trixie hanya menghindar. Dia tak dapat menghubungi Lenna setelah alat pemancar tablet hologram miliknya mendadak dihancurkan pria tersebut. Begitu pula dengan para rombongan, mereka terpaksa diam tak mengambil tindakan. Pria tersebut mengenakan jas lab lusuh berlogo WG-Tech. Dia bersama dengan dua unit robot tiba-tiba muncul menyerang Trixie. Pria itu terkejut dan berhenti setelah menyadari logo Im-Tech terpampang jelas di topi Trixie, “Im-Tech?” Pria itu lalu menurunkan senjata, diikuti dua unit robot di belakangnya. “Akhirnya kalian datang,” “Terima kasih telah ….” ucap pria itu terpotong. “Tak perlu basa-basi!” sahut Lenna dari jauh. Seluruh mata tertuju pada Lenna. Dia lalu berjalan mendekat menghampiri pria tersebut,
Yuriko terbangun dari tidurnya. Dia melihat di sekelilingnya para rombongan Im-Tech tertidur pulas di samping hidangan yang tersisa sebagian. “Orang Im-Tech sangat pemalas.” gumam Yuriko sembari menguap lega, “Lebih baik aku cari angin segar dulu.” ** Jessie berjalan di tengah hutan dengan menenteng shotgun kesayangannya. Dia mendapati sebuah borgol leher bekas dengan beberapa lembar potongan perban berserakan di atas rerumputan. “Ternyata benar dugaanku, dasar adik bodoh!” batin Jessie. Dia lalu menoleh ke setiap arah seolah mencari tahu jejak Dhea, “Jika perempuan itu berhasil kabur, seharusnya dia meninggalkan jejaknya di sini.” gumam Jessie curiga. “Sebaiknya aku mengabari orang itu.” imbuh Jessie sembari membuka tablet hologramnya. Selang beberapa menit, Yuriko berpapasan dengan Jessie yang tengah menghalangi jalannya. Di tengah situasi yang sangat canggung, mereka hanya saling bertatapan sinis. “Minggir kau panda
Di bawah pepohonan rindang. Dengan membawa dua botol mineral, pria berambut biru dengan santainya duduk di sebelah Ernest yang tengah asyik menonton video dari tablet hologramnya. Sambil meneguk botol minuman, pria itu penasaran mengamati raut wajah Ernest yang tak biasanya tampak serius. “Kau serius sekali,” ucap pria itu mengawali obrolan. Sementara Ernest tetap diam tak menggubris. “Minumlah!” ucap pria itu sembari menyodorkan sebotol minuman ke arahnya. “Bisakah kau tidak menggangguku?” sahut Ernest ketus. “Membosankan.” jawab pria itu asal. Situasi menjadi sangat canggung. Ernest masih tetap sibuk dengan tablet hologramnya. “Tak kusangka kau mengizinkan mereka memasuki ruang mesin waktu. Aku penasaran, sebenarnya apa tujuanmu?” tanya pria itu memancing, sementara Ernest dengan sinis menatap pria tersebut. “Tak ada yang perlu kujelaskan. Bisakah kau tak terus-menerus mencampuri urusan WG?” Pria itu menyerin
Beberapa minggu lalu, di Dunia Hampa. Neirda ambruk bertekuk lutut. Tek! Tongkatnya menggelinding, terlepas dari genggamannya. Zora merangkak penuh hati-hati. Dengan pandangan kabur, dia tanpa sengaja menemukan tongkat Neirda. Zora terdesak, dia terpaksa mengambil tongkat tersebut. Diputar-putarnya sembari berharap terjadi suatu keajaiban. Slap! Tiba-tiba muncul sebuah portal misterius dengan pusaran merah di tengah. Neirda menyadari. Portal misterius yang ada di hadapan Zora adalah sebuah portal yang tidak dapat dimasuki dengan sembarangan. Sontak dia melarang Zora mendekat. “Berhenti, Zora!” “Jangan masuk portal itu!” larang Neirda serius. Zora yang keras kepala tak peduli. Dalam benak pikirannya hanya ada satu pilihan yang dia tuju, kabur menyelamatkan diri dengan masuk ke dalam portal. Sambil memegang tongkat Neirda dan menggendong Hans, Zora bangkit berdiri. N
Bangunan kerucut suku Taktataora lenyap. Seluruh mata terperangah. Mereka terkejut keheranan, tak menyangka akan menyaksikan Hexehemnemeywheye secara langsung. Namun, berbeda dengan Noel yang tampak curiga seakan tak percaya, “Aneh sekali, mengapa muncul makhluk yang berbeda?” gumamnya penasaran. Para suku Taktataora langsung berbaris kompak lalu berlutut menyembah. Hans menelan ludah. Matanya tiada henti memandang kedua makhluk aneh yang muncul dari portal tersebut. Dia lalu bertanya kepada Xena, mencoba memastikan, “Mereka ini makhluk mitologi yang kau ceritakan tadi?” Xena sejenak terdiam keheranan. “Aku tidak mengerti, aku tidak pernah melihat kedua makhluk ini … wujud Hexehemnemeywheye seharusnya hanya seekor naga merah!” ujar Xena. “Hah? Jadi—” “Mereka bukan Hexehemnemeywheye,” sahut ketua suku yang berdiri membelakangi Hans, “mereka makhluk miripoid … para pengawal Hexehemnemeywheye, jarang sekal
Beberapa hari yang lalu. Di tengah pertemuan Neirda, Bethany dan Rosemary. Muncul sosok misterius berpenampilan serba putih di tengah mereka. Sosok itu seperti laki-laki, melayang, matanya tertutup kain dan membawa sebuah tongkat unik. “Iza?” ucap Neirda menebak, sementara Rosemary dan Bethany juga tampak cukup terkejut. Iza seketika itu membungkuk memberi penghormatan kepada Rosemary, lalu beralih pada Neirda dan Bethany. “Dengan berkah para dewa Aorda … sebagai utusannya … Zaseisye, atas terjadinya distorsi waktu, segeralah menuju Aorda!” ujar Iza, sosok laki-laki misterius tersebut. “Rose, Iza …! Zaseisye dan Bethany harus mengantarkan utusan GAIA itu ke Tetua Morga, aku juga harus melindungi salah seorang utusan GAIA yang tengah terpencar dari mereka. Dalam semesta mataku, ada beberapa utusan GAIA lain yang juga memasuki another maze, mereka butuh pengawal … mary.” sanggah Rosemary. “Mereka
Hans tertegun. Sembari menelan ludah, matanya terbelalak tiada henti menatap perubahan tubuh Xena. “Cantik sekali!” “Aku ingin membawanya pulang!” gumam Hans penuh gairah. Xena tersenyum menatap Hans yang tiada henti memandanginya. Dia malah asyik memutar-mutar badan sengaja memperlihatkan penampilan barunya pada Hans, “Aku lebih cantik, ‘kan? Kau bisa gunakan aku sesukamu!” Deg! Hans mulai goyah. Tubuhnya mendadak menggigil gemetar, “Surga merindukanku!” batin Hans kesenangan, sembari menelan ludah. Neirda menyadari, dia spontan menepuk pundak Hans yang hendak hilang kontrol. “Kita harus melanjutkan perjalanan!” Hans tersadar. Dia mengangguk pelan perlahan setuju. “Sebentar! Aku butuh waktu untuk berpikir!” sahut Hans, “ini lebih dan lebih dari luar biasa! Dunia ini di luar akal sehat!” imbuh Hans terpukau sekaligus kebingungan. Noel sejenak melirik ke arah Hans, lalu pandangannya beralih ke arah
Kakek tua itu hanya menatap sinis ke arah rombongan Hans, dan tampak acuh. Sambil membawa bola kristal hitam, dia tampak meregangkan punggung sembari memutar-mutar badan, “Ah nikmat sekali, badanku serasa muda lagi.” gumamnya sembari berlanjut menggaruk-garuk punggungnya yang gatal. Xena tampak serius, menatap kakek itu keheranan, “Ini … Tetua Agung Morga?” “Hah?” sahut kakek tersebut, sembari mendekatkan telinga, memperjelas pendengarannya. “Bukan, kakek ini cicit ke empat belas Tetua Morga!” timpal Yudolt berkulit kuning yang bersama mereka. “Hah?” kejut Xena kompak dengan Noel. “What the hell?” sahut Hans turut terkejut, sementara Neirda tampak menatap serius. Bethany berdiri menyambut kakek tua itu, “Panggilkan Tetua Morga kemari, bocah!” “Hah?” kejut Xena, Noel, dan Hans kompak. Sementara Neirda tampak menatap serius. Kakek itu sejenak melirik ke arah Bethany dan mengangguk seakan hafal dengan wajahnya, “T
Noel berdiri menghadang, tangannya tampak begitu gemetar. “Makhluk ini bukan penyihir sembarangan.” gumam Noel setelah melihat Neirda memulihkan keadaan Hans menjadi normal seperti semula. “Neirda?” gumam Noel sekali lagi, seakan tak percaya. Neirda tampak tenang sembari berjalan menghampiri Noel. “Mengapa kau tidak membunuh Robert Hans?” tanya Neirda spontan, membuat Noel sangat terkejut keheranan. “Apa maksudmu?” sahut Noel penasaran. Neirda terdiam sejenak. Tanpa merapal sihir, tiba-tiba dari kejauhan, tangan Neirda menarik tubuh Robert Hans yang kala itu telah terbaring pingsan, dan membiarkannya melayang dalam sebuah sihir pelindung. “Dengan membunuh makhluk fana ini, kau akan mengakhiri penderitaannya, tapi ….” Neirda spontan menatap lurus wajah Noel dengan mata terpejamnya, “Doloro akan tetap ada!” Noel terkejut. “Doloro?” Mata hitam lebarnya mengkilap, insang kepalanya tampak mengepak-epak pertan
WG-Tech, 24 tahun lalu. Dalam sebuah ruang penelitian. Seorang ilmuan tergeletak sekarat dengan tubuh bersimbah darah, di dekat seorang anak kecil, Robert Hans. Tangan anak itu tampak berlumuran darah, percikannya berceceran hingga menodai jas lab putihnya. Miranda yang tak sengaja membuka pintu, tampak terkejut. Dia mendapati kejadian tragis yang telah menimpa suaminya. Spontan Miranda masuk dan berlari tergesa-gesa menghampirinya. “Sayang! Bangunlah!” Miranda terus mengoyak-oyak tubuh suaminya yang tengah sekarat tersebut. Hatinya hancur, pedih, seakan tak percaya dengan kejadian mendadak yang menimpanya. “Apa yang terjadi? Katakan padaku!!” pekik Miranda histeris. Buliran air matanya tak terasa keluar, terus mengalir tak lagi dapat dibendung. Suaminya hanya mengerang kesakitan, mulutnya diam tak menjawab. Miranda spontan menatap tajam tanpa henti ke arah Robert Hans kecil, yang duduk memojok di bawah sebuah meja. “An
Tubuh Hans gemetar saking ketakutannya. Dia tak menyangka akan menghadapi kesatria terkuat di Halona. “Katakan, apa tujuanmu kemari? Siapa perempuan yang kau bawa bersamamu?” desak Noel. Hans menelan ludah. Dia tak tahu harus menjawab bagaimana. Dengan sisa tenaga, Xena dengan sigap berjalan merangkak melindungi Hans. “Tak ada gunanya, menyingkir dari hadapanku!” bentak Noel kasar. Dia lalu menendang keras tubuh Xena hingga membuatnya terpental jauh, dan jatuh terkapar. “Arrgh!!” Xena mengerang kesakitan. Namun, dia terus berusaha bangkit. “Keras kepala sekali!” Tanpa merapal, Noel lalu mengeluarkan sebuah lingkar sihir yang terpancar dari tangannya. Tubuh Xena mendadak terkunci tak bisa bergerak. Blap! Dua monster aneh menyerupai mermaid bersayap kelelawar dan bertanduk kambing, seketika muncul dengan membawa trisula raksasa. Monster tersebut berdiri sembari mengacungkan trisula mereka ke arah Xena. Han
Hans tampak cemas. Peluhnya bercucuran deras hingga membasahi jas labnya. “Penyihir jahat?” tanya Hans ketakutan, “planet macam apa ini?” “Ssst!” Xena berdesis memperingatkan, “kecilkan suaramu!” Hans mengangguk sembari menelan ludah. Raut wajah Xena tampak tegang. Dia menatap lurus ke dalam mata Hans, “Tetap sembunyi di sini! Aku akan keluar sebentar mengamati situasi ….” “Baiklah! Cepat kembali! Jangan jauh-jauh dariku!” pinta Hans cemas. Xena tersenyum sembari mengusap lembut kepala Hans. “Percayalah padaku! Aku akan mengorbankan segalanya untukmu!” Deg! Hans tertegun. Jantungnya berdebar-debar. Wajahnya memerah tersipu malu. “Cepatlah kembali!” Xena tak merespons. Dia langsung saja berbalik badan, merangkak keluar dari pohon dan mengintai Hea secara sembunyi-sembunyi. “Baiklah, ini kesempatanku mengambil sampel pohon ini!” gumam Hans penasaran, “untung aku menyisakan buah aneh ini,” Hans mengusap-usa