Sepuluh cyborg tipe Eleven berbadan besar dan bertubuh kekar berhadapan dengan seorang gadis bertopi tinggi yang mengenakan penutup mata sebelah. Gadis itu tampak sedang tertidur dengan posisi berdiri. Dengan sekejap, seluruh cyborg tersebut menyerang dari segala arah secara acak. Tanpa memberi celah sedikit pun, dengan beragam senjata yang mereka pakai, gadis itu mampu menghindarinya dengan refleks akrobatik yang sangat cantik.
Seluruh bidikan laser yang mengarah ke arahnya mampu ditepis hanya dengan melempar beberapa lembar tisu yang diambilnya dari saku baju. Empat cyborg dengan senjata gergaji mesin maju menyerangnya dari segala arah. Secara mengejutkan, empat unit cyborg dengan mudah dihancurkan hingga meledak hanya dengan beberapa sentilan peluru tisu sebesar kelereng.
Para cyborg lain tampak mundur menjauh dari gadis aneh tersebut. Dua buah meriam raksasa dari ribuan tisu yang bergerak menyatu membalut kedua tangannya, disertai sebuah cahaya biru menyala-nyala tampak mengumpul di tengah meriam tersebut.
“Sudah cukup!” perintah seorang perempuan bergaun merah, mengenakan topi floppy hitam berenda bunga dengan kain transparan menutup wajah, Lenna Lavender.
Gadis itu menurut.
“Trixie, kau masih belum cukup lavender untuk terlihat pantas di mataku,” ucap Lenna, menyebut kata lavender untuk cantik. “Berdirilah di belakangku!”
Tik!
Lenna Lavender mengetikkan jarinya sekali, seluruh cyborg yang tersisa seketika itu kembali nonaktif dan tergeletak berjatuhan.
“Kalian para kaleng rongsokan mengganggu pemandanganku! Jangan coba berani menginjakkan kaki di lantai yang sama denganku!” ketus Lenna dengan arogannya, sembari memegang gelas jus markisa dan duduk di atas tubuh seorang pelayan.
Selang beberapa saat, seorang pria berkostum kura-kura datang berjalan dengan merangkak menghampiri Lenna.
“Ada perlu apa kura-kura kotor ini menemuiku, sangat tidak lavender!” ucap Lenna dengan nada merendahkan.
“Aa a … anu,”
Dengan bicara terbata-bata, pria itu tampak ketakutan, seluruh tubuhnya menggigil gemetaran disertai keringat di wajahnya mengucur deras, ”Tu-tu-tuan Putri Lenna, di luar ada Nona Yuriko mencari Anda!”
“Panggil dia masuk dan kau cepat menyingkir dari pandanganku!” perintah Lenna.
Orang itu mengangguk tanpa berani mengangkat wajahnya ke atas.
Dengan santainya, Yuriko yang mengenakan kostum panda langsung saja berjalan masuk menghampiri Lenna tanpa diperintah. Sementara pria tersebut langsung merangkak keluar ruangan dengan cepat seperti cacing kepanasan.
“Serangga kotor WG! Menjijikkan! Sangat tidak lavender!” hina Lenna bergumam keras.
**
Seorang pelayan bertopi siput tampak menghampiri Lenna, dan menuangkan jus markisa dari cangkir emas ke dalam gelas yang dibawa Lenna.
“Trixie!” perintah Lenna menunjuk Trixie tanpa memberi tahu.
Trixie paham dan menurut, dia lalu mendekat di samping Lenna, “Ada perlu apa orang WG datang kemari?” sapa Trixie.
“Tidak ada hubungannya denganmu!” sahut Yuriko, “Aku ingin berbicara dengan Lenna yang duduk di sampingmu itu!”
Trixie berjalan mendekat menghampiri Yuriko, “Jika tidak ada hal penting yang akan dibicarakan lebih baik kau pergi dari sini!”
“Robert Hans telah ditemukan!” seru Yuriko.
Lenna terkejut. Raut wajahnya tampak serius sembari meneguk segelas jus markisa yang dipegangnya.
“Aku tidak kenal siapa itu Robert Hans! Dan apa hubungannya dengan Tuan Putri?” sanggah Trixie menatap mata Yuriko.
“Ozora Sakaguchi berhasil membawa Hans, mereka kini berada di laboratorium WG.”
Pyar!
Gelas jus markisa pecah setelah dicengkeram erat Lenna.
“Robot serangga menjijikkan! … Kurang ajar! Sangat tidak lavender!” geram Lenna tampak kesal, “Trixie!!”
Lenna berjalan mendekat menghampiri Yuriko, sementara Trixie mundur beberapa langkah memberi jalan lewat.
“Jangan berbohong padaku!” ujar Lenna.
Yuriko kemudian memperlihatkan bukti rekaman dari sebuah proyeksi hologram saat Zora bertemu Hans.
“Apa yang sebenarnya terjadi di sini?” Lenna mengamati seakan tidak percaya.
“Seperti yang kau lihat, mereka tampak merencanakan sesuatu!” ujar Yuriko.
“Merencanakan sesuatu?” gumam Lenna, “Di mana mereka sekarang?”
“Pulau terpencil Halze. Di salah satu laboratorium WG.”
“Trixie siapkan kapsul capung! Kabari para pasukan dan beberapa ilmuan agar segera ikut bersamaku! Kita akan segera meluncur ke Pulau Halze!” perintah Lenna, “Dan kau orang WG, kau juga ikut dengan kami!” tunjuk Lenna kepada Yuriko.
“Baik, Tuan Putri!” sahut Trixie, sementara Yuriko mengangguk pertanda setuju.
“Aku akan memberi tahu Jessie.” gumam Lenna sembari mengetikkan sebuah pesan melalui tablet hologram.
**
Setelah menempuh perjalanan seharian penuh, dengan kendaraan helikopter jenis capung, rombongan Im-Tech yang dipimpin Lenna berhasil mendarat di pesisir Pulau Halze.
“Jadi ini Halze, kotor sekali!” ucap Lenna sembari memandang hamparan pepohonan hijau disertai langit biru cerah dekat dengan pesisir pantai. “Trixie, bawakan padaku sepatu berlian agar kaki lavenderku ini tidak kotor!”
“Baik, Tuan Putri! Apa ada yang lain?”
“Pergi!!” bentak Lenna.
“Baik, Tuan Putri!”
Yuriko membuka tablet hologramnya, dia menelusuri lokasi laboratorium WG dengan bantuan peta digital, “Dua kilometer dari sini ke arah selatan, kita akan sampai di laboratorium.”
“Cukup! Aku tak ingin menunggu lama!” Lenna menyuruh Trixie mengambil beberapa gelang booster dari ransel lalu membagikannya kepada seluruh rombongan Im-Tech, “Pakai gelang ini! Tidak usah bertanya! Ikuti saja orang ini!” perintah Lenna sembari menunjuk Yuriko.
Selang beberapa saat, mereka pun berjalan mengikuti Yuriko dan meneruskan perjalanan.
Di sekeliling mereka, beberapa ekor kanguru tampak melompat-lompat bersama kawanannya.
Dari kejauhan seorang perempuan bertopi bowler dengan membawa shotgun berdiri menghadang setelah mereka sampai di depan puing-puing laboratorium WG.
Perempuan bertopi bowler tersebut tampak menyekap seorang gadis berkacamata yang tak lain adalah Dhea Kumala Anggraini.
“Jessie?” gumam Lenna terkejut, dia beserta rombongan lain lalu berjalan mendekat ke arah perempuan tersebut sembari mengamati puing-puing bekas laboratorium WG yang terbakar dengan banyak jasad ilmuan berserakan.
“Kau terlambat! Kau sama sekali tidak berubah adik kecil!” sapa Jessie sambil menghempaskan asap rokoknya.
“Apa yang terjadi di sini?”
“Siapa gadis yang kau bawa itu?” tanya Lenna penasaran.
Jessie menarik rantai borgol yang terpasang di leher Dhea dengan kasar lalu membanting tubuhnya ke tanah.
Bruak!
Dhea mengerang kesakitan dengan mulut tersumpal perban.
“Di perjalanan aku bertemu kucing ini, jadi aku memungutnya. Aku akan menjadikannya hewan peliharaanku!” jawab Jessie santai, “Apa kau kemari hanya untuk mencampuri urusanku?”
Lenna tak langsung menjawab.
Dia melihat Dhea mengenakan jas lab putih dengan logo Mira-Tech membuatnya semakin penasaran, “Terserah! Lakukan sesukamu! Serangga tak ada hubungannya denganku!” jawab Lenna arogan, “Aku hanya tidak suka caramu memperlakukan serangga seperti itu!”
Jessie menodongkan shotgun-nya tepat ke arah muka Dhea, “Jika seperti ini, apa yang akan kau lakukan, adik kecil?”
“Trixie!!” teriak Lenna memanggil Trixie.
Dengan sekejap Trixie bergerak cepat menghampiri Jessie, lalu mengarahkan sebilah pedang tisu ke arahnya.
“Sebaiknya kau lepaskan serangga itu atau Trixie akan menebas lehermu!” ancam Lenna.
Jessie tampak santai sembari menghisap sebatang rokoknya lalu perlahan menghempaskan, “Fuuh!”
Selang beberapa saat Jessie berubah pikiran sembari menurunkan shotgun-nya, “Membosankan sekali!”
Situasi menegangkan tersebut berangsur kembali menjadi normal.
Lenna beralih melirik ke arah Yuriko yang tampak asyik mencamil sebungkus snack, “Kau yakin ini laboratorium WG?”
“Aku juga tidak mengerti apa yang terjadi di sini” jawab Yuriko, “Tempat ini adalah laboratorium WG, tempat mesin waktu berada.”
“Mesin waktu?”
“Jadi mesin itu benar-benar ada?” tanya Lenna penasaran.
“Mungkin jawabannya berada di balik tembok itu!” ucap Yuriko sembari menunjuk sebuah kotak ruang dikelilingi tembok dengan kondisi setengah hangus terbakar.
Lenna terdiam sejenak. Dengan wajah menunduk ke bawah, dia mengambil sebuah pistol dari balik gaunnya. Tanpa ada satu pun orang yang menyadari, Lenna merencanakan sesuatu di balik senyum anehnya.
“Banyak hal menarik terjadi,” gumam Lenna “Jika ada sesuatu di balik tembok itu, aku hanya berpikir bahwa ….”
Dhuarr!
Dhuarr!
Dua kali tembakan dilancarkan Lenna tepat mengenai dada Dhea.
“Memasuki tempat baru alangkah baiknya diawali dengan membunuh serangga!”
***
Seluruh rombongan Im-Tech tercengang. Di tengah situasi mencekam, mereka tak menyangka Lenna sekeji itu menembak Dhea yang sama sekali tak bersalah. Berbeda dengan Yuriko, dia tampak biasa saja, seolah tidak peduli dengan situasi sambil asyik mencamil bungkusan snack. Jessie tersenyum sembari membuang rantai borgolnya, “Adik kecilku yang bodoh, kau sama sekali tidak berubah!” gumamnya. Lenna mengalihkan pandangan sembari menodongkan pistol ke arah rombongan Im-Tech di sekitarnya, “Apa yang kalian lihat?” Para rombongan Im-Tech ketakutan sambil menundukkan pandangan mereka. “Trixie!!” Lenna memanggil, Trixie langsung datang memenuhi panggilan. Lenna hanya melirik ke arah Trixie. Tanpa diperintah, Trixie langsung memahami apa yang hendak dikatakan Lenna. “Kalian bantu aku perbaiki laboratorium ini, kau juga orang WG!” perintah Trixie , “Hari ini kita akan sangat sibuk! Jangan ada yang bermalas-malasan!” “Bagaimana kau bisa memah
Seorang pria berambut biru acak-acakan tiba-tiba mengayun-ayunkan sebuah cangkul garpu dengan ujung yang terbakar api tepat ke arah Trixie. Dia tampak begitu kesal dan menyerang asal-asalan. Tanpa perintah dari Lenna, Trixie hanya menghindar. Dia tak dapat menghubungi Lenna setelah alat pemancar tablet hologram miliknya mendadak dihancurkan pria tersebut. Begitu pula dengan para rombongan, mereka terpaksa diam tak mengambil tindakan. Pria tersebut mengenakan jas lab lusuh berlogo WG-Tech. Dia bersama dengan dua unit robot tiba-tiba muncul menyerang Trixie. Pria itu terkejut dan berhenti setelah menyadari logo Im-Tech terpampang jelas di topi Trixie, “Im-Tech?” Pria itu lalu menurunkan senjata, diikuti dua unit robot di belakangnya. “Akhirnya kalian datang,” “Terima kasih telah ….” ucap pria itu terpotong. “Tak perlu basa-basi!” sahut Lenna dari jauh. Seluruh mata tertuju pada Lenna. Dia lalu berjalan mendekat menghampiri pria tersebut,
Yuriko terbangun dari tidurnya. Dia melihat di sekelilingnya para rombongan Im-Tech tertidur pulas di samping hidangan yang tersisa sebagian. “Orang Im-Tech sangat pemalas.” gumam Yuriko sembari menguap lega, “Lebih baik aku cari angin segar dulu.” ** Jessie berjalan di tengah hutan dengan menenteng shotgun kesayangannya. Dia mendapati sebuah borgol leher bekas dengan beberapa lembar potongan perban berserakan di atas rerumputan. “Ternyata benar dugaanku, dasar adik bodoh!” batin Jessie. Dia lalu menoleh ke setiap arah seolah mencari tahu jejak Dhea, “Jika perempuan itu berhasil kabur, seharusnya dia meninggalkan jejaknya di sini.” gumam Jessie curiga. “Sebaiknya aku mengabari orang itu.” imbuh Jessie sembari membuka tablet hologramnya. Selang beberapa menit, Yuriko berpapasan dengan Jessie yang tengah menghalangi jalannya. Di tengah situasi yang sangat canggung, mereka hanya saling bertatapan sinis. “Minggir kau panda
Di bawah pepohonan rindang. Dengan membawa dua botol mineral, pria berambut biru dengan santainya duduk di sebelah Ernest yang tengah asyik menonton video dari tablet hologramnya. Sambil meneguk botol minuman, pria itu penasaran mengamati raut wajah Ernest yang tak biasanya tampak serius. “Kau serius sekali,” ucap pria itu mengawali obrolan. Sementara Ernest tetap diam tak menggubris. “Minumlah!” ucap pria itu sembari menyodorkan sebotol minuman ke arahnya. “Bisakah kau tidak menggangguku?” sahut Ernest ketus. “Membosankan.” jawab pria itu asal. Situasi menjadi sangat canggung. Ernest masih tetap sibuk dengan tablet hologramnya. “Tak kusangka kau mengizinkan mereka memasuki ruang mesin waktu. Aku penasaran, sebenarnya apa tujuanmu?” tanya pria itu memancing, sementara Ernest dengan sinis menatap pria tersebut. “Tak ada yang perlu kujelaskan. Bisakah kau tak terus-menerus mencampuri urusan WG?” Pria itu menyerin
Sebuah bayangan semu perlahan mendekat. Bayangan putih bersinar itu perlahan memperjelas wujudnya. Sebuah bayangan dengan wajah samar yang tak pernah dikenali Robert Hans sebelumnya. Terdengar suara lirih seorang wanita memanggil namanya. “Robert Hans ….” Suara itu terus memanggilnya berulang-ulang hingga terdengar semakin jelas. Wanita misterius itu tiba-tiba merintih, memohon di hadapan Hans dengan suara mendayu-dayu, “Robert Hans, tolonglah! Biarkan aku membunuhmu!” ** Tiga hari berlalu, Hans akhirnya terbangun dari pingsan dan perlahan membuka matanya. “Mimpi yang sangat aneh.” gumam Hans lirih, matanya masih tampak sayu. Hembusan angin segar, ditambah hangatnya sinar mentari, menambah nikmatnya suasana tenang, membuat Hans lebih memilih rebahan, malas beranjak dari tempatnya. Hans kala itu masih setengah sadar, dia merasa ada yang janggal. Dia mencium semerbak aroma sangat wangi yang tak pernah dirasakannya sebelumnya.
Hans bergeming. Tatapan matanya yang kosong seolah tak ingin ada orang lain yang mengganggunya. Neirda memahami apa yang sedang dipikirkan Hans, dia mencoba berusaha menghiburnya. “Kau masih tak percaya dengan apa yang kau alami saat ini, tapi inilah kenyataannya. Neirda akan membantu menjawab apa yang paling kau cemaskan dalam pikiranmu.” Hans terkejut. Dia spontan melirik ke arah Neirda, “Kau bisa membaca pikiranku?” Neirda mengangguk dan mulai menjelaskan. “Sebuah mesin waktu yang kau ciptakan ternyata mengalami gangguan, itu karena kau lupa belum men-setting waktu dan tempat sebelum mengaktifkannya. Itulah mengapa, antara mesin waktu dan perputaran waktu alam ini mengalami disinkronisasi. Kau bisa menyamakannya dengan korsleting pada listrik. Kau juga mendengar dari dalam portal terdengar bunyi ledakan, ‘kan? Ledakan itu berasal dari alarm waktu Neirda.” “Alarm waktu? Aku sama sekali tidak paham maksudmu! Bisa kau jelaskan padaku?” sahut
Gadis kecil si penjebak spontan melarikan diri, sementara Hans panik di tengah kerumunan para bandit yang tiba-tiba mengepungnya. Salah seorang bandit berjalan mendekat menghampiri Hans, “Serahkan seluruh harta kalian! Atau kubunuh kalian di sini!” “Harta? Aku bahkan tak membawa uang se persen pun!” bantah Hans. “Jangan bercanda! Lihat wanita di belakangmu itu!” Hans melirik ke arah Neirda. “Lihat perhiasan mahal di sekujur tubuhnya! Kau masih mengelak tidak membawa harta?” Bandit itu lalu berjalan menghampiri Neirda. Dia seketika mengacungkan sebuah tombak ke arah mukanya, “Serahkan seluruh perhiasanmu atau ….” Bruk! Tanpa sebab jelas, bandit tersebut tiba-tiba ambruk tak sadarkan diri. Xena terkejut. Dia lalu memutuskan membuka topeng dan memperlihatkan wajah aslinya. Hans terpana. Matanya menatap kaku ke arah perempuan Yudolt berambut silver pendek , dan bermata hitam lebar tersebut. X
Hans terbangun dari pingsan, dia perlahan membuka matanya. Tampak beberapa helai rambut silver menutupi wajah putih Xena yang bersandar di pipi Hans. “Xe-Xena?” Hans terkejut. Dia juga tak sadar berbaring di pangkuan Xena. “Pangeranku, kau sudah siuman.” ucap suara lembut Xena sambil mengusap kepala Hans. “A-apa yang kau lakukan? Di mana kita?” “Kita berada di dalam istana Raja Zourga.” jawab Xena. “Hahh?” Hans menyadari seluruh tubuh Xena lebam, penuh luka sayatan dan bercucuran darah hitam pekat. “Tunggu, mengapa kau bisa terluka seperti itu?” tanya Hans keheranan. Xena hanya tersenyum tak menjawab. Hans bertambah panik. Dia mengamati sekitar, tampak beberapa pasukan dan pengawal kerajaan berkumpul mengerumuninya. Hans spontan berdiri, dia tampak malu menjadi pusat perhatian. Prak, prak prak! Di tengah suasana keheningan terdengar beberapa suara langkah kaki menuju ke arahnya. Seorang Y
Beberapa minggu lalu, di Dunia Hampa. Neirda ambruk bertekuk lutut. Tek! Tongkatnya menggelinding, terlepas dari genggamannya. Zora merangkak penuh hati-hati. Dengan pandangan kabur, dia tanpa sengaja menemukan tongkat Neirda. Zora terdesak, dia terpaksa mengambil tongkat tersebut. Diputar-putarnya sembari berharap terjadi suatu keajaiban. Slap! Tiba-tiba muncul sebuah portal misterius dengan pusaran merah di tengah. Neirda menyadari. Portal misterius yang ada di hadapan Zora adalah sebuah portal yang tidak dapat dimasuki dengan sembarangan. Sontak dia melarang Zora mendekat. “Berhenti, Zora!” “Jangan masuk portal itu!” larang Neirda serius. Zora yang keras kepala tak peduli. Dalam benak pikirannya hanya ada satu pilihan yang dia tuju, kabur menyelamatkan diri dengan masuk ke dalam portal. Sambil memegang tongkat Neirda dan menggendong Hans, Zora bangkit berdiri. N
Bangunan kerucut suku Taktataora lenyap. Seluruh mata terperangah. Mereka terkejut keheranan, tak menyangka akan menyaksikan Hexehemnemeywheye secara langsung. Namun, berbeda dengan Noel yang tampak curiga seakan tak percaya, “Aneh sekali, mengapa muncul makhluk yang berbeda?” gumamnya penasaran. Para suku Taktataora langsung berbaris kompak lalu berlutut menyembah. Hans menelan ludah. Matanya tiada henti memandang kedua makhluk aneh yang muncul dari portal tersebut. Dia lalu bertanya kepada Xena, mencoba memastikan, “Mereka ini makhluk mitologi yang kau ceritakan tadi?” Xena sejenak terdiam keheranan. “Aku tidak mengerti, aku tidak pernah melihat kedua makhluk ini … wujud Hexehemnemeywheye seharusnya hanya seekor naga merah!” ujar Xena. “Hah? Jadi—” “Mereka bukan Hexehemnemeywheye,” sahut ketua suku yang berdiri membelakangi Hans, “mereka makhluk miripoid … para pengawal Hexehemnemeywheye, jarang sekal
Beberapa hari yang lalu. Di tengah pertemuan Neirda, Bethany dan Rosemary. Muncul sosok misterius berpenampilan serba putih di tengah mereka. Sosok itu seperti laki-laki, melayang, matanya tertutup kain dan membawa sebuah tongkat unik. “Iza?” ucap Neirda menebak, sementara Rosemary dan Bethany juga tampak cukup terkejut. Iza seketika itu membungkuk memberi penghormatan kepada Rosemary, lalu beralih pada Neirda dan Bethany. “Dengan berkah para dewa Aorda … sebagai utusannya … Zaseisye, atas terjadinya distorsi waktu, segeralah menuju Aorda!” ujar Iza, sosok laki-laki misterius tersebut. “Rose, Iza …! Zaseisye dan Bethany harus mengantarkan utusan GAIA itu ke Tetua Morga, aku juga harus melindungi salah seorang utusan GAIA yang tengah terpencar dari mereka. Dalam semesta mataku, ada beberapa utusan GAIA lain yang juga memasuki another maze, mereka butuh pengawal … mary.” sanggah Rosemary. “Mereka
Hans tertegun. Sembari menelan ludah, matanya terbelalak tiada henti menatap perubahan tubuh Xena. “Cantik sekali!” “Aku ingin membawanya pulang!” gumam Hans penuh gairah. Xena tersenyum menatap Hans yang tiada henti memandanginya. Dia malah asyik memutar-mutar badan sengaja memperlihatkan penampilan barunya pada Hans, “Aku lebih cantik, ‘kan? Kau bisa gunakan aku sesukamu!” Deg! Hans mulai goyah. Tubuhnya mendadak menggigil gemetar, “Surga merindukanku!” batin Hans kesenangan, sembari menelan ludah. Neirda menyadari, dia spontan menepuk pundak Hans yang hendak hilang kontrol. “Kita harus melanjutkan perjalanan!” Hans tersadar. Dia mengangguk pelan perlahan setuju. “Sebentar! Aku butuh waktu untuk berpikir!” sahut Hans, “ini lebih dan lebih dari luar biasa! Dunia ini di luar akal sehat!” imbuh Hans terpukau sekaligus kebingungan. Noel sejenak melirik ke arah Hans, lalu pandangannya beralih ke arah
Kakek tua itu hanya menatap sinis ke arah rombongan Hans, dan tampak acuh. Sambil membawa bola kristal hitam, dia tampak meregangkan punggung sembari memutar-mutar badan, “Ah nikmat sekali, badanku serasa muda lagi.” gumamnya sembari berlanjut menggaruk-garuk punggungnya yang gatal. Xena tampak serius, menatap kakek itu keheranan, “Ini … Tetua Agung Morga?” “Hah?” sahut kakek tersebut, sembari mendekatkan telinga, memperjelas pendengarannya. “Bukan, kakek ini cicit ke empat belas Tetua Morga!” timpal Yudolt berkulit kuning yang bersama mereka. “Hah?” kejut Xena kompak dengan Noel. “What the hell?” sahut Hans turut terkejut, sementara Neirda tampak menatap serius. Bethany berdiri menyambut kakek tua itu, “Panggilkan Tetua Morga kemari, bocah!” “Hah?” kejut Xena, Noel, dan Hans kompak. Sementara Neirda tampak menatap serius. Kakek itu sejenak melirik ke arah Bethany dan mengangguk seakan hafal dengan wajahnya, “T
Noel berdiri menghadang, tangannya tampak begitu gemetar. “Makhluk ini bukan penyihir sembarangan.” gumam Noel setelah melihat Neirda memulihkan keadaan Hans menjadi normal seperti semula. “Neirda?” gumam Noel sekali lagi, seakan tak percaya. Neirda tampak tenang sembari berjalan menghampiri Noel. “Mengapa kau tidak membunuh Robert Hans?” tanya Neirda spontan, membuat Noel sangat terkejut keheranan. “Apa maksudmu?” sahut Noel penasaran. Neirda terdiam sejenak. Tanpa merapal sihir, tiba-tiba dari kejauhan, tangan Neirda menarik tubuh Robert Hans yang kala itu telah terbaring pingsan, dan membiarkannya melayang dalam sebuah sihir pelindung. “Dengan membunuh makhluk fana ini, kau akan mengakhiri penderitaannya, tapi ….” Neirda spontan menatap lurus wajah Noel dengan mata terpejamnya, “Doloro akan tetap ada!” Noel terkejut. “Doloro?” Mata hitam lebarnya mengkilap, insang kepalanya tampak mengepak-epak pertan
WG-Tech, 24 tahun lalu. Dalam sebuah ruang penelitian. Seorang ilmuan tergeletak sekarat dengan tubuh bersimbah darah, di dekat seorang anak kecil, Robert Hans. Tangan anak itu tampak berlumuran darah, percikannya berceceran hingga menodai jas lab putihnya. Miranda yang tak sengaja membuka pintu, tampak terkejut. Dia mendapati kejadian tragis yang telah menimpa suaminya. Spontan Miranda masuk dan berlari tergesa-gesa menghampirinya. “Sayang! Bangunlah!” Miranda terus mengoyak-oyak tubuh suaminya yang tengah sekarat tersebut. Hatinya hancur, pedih, seakan tak percaya dengan kejadian mendadak yang menimpanya. “Apa yang terjadi? Katakan padaku!!” pekik Miranda histeris. Buliran air matanya tak terasa keluar, terus mengalir tak lagi dapat dibendung. Suaminya hanya mengerang kesakitan, mulutnya diam tak menjawab. Miranda spontan menatap tajam tanpa henti ke arah Robert Hans kecil, yang duduk memojok di bawah sebuah meja. “An
Tubuh Hans gemetar saking ketakutannya. Dia tak menyangka akan menghadapi kesatria terkuat di Halona. “Katakan, apa tujuanmu kemari? Siapa perempuan yang kau bawa bersamamu?” desak Noel. Hans menelan ludah. Dia tak tahu harus menjawab bagaimana. Dengan sisa tenaga, Xena dengan sigap berjalan merangkak melindungi Hans. “Tak ada gunanya, menyingkir dari hadapanku!” bentak Noel kasar. Dia lalu menendang keras tubuh Xena hingga membuatnya terpental jauh, dan jatuh terkapar. “Arrgh!!” Xena mengerang kesakitan. Namun, dia terus berusaha bangkit. “Keras kepala sekali!” Tanpa merapal, Noel lalu mengeluarkan sebuah lingkar sihir yang terpancar dari tangannya. Tubuh Xena mendadak terkunci tak bisa bergerak. Blap! Dua monster aneh menyerupai mermaid bersayap kelelawar dan bertanduk kambing, seketika muncul dengan membawa trisula raksasa. Monster tersebut berdiri sembari mengacungkan trisula mereka ke arah Xena. Han
Hans tampak cemas. Peluhnya bercucuran deras hingga membasahi jas labnya. “Penyihir jahat?” tanya Hans ketakutan, “planet macam apa ini?” “Ssst!” Xena berdesis memperingatkan, “kecilkan suaramu!” Hans mengangguk sembari menelan ludah. Raut wajah Xena tampak tegang. Dia menatap lurus ke dalam mata Hans, “Tetap sembunyi di sini! Aku akan keluar sebentar mengamati situasi ….” “Baiklah! Cepat kembali! Jangan jauh-jauh dariku!” pinta Hans cemas. Xena tersenyum sembari mengusap lembut kepala Hans. “Percayalah padaku! Aku akan mengorbankan segalanya untukmu!” Deg! Hans tertegun. Jantungnya berdebar-debar. Wajahnya memerah tersipu malu. “Cepatlah kembali!” Xena tak merespons. Dia langsung saja berbalik badan, merangkak keluar dari pohon dan mengintai Hea secara sembunyi-sembunyi. “Baiklah, ini kesempatanku mengambil sampel pohon ini!” gumam Hans penasaran, “untung aku menyisakan buah aneh ini,” Hans mengusap-usa