Hans terbangun dari pingsan, dia perlahan membuka matanya. Tampak beberapa helai rambut silver menutupi wajah putih Xena yang bersandar di pipi Hans.
“Xe-Xena?” Hans terkejut. Dia juga tak sadar berbaring di pangkuan Xena.
“Pangeranku, kau sudah siuman.” ucap suara lembut Xena sambil mengusap kepala Hans.
“A-apa yang kau lakukan? Di mana kita?”
“Kita berada di dalam istana Raja Zourga.” jawab Xena.
“Hahh?”
Hans menyadari seluruh tubuh Xena lebam, penuh luka sayatan dan bercucuran darah hitam pekat.
“Tunggu, mengapa kau bisa terluka seperti itu?” tanya Hans keheranan.
Xena hanya tersenyum tak menjawab.
Hans bertambah panik. Dia mengamati sekitar, tampak beberapa pasukan dan pengawal kerajaan berkumpul mengerumuninya. Hans spontan berdiri, dia tampak malu menjadi pusat perhatian.
Prak, prak prak!
Di tengah suasana keheningan terdengar beberapa suara langkah kaki menuju ke arahnya.
Seorang Y
Terima kasih masih setia mengikuti cerita Another Maze, jika ada pertanyaan silakan tulis di kolom komentar. Terima kasih! Tetap semangat membaca ya! Semoga tetap terhibur! :-D
Seluruh Halona gempar. Mereka dibuat takjub dengan Neirda yang dikawal puluhan ribu roh legendaris melayang-melayang di atas langit. “S-Sang Dewi? Para roh leluhur?” ucap salah seorang penduduk, “Tidak mungkin! Mustahil!” “Bangsa Yudolt tak bisa melayang ’kan? Dia Sang legenda, Dewi Mil’eria! Pelindung Hallovach!” sahut salah seorang penduduk Yudolt meyakinkan. Mereka dengan segera langsung tunduk bersujud di tempat masing-masing. “Sembah kami, Yang Mulia Mil’eria! Sembah kami, Yang Mulia Mil’eria!” Nina menatap lurus mata cemas Noel, “Hm! Tak biasanya kau menunjukkan ekspresi seperti itu! Julukan Penyihir Tujuh tak ada artinya lagi!” Noel tetap diam tak membalas. Pandangan matanya hanya terfokus ke arah Neirda, “Dewi Mil’eria? Tidak mungkin! Dewi kehancuran yang muncul dua ratus ribu tahun lalu!” Aura Neirda semakin terasa kuat mengikat, Noel spontan tunduk bertekuk lutut, lalu bersujud. Keringat Noel bercucuran deras, sekujur tubuhny
Dalam keadaan terdesak, di tengah pilihan sulit Xena menghela napas panjang. Dia menenangkan diri mencoba berpikir. Jika dirinya tak segera menyelamatkan Robert Hans, balon tersebut akan meledak membunuh sang pujaan hati. Namun, jika dia nekat menyelamatkan Hans, Nimbus Eater akan hilang dan tak lagi dapat melindunginya. “Apa yang harus kulakukan?” batin Xena cemas. Nina tampak puas menyeringai, “Bika-bika-bika-xi-xi-xi … hanya itu kemampuanmu? Sudah mau menyerah rupanya … mau pipis di celana?” ucap Nina membalikkan ucapan Xena. “Sial! Akan kubunuh dua kali gadis itu!” geram Xena kesal. Dia lalu mencoba menganalisis sembari mengamati situasi, “Nimbus Eater hanya aktif saat aku diam dan berkonsentrasi penuh, tapi sangat menguras mana … biqur milikku juga tak berguna, jika aku langsung menyerap balon itu tentunya akan langsung meledak. Jadi, memang tak ada pilihan lain! Aku harus menyadarkan Robert Hans!” “
Di suatu tempat, di sebuah kota tak berpenghuni. “A-ampuni kami, Tuan!” sekelompok pria Yudolt memohon belas kasih dengan duduk bersimpuh di bawah kaki seorang pria misterius berjubah ungu dengan jenggot merah bercabang tiga panjang menyentuh tanah. “Zam! Kau berani berbohong padaku! Tak ada pilihan lain selain membunuhmu! Akan kubantai juga seluruh keluargamu!” bentak pria jubah ungu tersebut mengancam. “A-ampuni kami, Tuan! Perempuan misterius itu benar-benar berada di kota ini! Kami Melihat dengan mata kepalaku sendiri!” sanggah pria Yudolt dengan memelas, sangat ketakutan, mencoba meyakinkan. “Kami juga memiliki bukti yang ditinggalkan perempuan itu!” “Bukti?” “Tunjukkan padaku!” pinta si pria jubah ungu tersebut. Pria Yudolt itu menunjukkan sebuah batang pohon yang telah berlubang bekas serangan. Pria jubah ungu itu tampak serius mengamati sambil meraba lubang bekas serangan tersebut, “Lubang ini tampak baru, tapi sangat a
Hans langsung menyeruput segelas minuman dingin yang diberikan Xena. Tanpa sadar, dia meneguk layaknya orang kehausan, seperti berada di tengah gurun pasir yang panas menyengat. Tak puas hanya segelas minuman, dia langsung menyambar gelas minuman milik Xena. Gluk, gluk-gluk! “Ah segarnya! Perutku kenyang! Aku ingin tidur!” gumam Hans kenikmatan sembari mengusap-usap perutnya, pikirannya sejenak terlupakan dengan para kesatria yang datang menghampirinya. Para kesatria sangat keheranan dengan tingkah laku Hans. Sementara Xena hanya tersenyum, sembari terus memandangi wajah Hans, “Makhluk Bumi sangat aneh! Kau bisa tidur di pangkuanku … tapi sebelum itu, kita kedatangan tamu!” Kabel ingatan Hans kembali terhubung, dia terkejut. Hans ketakutan dan spontan mundur beberapa langkah hingga jatuh terduduk. “K-kalian?” “Dengan segala hormat, Raja memerintahkan Anda menuju ke istana! Pelantikan Anda menjadi Raja Baru akan segera dimulai!” u
Noel menatap lurus ke arah Neirda. Tangannya tiba-tiba gemetaran, jantungnya berdebar-debar. “Siapa makhluk ini? Auranya kuat sekali!” Nina perlahan mundur beberapa langkah, tiba-tiba tubuhnya ambruk bertekuk lutut. “Ada apa dengan diriku? Mengapa tekanannya kuat sekali?” Ladrof yang biasanya spontan menyerang, dia terdiam berpikir dua kali. “Entah mengapa firasatku buruk soal ini … dia bukan lawan yang bisa dihadapi walau bersama-sama!” Sementara Gavazo berpikiran sama dengan Ladrof, dia memilih diam tak menyerang. “Neirda si penyihir?” ucap Xena lirih. Hans spontan melepas baju kebesarannya dan kembali mengenakan jas labnya. “Kau benar! Kita harus segera pergi melanjutkan perjalanan. Aku juga cemas dengan Zora.” Xena terperanjat. Mendengar Hans mengucap kata Zora membuat perasaan Xena mendadak gelisah tak keruan. Xena tampak lesu. Namun, karena situasi tak mendukung, dia mencoba menahan diri tak bertanya pada Hans. “Xena,” uc
Suasana berubah mencekam. Neirda bertingkah aneh. Dia mendadak mengeluarkan aura hijau pekat dengan tekanan terasa puluhan kali lebih berat. Noel tak kuat menahan tekanan aura dahsyat Neirda yang mendadak hilang kendali, di sisi lain Xena langsung terjatuh pingsan. “Mustahil! Kekuatan ini melebihi Monster! Sangat berat! Tubuhku tak kuat lagi ….” Bruk! Noel mendadak ambruk terjatuh. Kakek tua misterius itu spontan mengubah wujud dan penampilannya. Dia menjadi seorang gadis belia cantik, berkacamata dengan rambut biru panjang berkepang dua. Mengenakan armor kuning keemasan dibalut selendang merah. Perempuan itu juga mengenakan mahkota unik, dan di atas kepalanya terdapat tiga lingkar cincin halo menyala-nyala. Masing-masing tangannya terikat rantai. Tiba-tiba di hadapan gadis itu muncul sebuah senjata palu raksasa tanpa diawali merapal sihir. Aura hijau Neirda berubah merah mendidih dan meningkat ratusan kali li
Tumpukan berkas penelitian berserakan di atas meja, se porsi snack utuh tak tersentuh. Dengan tangan kanan memegang bolpoin, kepala bersandar di atas meja, tampak Robert Hans tertidur pulas. Jam digital menunjukkan pukul sepuluh lebih lima menit pagi, ruangan Hans tampak tertutup. Dari luar pintu terdengar suara bel berbunyi. Ting. Tong. “Tuan Hans, Anda di dalam?” suara perempuan dari luar pintu. Tak ada jawaban, bel kedua kembali berbunyi. Ting. Tong. “Tuan Hans saya Dhea, Anda di dalam?” Tetap tak ada jawaban. Dhea, perempuan berkacamata dengan mengenakan jas lab dan setelan celana jeans hitam membuka pintu ruang Hans. Dhea terkejut, menyadari ternyata pintu ruangan tak terkunci. Sambil membawa tumpukan berkas, Dhea masuk ke dalam. “Maaf Tuan Hans saya masuk ruangan Anda ….” Hawa dingin ruangan terasa menyembul keluar setelah pintu terbuka. Blak! Pintu berdecit kembali
Sampai di depan lift, dari lantai tiga Hans menekan lantai bawah sambil memasukkan kode rahasia, sementara Dhea berdiri di belakang Hans. “Jadi, Dhe belum tahu kalau ruangan ini berada di bawah tanah?” tanya Hans. “Bawah tanah? Bukannya di lantai dua sacred room-nya?” “Ya benar tapi sudah banyak yang tahu ruangan itu, ruangan ini beda, kamu pasti terkejut.” “Paling-paling ruangan itu isinya koleksi barang-barang alien semua.” ucap Dhea asal menebak. “Tidak,” “Lihat saja di sana.” timpal Hans menyeringai. Lift terbuka, Hans dan Dhea berada di dalam lift menuju lantai bawah. Di dalam lift suasana agak canggung, Dhea yang telah bekerja selama delapan tahun di lembaga penelitian Hans tak pernah menyangka diajak berkeliling oleh atasannya itu. Pekerjaan Dhea hanya seorang asisten, memberikan berkas laporan kepada Hans, serta mengawasi para karyawan atas perintah Hans. Sambil menunggu, Han
Beberapa minggu lalu, di Dunia Hampa. Neirda ambruk bertekuk lutut. Tek! Tongkatnya menggelinding, terlepas dari genggamannya. Zora merangkak penuh hati-hati. Dengan pandangan kabur, dia tanpa sengaja menemukan tongkat Neirda. Zora terdesak, dia terpaksa mengambil tongkat tersebut. Diputar-putarnya sembari berharap terjadi suatu keajaiban. Slap! Tiba-tiba muncul sebuah portal misterius dengan pusaran merah di tengah. Neirda menyadari. Portal misterius yang ada di hadapan Zora adalah sebuah portal yang tidak dapat dimasuki dengan sembarangan. Sontak dia melarang Zora mendekat. “Berhenti, Zora!” “Jangan masuk portal itu!” larang Neirda serius. Zora yang keras kepala tak peduli. Dalam benak pikirannya hanya ada satu pilihan yang dia tuju, kabur menyelamatkan diri dengan masuk ke dalam portal. Sambil memegang tongkat Neirda dan menggendong Hans, Zora bangkit berdiri. N
Bangunan kerucut suku Taktataora lenyap. Seluruh mata terperangah. Mereka terkejut keheranan, tak menyangka akan menyaksikan Hexehemnemeywheye secara langsung. Namun, berbeda dengan Noel yang tampak curiga seakan tak percaya, “Aneh sekali, mengapa muncul makhluk yang berbeda?” gumamnya penasaran. Para suku Taktataora langsung berbaris kompak lalu berlutut menyembah. Hans menelan ludah. Matanya tiada henti memandang kedua makhluk aneh yang muncul dari portal tersebut. Dia lalu bertanya kepada Xena, mencoba memastikan, “Mereka ini makhluk mitologi yang kau ceritakan tadi?” Xena sejenak terdiam keheranan. “Aku tidak mengerti, aku tidak pernah melihat kedua makhluk ini … wujud Hexehemnemeywheye seharusnya hanya seekor naga merah!” ujar Xena. “Hah? Jadi—” “Mereka bukan Hexehemnemeywheye,” sahut ketua suku yang berdiri membelakangi Hans, “mereka makhluk miripoid … para pengawal Hexehemnemeywheye, jarang sekal
Beberapa hari yang lalu. Di tengah pertemuan Neirda, Bethany dan Rosemary. Muncul sosok misterius berpenampilan serba putih di tengah mereka. Sosok itu seperti laki-laki, melayang, matanya tertutup kain dan membawa sebuah tongkat unik. “Iza?” ucap Neirda menebak, sementara Rosemary dan Bethany juga tampak cukup terkejut. Iza seketika itu membungkuk memberi penghormatan kepada Rosemary, lalu beralih pada Neirda dan Bethany. “Dengan berkah para dewa Aorda … sebagai utusannya … Zaseisye, atas terjadinya distorsi waktu, segeralah menuju Aorda!” ujar Iza, sosok laki-laki misterius tersebut. “Rose, Iza …! Zaseisye dan Bethany harus mengantarkan utusan GAIA itu ke Tetua Morga, aku juga harus melindungi salah seorang utusan GAIA yang tengah terpencar dari mereka. Dalam semesta mataku, ada beberapa utusan GAIA lain yang juga memasuki another maze, mereka butuh pengawal … mary.” sanggah Rosemary. “Mereka
Hans tertegun. Sembari menelan ludah, matanya terbelalak tiada henti menatap perubahan tubuh Xena. “Cantik sekali!” “Aku ingin membawanya pulang!” gumam Hans penuh gairah. Xena tersenyum menatap Hans yang tiada henti memandanginya. Dia malah asyik memutar-mutar badan sengaja memperlihatkan penampilan barunya pada Hans, “Aku lebih cantik, ‘kan? Kau bisa gunakan aku sesukamu!” Deg! Hans mulai goyah. Tubuhnya mendadak menggigil gemetar, “Surga merindukanku!” batin Hans kesenangan, sembari menelan ludah. Neirda menyadari, dia spontan menepuk pundak Hans yang hendak hilang kontrol. “Kita harus melanjutkan perjalanan!” Hans tersadar. Dia mengangguk pelan perlahan setuju. “Sebentar! Aku butuh waktu untuk berpikir!” sahut Hans, “ini lebih dan lebih dari luar biasa! Dunia ini di luar akal sehat!” imbuh Hans terpukau sekaligus kebingungan. Noel sejenak melirik ke arah Hans, lalu pandangannya beralih ke arah
Kakek tua itu hanya menatap sinis ke arah rombongan Hans, dan tampak acuh. Sambil membawa bola kristal hitam, dia tampak meregangkan punggung sembari memutar-mutar badan, “Ah nikmat sekali, badanku serasa muda lagi.” gumamnya sembari berlanjut menggaruk-garuk punggungnya yang gatal. Xena tampak serius, menatap kakek itu keheranan, “Ini … Tetua Agung Morga?” “Hah?” sahut kakek tersebut, sembari mendekatkan telinga, memperjelas pendengarannya. “Bukan, kakek ini cicit ke empat belas Tetua Morga!” timpal Yudolt berkulit kuning yang bersama mereka. “Hah?” kejut Xena kompak dengan Noel. “What the hell?” sahut Hans turut terkejut, sementara Neirda tampak menatap serius. Bethany berdiri menyambut kakek tua itu, “Panggilkan Tetua Morga kemari, bocah!” “Hah?” kejut Xena, Noel, dan Hans kompak. Sementara Neirda tampak menatap serius. Kakek itu sejenak melirik ke arah Bethany dan mengangguk seakan hafal dengan wajahnya, “T
Noel berdiri menghadang, tangannya tampak begitu gemetar. “Makhluk ini bukan penyihir sembarangan.” gumam Noel setelah melihat Neirda memulihkan keadaan Hans menjadi normal seperti semula. “Neirda?” gumam Noel sekali lagi, seakan tak percaya. Neirda tampak tenang sembari berjalan menghampiri Noel. “Mengapa kau tidak membunuh Robert Hans?” tanya Neirda spontan, membuat Noel sangat terkejut keheranan. “Apa maksudmu?” sahut Noel penasaran. Neirda terdiam sejenak. Tanpa merapal sihir, tiba-tiba dari kejauhan, tangan Neirda menarik tubuh Robert Hans yang kala itu telah terbaring pingsan, dan membiarkannya melayang dalam sebuah sihir pelindung. “Dengan membunuh makhluk fana ini, kau akan mengakhiri penderitaannya, tapi ….” Neirda spontan menatap lurus wajah Noel dengan mata terpejamnya, “Doloro akan tetap ada!” Noel terkejut. “Doloro?” Mata hitam lebarnya mengkilap, insang kepalanya tampak mengepak-epak pertan
WG-Tech, 24 tahun lalu. Dalam sebuah ruang penelitian. Seorang ilmuan tergeletak sekarat dengan tubuh bersimbah darah, di dekat seorang anak kecil, Robert Hans. Tangan anak itu tampak berlumuran darah, percikannya berceceran hingga menodai jas lab putihnya. Miranda yang tak sengaja membuka pintu, tampak terkejut. Dia mendapati kejadian tragis yang telah menimpa suaminya. Spontan Miranda masuk dan berlari tergesa-gesa menghampirinya. “Sayang! Bangunlah!” Miranda terus mengoyak-oyak tubuh suaminya yang tengah sekarat tersebut. Hatinya hancur, pedih, seakan tak percaya dengan kejadian mendadak yang menimpanya. “Apa yang terjadi? Katakan padaku!!” pekik Miranda histeris. Buliran air matanya tak terasa keluar, terus mengalir tak lagi dapat dibendung. Suaminya hanya mengerang kesakitan, mulutnya diam tak menjawab. Miranda spontan menatap tajam tanpa henti ke arah Robert Hans kecil, yang duduk memojok di bawah sebuah meja. “An
Tubuh Hans gemetar saking ketakutannya. Dia tak menyangka akan menghadapi kesatria terkuat di Halona. “Katakan, apa tujuanmu kemari? Siapa perempuan yang kau bawa bersamamu?” desak Noel. Hans menelan ludah. Dia tak tahu harus menjawab bagaimana. Dengan sisa tenaga, Xena dengan sigap berjalan merangkak melindungi Hans. “Tak ada gunanya, menyingkir dari hadapanku!” bentak Noel kasar. Dia lalu menendang keras tubuh Xena hingga membuatnya terpental jauh, dan jatuh terkapar. “Arrgh!!” Xena mengerang kesakitan. Namun, dia terus berusaha bangkit. “Keras kepala sekali!” Tanpa merapal, Noel lalu mengeluarkan sebuah lingkar sihir yang terpancar dari tangannya. Tubuh Xena mendadak terkunci tak bisa bergerak. Blap! Dua monster aneh menyerupai mermaid bersayap kelelawar dan bertanduk kambing, seketika muncul dengan membawa trisula raksasa. Monster tersebut berdiri sembari mengacungkan trisula mereka ke arah Xena. Han
Hans tampak cemas. Peluhnya bercucuran deras hingga membasahi jas labnya. “Penyihir jahat?” tanya Hans ketakutan, “planet macam apa ini?” “Ssst!” Xena berdesis memperingatkan, “kecilkan suaramu!” Hans mengangguk sembari menelan ludah. Raut wajah Xena tampak tegang. Dia menatap lurus ke dalam mata Hans, “Tetap sembunyi di sini! Aku akan keluar sebentar mengamati situasi ….” “Baiklah! Cepat kembali! Jangan jauh-jauh dariku!” pinta Hans cemas. Xena tersenyum sembari mengusap lembut kepala Hans. “Percayalah padaku! Aku akan mengorbankan segalanya untukmu!” Deg! Hans tertegun. Jantungnya berdebar-debar. Wajahnya memerah tersipu malu. “Cepatlah kembali!” Xena tak merespons. Dia langsung saja berbalik badan, merangkak keluar dari pohon dan mengintai Hea secara sembunyi-sembunyi. “Baiklah, ini kesempatanku mengambil sampel pohon ini!” gumam Hans penasaran, “untung aku menyisakan buah aneh ini,” Hans mengusap-usa