Tumpukan berkas penelitian berserakan di atas meja, se porsi snack utuh tak tersentuh. Dengan tangan kanan memegang bolpoin, kepala bersandar di atas meja, tampak Robert Hans tertidur pulas.
Jam digital menunjukkan pukul sepuluh lebih lima menit pagi, ruangan Hans tampak tertutup. Dari luar pintu terdengar suara bel berbunyi.
Ting.
Tong.
“Tuan Hans, Anda di dalam?” suara perempuan dari luar pintu.
Tak ada jawaban, bel kedua kembali berbunyi.
Ting.
Tong.
“Tuan Hans saya Dhea, Anda di dalam?”
Tetap tak ada jawaban. Dhea, perempuan berkacamata dengan mengenakan jas lab dan setelan celana jeans hitam membuka pintu ruang Hans. Dhea terkejut, menyadari ternyata pintu ruangan tak terkunci. Sambil membawa tumpukan berkas, Dhea masuk ke dalam.
“Maaf Tuan Hans saya masuk ruangan Anda ….”
Hawa dingin ruangan terasa menyembul keluar setelah pintu terbuka.
Blak!
Pintu berdecit kembali
Spesial chapter :-)
Sampai di depan lift, dari lantai tiga Hans menekan lantai bawah sambil memasukkan kode rahasia, sementara Dhea berdiri di belakang Hans. “Jadi, Dhe belum tahu kalau ruangan ini berada di bawah tanah?” tanya Hans. “Bawah tanah? Bukannya di lantai dua sacred room-nya?” “Ya benar tapi sudah banyak yang tahu ruangan itu, ruangan ini beda, kamu pasti terkejut.” “Paling-paling ruangan itu isinya koleksi barang-barang alien semua.” ucap Dhea asal menebak. “Tidak,” “Lihat saja di sana.” timpal Hans menyeringai. Lift terbuka, Hans dan Dhea berada di dalam lift menuju lantai bawah. Di dalam lift suasana agak canggung, Dhea yang telah bekerja selama delapan tahun di lembaga penelitian Hans tak pernah menyangka diajak berkeliling oleh atasannya itu. Pekerjaan Dhea hanya seorang asisten, memberikan berkas laporan kepada Hans, serta mengawasi para karyawan atas perintah Hans. Sambil menunggu, Han
Hans sejenak menatap lurus wajah masing-masing robot pelayannya. “My Candy, beralih ke mode perang!” Para robot pelayan dengan serentak berubah penampilan. Hanya dalam hitungan detik, mereka langsung bertransformasi menjadi beragam pasukan elite, robot nano hologram beragam jenis. Mereka dilengkapi armor pelindung dan beragam senjata laser-gun, ion bomber, double metal high-sword dan berbagai jenis future weapon unik yang belum pernah ada. ** Plak! Plak! Hans menepuk tangan dua kali, dan muncullah sebuah tablet hologram di depannya. Hans lalu men-setting dan beralih ke mode admin, mengetikkan sebuah kode dan menekan tombol aktivasi. Alarm berbunyi. S
Hans berada di sisi kiri, sementara Dhea di sisi kanan. Hitungan waktu berjalan, perburuan robot dimulai. Zab! Zab! Zab! Tembakan laser Hans begitu cepat melesat mengenai robot pelayan yang tiba-tiba muncul dari arah depan menembakinya. Di sisi lain, Dhea mencari tempat berlindung yang aman untuk bersembunyi. Dia tampak cemas, wajahnya ketakutan. Perburuan robot berjalan ke hitungan delapan belas. Salah satu robot pelayan tiba-tiba menyerang Hans dari arah depan, dengan senjata double sword. Saat pedang dihunuskan ke arahnya, dengan bantuan teknologi nano di lapisan pelindung yang dipakai Hans, membuatnya dengan sigap menghindar serangan. Hans berhasil membidik tepat sasaran mengenai kepala robot, dan headshot! Robot pelayan hancur seketika menjadi kepingan hologram. Hitungan berjalan ke sembilan belas. Dhea belum memburu satu pun. Sebuah unit Robot pelayan t
Hans langsung masuk ke dalam, dikawal sebuah robot hologram, diikuti Dhea membuntut di belakang Hans. Tepat berdiri di pintu ruangan, sebuah pemandangan menakjubkan yang belum pernah dia lihat sebelumnya kini terpampang jelas di mata Dhea. Sebuah pesawat tempur raksasa stealth bomber hitam teknologi nano hologram berjajar rapi dengan gagah dalam sebuah ruang kosong. “Woahh!" “Besar sekali ... siapa yang membuat pesawat ini, Tuan?” “Ehm!” Hans berdehem seakan menunjukkan bahwa yang membuat adalah dirinya. Dhea tak berhenti-hentinya memandang pesawat itu, dirabanya terasa dingin seperti sungguhan. “Dengan dibantu para Candy setiaku, perlu dua tahun untuk menyelesaikan pesawat ini.” sahut Hans. “Jadi semua yang bekerja di sini, termasuk para peneliti dan pemerintah belum tahu apa-apa tentang penelitian tuan Hans?” tanya Dhea. “Ya mereka belum tahu. Khususnya tek
#Chapter ini hanya bonus, tidak termasuk ke dalam cerita# *** Sekolah Menengah Atas Lorensia. Seorang murid baru melangkahkan kaki, masuk ke dalam ruang kelas. Murid itu berpenampilan aneh, mengenakan jubah hitam dengan wajah tertutup tudung, dan membawa sebuah tongkat kecil. Tatapannya dingin dengan wajah pucat tanpa ekspresi. Seluruh mata se isi kelas tertuju pada murid aneh tersebut, termasuk Robert Hans. Sang guru, Miranda mempersilakan murid itu untuk mulai memperkenalkan diri. “Okay class, kali ini kita kedatangan seorang murid baru, dia seorang murid pindahan dari luar negeri.” tutur Miranda, sementara Zora hanya menatap sinis ke arah murid baru tersebut, “Karena suatu alasan, sekolah memperbolehkan dia untuk tetap mengenakan jubah. Oleh karena itu, Ibu harap kalian bisa akrab dengannya.” Miranda menepuk lirih pundak murid tersebut seraya berbisik ke arahnya, “Silakan perkenalkan dirimu!” Murid itu menur
Neirda berjalan beberapa langkah menghampiri Rosemary, diikuti Bethany dari belakangnya. Rosemary tetap bergeming sembari menatap lurus ke arah Neirda. Sementara Hans tampak terkejut, dia tak menyangka Neirda tampak mengenal Rosemary. Hans perlahan mendekat. “Apa yang terjadi? Pertemuan penyihir?” Secara mengejutkan, Neirda dan Bethany langsung bertekuk lutut memberi penghormatan di hadapan Rosemary. Hans double terkejut, matanya sampai terbelalak keheranan. “Kiz kiza zessan! Estero dome!” salam penghormatan Neirda dan Bethany. “Rosemary.” jawabnya seperti biasa. Rosemary lalu melayang mendekat, menghampiri Neirda dan Bethany. Hans tercengang sampai mundur ketakutan. Tak disangka, Rosemary tiba-tiba memegang kepala Neirda dan Bethany. Dari kedua tangannya, mendadak terpancar aura hitam pekat. Kemudian aura hitam itu perlahan merasuk ke dalam tubuh mereka berdua. Selang beberapa
Hutan Mauropoid, Yaza. Hans terperangah. Pandangan matanya tiada berhenti menatap sekelilingnya. Tampak deretan pepohonan aneh bertubuh setengah wanita, bersinar dan berkepala bunga, menari-nari seakan menyambut siapa pun tamu yang datang. “Wah! Ini benar hutan?” tanya Hans penasaran, sembari berjalan menelusuri hutan. “Ini Hutan Mauropoid, bangsa kami menyebutnya hutan menari. Apa di tempatmu tak ada hutan menari?” sanggah Xena. Hans sejenak terkagum. Matanya berbinar seolah menunjukkan kepuasan. “Tidak!” jawab Hans mantap, “mana ada hutan menari? Di Bumi kau hanya akan menjumpai pepohonan hijau.” “Apa itu pepohonan hijau?” sahut Xena penasaran. Hans menatap heran ke arah Xena, “Iya pepohonan hijau, apa di planet ini tidak ada?” “Planet?” “Apa itu planet?” tanya Xena balik. Hans sejenak menundukkan kepala sembari memasukkan tangannya ke dalam kantong jas. “Ehm.” “Banyak hal yang sebaiknya kau pe
Hans tampak cemas. Peluhnya bercucuran deras hingga membasahi jas labnya. “Penyihir jahat?” tanya Hans ketakutan, “planet macam apa ini?” “Ssst!” Xena berdesis memperingatkan, “kecilkan suaramu!” Hans mengangguk sembari menelan ludah. Raut wajah Xena tampak tegang. Dia menatap lurus ke dalam mata Hans, “Tetap sembunyi di sini! Aku akan keluar sebentar mengamati situasi ….” “Baiklah! Cepat kembali! Jangan jauh-jauh dariku!” pinta Hans cemas. Xena tersenyum sembari mengusap lembut kepala Hans. “Percayalah padaku! Aku akan mengorbankan segalanya untukmu!” Deg! Hans tertegun. Jantungnya berdebar-debar. Wajahnya memerah tersipu malu. “Cepatlah kembali!” Xena tak merespons. Dia langsung saja berbalik badan, merangkak keluar dari pohon dan mengintai Hea secara sembunyi-sembunyi. “Baiklah, ini kesempatanku mengambil sampel pohon ini!” gumam Hans penasaran, “untung aku menyisakan buah aneh ini,” Hans mengusap-usa
Beberapa minggu lalu, di Dunia Hampa. Neirda ambruk bertekuk lutut. Tek! Tongkatnya menggelinding, terlepas dari genggamannya. Zora merangkak penuh hati-hati. Dengan pandangan kabur, dia tanpa sengaja menemukan tongkat Neirda. Zora terdesak, dia terpaksa mengambil tongkat tersebut. Diputar-putarnya sembari berharap terjadi suatu keajaiban. Slap! Tiba-tiba muncul sebuah portal misterius dengan pusaran merah di tengah. Neirda menyadari. Portal misterius yang ada di hadapan Zora adalah sebuah portal yang tidak dapat dimasuki dengan sembarangan. Sontak dia melarang Zora mendekat. “Berhenti, Zora!” “Jangan masuk portal itu!” larang Neirda serius. Zora yang keras kepala tak peduli. Dalam benak pikirannya hanya ada satu pilihan yang dia tuju, kabur menyelamatkan diri dengan masuk ke dalam portal. Sambil memegang tongkat Neirda dan menggendong Hans, Zora bangkit berdiri. N
Bangunan kerucut suku Taktataora lenyap. Seluruh mata terperangah. Mereka terkejut keheranan, tak menyangka akan menyaksikan Hexehemnemeywheye secara langsung. Namun, berbeda dengan Noel yang tampak curiga seakan tak percaya, “Aneh sekali, mengapa muncul makhluk yang berbeda?” gumamnya penasaran. Para suku Taktataora langsung berbaris kompak lalu berlutut menyembah. Hans menelan ludah. Matanya tiada henti memandang kedua makhluk aneh yang muncul dari portal tersebut. Dia lalu bertanya kepada Xena, mencoba memastikan, “Mereka ini makhluk mitologi yang kau ceritakan tadi?” Xena sejenak terdiam keheranan. “Aku tidak mengerti, aku tidak pernah melihat kedua makhluk ini … wujud Hexehemnemeywheye seharusnya hanya seekor naga merah!” ujar Xena. “Hah? Jadi—” “Mereka bukan Hexehemnemeywheye,” sahut ketua suku yang berdiri membelakangi Hans, “mereka makhluk miripoid … para pengawal Hexehemnemeywheye, jarang sekal
Beberapa hari yang lalu. Di tengah pertemuan Neirda, Bethany dan Rosemary. Muncul sosok misterius berpenampilan serba putih di tengah mereka. Sosok itu seperti laki-laki, melayang, matanya tertutup kain dan membawa sebuah tongkat unik. “Iza?” ucap Neirda menebak, sementara Rosemary dan Bethany juga tampak cukup terkejut. Iza seketika itu membungkuk memberi penghormatan kepada Rosemary, lalu beralih pada Neirda dan Bethany. “Dengan berkah para dewa Aorda … sebagai utusannya … Zaseisye, atas terjadinya distorsi waktu, segeralah menuju Aorda!” ujar Iza, sosok laki-laki misterius tersebut. “Rose, Iza …! Zaseisye dan Bethany harus mengantarkan utusan GAIA itu ke Tetua Morga, aku juga harus melindungi salah seorang utusan GAIA yang tengah terpencar dari mereka. Dalam semesta mataku, ada beberapa utusan GAIA lain yang juga memasuki another maze, mereka butuh pengawal … mary.” sanggah Rosemary. “Mereka
Hans tertegun. Sembari menelan ludah, matanya terbelalak tiada henti menatap perubahan tubuh Xena. “Cantik sekali!” “Aku ingin membawanya pulang!” gumam Hans penuh gairah. Xena tersenyum menatap Hans yang tiada henti memandanginya. Dia malah asyik memutar-mutar badan sengaja memperlihatkan penampilan barunya pada Hans, “Aku lebih cantik, ‘kan? Kau bisa gunakan aku sesukamu!” Deg! Hans mulai goyah. Tubuhnya mendadak menggigil gemetar, “Surga merindukanku!” batin Hans kesenangan, sembari menelan ludah. Neirda menyadari, dia spontan menepuk pundak Hans yang hendak hilang kontrol. “Kita harus melanjutkan perjalanan!” Hans tersadar. Dia mengangguk pelan perlahan setuju. “Sebentar! Aku butuh waktu untuk berpikir!” sahut Hans, “ini lebih dan lebih dari luar biasa! Dunia ini di luar akal sehat!” imbuh Hans terpukau sekaligus kebingungan. Noel sejenak melirik ke arah Hans, lalu pandangannya beralih ke arah
Kakek tua itu hanya menatap sinis ke arah rombongan Hans, dan tampak acuh. Sambil membawa bola kristal hitam, dia tampak meregangkan punggung sembari memutar-mutar badan, “Ah nikmat sekali, badanku serasa muda lagi.” gumamnya sembari berlanjut menggaruk-garuk punggungnya yang gatal. Xena tampak serius, menatap kakek itu keheranan, “Ini … Tetua Agung Morga?” “Hah?” sahut kakek tersebut, sembari mendekatkan telinga, memperjelas pendengarannya. “Bukan, kakek ini cicit ke empat belas Tetua Morga!” timpal Yudolt berkulit kuning yang bersama mereka. “Hah?” kejut Xena kompak dengan Noel. “What the hell?” sahut Hans turut terkejut, sementara Neirda tampak menatap serius. Bethany berdiri menyambut kakek tua itu, “Panggilkan Tetua Morga kemari, bocah!” “Hah?” kejut Xena, Noel, dan Hans kompak. Sementara Neirda tampak menatap serius. Kakek itu sejenak melirik ke arah Bethany dan mengangguk seakan hafal dengan wajahnya, “T
Noel berdiri menghadang, tangannya tampak begitu gemetar. “Makhluk ini bukan penyihir sembarangan.” gumam Noel setelah melihat Neirda memulihkan keadaan Hans menjadi normal seperti semula. “Neirda?” gumam Noel sekali lagi, seakan tak percaya. Neirda tampak tenang sembari berjalan menghampiri Noel. “Mengapa kau tidak membunuh Robert Hans?” tanya Neirda spontan, membuat Noel sangat terkejut keheranan. “Apa maksudmu?” sahut Noel penasaran. Neirda terdiam sejenak. Tanpa merapal sihir, tiba-tiba dari kejauhan, tangan Neirda menarik tubuh Robert Hans yang kala itu telah terbaring pingsan, dan membiarkannya melayang dalam sebuah sihir pelindung. “Dengan membunuh makhluk fana ini, kau akan mengakhiri penderitaannya, tapi ….” Neirda spontan menatap lurus wajah Noel dengan mata terpejamnya, “Doloro akan tetap ada!” Noel terkejut. “Doloro?” Mata hitam lebarnya mengkilap, insang kepalanya tampak mengepak-epak pertan
WG-Tech, 24 tahun lalu. Dalam sebuah ruang penelitian. Seorang ilmuan tergeletak sekarat dengan tubuh bersimbah darah, di dekat seorang anak kecil, Robert Hans. Tangan anak itu tampak berlumuran darah, percikannya berceceran hingga menodai jas lab putihnya. Miranda yang tak sengaja membuka pintu, tampak terkejut. Dia mendapati kejadian tragis yang telah menimpa suaminya. Spontan Miranda masuk dan berlari tergesa-gesa menghampirinya. “Sayang! Bangunlah!” Miranda terus mengoyak-oyak tubuh suaminya yang tengah sekarat tersebut. Hatinya hancur, pedih, seakan tak percaya dengan kejadian mendadak yang menimpanya. “Apa yang terjadi? Katakan padaku!!” pekik Miranda histeris. Buliran air matanya tak terasa keluar, terus mengalir tak lagi dapat dibendung. Suaminya hanya mengerang kesakitan, mulutnya diam tak menjawab. Miranda spontan menatap tajam tanpa henti ke arah Robert Hans kecil, yang duduk memojok di bawah sebuah meja. “An
Tubuh Hans gemetar saking ketakutannya. Dia tak menyangka akan menghadapi kesatria terkuat di Halona. “Katakan, apa tujuanmu kemari? Siapa perempuan yang kau bawa bersamamu?” desak Noel. Hans menelan ludah. Dia tak tahu harus menjawab bagaimana. Dengan sisa tenaga, Xena dengan sigap berjalan merangkak melindungi Hans. “Tak ada gunanya, menyingkir dari hadapanku!” bentak Noel kasar. Dia lalu menendang keras tubuh Xena hingga membuatnya terpental jauh, dan jatuh terkapar. “Arrgh!!” Xena mengerang kesakitan. Namun, dia terus berusaha bangkit. “Keras kepala sekali!” Tanpa merapal, Noel lalu mengeluarkan sebuah lingkar sihir yang terpancar dari tangannya. Tubuh Xena mendadak terkunci tak bisa bergerak. Blap! Dua monster aneh menyerupai mermaid bersayap kelelawar dan bertanduk kambing, seketika muncul dengan membawa trisula raksasa. Monster tersebut berdiri sembari mengacungkan trisula mereka ke arah Xena. Han
Hans tampak cemas. Peluhnya bercucuran deras hingga membasahi jas labnya. “Penyihir jahat?” tanya Hans ketakutan, “planet macam apa ini?” “Ssst!” Xena berdesis memperingatkan, “kecilkan suaramu!” Hans mengangguk sembari menelan ludah. Raut wajah Xena tampak tegang. Dia menatap lurus ke dalam mata Hans, “Tetap sembunyi di sini! Aku akan keluar sebentar mengamati situasi ….” “Baiklah! Cepat kembali! Jangan jauh-jauh dariku!” pinta Hans cemas. Xena tersenyum sembari mengusap lembut kepala Hans. “Percayalah padaku! Aku akan mengorbankan segalanya untukmu!” Deg! Hans tertegun. Jantungnya berdebar-debar. Wajahnya memerah tersipu malu. “Cepatlah kembali!” Xena tak merespons. Dia langsung saja berbalik badan, merangkak keluar dari pohon dan mengintai Hea secara sembunyi-sembunyi. “Baiklah, ini kesempatanku mengambil sampel pohon ini!” gumam Hans penasaran, “untung aku menyisakan buah aneh ini,” Hans mengusap-usa