Hans tampak cemas. Peluhnya bercucuran deras hingga membasahi jas labnya.
“Penyihir jahat?” tanya Hans ketakutan, “planet macam apa ini?”
“Ssst!” Xena berdesis memperingatkan, “kecilkan suaramu!”
Hans mengangguk sembari menelan ludah.
Raut wajah Xena tampak tegang. Dia menatap lurus ke dalam mata Hans, “Tetap sembunyi di sini! Aku akan keluar sebentar mengamati situasi ….”
“Baiklah! Cepat kembali! Jangan jauh-jauh dariku!” pinta Hans cemas.
Xena tersenyum sembari mengusap lembut kepala Hans. “Percayalah padaku! Aku akan mengorbankan segalanya untukmu!”
Deg!
Hans tertegun. Jantungnya berdebar-debar. Wajahnya memerah tersipu malu. “Cepatlah kembali!”
Xena tak merespons. Dia langsung saja berbalik badan, merangkak keluar dari pohon dan mengintai Hea secara sembunyi-sembunyi.
“Baiklah, ini kesempatanku mengambil sampel pohon ini!” gumam Hans penasaran, “untung aku menyisakan buah aneh ini,” Hans mengusap-usa
Pengorbanan Xena.
Tubuh Hans gemetar saking ketakutannya. Dia tak menyangka akan menghadapi kesatria terkuat di Halona. “Katakan, apa tujuanmu kemari? Siapa perempuan yang kau bawa bersamamu?” desak Noel. Hans menelan ludah. Dia tak tahu harus menjawab bagaimana. Dengan sisa tenaga, Xena dengan sigap berjalan merangkak melindungi Hans. “Tak ada gunanya, menyingkir dari hadapanku!” bentak Noel kasar. Dia lalu menendang keras tubuh Xena hingga membuatnya terpental jauh, dan jatuh terkapar. “Arrgh!!” Xena mengerang kesakitan. Namun, dia terus berusaha bangkit. “Keras kepala sekali!” Tanpa merapal, Noel lalu mengeluarkan sebuah lingkar sihir yang terpancar dari tangannya. Tubuh Xena mendadak terkunci tak bisa bergerak. Blap! Dua monster aneh menyerupai mermaid bersayap kelelawar dan bertanduk kambing, seketika muncul dengan membawa trisula raksasa. Monster tersebut berdiri sembari mengacungkan trisula mereka ke arah Xena. Han
WG-Tech, 24 tahun lalu. Dalam sebuah ruang penelitian. Seorang ilmuan tergeletak sekarat dengan tubuh bersimbah darah, di dekat seorang anak kecil, Robert Hans. Tangan anak itu tampak berlumuran darah, percikannya berceceran hingga menodai jas lab putihnya. Miranda yang tak sengaja membuka pintu, tampak terkejut. Dia mendapati kejadian tragis yang telah menimpa suaminya. Spontan Miranda masuk dan berlari tergesa-gesa menghampirinya. “Sayang! Bangunlah!” Miranda terus mengoyak-oyak tubuh suaminya yang tengah sekarat tersebut. Hatinya hancur, pedih, seakan tak percaya dengan kejadian mendadak yang menimpanya. “Apa yang terjadi? Katakan padaku!!” pekik Miranda histeris. Buliran air matanya tak terasa keluar, terus mengalir tak lagi dapat dibendung. Suaminya hanya mengerang kesakitan, mulutnya diam tak menjawab. Miranda spontan menatap tajam tanpa henti ke arah Robert Hans kecil, yang duduk memojok di bawah sebuah meja. “An
Noel berdiri menghadang, tangannya tampak begitu gemetar. “Makhluk ini bukan penyihir sembarangan.” gumam Noel setelah melihat Neirda memulihkan keadaan Hans menjadi normal seperti semula. “Neirda?” gumam Noel sekali lagi, seakan tak percaya. Neirda tampak tenang sembari berjalan menghampiri Noel. “Mengapa kau tidak membunuh Robert Hans?” tanya Neirda spontan, membuat Noel sangat terkejut keheranan. “Apa maksudmu?” sahut Noel penasaran. Neirda terdiam sejenak. Tanpa merapal sihir, tiba-tiba dari kejauhan, tangan Neirda menarik tubuh Robert Hans yang kala itu telah terbaring pingsan, dan membiarkannya melayang dalam sebuah sihir pelindung. “Dengan membunuh makhluk fana ini, kau akan mengakhiri penderitaannya, tapi ….” Neirda spontan menatap lurus wajah Noel dengan mata terpejamnya, “Doloro akan tetap ada!” Noel terkejut. “Doloro?” Mata hitam lebarnya mengkilap, insang kepalanya tampak mengepak-epak pertan
Kakek tua itu hanya menatap sinis ke arah rombongan Hans, dan tampak acuh. Sambil membawa bola kristal hitam, dia tampak meregangkan punggung sembari memutar-mutar badan, “Ah nikmat sekali, badanku serasa muda lagi.” gumamnya sembari berlanjut menggaruk-garuk punggungnya yang gatal. Xena tampak serius, menatap kakek itu keheranan, “Ini … Tetua Agung Morga?” “Hah?” sahut kakek tersebut, sembari mendekatkan telinga, memperjelas pendengarannya. “Bukan, kakek ini cicit ke empat belas Tetua Morga!” timpal Yudolt berkulit kuning yang bersama mereka. “Hah?” kejut Xena kompak dengan Noel. “What the hell?” sahut Hans turut terkejut, sementara Neirda tampak menatap serius. Bethany berdiri menyambut kakek tua itu, “Panggilkan Tetua Morga kemari, bocah!” “Hah?” kejut Xena, Noel, dan Hans kompak. Sementara Neirda tampak menatap serius. Kakek itu sejenak melirik ke arah Bethany dan mengangguk seakan hafal dengan wajahnya, “T
Hans tertegun. Sembari menelan ludah, matanya terbelalak tiada henti menatap perubahan tubuh Xena. “Cantik sekali!” “Aku ingin membawanya pulang!” gumam Hans penuh gairah. Xena tersenyum menatap Hans yang tiada henti memandanginya. Dia malah asyik memutar-mutar badan sengaja memperlihatkan penampilan barunya pada Hans, “Aku lebih cantik, ‘kan? Kau bisa gunakan aku sesukamu!” Deg! Hans mulai goyah. Tubuhnya mendadak menggigil gemetar, “Surga merindukanku!” batin Hans kesenangan, sembari menelan ludah. Neirda menyadari, dia spontan menepuk pundak Hans yang hendak hilang kontrol. “Kita harus melanjutkan perjalanan!” Hans tersadar. Dia mengangguk pelan perlahan setuju. “Sebentar! Aku butuh waktu untuk berpikir!” sahut Hans, “ini lebih dan lebih dari luar biasa! Dunia ini di luar akal sehat!” imbuh Hans terpukau sekaligus kebingungan. Noel sejenak melirik ke arah Hans, lalu pandangannya beralih ke arah
Beberapa hari yang lalu. Di tengah pertemuan Neirda, Bethany dan Rosemary. Muncul sosok misterius berpenampilan serba putih di tengah mereka. Sosok itu seperti laki-laki, melayang, matanya tertutup kain dan membawa sebuah tongkat unik. “Iza?” ucap Neirda menebak, sementara Rosemary dan Bethany juga tampak cukup terkejut. Iza seketika itu membungkuk memberi penghormatan kepada Rosemary, lalu beralih pada Neirda dan Bethany. “Dengan berkah para dewa Aorda … sebagai utusannya … Zaseisye, atas terjadinya distorsi waktu, segeralah menuju Aorda!” ujar Iza, sosok laki-laki misterius tersebut. “Rose, Iza …! Zaseisye dan Bethany harus mengantarkan utusan GAIA itu ke Tetua Morga, aku juga harus melindungi salah seorang utusan GAIA yang tengah terpencar dari mereka. Dalam semesta mataku, ada beberapa utusan GAIA lain yang juga memasuki another maze, mereka butuh pengawal … mary.” sanggah Rosemary. “Mereka
Bangunan kerucut suku Taktataora lenyap. Seluruh mata terperangah. Mereka terkejut keheranan, tak menyangka akan menyaksikan Hexehemnemeywheye secara langsung. Namun, berbeda dengan Noel yang tampak curiga seakan tak percaya, “Aneh sekali, mengapa muncul makhluk yang berbeda?” gumamnya penasaran. Para suku Taktataora langsung berbaris kompak lalu berlutut menyembah. Hans menelan ludah. Matanya tiada henti memandang kedua makhluk aneh yang muncul dari portal tersebut. Dia lalu bertanya kepada Xena, mencoba memastikan, “Mereka ini makhluk mitologi yang kau ceritakan tadi?” Xena sejenak terdiam keheranan. “Aku tidak mengerti, aku tidak pernah melihat kedua makhluk ini … wujud Hexehemnemeywheye seharusnya hanya seekor naga merah!” ujar Xena. “Hah? Jadi—” “Mereka bukan Hexehemnemeywheye,” sahut ketua suku yang berdiri membelakangi Hans, “mereka makhluk miripoid … para pengawal Hexehemnemeywheye, jarang sekal
Beberapa minggu lalu, di Dunia Hampa. Neirda ambruk bertekuk lutut. Tek! Tongkatnya menggelinding, terlepas dari genggamannya. Zora merangkak penuh hati-hati. Dengan pandangan kabur, dia tanpa sengaja menemukan tongkat Neirda. Zora terdesak, dia terpaksa mengambil tongkat tersebut. Diputar-putarnya sembari berharap terjadi suatu keajaiban. Slap! Tiba-tiba muncul sebuah portal misterius dengan pusaran merah di tengah. Neirda menyadari. Portal misterius yang ada di hadapan Zora adalah sebuah portal yang tidak dapat dimasuki dengan sembarangan. Sontak dia melarang Zora mendekat. “Berhenti, Zora!” “Jangan masuk portal itu!” larang Neirda serius. Zora yang keras kepala tak peduli. Dalam benak pikirannya hanya ada satu pilihan yang dia tuju, kabur menyelamatkan diri dengan masuk ke dalam portal. Sambil memegang tongkat Neirda dan menggendong Hans, Zora bangkit berdiri. N
Beberapa minggu lalu, di Dunia Hampa. Neirda ambruk bertekuk lutut. Tek! Tongkatnya menggelinding, terlepas dari genggamannya. Zora merangkak penuh hati-hati. Dengan pandangan kabur, dia tanpa sengaja menemukan tongkat Neirda. Zora terdesak, dia terpaksa mengambil tongkat tersebut. Diputar-putarnya sembari berharap terjadi suatu keajaiban. Slap! Tiba-tiba muncul sebuah portal misterius dengan pusaran merah di tengah. Neirda menyadari. Portal misterius yang ada di hadapan Zora adalah sebuah portal yang tidak dapat dimasuki dengan sembarangan. Sontak dia melarang Zora mendekat. “Berhenti, Zora!” “Jangan masuk portal itu!” larang Neirda serius. Zora yang keras kepala tak peduli. Dalam benak pikirannya hanya ada satu pilihan yang dia tuju, kabur menyelamatkan diri dengan masuk ke dalam portal. Sambil memegang tongkat Neirda dan menggendong Hans, Zora bangkit berdiri. N
Bangunan kerucut suku Taktataora lenyap. Seluruh mata terperangah. Mereka terkejut keheranan, tak menyangka akan menyaksikan Hexehemnemeywheye secara langsung. Namun, berbeda dengan Noel yang tampak curiga seakan tak percaya, “Aneh sekali, mengapa muncul makhluk yang berbeda?” gumamnya penasaran. Para suku Taktataora langsung berbaris kompak lalu berlutut menyembah. Hans menelan ludah. Matanya tiada henti memandang kedua makhluk aneh yang muncul dari portal tersebut. Dia lalu bertanya kepada Xena, mencoba memastikan, “Mereka ini makhluk mitologi yang kau ceritakan tadi?” Xena sejenak terdiam keheranan. “Aku tidak mengerti, aku tidak pernah melihat kedua makhluk ini … wujud Hexehemnemeywheye seharusnya hanya seekor naga merah!” ujar Xena. “Hah? Jadi—” “Mereka bukan Hexehemnemeywheye,” sahut ketua suku yang berdiri membelakangi Hans, “mereka makhluk miripoid … para pengawal Hexehemnemeywheye, jarang sekal
Beberapa hari yang lalu. Di tengah pertemuan Neirda, Bethany dan Rosemary. Muncul sosok misterius berpenampilan serba putih di tengah mereka. Sosok itu seperti laki-laki, melayang, matanya tertutup kain dan membawa sebuah tongkat unik. “Iza?” ucap Neirda menebak, sementara Rosemary dan Bethany juga tampak cukup terkejut. Iza seketika itu membungkuk memberi penghormatan kepada Rosemary, lalu beralih pada Neirda dan Bethany. “Dengan berkah para dewa Aorda … sebagai utusannya … Zaseisye, atas terjadinya distorsi waktu, segeralah menuju Aorda!” ujar Iza, sosok laki-laki misterius tersebut. “Rose, Iza …! Zaseisye dan Bethany harus mengantarkan utusan GAIA itu ke Tetua Morga, aku juga harus melindungi salah seorang utusan GAIA yang tengah terpencar dari mereka. Dalam semesta mataku, ada beberapa utusan GAIA lain yang juga memasuki another maze, mereka butuh pengawal … mary.” sanggah Rosemary. “Mereka
Hans tertegun. Sembari menelan ludah, matanya terbelalak tiada henti menatap perubahan tubuh Xena. “Cantik sekali!” “Aku ingin membawanya pulang!” gumam Hans penuh gairah. Xena tersenyum menatap Hans yang tiada henti memandanginya. Dia malah asyik memutar-mutar badan sengaja memperlihatkan penampilan barunya pada Hans, “Aku lebih cantik, ‘kan? Kau bisa gunakan aku sesukamu!” Deg! Hans mulai goyah. Tubuhnya mendadak menggigil gemetar, “Surga merindukanku!” batin Hans kesenangan, sembari menelan ludah. Neirda menyadari, dia spontan menepuk pundak Hans yang hendak hilang kontrol. “Kita harus melanjutkan perjalanan!” Hans tersadar. Dia mengangguk pelan perlahan setuju. “Sebentar! Aku butuh waktu untuk berpikir!” sahut Hans, “ini lebih dan lebih dari luar biasa! Dunia ini di luar akal sehat!” imbuh Hans terpukau sekaligus kebingungan. Noel sejenak melirik ke arah Hans, lalu pandangannya beralih ke arah
Kakek tua itu hanya menatap sinis ke arah rombongan Hans, dan tampak acuh. Sambil membawa bola kristal hitam, dia tampak meregangkan punggung sembari memutar-mutar badan, “Ah nikmat sekali, badanku serasa muda lagi.” gumamnya sembari berlanjut menggaruk-garuk punggungnya yang gatal. Xena tampak serius, menatap kakek itu keheranan, “Ini … Tetua Agung Morga?” “Hah?” sahut kakek tersebut, sembari mendekatkan telinga, memperjelas pendengarannya. “Bukan, kakek ini cicit ke empat belas Tetua Morga!” timpal Yudolt berkulit kuning yang bersama mereka. “Hah?” kejut Xena kompak dengan Noel. “What the hell?” sahut Hans turut terkejut, sementara Neirda tampak menatap serius. Bethany berdiri menyambut kakek tua itu, “Panggilkan Tetua Morga kemari, bocah!” “Hah?” kejut Xena, Noel, dan Hans kompak. Sementara Neirda tampak menatap serius. Kakek itu sejenak melirik ke arah Bethany dan mengangguk seakan hafal dengan wajahnya, “T
Noel berdiri menghadang, tangannya tampak begitu gemetar. “Makhluk ini bukan penyihir sembarangan.” gumam Noel setelah melihat Neirda memulihkan keadaan Hans menjadi normal seperti semula. “Neirda?” gumam Noel sekali lagi, seakan tak percaya. Neirda tampak tenang sembari berjalan menghampiri Noel. “Mengapa kau tidak membunuh Robert Hans?” tanya Neirda spontan, membuat Noel sangat terkejut keheranan. “Apa maksudmu?” sahut Noel penasaran. Neirda terdiam sejenak. Tanpa merapal sihir, tiba-tiba dari kejauhan, tangan Neirda menarik tubuh Robert Hans yang kala itu telah terbaring pingsan, dan membiarkannya melayang dalam sebuah sihir pelindung. “Dengan membunuh makhluk fana ini, kau akan mengakhiri penderitaannya, tapi ….” Neirda spontan menatap lurus wajah Noel dengan mata terpejamnya, “Doloro akan tetap ada!” Noel terkejut. “Doloro?” Mata hitam lebarnya mengkilap, insang kepalanya tampak mengepak-epak pertan
WG-Tech, 24 tahun lalu. Dalam sebuah ruang penelitian. Seorang ilmuan tergeletak sekarat dengan tubuh bersimbah darah, di dekat seorang anak kecil, Robert Hans. Tangan anak itu tampak berlumuran darah, percikannya berceceran hingga menodai jas lab putihnya. Miranda yang tak sengaja membuka pintu, tampak terkejut. Dia mendapati kejadian tragis yang telah menimpa suaminya. Spontan Miranda masuk dan berlari tergesa-gesa menghampirinya. “Sayang! Bangunlah!” Miranda terus mengoyak-oyak tubuh suaminya yang tengah sekarat tersebut. Hatinya hancur, pedih, seakan tak percaya dengan kejadian mendadak yang menimpanya. “Apa yang terjadi? Katakan padaku!!” pekik Miranda histeris. Buliran air matanya tak terasa keluar, terus mengalir tak lagi dapat dibendung. Suaminya hanya mengerang kesakitan, mulutnya diam tak menjawab. Miranda spontan menatap tajam tanpa henti ke arah Robert Hans kecil, yang duduk memojok di bawah sebuah meja. “An
Tubuh Hans gemetar saking ketakutannya. Dia tak menyangka akan menghadapi kesatria terkuat di Halona. “Katakan, apa tujuanmu kemari? Siapa perempuan yang kau bawa bersamamu?” desak Noel. Hans menelan ludah. Dia tak tahu harus menjawab bagaimana. Dengan sisa tenaga, Xena dengan sigap berjalan merangkak melindungi Hans. “Tak ada gunanya, menyingkir dari hadapanku!” bentak Noel kasar. Dia lalu menendang keras tubuh Xena hingga membuatnya terpental jauh, dan jatuh terkapar. “Arrgh!!” Xena mengerang kesakitan. Namun, dia terus berusaha bangkit. “Keras kepala sekali!” Tanpa merapal, Noel lalu mengeluarkan sebuah lingkar sihir yang terpancar dari tangannya. Tubuh Xena mendadak terkunci tak bisa bergerak. Blap! Dua monster aneh menyerupai mermaid bersayap kelelawar dan bertanduk kambing, seketika muncul dengan membawa trisula raksasa. Monster tersebut berdiri sembari mengacungkan trisula mereka ke arah Xena. Han
Hans tampak cemas. Peluhnya bercucuran deras hingga membasahi jas labnya. “Penyihir jahat?” tanya Hans ketakutan, “planet macam apa ini?” “Ssst!” Xena berdesis memperingatkan, “kecilkan suaramu!” Hans mengangguk sembari menelan ludah. Raut wajah Xena tampak tegang. Dia menatap lurus ke dalam mata Hans, “Tetap sembunyi di sini! Aku akan keluar sebentar mengamati situasi ….” “Baiklah! Cepat kembali! Jangan jauh-jauh dariku!” pinta Hans cemas. Xena tersenyum sembari mengusap lembut kepala Hans. “Percayalah padaku! Aku akan mengorbankan segalanya untukmu!” Deg! Hans tertegun. Jantungnya berdebar-debar. Wajahnya memerah tersipu malu. “Cepatlah kembali!” Xena tak merespons. Dia langsung saja berbalik badan, merangkak keluar dari pohon dan mengintai Hea secara sembunyi-sembunyi. “Baiklah, ini kesempatanku mengambil sampel pohon ini!” gumam Hans penasaran, “untung aku menyisakan buah aneh ini,” Hans mengusap-usa