Share

Bab 3

Author: Ema Ahman
last update Last Updated: 2023-05-06 15:40:33

"Eh, Mama? Kenapa nggak bilang-bilang kalau Mama dan Riani mau datang?"

Anggraini terkejut dengan kedatangan mertua dan iparnya.

"Justru sebaliknya Mama yang nanya dong? Kok Teguh pulang Mama nggak dikasih tahu?"

Anggraini memutar bola matanya. Bagaimana ia akan memberi tahu sedangkan Teguh sendiri kembali ke Indonesia tidak menemui dirinya terlebih dahulu melainkan menemui keluarga yang ia simpan selama ini.

Teguh memang bekerja di sebuah perusahaan elektronik di Singapura. Mereka berdua sama-sama menempuh pendidikan tinggi di Universitas Tokyo dengan program studi yang berbeda. Saat Teguh selesai dengan pendidikannya, Anggraini masih sibuk dengan kuliahnya, hingga Teguh di terima bekerja di Singapura, selama beberapa tahun mereka menempuh hubungan jarak jauh.

Berasal dari keluarga ekonomi yang berkecukupan dan berpenghasilan besar dari pekerjaannya, bertemu dua kali dalam sebulan dengan biaya yang tidak kecil, bagi Teguh bukanlah masalah besar. Lalu Anggraini lulus dan mereka menikah dan hidup bersama selama tiga tahun pernikahan.

Dua tahun belakangan ini, Teguh memutuskan membangun rumah di Jakarta dan meminta Anggraini untuk menempatinya terlebih dahulu sembari menunggu kontrak Teguh selesai di Singapura dan mereka merintis usaha sendiri yang telah lama diancang-ancang oleh pria itu.

Anggraini tidak keberatan, karena jujur saja hidup di Indonesia baginya tetap lebih nyaman dibanding harus tinggal di negara lain. Masalah ia harus LDR dengan suaminya, ia pikir itu bukanlah masalah. Ia sudah terbiasa sejak lama. Dan lagi pula mereka bertemu setiap weekend dan menghabiskan dua hari dalam seminggu sudah lebih dari cukup.

Anggraini tidak pernah terpikir jika suaminya akan berselingkuh di belakangnya karena mereka mengadop prinsip childfree. Anggraini pikir Teguh sudah cukup hanya dengan mereka berdua saja. Siapa yang sangka jika lelaki itu akan melakukan hal sekejam ini di belakangnya.

Anggraini menghembuskan napas pelan. Andai mertuanya memperhatikan lebih, ia akan tahu kalau menantunya itu sedang menghela napas berat pertanda ada masalah yang sedang membebani rumah tangganya.

"Ya, gimana dong, Ma? Aku juga nggak tahu Mas Teguh akan pulang sekarang. Nggak ngomong-ngomong. Biasa kan Mas Teguh pulangnya Jum'at Malam. Balik ke Singapura lagi Senin pagi. Nah karena dia nggak pulang jum'at malam kemarin, ya aku pikir dia sibuk sama kerjaannya sehingga nggak sempat pulang. Eh, taunya kemarin sore dia sampai sini tanpa pemberitahuan sebelumnya. Lupa kabarin Mama deh akhirnya," jelas Anggraini sambil mengangkat pundaknya.

Puspa, demikian nama mertua Anggraini tidak terlalu menanggapi penjelasan menantunya itu. Ia lebih tertarik melihat ke arah lantai atas, tempat dimana kamar Teguh dan Anggraini berada.

"Terus dimana dia sekarang?" tanya Puspa sambil ia menyerukan nama anak sulungnya itu. "Teguuuuh! Teguuuh!!"

Tak sabar hanya memanggil, wanita berusia lima puluh tahunan itu langsung berinisiatif untuk naik ke lantai atas. Namun baru di pertengahan tangga, terdengar suara pintu kamar di buka.

"Apa sih Mama teriak-teriak? Yang sabar donk ah!" sahut Teguh.

Ia keluar dari kamar dan berjalan menuju tangga. Puspa pun segera naik menyusul putranya itu padahal Teguh pun ingin turun sebenarnya. Mata wanita itu berbinar-binar begitu Teguh ada di hadapannya.

"Mama apaan lihat aku segitunya?" Teguh memutar matanya saat sang ibu menangkap lengannya.

Bukannya menjawab, Puspa malah tersenyum senang seolah ada kabar yang membahagiakan baginya.

"Itu beneran?" tanya sang mama.

Teguh mengernyitkan dahi.

Di lantai bawah Anggraini ikut-ikut mengerutkan kening. Apa kira-kira hal yang membuat mertuanya begitu sangat girang dan terburu-buru ingin bertemu Teguh?

Anggraini paham wajar jika seorang ibu merindukan anaknya meski sang anak sudah dewasa dan memiliki rumah tangga sendiri, tapi untuk sikap mertuanya kali ini agak berlebihan menurut Anggraini karena tiap minggu pun ibu dan anak itu selalu bertemu dan kali ini Puspa terlihat lebih senang daripada biasanya. Ya, walaupun terhadapnya sikap mertuanya tetap saja dingin tak ada yang berubah.

"Beneran apa? Ih … Mama aneh deh." Teguh menggaruk-garuk kepalanya sembari menuruni anak tangga.

Puspa melihat ke arah Anggraini di bawah. Kebetulan tatap mata mereka bertemu. Entah mengapa Anggraini merasa sorot mata itu terlihat sinis kepadanya.

Puspa menyusul langkah kaki Teguh dan menahan lengan anaknya itu. Anggraini melihat mertuanya itu berbisik padanya. Lalu terlihat ekspresi terkejut dari raut wajah Teguh.

"Benar?" tanya Puspa lagi.

Anggraini tidak mendengar apa yang dibisikkan oleh mertuanya tapi sangat jelas terlihat wajah Teguh menegang setelah itu.

"Darimana Mama tahu?" bisiknya.

"Nggak penting Mama dapat kabar itu dari mana tapi kau harus menjelaskan segalanya pada Mama, Guh."

Teguh terdiam. Terlihat ia sempat melirik Anggraini namun mengalihkan pandangannya lagi ke ibunya setelah itu.

"Jangan bahas ini sekarang dan di sini, Ma," pintanya dan kembali melirik pada Anggraini yang menatap mereka dari bawah.

Puspa sangat mengerti kekhawatiran Teguh dan tak ingin memaksa membahas itu saat ini juga.

"Baik, tapi kau berhutang penjelasan pada Mama," katanya dengan senyum tersungging.

Sadar mereka diamati oleh Anggraini sedari tadi Teguh segera mengubah sikap ke mode biasa mengingat percintaan mereka semalam saja sudah membuat suasana di antara keduanya tidak semesra biasanya.

"Sarapan apa kita pagi ini?" tanya Teguh sambil ia menuruni tangga dengan cepat.

Dalam hitungan detik saja ia telah berada di dekat meja makan di mana Riani, adik kandungnya sedang membantu Anggraini menyiapkan sarapan roti panggang.

"Mas nggak lihat apa?" sahut Riani sembari memonyongkan bibir menunjukkan roti yang sedang berada di pemanggang roti.

"Yah, roti lagi. Di Singapura roti, eh sampai di Indonesia roti lagi. Nggak ada yang lain apa? Nasi kuning kek, lontong sayur kek? Yang tradisional-tradisional aja gitu," keluh Teguh.

Mendengar keluhan Teguh mendadak raut muka Anggraini berubah. Ia yang sedang menyiapkan susu high calcium untuk Teguh, menghentikan tangannya mengaduk sendok.

"Yang tradisional? Tumben …" gumam Anggraini.

"Ah, iya. Sayang, aku bisa minta kopi saja nggak sih? Kopi hitam tapi gulanya agak banyakin dikit saja biar nggak pahit," pinta Teguh.

"Kopi hitam? Kayaknya kita nggak punya deh. Kalau kopi instan aku ada. Lagian sejak kapan Mas suka minum kopi di pagi hari. Kopi hitam pula," jawab Anggraini.

"Kamu itu ya, jadi istri itu coba jangan terlalu banyak protes. Ketimbang kamu mengatakan hal-hal seperti itu, tinggal beli di warung saja kenapa sih?" celutuk Puspa menginterupsi menantunya.

Anggraini kaget. Ingin ia menjawab kata-kata mertuanya tapi Teguh membuatnya urung berkata-kata.

"Anggre, tolong ya, Sayang. Belikan di warung saja. Aku masih harus berangkat pagi ini tapi aku ngantuk banget. Tadi malam tidurku kurang nyenyak. Jadi butuh banget kopi yang agak sedikit keras. Boleh ya?" bujuk Teguh.

Anggraini tak punya pilihan lain. Ia pun mengangguk berat dan memutuskan untuk pergi membelinya.

"Aku ambil dompetku dulu, Mas," katanya.

Teguh mengangguk, Puspa hanya diam dengan wajah datar. Seperti mereka sedang menunggunya pergi untuk membicarakan sesuatu.

Setelah mengambil uang dari kamar, Anggraini pun pergi untuk membeli kopi hitam yang dimaksud. Terdengar suara pagar depan yang dibuka. Setelah yakin Anggraini sudah pergi Puspa mengambil ponsel dari dompetnya dan membuka galeri foto.

Setelah menemukan foto yang dicari ia menunjukkannya pada Teguh.

"Mama butuh penjelasan tentang ini. Apa benar kamu menikah lagi di Bandung tanpa sepengetahuan Mama?" tanya Puspa.

Teguh mengambil ponsel ibunya dan melihat ada foto dirinya sedang menggendong seorang anak perempuan kecil di depan sebuah rumah.

"Sampai punya anak?" tanya Puspa lagi.

Ia tidak percaya ini. Diamnya Teguh secara tidak langsung telah menjadi jawaban baginya.

"Anggre tahu soal ini?" desak Puspa lagi.

Teguh menghela napas berat.

"Jangan bahas ini sekarang, Ma. Anggre tidak tahu dan jangan sampai tahu. Dia hanya pergi sebentar membeli kopi ke warung sebelah," kata Teguh.

Puspa terhenyak. Tenyata benar.

"Pas mama datang tadi warung sebelah masih tutup, ini masih terlalu pagi. Anggre pasti membeli kopi di blok sebelah. Butuh sepuluh menitan untuk dia kembali ke sini. Kita masih sempat membahas ini. Mama masih penasaran, Guh. Banyak yang ingin mama ketahui dan kau berhutang banyak sekali penjelasan" kata Puspa tidak sabar.

Teguh menatap mamanya galau. Sepandai-pandainya ia menyembunyikan bangkai akhirnya perlahan baunya mulai tercium juga. Tapi apa pun yang terjadi Anggraini tidak boleh sampai tahu hal ini.

***

Bersambung …

Related chapters

  • Anaknya Kau Sayang, Anakku Tak Diinginkan   Bab 4

    Teguh masih diam membatu. Sulit baginya untuk menjelaskan situasi ini. Sementara bagi Puspa biar bagaimana pun tetap saja kabar ini menggembirakan meskipun dia mengerti posisi putranya pasti sulit saat ini."Mama rasanya masih tidak percaya ini. Mama paham ini pasti tidak mudah untukmu, tapi Teguh, kamu perlu tahu. Mama mendukung kamu sepenuhnya. Ya, Mama mengerti dari sudut pandang perempuan mungkin Mama sedikit keterlaluan tidak memikirkan perasaan Anggre, tapi sebagai manusia normal Mama juga ingin seperti orang lain. Mama ingin juga menimang cucu seperti teman-teman mama yang lain, Guh. Alhamdulillah sekarang kamu akhirnya sadar kalau pilihan kamu selama ini tidak memiliki anak adalah pilihan yang salah," kata Puspa mencoba membesarkan hati putranya.Teguh menggelengkan kepalanya. Apa yang dikatakan oleh ibunya benar, tapi bagi Anggre tentu saja itu tidak benar. Entahlah, Teguh juga merasa terjebak di situasi ini. Terjebak dalam pernikahannya dengan Anggraini, dan di sisi lain te

    Last Updated : 2023-05-06
  • Anaknya Kau Sayang, Anakku Tak Diinginkan   Bab 5

    "Lima tahun lamanya, Mas. Aku dengan bodohku mengikuti prinsip childfree-mu itu. Menutup telinga atas cemoohan orang lain atas keputusan itu. Aku memang childphobia, tetapi bukan berarti tidak bisa hidup dengan anak."_________________________________"Loh, Mama dan Riani mau kemana?" tanya Anggraini dengan wajah bingung.Saat ia kembali, mertua dan iparnya itu telah ada di depan pintu rumah mereka siap untuk pulang."Kamu tuh yang kemana aja. Beli kopi aja hampir setengah jam. Beli dimana sih? Beli di Vietnam?" balas Puspa."Oh, tadi Anggre ke warung sebelah warungnya belum buka, Ma. Terus lanjut ke warung yang ada di blok sebelah juga eh ternyata tutup juga. Padahal biasa dari habis subuh sudah buka tuh warung. Heran juga kenapa pada tutup semua warungnya. Jadi terpaksa deh Anggre ke luar komplek perumahan dibuat beli kopi dan ini …" Anggraini menunjukkan bungkusan kresek putih di tangannya berisi beberapa bungkus nasi."Katanya kan Mas Teguh pengen sarapan yang tradisional-tradisio

    Last Updated : 2023-05-06
  • Anaknya Kau Sayang, Anakku Tak Diinginkan   Bab 6

    "Pia, kamu dimana?" Anggraini dengan ponsel di telinganya membuka pintu mobil. Ia sedang melakukan sambungan telepon dengan sahabatnya Sophia.[Aku sebentar lagi sampai Bandung, Nggre. Kamu gimana?]"Ini baru mau jalan. Mas Teguh baru berangkat ke Singapore nih. Oke, tungguin aku di sana ya!"[Ya, hati-hati di jalan, Nggre. Ingat, keselamatan tetap yang utama. Jangan ngebut. Laki-laki brengsek itu nggak ada apa-apanya dibanding hidupmu yang berharga, Sayang.] Anggraini terharu mendengar kata-kata penyemangat dari Sophia. Ya, masih ada sahabatnya itu yang setia di sampingnya di saat suaminya sendiri telah dengan teganya menghancurkan hatinya."Jangan khawati, Pi. Aku baik-baik aja. Nggak akan ngebut. Kamu tunggu aja aku di sana, ok?" Usai telepon singkat itu Anggraini segera masuk ke dalam mobil, mengemudikannya ke luar kota Jakarta. Bandung, itu adalah kota tujuannya saat ini. Ia tak sepenuhnya menepati janjinya pada Sophia untuk tidak ngebut-ngebutan. Namun Anggraini tetap berhati

    Last Updated : 2023-06-08
  • Anaknya Kau Sayang, Anakku Tak Diinginkan   Bab 7

    "Jadi anda ingin melamar kerja di sini sebagai instruktur?" Anggraini mengangguk yakin. "Ya, ini berkas saya," katanya sembari mendorong sebuah map berisi surat lamaran kerja, CV serta berkas pendukung lainnya."Tapi di sini sedang tidak membuka lowongan pekerjaan, Sis. Gymnasium ini sedang tidak membutuhkan instruktur senam tambahan," kata pengelola gymnasium itu.Terlihat sekali pria berumur empat puluh tahunan itu tidak tertarik menerima surat lamaran kerja Anggraini. Jangankan membuka map itu, alih-alih dia malah mendorong kembali map itu pada Anggraini.Anggraini tersenyum percaya diri."Maaf, Pak. Saya memang lancang mengantar surat lamaran kerja tanpa adanya pembukaan lowongan pekerjaan di tempat ini, namun meski begitu tolong terima saya. Ini adalah impian dan cita-cita saya sedari dulu," kata Anggraini berusaha meyakinkan."Ya, saya mengerti tetapi gymnasium di kota Bandung ini ada banyak, tak hanya di sini saja. Mungkin anda bisa mencobanya di gymnasium lain?" Pria bernam

    Last Updated : 2023-06-09
  • Anaknya Kau Sayang, Anakku Tak Diinginkan   Bab 8

    Keluar dari ruangan Handoko, Anggraini langsung disambut oleh Sophia."Nggre, gimana?" tanya Sophia harap-harap cemas.Anggraini tidak langsung menjawab melainkan mengajak Sophia pergi dari sana. Ia merasa tidak enak jika menceritakan pembicaraannya dengan Handoko sementara banyak orang berpapasan dan berlalu-lalang di sekitar mereka.Setelah mereka tiba di dalam mobil Sophia kembali, barulah ia menceritakan pada sahabatnya itu tentang bagaimana ia merayu seorang Handoko untuk menerimanya bekerja di gymnasium itu."Wah, gila! Kamu belum apa-apa sudah berani menyuap orang itu? Ckckck … Anggre, ini sisi gelapmu yang selama ini aku tidak tahu. Ngomong-ngomong darimana dan sejak kapan kamu punya sikap buruk seperti ini?" Sophia berdecak tak percaya kalau Anggraini ternyata bisa melakukan hal sejauh ini.Sepertinya Anggraini sudah memikirkan matang-matang segalanya hanya dalam kurun waktu yang sangat singkat.Anggraini mengangkat pundak."Serius, Anggre. Kamu akan melakukan apa jika kamu s

    Last Updated : 2023-06-09
  • Anaknya Kau Sayang, Anakku Tak Diinginkan   Bab 9

    "Bu, HP ibu bunyi. Kayaknya itu telepon dari bapak deh," kata Bik Asih pada majikannya yang sedang sibuk olahraga di atas matras.Bik Asih adalah asisten rumah tangga pulang pergi yang membantu Anggraini melakkukan pekerjaan rumah tangga di rumah ini. "Bibik angkat saja teleponnya, Bik dan tolong taruh saja HP saya di tripod," kata Anggraini yang masih sibuk dengan olahraga senamnya.Beberapa hari ini ia memang banyak berolahraga. Bukan dengan tujuan utama agar bugar, melainkan ingin melatih kembali otot-otot tubuhnya dan melenturkannya agar tidak terlaku kaku jika ia diterima kerja di gymnasium itu nantinya.Dulu ketika masih berada di Tokyo, Anggraini rajin ikut senam. Bukan hanya menjadi member, tapi ia bahkan sering ikut perlombaan di tingkat internasional hingga mendapat banyak sertifikat penghargaan dari kegiatan positifnya itu.Namun setelah berada di Indonesia, Anggraini tidak lagi serutin dulu dalam kegiatan olah tubuhnya itu. Ia sesekali memang masih pergi fitness dan nge-g

    Last Updated : 2023-06-10
  • Anaknya Kau Sayang, Anakku Tak Diinginkan   Bab 10

    Usai mengakhiri panggilan video itu, Anggraini pun segera menerima panggilan suara yang belum berhenti berdering sedari tadi."Ya, Pak? Selamat Siang!" sapa Anggraini pada si penelepon yang berada beda kota dengannya itu."Ini dengan Mbak Lestari Anggraini ya?" tanya si penelepon itu."Ya, Pak. Saya sendiri, Pak," sahut Anggraini dengan antusias.Bagaimana bisa Anggraini tidak antusias mendapat telepon dari Handoko? Memang telepon dari HRD D'Goal Gym dan Fitness Center itulah yang telah dia tunggu selama beberapa hari ini. Meski Anggraini merasa sedikit harap-harap cemas akan maksud Handoko meneleponnya, namun Anggraini optimis hingga 100% kalau pria itu menghubunginya pastilah karena ingin memberitahukan kabar baik padanya. Anggraini tahu, kebanyakan HRD tidak akan mau berepot-repot menelepon calon pekerja yang mengajukan lamaran kerja di perusahaan mereka jika mereka tidak berniat untuk menerimanya."Mbak Tari? Ini saya Handoko dari D'goal Gym and Fitness Center," kata pria di uju

    Last Updated : 2023-06-10
  • Anaknya Kau Sayang, Anakku Tak Diinginkan   Bab 11

    "Kamu dimana, Bun?"Suara hangat pria itu langsung masuk ke gendang telinga Merry. Seperti biasa, suami yang telah menikahinya tiga tahun lalu itu selalu perhatian dan hangat terhadapnya meskipun mereka menjalani hubungan jarak jauh selama ini."Ini baru mau masuk kelas. Eh ayah sudah telepon aja. Padahal sudah dibilangin juga tadi kalau aku mau ikut kelas senam hari ini," jawab Merry."Kok kedengarannya kayak ngomel? Padahal ayah bela-belain telepon loh padahal lagi sibuk?" Merry tersenyum sendiri. Sebenarnya dia juga senang diperhatikan sedemikian rupa seperti itu sih. Ia sedikit mengomel hanya untuk jual mahal dengan begitu suaminya itu akan lebih memperhatikannya."Nggak ngomel. Perasaan Ayah aja itu. Udah deh, kita lanjut teleponnya entar malam aja ya Yah. Entar lagi kelasnya dimulai nih.""Ck!" Terdengar decakan di ujung sambungan telepon. "Ya sudah, entar malam ayah telepon lagi."Merry baru saja akan mematikan sambungan telepon, namun terdengar lagi suara si penelepon itu mem

    Last Updated : 2023-06-10

Latest chapter

  • Anaknya Kau Sayang, Anakku Tak Diinginkan   Bab 160

    Dinda menangis keras saat Puspa meraihnya. Entah karena anak berusia satu tahun itu baru bangun atau memang karena dia takut pada sosok Puspa yang tidak familiar, Dinda terkejut saat dirinya langsung ditangkap oleh seorang nenek-nenek yang tidak dia kenal sebelumnya.“Cup! Cup! Jangan menangis, nenek akan membawamu dari sini, Ok? Tenang, tenang jangan menangis!” Puspa berusaha membujuk Dinda yang kini telah berada dalam gendongannya.Melihat putrinya sangat ketakutan, Anggraini merebut paksa Dinda dari Puspa. “Tolong pergi dari sini. Kau membuatnya takut,” desis Anggraini mencoba menahan sabar.“Kau jangan keterlaluan dan bersikap seolah-olah kau adalah ibu kandungnya. Kau tidak punya hak! Aku adalah nenek kandungnya. Dan aku ingin membawanya, aku ingin menjemput cucuku sekarang!”“Anda yang jangan keterlaluan! Ngomong-ngomong soal hak, anda yang tidak punya hak apa-apa terhadap mereka. Aku mengantongi ijin dari pemerintah untuk merawat mereka,” kata Anggraini.“Hah! Izin dari pemeri

  • Anaknya Kau Sayang, Anakku Tak Diinginkan   Bab 159

    Perempuan tua itu menerobos masuk tanpa menghiraukan Anggraini yang berdiri di pagar.“Mama! Tunggu dulu!”Anggraini berusaha mencegah mantan mertuanya itu untuk masuk ke rumahnya. Sebenarnya dia sendiripun sudah enggan menyebut perempuan itu dengan panggilan Mama, namun untuk saat ini ia tidak punya waktu untuk memanggilnya dengan sebutan lain“Jangan halangi aku! Aku akan membawa dia dari sini!”Rupanya keributan di luar membuat Shakila yang sudah masuk ke dalam rumah kembali keluar untuk melihat apa yang terjadi. Demikian pula baby sitternya Dinda menyusul Shakila untuk melihat apa yang terjadi.“Di mana dia? Di mana cucuku!” teriaknya.Anggraini berjalan cepat dan menghalangi Puspa untuk masuk ke dalam rumahnya. Ia membentangkan tangannya lebar-lebar.“Stop! Cukup sampai di situ ya. Tolong bersopan santunlah saat hendak masuk ke rumah orang lain. Aku sangat menghormati tamu, tapi kalau sikap Mama seperti ini aku tidak akan segan-segan mengusir Mama dari rumah ini!” ancam Anggrain

  • Anaknya Kau Sayang, Anakku Tak Diinginkan   Bab 158

    “Kita sudah sampai!!!” seru Asyif yang baru saja mematikan mesin mobil.Shakila segera membukakan pintu mobil dengan lihai, pertanda dia telah biasa melakukannya. Terlihat gadis kecil itu begitu senang telah dibawa jalan-jalan oleh ayah bundanya.“Dih, main tinggal aja. Memang ayah nggak disayang dulu apa?” cibir Asyif pura-pura kecewa saat Shakila hendak langsung keluar.“Oh iya, lupa!” Shakila menepuk jidatnya dan langsung berbalik badan.Cup!! Ia segera mencium pipi Asyif.“Terima kasih jalan-jalannya, Ayah!” ucapnya.“Dan mainannya juga!” celutuk Anggraini mengingatkan Shakila agar tidak lupa mengucapkan terimakasih juga atas belanjaan mainan Anggraini yang seabrek.“Oh, iya! Lupa lagi. Terimakasih mainannya juga, Ayah!” ucapnya.Asyif mengangguk-anggukkan kepalanya sambil mengelus kepala anak itu.“Ya, nanti ajak adek main juga ya!” kata Asyif.“Hu’ uh!” jawab Shakila mengiyakan.Anak perempuan itu segera turun dari mobil setelah membawa beberapa mainan yang bisa dia bawa terlebi

  • Anaknya Kau Sayang, Anakku Tak Diinginkan   Bab 157

    “Kila, pulang yuk!” ajak Anggraini dengan nada sebal.Bagaimana dia tidak sebal, sedari tadi dia hanya mengikuti kedua orang itu keliling-keliling di Mall sekaligus menjadi tukang angkut barang-barang belanjaan Shakila yang sengaja dibelikan Asyif untuknya. Sementara kedua orang, bapak dan anak itu berjalan di depannya sambil tertawa cekikikan. Bukankah itu harusnya terbalik? Harusnya dia yang menuntun Shakila dan Asyif yang membawakan barang-barang belanjaan mereka. Dasar, sungguh tidak gentleman! gerutu Anggraini“Pulang? Yang benar aje, rugi dong!” sahut Asyif membuat Anggraini semakin lebih sebal lagi.“Nanti, Bun. Kita kan belum makan. Belum makan ice cream juga. Benar kan, Yah?” kata Shakila pada Asyif meminta dukungan dari Asyif.“Benar tuh. Bundamu tuh nggak tau. Lagian buat apa sih cepat-cepat pulang? Sudahlah, nikmati aja dulu. Lagian nggak tiap hari kan kita jalan-jalan begini?”Anggraini mendengus.“Bukannya apa-apa, ih. Dinda di rumah takutnya rewel gimana?” “Ada si Mba

  • Anaknya Kau Sayang, Anakku Tak Diinginkan   Bab 156

    “Kila, ada Bunda yang jemput tuh!”Shakila yang tengah bermain perosotan di halaman sekolah langsung menoleh ke arah gurunya, lalu melihat lagi ke arah yang ditunjuk ibu guru tersebut.Tak jauh dari sana ada Anggraini yang melambaikan tangan sambil berjalan ke arah mereka.“Bundaaaaa!!!” panggil bocah itu sambil buru-buru berlari ke arah Anggraini.Begitu sampai di dekat Anggraini, Shakila pun lantas menghambur ke pelukan Anggraini dan yang segera dibalas peluk pula oleh Anggraini.“Lama nunggu Bunda nggak?” tanya Anggraini.“Nggak kok. Kila baru aja pulang, kata Bu Guru, Kila main aja dulu sambil tungguin Bunda,” jawab gadis kecil itu.Anggraini tersenyum. Satu tahun lebih dia telah mengasuh anak itu beserta adiknya. Sudah banyak perubahan yang terjadi termasuk pada tumbuh kembang mereka. Shakila sudah tidak lagi bicara cadel seperti dulu. Gadis kecil itu juga sudah tumbuh menjadi anak yang lebih ceria meninggalkan tampilan imutnya di tahun-tahun sebelumnya.Anggraini membungkukkan s

  • Anaknya Kau Sayang, Anakku Tak Diinginkan   Bab 155

    Anggraini bengong sesaat dengan secarik kertas berwarna putih di tangannya. “Kamu nggak apa-apa?” tanya Asyif.Pria ini entah bagaimana menyediakan diri untuk membantu Anggraini dan menemaninya dalam kepengurusan masalah Dinda yang sudah berlangsung selama beberapa hari itu. Kebetulan juga Sophia tidak bisa menemaninya hari ini.Anggraini menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya dia mengangguk. Hari ini dia pergi ke kantor catatan sipil untuk mencetak ulang kartu keluarganya sebagai syarat agar dia bisa membawa pulang kembali Dinda. Sebelum staf itu memberikan padanya Kartu Keluarga itu, setitik keinginan di hati Anggraini berharap bahwa Kartu Keluarga yang dia inginkan itu tidak mencetak nama Merry di sana. Walaupun sebelumnya dia sendiri sudah pernah ke sini untuk menanyakannya langsung. Dan ternyata benar, bahwa di Kartu Keluarga itu terpampang dengan nyata nama Merry dan putrinya. Dan sekarang Anggraini benar-benar memegang Kartu Keluarga itu dalam bentuk fisik.“Kartu keluarg

  • Anaknya Kau Sayang, Anakku Tak Diinginkan   Bab 154

    Sophia yang baru saja memesan makanan siap saji, saat membalikkan badannya heran karena tidak melihat Anggraini di meja yang tadi mereka telah pilih. Namun kemudian kebingungannya berubah menjadi keterkejutan saat melihat Anggraini ada di depan outlet sedang bertengkar dengan seseorang yang dia tidak kenal.“Itu anak saya, berikan dia pada saya!!” teriak perempuan itu dengan kencang sehingga pertengkaran mereka menarik perhatian banyak mata.Anggraini mengelak saat perempuan itu ingin mengambil kembali bayi yang berada dalam gendongannya.“Ini Dinda. Katakan, sebenarnya kamu ini siapa? Kamu siapanya dia? Mana Ibu Septi?” tanya Anggraini menyebutkan nama ibunya Merry.“Ape hal kau kata ni? Aku tak paham apa cakap kau tu. Kalau tak bagi anak aku sekarang juga, aku akan report kau ke polis!” ancamnya.Anggraini geleng-geleng kepala.“Sana laporkan saja! Aku juga akan melakukan hal yang sama. Aku sudah mendengar apa yang kamu katakan di telepon. Kamu mau bawa dia ke negaramu, tapi kamu ti

  • Anaknya Kau Sayang, Anakku Tak Diinginkan   Bab 153

    “Jadi kamu yakin nggak mau balik lagi ke Jakarta?” tanya Sophia saat mereka sedang makan siang di kediaman orang tua Sophia di Jakarta.Anggraini mengangguk.“Ya, aku mau menetap di Bandung aja deh kayaknya. Soalnya kerjaanku juga di sana kan? Di sini juga aku kayak yang bingung mau ngapain,” kata Anggraini.Anggraini mengangguk.“Iya sih. Kalau di Jakarta membuat kamu nggak nyaman, sebaiknya ditinggalin aja. Tapi kalau aku boleh kasih saran meski kamu tinggal di Bandung, kamu nggak usah tinggal di rumah itu lagi. Jual aja tuh rumah. Pasti kamu juga nggak pengen teringat terus tentang mereka kan? Sudahlah, buka lembaran baru saja. Kalau kamu setuju, entar aku bantu jualkan rumah itu,” kata Sophia menjelaskan.Anggraini mengangguk.“Iya makanya itu aku lebih pilih ngontrak dulu sebelum aku dapat rumah baru. Entar kalau rumahnya laku dijual aku cari rumah lain aja,” jawab Anggraini terhadap saran sahabatnya itu.“Nah gitu donk! Jadi habis makan kita jadi ke pengadilan agama nih?” “Beso

  • Anaknya Kau Sayang, Anakku Tak Diinginkan   Bab 152

    Kedatangan mereka disambut dengan baik oleh keluarga Merry. Bahkan begitu mereka keluar dari dalam mobil, nenek Shakila yang juga merupakan ibu dari Merry itu langsung menyambut cucu-cucunya. “Kila, kamu sudah besar, Nak? Peluk nenek!” pinta wanita itu. Shakila mundur beberapa langkah dan kini bersembunyi di belakang tubuh Anggraini. Wanita itu menatap Anggraini. Tersungging seulas senyum di bibirnya. Entahlah, sekilas Anggraini merasa kalau senyum itu berbeda, menimbulkan kesan sinis. “Maaf, kamu istri pertamanya Teguh?” tanya wanita itu. Anggraini membenarkan meski dalam hati ia cukup terkejut mengetahui bahwa perempuan itu mengetahui bahwa dia adalah istri tua dari Teguh. “Iya, benar. Kenapa ibu tahu?” tanya Anggraini dengan nada sedikit tidak suka. Bagaimana tidak? Anggraini heran dengan kenyataan bahwa ibu ini seperti perempuan tidak tahu malu yang telah menikahkan putrinya pada suami orang lain. Bahkan Anggraini bisa melihat foto figura besar di ruang tamu rumah it

DMCA.com Protection Status