"Kenapa nasibku jelek sekali. Aku sudah menunggu lebih dari 1 tahun untuk mendapatkan anak, di saat sudah dapat, anakku cacat dan buta," gumam Evan.
Ceklek.Pintu ruang persalinan terbuka lagi, Evan menatap ke arah pintu itu dan melihat brankar keluar dari ruangan itu. Pria itu berdiri dan mendekat ke arah brankar yang berisi istrinya yang sedang berbaring dengan kedua mata tertutup."Ini anaknya, Tuan," ucap Suster menyodorkan bayi itu kepada Evan."Tidak, kamu saja yang menggendongnya," jawab Evan."Biarkan saja, Sus. Nanti di letakan di sebelah brankar Nyonya Whindy, di sana sudah ada ranjang khusus bayi," pinta Dokter."Baik, Dok," jawab Sister itu."Letakan di ruangan biasa saja. Jangan ruangan yang VVIP," pinta Evan.Entah kenapa sekarang pria itu tidak mencintai dan menyayangi istrinya lagi. Apalagi keperdulian nya kepada sang istri, sudah memudar setelah bayi itu lahir."Baiklah," jawab Dokter itu.Dokter itu sangat paham jika Evan tidak menerima bayi nya yang terlahir dengan cacat."Semoga saja Nyonya Whindy sadar menghadapi keluarga Avalon beserta suaminya. Semoga bayi itu selalu di limpahkan rezekinya, aamiin," batin Dokter yang bernama tag Dira.Brankar di dorong ke arah ruangan yang kelas 3, atau ruangan yang paling murah di rumah sakit ini. Setelah sampai di ruang rawat, Suster itu langsung membaringkan bayi itu di ranjang khusus bayi di sebelah brankar Whindy."Apa istri saya masih lama sadar nya?" tanya Evan dengan wajah datar menatap Dokter Dira."Mungkin 10 menit lagi. Saya permisi, ayo, Sus," Dokter Dira menatap balik pria itu dengan tatapan datar juga.Suster itu mengangguk lalu mereka keluar dari ruang rawat Whindy. Pria itu berjalan ke arah ranjang bayi dan menatap anaknya yang mungkin sedang tidur."Bagaimana aku bisa mengetahui bayi cacat ini tidur atau tidak. Dia saja tidak memiliki mata, astaga, reputasi ku bisa hancur, jika semua rekan kerja ku mengetahui jika aku memiliki anak yang cacat," Evan merasa sangat frustasi dan merasa takut jika reputasinya akan hancur.Entah apa salah bayi malang itu. Dia masih sangat suci dan tidak berdosa, tapi keluarga dan Ayahnya tidak menerima kehadiran nya dan memilih reputasi nya dari pada kehadirannya di dunia ini."Aku tidak pernah berbuat dosa. Tapi kenapa aku di beri anak seperti itu," Evan merasa sangat marah.Pria itu berjalan ke arah kursi yang terletak tidak jauh dari brankar istrinya. Dia mendudukkan tubuhnya lalu menunduk sembari memejamkan kedua matanya untuk menenangkan dirinya yang sedang di kuasai oleh amarah.Whindy membuka matanya perlahan. Wanita itu melihat suaminya yang sedang menunduk sembari kedua tangannya meremas rambut."Mas..." panggil Whindy dengan suara pelan. Tapi masih bisa di dengar oleh suaminya.Pria itu yang mendengar istrinya memanggil dirinya langsung menatap ke arahnya."Apa?" tanya Evan dengan wajah datar.Deg!Whindy sangat terkejut dengan jawaban suami nya dan raut wajahnya yang sangat berbeda dari biasanya."Mungkin Mas Evan kelelahan karena mengurus aku dan si bayi. Maka dari itu Mas Evan berbeda," batin Whindy positif thinking."Tidak ada, Mas. Jika Mas merasa lelah, Mas pulang saja lalu istirahat," pinta Whindy dengan suara pelan nya."Aku memang rencana ingin pulang. Kamu pinta Mama mu kemari saja, aku sangat lelah mengurus kamu, belum lagi aku ada beberapa meeting dengan rekan kerja ku yang sangat penting, jadi aku harus istirahat yang cukup untuk menunjukan presentasi ku kepada mereka," jelas Evan berdiri dari duduknya lalu mendekat ke arah brankar istrinya."Biasanya Mas mengutamakan aku dan anak kita waktu dia belum lahir. Tapi kenapa sekarang Mas mengutamakan pekerjaan?" tanya Whindy yang merasa heran dengan perubahan sifat suaminya kepada dirinya."Kamu jangan banyak bicara, Whindy. Jangan membantah suami, aku mengutamakan pekerjaan juga supaya mendapat uang banyak, kamu pikir biaya persalinan mu itu murah? Hah! Biayanya itu 35 juta, walaupun uang segitu kecil bagiku, tapi jika aku tidak bekerja ya lama-lama uang ku akan habis, pikir lah sampai ke situ," jelas Evan menatap tajam ke arah Whindy.Wanita itu benar-benar sangat terkejut dengan apa yang suaminya jelaskan kepada dirinya. Ini pertama kalinya Evan berbicara dan menatap dirinya tajam seperti itu, nada bicaranya juga sangat ketus, yang membuat tidak enak di dengar oleh telinga wanita yang masih terbaring lemas di atas brankar itu."Ah sudahlah, berbicara dengan mu itu tidak ada gunanya. Ini ada uang 1 juta, untuk membeli makanan kamu dan Mama kamu," Evan meletakan uang 1 juta di atas nakas sebelah brankar Whindy.Pria itu berjalan ke arah pintu lalu membuka pintunya dengan perlahan."Mas..." panggil Whindy lagi."Astaga. Ada apa? Whindy?" tanya Evan dengan wajah yang memerah karena merasa kesal."Mas tidak mencium anak kita terlebih dahulu?" tanya balik Whindy."Untuk apa aku mencium anak cacat itu," jawab Evan dengan nada ketus."Hah? Apa maksud Mas?" Whindy sangat heran dengan jawaban suaminya."Jangan pura-pura tidak mengetahuinya, Whindy. Lihat sendiri anak yang terlahir tidak memiliki dua mata itu, sudah cacat, buta pula," Evan menghina anaknya habis-habisan.Hati Whindy rasanya di sayat-sayat oleh seribu silet yang sangat tajam. Benar-benar sangat menyakitkan, air mata wanita itu keluar karena merasa hatinya sangat sakit, mendengar suaminya secara terang-terangan menghina buah hati mereka.Brakk!Evan menutup pintu ruang rawat Whindy dengan kencang, sehingga membuat bayi itu terkejut lalu menangis."Owek... owek," tangis si bayi.Whindy berusaha bergerak dan mengubah posisinya menjadi terduduk. Tapi sayangnya dia tidak bisa, karena tubuhnya yang masih sangat lemas."Ya Allah, aku harus bagaimana, tubuhku sangat lemas, aku tidak memiliki tenaga," ucap Whindy yang sesenggukan, karena sedang menangis akibat perkataan suaminya tadi.Ceklek.Pintu terbuka, Whindy menatap ke arah pintu dan melihat Suster datang membawa nampan. Wanita itu merasa lega karena ada orang yang datang ke ruangan nya di saat dia membutuhkan bantuan."Nyonya... ini makan siang nya. Harap di habiskan ya, supaya asi anda banyak," jelas Suster sembari meletakan nampan di atas nakas."Baik, Sus. Saya boleh minta tolong?" tanya Whindy menatap Suster itu."Tentu saja, Nyonya," jawab Suster itu dengan senyum ramahnya."Tolong ambilkan bayi saya, dan letakan di pangkuan saya. Satu lagi, ambilkan ponsel saya di sebelah uang itu," jelas Whindy."Baik, Nyonya," jawab Suster itu."Ah iya, Sus. Bantu saya duduk, atau di naikan sedikit brankar nya supaya saya tiduran sembari terduduk," pinta Whindy lagi."Baik," jawab Suster itu tersenyum kepada Whindy.Suster itu mulai menaikan brankar sesuai kenyamanan Whindy, lalu Suster mengambil ponsel Whindy terlebih dahulu, setelah itu mengambil bayi nya yang masih menangis."Langsung di susui saja, Nyonya. Sepertinya dia sangat lapar," pinta Suster yang menatap sendu ke arah bayi itu."Iya, Sus," jawab Whindy membuka dua kancing pakaian pasien nya.Wanita itu mengerti jika anaknya menangis bukan karena lapar saja. Tapi karena terkejut mendengarkan pintu yang di tutup kencang oleh suaminya tadi."Kamu sangat tampan. Semoga saja kamu menjadi anak yang sangat sukses suatu saat nanti," batin Suster itu.Suster itu merasa sangat sedih dengan nasib bayi itu yang di jauhi keluarga dan Evan. Karena Suster itu yang menggendong bayi dan berkata kepada Evan untuk menggendongnya, tapi justru pria itu menolak dengan wajah datar yang mengartikan, jika pria itu tidak menerima bayi ini.Bersambung."Apa sudah keluar asi nya, Sus?" tanya Whindy.Karena baru mempunyai anak, jadi Whindy tidak paham dan tidak mengerti apa yang harus dia lakukan."Keluar, Nyonya, hanya saja tidak banyak. Asi akan keluar banyak ketika amda memakan sup, sayuran, dan jangan terlalu sering makan pedas, kasihan dedek bayinya akan sakit perut dan akan mencret," jelas Suster."Ah begitu. Baiklah, Sus, terima kasih sudah menjelaskan kepada saya," jawab Whindy.Suster memberikan bayi itu secara perlahan di gendongan Whindy. Wanita itu tersenyum lalu mulai menyusui anaknya, dan bayi itu langsung berhenti menangis."Sama-sama, Nyonya Whindy. Jika anda memerlukan bantuan, anda tekan ini saja ya, saya atau Suster yang lain akan secepatnya datang," jelas Suster lagi memberikan tombol di atas brankar Whindy untuk di letakan di dekat wanita itu."Terima kasih sekali lagi, Sus. Anda sangat baik kepada saya," jawab Whindy mengambil tombol merah itu lalu meletakan di sebelah nya"Sekali lagi juga sama-sama, Nyonya. Kami
"Padahal itu rencana bagus loh, Mas. Tapi ya sudah deh," Hilda membenamkan wajahnya di dada bidang sang suami.Pria itu hanya terkekeh lalu mengecup puncak kepala istrinya berkali-kali.Satu minggu kemudian.Whindy sedang mengajak anaknya mengobrol. Dia bersama anak dan suaminya sedang berada di dalam mobil, karena hari ini keadaan Whindy sudah membaik, oleh sebab itu dia sudah di perbolehkan pulang dari rumah sakit."Mas... kenapa fokus terus dengan ipad. Sekali-kali ajak anak kita ngobrol. Atau di gendong saja, walaupun sebentar, pasti dia akan sangat senang," jelas Whindy menatap ke arah suaminya."Sebenarnya kamu itu bisa diam atau tidak, Whindy. Kamu jangan mengganggu konsentrasi aku yang sedang bekerja dong," Evan menatap tajam ke arah istrinya."Bekerjanya kan bisa di lanjut nanti saja di rumah, Mas," Whindy sangat berharap suaminya akan menyetujui permintaannya itu."Semenjak kamu melahirkan anak cacat itu, kenapa kamu menjadi banyak bicara dan melarang aku untuk bekerja? Janga
"Astagfirullahaladzim... apa yang terjadi dengan kamar anakku. Kenapa kamar anakku kosong seperti ini," ucap Whindy yang benar-benar merasa terkejut.Bagaimana tidak terkejut, kamar yang satu minggu yang lalu sebelum dia melahirkan, sudah sangat rapi dan barang-barang tersusun di tempatnya masing-masing. Tapi sekarang, kamar itu sudah kosong, tidak ada satupun barang yang tersisa, begitupun dengan tema kamar yang berwarna biru, sekarang sudah berubah menjadi putih polos."Ya Allah. Kuatkan hatiku, dan jaga selalu anakku dari mara bahaya," Whindy memeluk anaknya sembari menangis sesenggukan.Tok.. tok... tok.Pintu kamar di ketuk sebanyak tiga kali, wanita itu langsung menghapus air matanya dan menahan sesenggukan nya. Perlahan dia membalikan tubuhnya dan menatap siapa yang mengetuk pintunya."Sedang apa Nyonya di kamar kosong ini?" tanya Bodyguard yang tadi mengantar Whindy ke pintu utama dengan menggunakan jas nya untuk memayungi dirinya dan anak nya."Kenapa kamar ini kosong,?" tany
"Kenapa Mas membuang semua perlengkapan anak kita?" tanya Whindy.Mendengar pertanyaan istrinya yang seperti itu, jari jemari Evan yang sedang mengetik di keyboard laptop, seketika langsung berhenti. Pria itu menoleh ke sebelah kiri, posisi istrinya duduk, di tatap tajam wanita itu oleh suaminya."Bukankah kamu sudah mengetahui alasan nya?" tanya balik Evan dengan santai."Alasan nya?" Whindy merasa bingung."Aku kan tidak menganggap dan menerimanya sebagai anakku. Lalu, untuk apa aku memberikan dia barang-barang, pakaian, mainan, kamar, dan kebutuhan yang lain nya yang mewah, dari pada di berikan kepada dia, lebih baik aku buang saja, itu lebih baik," jelas Evan dengan begitu santai menjelaskan nya keada sang istri.Pria itu benar-benar sudah di kuasai oleh kebencian nya kepada bayi yang tidak berdosa ini. Evan Avalon, yang tidak pernah berbicara kasar sedikitpun dan selalu manja kepada sang istri, sekarang sudah berubah total, tentu nya juga hasutan sedikit dari kedua orang tuanya
"Halo... apa anda mendengar saya, Pak Evan?" tanya Ergan merasa heranKarena rekan kerjanya itu tidak menjawab perkataannya."Ah iya, Pak Ergan. Maafkan saya, ini saya sedang merasa sangat senang karena sudah menjadi seorang Ayah, terima kasih sudah mengucapkan kepada saya," jawab Evan sedikit gugup dan berbohong tentunya."Sama-sama, Pak. Ini saya di izinkan menjenguk istri dan anak anda atau tidak?" tanya Ergan memastikan."Tentu saja boleh, Pak Ergan. Datanglah nanti malam, sekalian makan malam bersama keluarga saya," Evan terpaksa menjawab seperti itu.Karena otak nya sedang tidak bisa berpikir untuk menolak Ergan untuk datang ke rumahnya dan melihat keadaan anaknya. Dia juga tidak enak menolak pria kaya raya itu, takut membuat risih dan membatalkan kerja sama dengan perusahaan Evan Avalon."Baiklah, terima kasih sudah mengizinkan saya. Kemungkinan saya akan datang sekitar jam 7 malam," jawab Ergan."Sama-sama, Pak. Saya tunggu anda nanti malam," Evan berusaha biasa saja."Baiklah
Wanita tua itu hanya bisa menghela nafas dengan kasar lalu melanjutkan aktivitas makan nya."Kapan Ergan Alaska akan datang?" tanya Darwin menatap Evan."Dia berkata akan datang sekitar jam 7 malam, Dad. Karena aku ajak dia makan malam bersama kita, supaya hubungan kita dengan nya semakin membaik," jawab Evan."Itu sangat bagus. Kamu tenang saja, Daddy yang akan memikirkan rencana nya, supaya reputasi keluarga kita tidak hancur, sekarang.kita lanjutkan makan siang kita," pinta Darwin."Baiklah," jawab singkat Evan.Mereka bertiga kembali fokus dengan makanan masing-masing. 15 menit sudah berlalu, mereka bertiga sudah selesai makan sekitar 5 menit yang lalu, sekarang mereka sedang duduk bersantai di ruang tengah."Jadi apa rencana Daddy?" tanya Evan penasaran."Daddy memiliki rencana begini. Saat Ergan datang dan ingin menjenguk bayi cacat itu, kamu dan Whindy larang saja, ya alasan jika bayi cacat itu baru saja tidur, jika mendengar suara orang asing, bayi itu akan menangis terus-teru
Bodyguard itu mulai menjalankan mobilnya ke arah rumah keluarga Avalon."Saya yang seharusnya minta maaf kepada anda, Nyonya. Saya sudah lancang memangil anda sayang dan dan mengaku-ngaku jika anda adalah istri saya di hadapan kedua satpam itu, saya mengerti Nyonya tidak nyaman," ucap Bodyguard itu menatap sekilas ke arah Whindy.Wanita itu tersenyum menatap pria yang sedang fokus menyetir itu."Jika saya merasa tidak nyaman. Pasti saya sudah mengatakan nya dari tadi, terima kasih, sudah membantu saya dan melindungi anak saya," Whindy menatap ke arah anaknya yang sedang tidur.Karena dia mendengar dengkuran kecil dan nafasnya teratur. Pria itu terkejut lalu dia melihat sekilas ke arah Whindy dan bayi itu, di usap lembut kaki bayi itu oleh Bodyguard."Apa Tuan muda sedang tidur, Nyonya? Dia anteng sekali, saat di tinggal anda berbelanja, dia juga sagat anteng, tidak rewel, saya sangat senang mengajaknya mengobrol," jelas Bodyguard tersenyum menatap ke arah jalanan."Benarkah? Syukurlah
Whindy menekankan matanya, dia berusaha menahan sirinya untuk tidak menangis. Andres merasa sangat terkejut mendengarkan perkataan Evan yang begitu kasar kepada Whindy."Kenapa Tuan Evan sangat berubah drastis, dulu dia sangat lembut kepada Nyonya Whindy. Tuan Evan juga sangat mencintai dan menyayangi Nyonya Whindy, apa ini gara-gara bayi tidak berdosa itu," batin Andres bertanya-tanya."Saya permisi ke kamar anak anda terlebih dahulu, Nyonya," pamit Andres."Baiklah," jawab Whindy singkat sembari menganggukkan kepalanya.Andres berjalan ke arah anak tangga lalu mulai menaiki anak tangga sedikit cepat. Sedangkan Whindy masih di tatap tajam oleh suaminya."Dia pasti sengaja pergi lama, Evan. Karena dia muak dengan kita," Hilda sengaja berbicara seperti itu.Evan menghela nafasnya lalu berdiri dari duduknya. Dia berjalan ke arah istrinya."Nanti malam rekan bisnis ku akan ke sini, dia itu pria yang sangat-sangat sukses, terkaya juga di kalangan pembisnis, dia ke sini karena ingin menjen