"Apa sudah keluar asi nya, Sus?" tanya Whindy.
Karena baru mempunyai anak, jadi Whindy tidak paham dan tidak mengerti apa yang harus dia lakukan."Keluar, Nyonya, hanya saja tidak banyak. Asi akan keluar banyak ketika amda memakan sup, sayuran, dan jangan terlalu sering makan pedas, kasihan dedek bayinya akan sakit perut dan akan mencret," jelas Suster."Ah begitu. Baiklah, Sus, terima kasih sudah menjelaskan kepada saya," jawab Whindy.Suster memberikan bayi itu secara perlahan di gendongan Whindy. Wanita itu tersenyum lalu mulai menyusui anaknya, dan bayi itu langsung berhenti menangis."Sama-sama, Nyonya Whindy. Jika anda memerlukan bantuan, anda tekan ini saja ya, saya atau Suster yang lain akan secepatnya datang," jelas Suster lagi memberikan tombol di atas brankar Whindy untuk di letakan di dekat wanita itu."Terima kasih sekali lagi, Sus. Anda sangat baik kepada saya," jawab Whindy mengambil tombol merah itu lalu meletakan di sebelah nya"Sekali lagi juga sama-sama, Nyonya. Kami berusaha membantu sebisa kami, saya permisi terlebih dahulu, jangan lupa makanan nya di makan ya, Nyonya," Suster kembali mengingatkan Whindy untuk makan."Iya, Sus. Setelah saya menyusui anak saya, pasti saya akan makan," jawab Whindy tersenyum tulus kepada Suster itu."Iya, Nyonya. Dedek yang anteng ya, Nak," Suster melihat bayi itu menyusu dengan lahap."Iya, Tante cantik," jawab Whindy.Suster itu terkekeh lalu pergi keluar ruangan Whindy. Tidak lupa juga pintu di tutup secara perlahan, Whindy menatap ke arah anaknya yang menyusu dengan lahap."Kamu lapar, Sayang? Perlahan ya, nanti kamu tersedak," pinta Whindy sembari mengeluarkan air matanya karena teringat dengan perkataan suaminya."Apa Mas Evan tidak menerima kehadiran anaknya? Dari nada bicara dan tatapan nya saja sudah sangat jelas, jika Mas Evan tidak menerima kehadiran nya, ya Allah, apa salah anakku, kenapa Mas Evan tidak ingin menerimanya, apa karena anak ini terlahir cacat, mungkin menurut mereka anakku cacat, tapi menurutku, anakku sangat istimewa," Whindy tersenyum sembari sesenggukan.Di usap lembut kepala bayi itu dengan penuh kasih sayang. Wanita itu tersenyum saat memperhatikan wajah tampan anaknya itu."Wajahmu sangat mirip dengan Papa mu, Sayang. Anak Mama sangat tampan," ucap Whindy.Wanita itu menggeser tubuhnya perlahan supaya lebih dekat dengan nakas, di ambil satu persatu piring dan di letakan di sebelahnya. Wanita itu membaca doa lalu mulai makan sembari menyusui anaknya yang sangat istimewa itu.Rumah keluarga Avalon.Hilda sedang bersantai di ruang tengah sembari membaca majalah, sedangkan Darwin sedang sibuk mengetik di laptop. Beberapa Pembantu datang sembari membawa nampan isi cemilan dan minuman segar."Silahkan, Tuan, Nyonya," ucap Pembantu itu sembari meletakan satu persatu isi nampan di atas meja dengan rapi."Baiklah. Sebaiknya kalian cepat pergi dari hadapan kami, saya sangat malas melihat wajah kampungan kalian," pinta Hilda sembari menatap tajam ketiga Pembantu itu.Wanita tua itu memang sangat suka menghina orang yang derajatnya di bawah dirinya. Apalagi jika orang itu adalah orang miskin, tidak sedikit dari mereka yang sangat membenci kesombongan keluarga Avalon, terutama Hilda Avalon."Baik, Nyonya besar," jawab ketiga Pembantu itu dengan kompak lalu pergi dari hadapan kedua majikan nya."Hari ini benar-benar hari yang sangat sial bagi keluarga ku," gumam Hilda yang di dengar oleh suaminya."Sudahlah, Sayang. Jangan marah-marah terus, nanti kamu semakin tua," ucap Darwin tanpa melihat ke arah sang istri.Karena kedua mata nya masih fokus ke layar laptop. Dan sepuluh jarinya juga sedang mengetik di keyboard laptop Apple nya."Sebaiknya Mas diam aja deh. Reputasi keluarga kita itu sedang di ambang kehancuran," Hilda mengambil segelas minuman dingin itu lalu meminumnya dengan perlahan."Kita harus menjaga reputasi keluarga kita dong supaya tidak hancur. Saya tidak akan membiarkan itu terjadi kepada keluarga kita, walaupun saya harus membuang bayi itu," jelas Darwin juga mengambil segelas minuman dingin itu lalu meminumnya."Itu rencana yang sangat bagus, Mas. Tapi jika Whindy melaporkan Mas ke polisi bagaimana?" Hilda menatap ke arah sang suami yang sedang menikmati minuman dingin.Pria itu tidak menjawab perkataan istrinya, dia masih fokus menikmati minuman dinginnya. Setelah merasa puas, di letakan kembali gelas yang masih tersisa setengah minuman itu."Hahahaha, jika Whindy berani melaporkan saya ke polisi. Saya akan mengancam dia, jika saya akan membunuh Mama nya, setelah mendengarkan ancaman itu, saya yakin Whindy tidak akan melaporkan saya ke polisi, dan semuanya akan baik-baik saja," jelas Darwin."Astaga, Mas. Itu rencana yang sangat bagus, suamiku memang sangat pintar," puji Hilda lalu memeluk suaminya dari samping."Tentu saja, jika saya tidak pintar. Kita tidak akan seperti ini, Sayang," jawab Darwin membalas pelukan sang istri lalu mengusap lengan istrinya dengan lembut."Namun, Mas. Apa Evan akan setuju dengan rencana Mas itu?" tanya Hilda mendongak menatap suaminya."Saya sangat yakin, jika Evan akan setuju. Dia tidak akan menolak jika itu tentang reputasi keluarga Avalon," Darwin menatap Hilda sembari mencolek hidung wanita tua itu dengan manja.Evan baru saja sampai di rumah, dia masuk ke dalam rumah lalu berjalan ke arah ruang tengah. Di ruang tengah dia melihat kedua orang tuanya yang sedang bermesraan."Astaga, Daddy, Mommy. Aku sedang merasa kacau tapi kalian enak-enakkan romantis-romantisan," Evan menatap kesal ke arah kedua orang tuanya itu."Hahaha, sebaiknya kamu istirahat saja, Sayang. Wajahmu terlihat angat pucat," pinta Hilda."Benar yang di katakan Mommy mu, Evan. Sebaiknya kamu istirahat saja, sudah, jangan memikirkan bayi cacat itu dan istrimu," lanjut Darwin."Baiklah, aku memang sangat lelah. Apalagi dengan kejadian ini, benar-benar sangat kacau," ucap Evan berjalan ke arah anak tangga lalu menaikinya dengan sedikit cepat."Evan pasti merasa sangat frustasi. Dia juga sudah lama kan menunggu mempunyai anak, tapi setelah mempunyai anak, eh anaknya cacat, astaga, kasihan sekali jagoan kita, Mas," jelas Hilda."Semoga saja Evan tidak sakit. Perusahaannya sedang berjalan lancar, apalagi semenjak kerja sama dengan perusahaan nya Ergan Alaska," ucap Darwin."Ergan Alaska? Bukan kah dia pengusaha berlian tersukses nomor satu di asia, Mas?" tanya Hilda."Iya Sayang. Kamu sangat benar, tidak mudah untuk bekerja sama dengan nya, dan Evan berhasil bekerja sama dengan Ergan Alaska," jawab Darwin."Benarkah? Astaga, aku sangat senang, yang aku dengar, Ergan Alaska itu sangat kaya raya, Mas," Hilda merasa sangat bersemangat ketika membahas kekayaan,Namanya juga wanita yang sangat gila harta. Ya pasti akan sangat ceria wajahnya."Iya, Sayang, benar sekali. Mansion nya saja lantai 5, sangat mewah dan megah, saya sudah ke Mansion nya 2 kali," jelas Darwin."Wah. Berapa anak nya? Apa orang tuanya masih hidup? Siapa tau Ibunya teman arisan aku, Mas," tanya Hilda.Karena teman arisan wanita tua itu semuanya istri-istri pengusaha yang kaya raya."Ergan Alaska sudah tidak memiliki orang tua, kedua orang tuanya sudah meninggal. Dia juga belum mempunyai istri dan anak, padahal usia nya sudah 35 tahun," jawab Darwin."Ah begitu. Cocok atau tidak ya dengan Bianca, jika dia menyukai Bianca, kita otomatis akan kebagian hartanya, Mas," Hilda mulai berfikir jika anak perempuannya akan di jodohkan dengan pria kaya raya yang bernama Ergan Alaska."Sayang... Bianca itu masih 20 tahun. Dia juga masih suka senang-senang dengan temannya, saya minta jangan sesekali kamu menjodohkan Bianca dengan Ergan. Pria itu juga sangat susah di dekati oleh wanita, apalagi gadis yang baru 20 tahun," jelas Darwin.Bersambung."Padahal itu rencana bagus loh, Mas. Tapi ya sudah deh," Hilda membenamkan wajahnya di dada bidang sang suami.Pria itu hanya terkekeh lalu mengecup puncak kepala istrinya berkali-kali.Satu minggu kemudian.Whindy sedang mengajak anaknya mengobrol. Dia bersama anak dan suaminya sedang berada di dalam mobil, karena hari ini keadaan Whindy sudah membaik, oleh sebab itu dia sudah di perbolehkan pulang dari rumah sakit."Mas... kenapa fokus terus dengan ipad. Sekali-kali ajak anak kita ngobrol. Atau di gendong saja, walaupun sebentar, pasti dia akan sangat senang," jelas Whindy menatap ke arah suaminya."Sebenarnya kamu itu bisa diam atau tidak, Whindy. Kamu jangan mengganggu konsentrasi aku yang sedang bekerja dong," Evan menatap tajam ke arah istrinya."Bekerjanya kan bisa di lanjut nanti saja di rumah, Mas," Whindy sangat berharap suaminya akan menyetujui permintaannya itu."Semenjak kamu melahirkan anak cacat itu, kenapa kamu menjadi banyak bicara dan melarang aku untuk bekerja? Janga
"Astagfirullahaladzim... apa yang terjadi dengan kamar anakku. Kenapa kamar anakku kosong seperti ini," ucap Whindy yang benar-benar merasa terkejut.Bagaimana tidak terkejut, kamar yang satu minggu yang lalu sebelum dia melahirkan, sudah sangat rapi dan barang-barang tersusun di tempatnya masing-masing. Tapi sekarang, kamar itu sudah kosong, tidak ada satupun barang yang tersisa, begitupun dengan tema kamar yang berwarna biru, sekarang sudah berubah menjadi putih polos."Ya Allah. Kuatkan hatiku, dan jaga selalu anakku dari mara bahaya," Whindy memeluk anaknya sembari menangis sesenggukan.Tok.. tok... tok.Pintu kamar di ketuk sebanyak tiga kali, wanita itu langsung menghapus air matanya dan menahan sesenggukan nya. Perlahan dia membalikan tubuhnya dan menatap siapa yang mengetuk pintunya."Sedang apa Nyonya di kamar kosong ini?" tanya Bodyguard yang tadi mengantar Whindy ke pintu utama dengan menggunakan jas nya untuk memayungi dirinya dan anak nya."Kenapa kamar ini kosong,?" tany
"Kenapa Mas membuang semua perlengkapan anak kita?" tanya Whindy.Mendengar pertanyaan istrinya yang seperti itu, jari jemari Evan yang sedang mengetik di keyboard laptop, seketika langsung berhenti. Pria itu menoleh ke sebelah kiri, posisi istrinya duduk, di tatap tajam wanita itu oleh suaminya."Bukankah kamu sudah mengetahui alasan nya?" tanya balik Evan dengan santai."Alasan nya?" Whindy merasa bingung."Aku kan tidak menganggap dan menerimanya sebagai anakku. Lalu, untuk apa aku memberikan dia barang-barang, pakaian, mainan, kamar, dan kebutuhan yang lain nya yang mewah, dari pada di berikan kepada dia, lebih baik aku buang saja, itu lebih baik," jelas Evan dengan begitu santai menjelaskan nya keada sang istri.Pria itu benar-benar sudah di kuasai oleh kebencian nya kepada bayi yang tidak berdosa ini. Evan Avalon, yang tidak pernah berbicara kasar sedikitpun dan selalu manja kepada sang istri, sekarang sudah berubah total, tentu nya juga hasutan sedikit dari kedua orang tuanya
"Halo... apa anda mendengar saya, Pak Evan?" tanya Ergan merasa heranKarena rekan kerjanya itu tidak menjawab perkataannya."Ah iya, Pak Ergan. Maafkan saya, ini saya sedang merasa sangat senang karena sudah menjadi seorang Ayah, terima kasih sudah mengucapkan kepada saya," jawab Evan sedikit gugup dan berbohong tentunya."Sama-sama, Pak. Ini saya di izinkan menjenguk istri dan anak anda atau tidak?" tanya Ergan memastikan."Tentu saja boleh, Pak Ergan. Datanglah nanti malam, sekalian makan malam bersama keluarga saya," Evan terpaksa menjawab seperti itu.Karena otak nya sedang tidak bisa berpikir untuk menolak Ergan untuk datang ke rumahnya dan melihat keadaan anaknya. Dia juga tidak enak menolak pria kaya raya itu, takut membuat risih dan membatalkan kerja sama dengan perusahaan Evan Avalon."Baiklah, terima kasih sudah mengizinkan saya. Kemungkinan saya akan datang sekitar jam 7 malam," jawab Ergan."Sama-sama, Pak. Saya tunggu anda nanti malam," Evan berusaha biasa saja."Baiklah
Wanita tua itu hanya bisa menghela nafas dengan kasar lalu melanjutkan aktivitas makan nya."Kapan Ergan Alaska akan datang?" tanya Darwin menatap Evan."Dia berkata akan datang sekitar jam 7 malam, Dad. Karena aku ajak dia makan malam bersama kita, supaya hubungan kita dengan nya semakin membaik," jawab Evan."Itu sangat bagus. Kamu tenang saja, Daddy yang akan memikirkan rencana nya, supaya reputasi keluarga kita tidak hancur, sekarang.kita lanjutkan makan siang kita," pinta Darwin."Baiklah," jawab singkat Evan.Mereka bertiga kembali fokus dengan makanan masing-masing. 15 menit sudah berlalu, mereka bertiga sudah selesai makan sekitar 5 menit yang lalu, sekarang mereka sedang duduk bersantai di ruang tengah."Jadi apa rencana Daddy?" tanya Evan penasaran."Daddy memiliki rencana begini. Saat Ergan datang dan ingin menjenguk bayi cacat itu, kamu dan Whindy larang saja, ya alasan jika bayi cacat itu baru saja tidur, jika mendengar suara orang asing, bayi itu akan menangis terus-teru
Bodyguard itu mulai menjalankan mobilnya ke arah rumah keluarga Avalon."Saya yang seharusnya minta maaf kepada anda, Nyonya. Saya sudah lancang memangil anda sayang dan dan mengaku-ngaku jika anda adalah istri saya di hadapan kedua satpam itu, saya mengerti Nyonya tidak nyaman," ucap Bodyguard itu menatap sekilas ke arah Whindy.Wanita itu tersenyum menatap pria yang sedang fokus menyetir itu."Jika saya merasa tidak nyaman. Pasti saya sudah mengatakan nya dari tadi, terima kasih, sudah membantu saya dan melindungi anak saya," Whindy menatap ke arah anaknya yang sedang tidur.Karena dia mendengar dengkuran kecil dan nafasnya teratur. Pria itu terkejut lalu dia melihat sekilas ke arah Whindy dan bayi itu, di usap lembut kaki bayi itu oleh Bodyguard."Apa Tuan muda sedang tidur, Nyonya? Dia anteng sekali, saat di tinggal anda berbelanja, dia juga sagat anteng, tidak rewel, saya sangat senang mengajaknya mengobrol," jelas Bodyguard tersenyum menatap ke arah jalanan."Benarkah? Syukurlah
Whindy menekankan matanya, dia berusaha menahan sirinya untuk tidak menangis. Andres merasa sangat terkejut mendengarkan perkataan Evan yang begitu kasar kepada Whindy."Kenapa Tuan Evan sangat berubah drastis, dulu dia sangat lembut kepada Nyonya Whindy. Tuan Evan juga sangat mencintai dan menyayangi Nyonya Whindy, apa ini gara-gara bayi tidak berdosa itu," batin Andres bertanya-tanya."Saya permisi ke kamar anak anda terlebih dahulu, Nyonya," pamit Andres."Baiklah," jawab Whindy singkat sembari menganggukkan kepalanya.Andres berjalan ke arah anak tangga lalu mulai menaiki anak tangga sedikit cepat. Sedangkan Whindy masih di tatap tajam oleh suaminya."Dia pasti sengaja pergi lama, Evan. Karena dia muak dengan kita," Hilda sengaja berbicara seperti itu.Evan menghela nafasnya lalu berdiri dari duduknya. Dia berjalan ke arah istrinya."Nanti malam rekan bisnis ku akan ke sini, dia itu pria yang sangat-sangat sukses, terkaya juga di kalangan pembisnis, dia ke sini karena ingin menjen
Andres tersenyum dan merasa sangat terharu. Karena Whindy mendoakan dirinya begitu tulus."Aamiin, Nyonya. Apa ada hal yang bisa saya bantu lagi?" tanya Andres."Tidak ada, semuanya sudah selesai saya bereskan. Terima kasih atas bantuan nya," Whindy tersenyum kepada pria yang berdiri di hadapan nya itu."Baiklah. Jika begitu saya permisi terlebih dahulu," pamit Andres lalu mendekat ke arah Whindy."Sayang... Om pergi dulu ya. Jika kamu merasa kesepian dan membutuhkan teman bermain, pinta Mama mu untuk memanggil Om, nanti kita akan bermain bersama," jelas Andres sembari mengecup gemas pipi bayi itu.Bayi itu menggerakkan tangan nya untuk menjawab perkataan Andres. Whindy sangat terkejut melihat reaksi anaknya."Anak pintar. Jangan rewel ya " ucap Andres lalu berjalan ke arah pintu.Ceklek.Dengan perlahan Andres membuka pintu nya lalu keluar dari kamar. Tidak lupa pria itu menutup pintunya kembali dengan perlahan juga, karena takut bayi itu akan terkejut, jika dia tidak menutup pintuny