Dia tersenyum saat melihat Andres yang sedang tertidur nyenyak sembari memeluk lembut buah hatinya."Tuan Andres pasti merasa sangat lelah. Seharian menjalankan tugas dan menemaniku berbelanja untuk keperluan anakku," gumam Whindy sembari berjalan ke arah kasur busa.Karena anaknya tidak tidur di ayunan. Melainkan di kasur busa."Tuan Andres..." Whindy menepuk pelan lengan kekar pria itu.Beberapa detik kemudian, Andres membuka matanya. Lalu pria itu menatap ke arah Whindy."Astagfirullahaladzim," ucap Andre dengan raut wajah terkejutnya lalu mengubah posisi tiduran nya menjadi berdiri."Maafkan saya, Nyonya Whindy. Saya ketiduran saat menjaga baby boy," Andres menundukkan kepalanya, karena merasa sangat bersalah kepada istri majikan nya itu."Anda tidak salah, Tuan Andres. Saya yang harusnya minta maaf kepada anda, maafkan saya karena sudah membuat anda menunggu lama," ucap Windy merasa tidak enak hati kepada pria di hadapan nya yang masih menundukkan tubuhnya."Tidak, Nyonya. Ini bu
"Owek... owek... owek," tangis bayi dari dalam ruangan bersalin.Keluarga Avalon sangat bahagia mendengarkan tangisan bayi tersebut. Terutama Evan, dia sangat bahagia karena jagoan nya sudah lahir ke dunia."Selamat ya, Sayang. Sekarang kamu sudah menjadi seorang Ayah," ucap wanita tua berusia 52 tahun yang bernama Hilda Avalon.Hilda adalah Ibu kandungnya Evan Avalon."Iya, Mom. Astaga, aku merasa bahagia, akhirnya jagoan ku lahir juga ke dunia ini," jawab Evan yang merasa sangat-sangat bahagia."Bukan hanya kamu saja yang merasa sangat bahagia, Evan. Daddy juga merasa sangat bahagia, Daddy akan membuat pesta yang sangat meriah untuk cucu pertama Daddy, dia juga akan mendapatkan warisan dari keluarga Avalon," jelas Darwin.Pria tua yang bernama Darwin Avalon adalah suaminya Hilda Avalon, dan juga Ayah kandung Evan. Dia sudah berusia 57 tahun."Benarkah? Terima kasih, Daddy," Evan mendekat ke arah Daddy nya lalu memeluk nya dengan erat."Sama-sama, Sayang," jawab Darwin membalas peluka
"Kenapa nasibku jelek sekali. Aku sudah menunggu lebih dari 1 tahun untuk mendapatkan anak, di saat sudah dapat, anakku cacat dan buta," gumam Evan.Ceklek.Pintu ruang persalinan terbuka lagi, Evan menatap ke arah pintu itu dan melihat brankar keluar dari ruangan itu. Pria itu berdiri dan mendekat ke arah brankar yang berisi istrinya yang sedang berbaring dengan kedua mata tertutup."Ini anaknya, Tuan," ucap Suster menyodorkan bayi itu kepada Evan."Tidak, kamu saja yang menggendongnya," jawab Evan."Biarkan saja, Sus. Nanti di letakan di sebelah brankar Nyonya Whindy, di sana sudah ada ranjang khusus bayi," pinta Dokter."Baik, Dok," jawab Sister itu."Letakan di ruangan biasa saja. Jangan ruangan yang VVIP," pinta Evan.Entah kenapa sekarang pria itu tidak mencintai dan menyayangi istrinya lagi. Apalagi keperdulian nya kepada sang istri, sudah memudar setelah bayi itu lahir."Baiklah," jawab Dokter itu.Dokter itu sangat paham jika Evan tidak menerima bayi nya yang terlahir dengan c
"Apa sudah keluar asi nya, Sus?" tanya Whindy.Karena baru mempunyai anak, jadi Whindy tidak paham dan tidak mengerti apa yang harus dia lakukan."Keluar, Nyonya, hanya saja tidak banyak. Asi akan keluar banyak ketika amda memakan sup, sayuran, dan jangan terlalu sering makan pedas, kasihan dedek bayinya akan sakit perut dan akan mencret," jelas Suster."Ah begitu. Baiklah, Sus, terima kasih sudah menjelaskan kepada saya," jawab Whindy.Suster memberikan bayi itu secara perlahan di gendongan Whindy. Wanita itu tersenyum lalu mulai menyusui anaknya, dan bayi itu langsung berhenti menangis."Sama-sama, Nyonya Whindy. Jika anda memerlukan bantuan, anda tekan ini saja ya, saya atau Suster yang lain akan secepatnya datang," jelas Suster lagi memberikan tombol di atas brankar Whindy untuk di letakan di dekat wanita itu."Terima kasih sekali lagi, Sus. Anda sangat baik kepada saya," jawab Whindy mengambil tombol merah itu lalu meletakan di sebelah nya"Sekali lagi juga sama-sama, Nyonya. Kami
"Padahal itu rencana bagus loh, Mas. Tapi ya sudah deh," Hilda membenamkan wajahnya di dada bidang sang suami.Pria itu hanya terkekeh lalu mengecup puncak kepala istrinya berkali-kali.Satu minggu kemudian.Whindy sedang mengajak anaknya mengobrol. Dia bersama anak dan suaminya sedang berada di dalam mobil, karena hari ini keadaan Whindy sudah membaik, oleh sebab itu dia sudah di perbolehkan pulang dari rumah sakit."Mas... kenapa fokus terus dengan ipad. Sekali-kali ajak anak kita ngobrol. Atau di gendong saja, walaupun sebentar, pasti dia akan sangat senang," jelas Whindy menatap ke arah suaminya."Sebenarnya kamu itu bisa diam atau tidak, Whindy. Kamu jangan mengganggu konsentrasi aku yang sedang bekerja dong," Evan menatap tajam ke arah istrinya."Bekerjanya kan bisa di lanjut nanti saja di rumah, Mas," Whindy sangat berharap suaminya akan menyetujui permintaannya itu."Semenjak kamu melahirkan anak cacat itu, kenapa kamu menjadi banyak bicara dan melarang aku untuk bekerja? Janga
"Astagfirullahaladzim... apa yang terjadi dengan kamar anakku. Kenapa kamar anakku kosong seperti ini," ucap Whindy yang benar-benar merasa terkejut.Bagaimana tidak terkejut, kamar yang satu minggu yang lalu sebelum dia melahirkan, sudah sangat rapi dan barang-barang tersusun di tempatnya masing-masing. Tapi sekarang, kamar itu sudah kosong, tidak ada satupun barang yang tersisa, begitupun dengan tema kamar yang berwarna biru, sekarang sudah berubah menjadi putih polos."Ya Allah. Kuatkan hatiku, dan jaga selalu anakku dari mara bahaya," Whindy memeluk anaknya sembari menangis sesenggukan.Tok.. tok... tok.Pintu kamar di ketuk sebanyak tiga kali, wanita itu langsung menghapus air matanya dan menahan sesenggukan nya. Perlahan dia membalikan tubuhnya dan menatap siapa yang mengetuk pintunya."Sedang apa Nyonya di kamar kosong ini?" tanya Bodyguard yang tadi mengantar Whindy ke pintu utama dengan menggunakan jas nya untuk memayungi dirinya dan anak nya."Kenapa kamar ini kosong,?" tany
"Kenapa Mas membuang semua perlengkapan anak kita?" tanya Whindy.Mendengar pertanyaan istrinya yang seperti itu, jari jemari Evan yang sedang mengetik di keyboard laptop, seketika langsung berhenti. Pria itu menoleh ke sebelah kiri, posisi istrinya duduk, di tatap tajam wanita itu oleh suaminya."Bukankah kamu sudah mengetahui alasan nya?" tanya balik Evan dengan santai."Alasan nya?" Whindy merasa bingung."Aku kan tidak menganggap dan menerimanya sebagai anakku. Lalu, untuk apa aku memberikan dia barang-barang, pakaian, mainan, kamar, dan kebutuhan yang lain nya yang mewah, dari pada di berikan kepada dia, lebih baik aku buang saja, itu lebih baik," jelas Evan dengan begitu santai menjelaskan nya keada sang istri.Pria itu benar-benar sudah di kuasai oleh kebencian nya kepada bayi yang tidak berdosa ini. Evan Avalon, yang tidak pernah berbicara kasar sedikitpun dan selalu manja kepada sang istri, sekarang sudah berubah total, tentu nya juga hasutan sedikit dari kedua orang tuanya
"Halo... apa anda mendengar saya, Pak Evan?" tanya Ergan merasa heranKarena rekan kerjanya itu tidak menjawab perkataannya."Ah iya, Pak Ergan. Maafkan saya, ini saya sedang merasa sangat senang karena sudah menjadi seorang Ayah, terima kasih sudah mengucapkan kepada saya," jawab Evan sedikit gugup dan berbohong tentunya."Sama-sama, Pak. Ini saya di izinkan menjenguk istri dan anak anda atau tidak?" tanya Ergan memastikan."Tentu saja boleh, Pak Ergan. Datanglah nanti malam, sekalian makan malam bersama keluarga saya," Evan terpaksa menjawab seperti itu.Karena otak nya sedang tidak bisa berpikir untuk menolak Ergan untuk datang ke rumahnya dan melihat keadaan anaknya. Dia juga tidak enak menolak pria kaya raya itu, takut membuat risih dan membatalkan kerja sama dengan perusahaan Evan Avalon."Baiklah, terima kasih sudah mengizinkan saya. Kemungkinan saya akan datang sekitar jam 7 malam," jawab Ergan."Sama-sama, Pak. Saya tunggu anda nanti malam," Evan berusaha biasa saja."Baiklah