"Owek... owek... owek," tangis bayi dari dalam ruangan bersalin.
Keluarga Avalon sangat bahagia mendengarkan tangisan bayi tersebut. Terutama Evan, dia sangat bahagia karena jagoan nya sudah lahir ke dunia."Selamat ya, Sayang. Sekarang kamu sudah menjadi seorang Ayah," ucap wanita tua berusia 52 tahun yang bernama Hilda Avalon.Hilda adalah Ibu kandungnya Evan Avalon."Iya, Mom. Astaga, aku merasa bahagia, akhirnya jagoan ku lahir juga ke dunia ini," jawab Evan yang merasa sangat-sangat bahagia."Bukan hanya kamu saja yang merasa sangat bahagia, Evan. Daddy juga merasa sangat bahagia, Daddy akan membuat pesta yang sangat meriah untuk cucu pertama Daddy, dia juga akan mendapatkan warisan dari keluarga Avalon," jelas Darwin.Pria tua yang bernama Darwin Avalon adalah suaminya Hilda Avalon, dan juga Ayah kandung Evan. Dia sudah berusia 57 tahun."Benarkah? Terima kasih, Daddy," Evan mendekat ke arah Daddy nya lalu memeluk nya dengan erat."Sama-sama, Sayang," jawab Darwin membalas pelukan anak sulungnya itu."Akhirnya aku mempunyai keponakan. Pasti dia sangat tampan dan menggemaskan," ucap gadis yang berusia 20 tahun itu."Tentu saja, Bianca. Dia akan menggemaskan," lanjut Hilda tersenyum kepada gadis yang bernama Bianca itu.Bianca adalah anak bungsu Darwin dan Hilda. Evan dan Bianca adalah saudara kandung, mereka dua bersaudara.Ceklek.Pintu ruang bersalin terbuka, mereka semua melihat ke arah pintu tersebut. Dokter wanita keluar sembari menggendong bayi dengan bedong berwarna biru muda, keluarga Avalon langsung berlari mendekat ke arah Dokter tersebut."Selamat, Tuan Evan beserta keluarga, bayinya laki-laki. Tapi..." Dokter itu berhenti berbicara."Kenapa, Dok? Tapi apa? Jangan setengah-setengah jika berbicara," ucap Hilda dengan rasa penasaran nya."Apa keadaaan cucu saya tidak sehat? Atau Ibunya tidak sehat?" tanya Darwin."Keadaan Ibu dan bayinya sangat sehat, hanya saja Ibunya belum sadar. Nyonya Whindy pingsan setelah melahirkan bayinya, itu hal wajar karena Nyonya Whindy sangat lelah," jelas Dokter itu."Syukurlah jika begitu. Saya ingin menggendong anak saya, Dok," Evan menatap ke arah Dokter itu dengan penuh harapan.Dokter itu hanya mengangguk lalu memberikan bayi itu secara perlahan kepada Evan. Wajah pria itu sangat berbinar saat Dokter itu memberikan anaknya kepada dirinyaSaat melihat wajah bayi itu. Betapa terkejut nya Evan, sampai akan melepaskan gendongan nya dari si bayi itu."Astaga..." Evan sangat-sangat terkejut."Ada apa?" tanya Darwin.Pria itu tidak menjawab pertanyaan Daddy nya. Karena merasa sangat penasaran, Darwin, Hilda, dan Bianca mendekat ke arah Evan, mereka bertiga melihat ke wajah bayi yang sedang di gendong oleh Evan."Astaga.. apa ini," ucap Hilda.Mereka sangat-sangat terkejut dengan wajah bayi tersebut yang tidak memiliki dua mata, Evan menatap ke arah Dokter itu."Dok... sepertinya anda salah mengambil bayi. Ini sepertinya bukan anak saya," ucap Evan dengan tubuh gemetar."Saya tidak salah mengambil bayi, Tuan Evan. Ini anak anda, pasien yang melahirkan hari ini hanya Nyonya Whindy saja," jawab Dokter itu.Tubuh pria itu melemas, dia langsung memberikan bayi itu kepada Dokter dengan kasar."Owek... owek." tangis bayi itu karena merasa takut akibat pergerakan yang kasar dan mendadak."Anda jangan berbohong, Dokter. Saya bisa menuntut anda atas dasar penipuan," Evan merasa sangat marah kepada Dokter itu."Untuk apa saya berbohong kepada kalian, terutama anda, Tuan Evan Avalon. Ini memang benar-benar anak anda, yang terlahir dari rahim Nyonya Whindy," Dokter menatap sendu ke arah bayi yang terlahir dengan keadaan cacat itu.Semua keluarga Avalon terdiam. Evan benar-benar merasa kacau."Saya permisi, bayi ini harus di beri perawatan supaya lebih sehat. Permisi," pamit Dokter itu lalu masuk kembali ke dalam ruang bersalin.Evan berjalan ke arah kursi. Pria itu mendudukkan tubuhnya dengan lemas, Hilda menatap sang suami yang juga terdiam."Mas... aku tidak ingin mempunyai cucu cacat," ucap Hilda."Apalagi aku, Mom. Aku juga tidak ingin mempunyai keponakan cacat, astaga sudah cacat, buta lagi," cibir Bianca."Bukan hanya kalian saja yang tidak ingin, saya juga tidak ingin mempunyai cucu yang cacat. Apa kata orang-orang nanti, keluarga Avalon yang sangat di hormati dan kaya raya memiliki cucu yang cacat dan buta, reputasi keluarga kita yang saya jaga puluhan tahun akan hancur dalam sekejap," jelas Darwin sembari mengepalkan kedua tangan nya karena amarahnya memuncak."Terus ini bagaimana dong, Mas." Hilda merasa sangat kesal."Coba kita tanya kepada Evan terlebih dahulu. Apa jawaban dia," Darwin menatap anak sulingnya yang sedang duduk melamun."Baiklah. Ayo," ajak Hilda."Daddy, Mommy. Aku sepertinya harus pergi, teman-temanku sudah menungguku di Mall," ucap Bianca yang matanya fokus ke ponselnya."Baiklah, Sayang. Hati-hati di jalan ya," pinta Darwin."Siap, Daddy," jawab Bianca lalu pergi.Kedua orang yang sudah tidak muda lagi itu mendekat ke arah Evan. Hilda duduk di sebelah kiri anak sulungnya, sedangkan Darwin duduk di sebelah kanan anak sulungnya."Evan... bagaimana menurutmu. Apa kamu menerima bayi cacat itu?" tanya Hilda."Kami semua membutuhkan jawaban yang masuk akal darimu. Ingat ini, reputasi yang kita bangun dari jaman kita belum menjadi orang terpandang sampai sekarang kita sudah menjadi orang terpandang bisa hancur dalam sekejap, apa kamu ingin kita di hina, di rendahkan, dan yang lebih pentingnya lagi, rekan kerja kita membatalkan kerja sama dengan kita dan tidak akan ada yang ingin bekerja sama dengan perusahaan Daddy ataupun kamu," jelas Darwin sembari menepuk pelan bahu Evan."Mommy sangat-sangat setuju dengan apa yang Daddy kamu jelaskan, Sayang. Mommy tidak ingin hidup miskin dan di hina oleh banyak orang, terutama teman arisan Mommy," lanjut Hilda."Tentu saja aku tidak ingin semua kerja kerasku hancur begitu saja hanya karena anak cacat itu, Dad, Mom. Aku juga tidak ingin menjadi orang miskin," jawab Evan menatap kedua orang tuanya secara bergantian."Jika begitu kamu harus mengambil tindakan mulai sekarang. Jangan buang-buang waktu lagi, atau semuanya akan hancur," Darwin menatap Evan dengan tatapan yang serius."Untuk saat ini aku tidak bisa berpikir, Dad. Whindy juga belum sadar, kita tunggu keadaan istriku membaik terlebih dahulu, kita bahas di rumah saja," jelas Evan."Hah? Di rumah? Berati anak cacat itu bakalan tinggal di rumah mewah kita dong, Van?" tanya Hilda."Tentu saja. Tapi kalian tenang saja, aku akan melarang Whindy untuk keluar dari rumah membawa bayi cacat itu," jawab Evan."Daddy setuju dengan apa yang kamu katakan, Evan. Itu memang lebih baik," ucap Darwin."Namun, Mas. Bagaimana jika semua Pembantu dan Bodyguard di rumah kita menggosip tentang kita yang mempunyai cucu cacat," Hilda merasa tidak ingin hal itu terjadi."Kamu tenang saja, Sayang. Mereka tidak akan berani menggosip tentang lita, jika ada yang berani menggosip tentang kita yang mempunyai cucu cacat, mereka tidak akan bisa bernafas lagi," jawab Darwin.Pria tua itu berusaha menenangkan istrinya. Dan yang Darwin katakan memang benar, apa yang dia katakan pasti akan dia lakukan, walaupun harus membunuh seseorang, akan di lakukan oleh pria tua yang sudah berusia 57 tahun itu."Baiklah-baiklah. Sekarang ayo kita pulang, untuk apa kita di sini, tidak ada gunanya," ajak Hilda sembari berdiri dari duduknya."Baiklah. Evan... ayo kita pulang" ajak Darwin kepada anaknya."Kalian pulang terlebih dahulu saja. Aku akan pulang nanti setelah Whindy di letakan di ruang rawat," jawab Evan.Darwin mengangguk lalu dia menggandeng tangan istrinya. Mereka berdua pun pergi, sedangkan Evan mengacak rambut nya frustasi.Bersambung."Kenapa nasibku jelek sekali. Aku sudah menunggu lebih dari 1 tahun untuk mendapatkan anak, di saat sudah dapat, anakku cacat dan buta," gumam Evan.Ceklek.Pintu ruang persalinan terbuka lagi, Evan menatap ke arah pintu itu dan melihat brankar keluar dari ruangan itu. Pria itu berdiri dan mendekat ke arah brankar yang berisi istrinya yang sedang berbaring dengan kedua mata tertutup."Ini anaknya, Tuan," ucap Suster menyodorkan bayi itu kepada Evan."Tidak, kamu saja yang menggendongnya," jawab Evan."Biarkan saja, Sus. Nanti di letakan di sebelah brankar Nyonya Whindy, di sana sudah ada ranjang khusus bayi," pinta Dokter."Baik, Dok," jawab Sister itu."Letakan di ruangan biasa saja. Jangan ruangan yang VVIP," pinta Evan.Entah kenapa sekarang pria itu tidak mencintai dan menyayangi istrinya lagi. Apalagi keperdulian nya kepada sang istri, sudah memudar setelah bayi itu lahir."Baiklah," jawab Dokter itu.Dokter itu sangat paham jika Evan tidak menerima bayi nya yang terlahir dengan c
"Apa sudah keluar asi nya, Sus?" tanya Whindy.Karena baru mempunyai anak, jadi Whindy tidak paham dan tidak mengerti apa yang harus dia lakukan."Keluar, Nyonya, hanya saja tidak banyak. Asi akan keluar banyak ketika amda memakan sup, sayuran, dan jangan terlalu sering makan pedas, kasihan dedek bayinya akan sakit perut dan akan mencret," jelas Suster."Ah begitu. Baiklah, Sus, terima kasih sudah menjelaskan kepada saya," jawab Whindy.Suster memberikan bayi itu secara perlahan di gendongan Whindy. Wanita itu tersenyum lalu mulai menyusui anaknya, dan bayi itu langsung berhenti menangis."Sama-sama, Nyonya Whindy. Jika anda memerlukan bantuan, anda tekan ini saja ya, saya atau Suster yang lain akan secepatnya datang," jelas Suster lagi memberikan tombol di atas brankar Whindy untuk di letakan di dekat wanita itu."Terima kasih sekali lagi, Sus. Anda sangat baik kepada saya," jawab Whindy mengambil tombol merah itu lalu meletakan di sebelah nya"Sekali lagi juga sama-sama, Nyonya. Kami
"Padahal itu rencana bagus loh, Mas. Tapi ya sudah deh," Hilda membenamkan wajahnya di dada bidang sang suami.Pria itu hanya terkekeh lalu mengecup puncak kepala istrinya berkali-kali.Satu minggu kemudian.Whindy sedang mengajak anaknya mengobrol. Dia bersama anak dan suaminya sedang berada di dalam mobil, karena hari ini keadaan Whindy sudah membaik, oleh sebab itu dia sudah di perbolehkan pulang dari rumah sakit."Mas... kenapa fokus terus dengan ipad. Sekali-kali ajak anak kita ngobrol. Atau di gendong saja, walaupun sebentar, pasti dia akan sangat senang," jelas Whindy menatap ke arah suaminya."Sebenarnya kamu itu bisa diam atau tidak, Whindy. Kamu jangan mengganggu konsentrasi aku yang sedang bekerja dong," Evan menatap tajam ke arah istrinya."Bekerjanya kan bisa di lanjut nanti saja di rumah, Mas," Whindy sangat berharap suaminya akan menyetujui permintaannya itu."Semenjak kamu melahirkan anak cacat itu, kenapa kamu menjadi banyak bicara dan melarang aku untuk bekerja? Janga
"Astagfirullahaladzim... apa yang terjadi dengan kamar anakku. Kenapa kamar anakku kosong seperti ini," ucap Whindy yang benar-benar merasa terkejut.Bagaimana tidak terkejut, kamar yang satu minggu yang lalu sebelum dia melahirkan, sudah sangat rapi dan barang-barang tersusun di tempatnya masing-masing. Tapi sekarang, kamar itu sudah kosong, tidak ada satupun barang yang tersisa, begitupun dengan tema kamar yang berwarna biru, sekarang sudah berubah menjadi putih polos."Ya Allah. Kuatkan hatiku, dan jaga selalu anakku dari mara bahaya," Whindy memeluk anaknya sembari menangis sesenggukan.Tok.. tok... tok.Pintu kamar di ketuk sebanyak tiga kali, wanita itu langsung menghapus air matanya dan menahan sesenggukan nya. Perlahan dia membalikan tubuhnya dan menatap siapa yang mengetuk pintunya."Sedang apa Nyonya di kamar kosong ini?" tanya Bodyguard yang tadi mengantar Whindy ke pintu utama dengan menggunakan jas nya untuk memayungi dirinya dan anak nya."Kenapa kamar ini kosong,?" tany
"Kenapa Mas membuang semua perlengkapan anak kita?" tanya Whindy.Mendengar pertanyaan istrinya yang seperti itu, jari jemari Evan yang sedang mengetik di keyboard laptop, seketika langsung berhenti. Pria itu menoleh ke sebelah kiri, posisi istrinya duduk, di tatap tajam wanita itu oleh suaminya."Bukankah kamu sudah mengetahui alasan nya?" tanya balik Evan dengan santai."Alasan nya?" Whindy merasa bingung."Aku kan tidak menganggap dan menerimanya sebagai anakku. Lalu, untuk apa aku memberikan dia barang-barang, pakaian, mainan, kamar, dan kebutuhan yang lain nya yang mewah, dari pada di berikan kepada dia, lebih baik aku buang saja, itu lebih baik," jelas Evan dengan begitu santai menjelaskan nya keada sang istri.Pria itu benar-benar sudah di kuasai oleh kebencian nya kepada bayi yang tidak berdosa ini. Evan Avalon, yang tidak pernah berbicara kasar sedikitpun dan selalu manja kepada sang istri, sekarang sudah berubah total, tentu nya juga hasutan sedikit dari kedua orang tuanya
"Halo... apa anda mendengar saya, Pak Evan?" tanya Ergan merasa heranKarena rekan kerjanya itu tidak menjawab perkataannya."Ah iya, Pak Ergan. Maafkan saya, ini saya sedang merasa sangat senang karena sudah menjadi seorang Ayah, terima kasih sudah mengucapkan kepada saya," jawab Evan sedikit gugup dan berbohong tentunya."Sama-sama, Pak. Ini saya di izinkan menjenguk istri dan anak anda atau tidak?" tanya Ergan memastikan."Tentu saja boleh, Pak Ergan. Datanglah nanti malam, sekalian makan malam bersama keluarga saya," Evan terpaksa menjawab seperti itu.Karena otak nya sedang tidak bisa berpikir untuk menolak Ergan untuk datang ke rumahnya dan melihat keadaan anaknya. Dia juga tidak enak menolak pria kaya raya itu, takut membuat risih dan membatalkan kerja sama dengan perusahaan Evan Avalon."Baiklah, terima kasih sudah mengizinkan saya. Kemungkinan saya akan datang sekitar jam 7 malam," jawab Ergan."Sama-sama, Pak. Saya tunggu anda nanti malam," Evan berusaha biasa saja."Baiklah
Wanita tua itu hanya bisa menghela nafas dengan kasar lalu melanjutkan aktivitas makan nya."Kapan Ergan Alaska akan datang?" tanya Darwin menatap Evan."Dia berkata akan datang sekitar jam 7 malam, Dad. Karena aku ajak dia makan malam bersama kita, supaya hubungan kita dengan nya semakin membaik," jawab Evan."Itu sangat bagus. Kamu tenang saja, Daddy yang akan memikirkan rencana nya, supaya reputasi keluarga kita tidak hancur, sekarang.kita lanjutkan makan siang kita," pinta Darwin."Baiklah," jawab singkat Evan.Mereka bertiga kembali fokus dengan makanan masing-masing. 15 menit sudah berlalu, mereka bertiga sudah selesai makan sekitar 5 menit yang lalu, sekarang mereka sedang duduk bersantai di ruang tengah."Jadi apa rencana Daddy?" tanya Evan penasaran."Daddy memiliki rencana begini. Saat Ergan datang dan ingin menjenguk bayi cacat itu, kamu dan Whindy larang saja, ya alasan jika bayi cacat itu baru saja tidur, jika mendengar suara orang asing, bayi itu akan menangis terus-teru
Bodyguard itu mulai menjalankan mobilnya ke arah rumah keluarga Avalon."Saya yang seharusnya minta maaf kepada anda, Nyonya. Saya sudah lancang memangil anda sayang dan dan mengaku-ngaku jika anda adalah istri saya di hadapan kedua satpam itu, saya mengerti Nyonya tidak nyaman," ucap Bodyguard itu menatap sekilas ke arah Whindy.Wanita itu tersenyum menatap pria yang sedang fokus menyetir itu."Jika saya merasa tidak nyaman. Pasti saya sudah mengatakan nya dari tadi, terima kasih, sudah membantu saya dan melindungi anak saya," Whindy menatap ke arah anaknya yang sedang tidur.Karena dia mendengar dengkuran kecil dan nafasnya teratur. Pria itu terkejut lalu dia melihat sekilas ke arah Whindy dan bayi itu, di usap lembut kaki bayi itu oleh Bodyguard."Apa Tuan muda sedang tidur, Nyonya? Dia anteng sekali, saat di tinggal anda berbelanja, dia juga sagat anteng, tidak rewel, saya sangat senang mengajaknya mengobrol," jelas Bodyguard tersenyum menatap ke arah jalanan."Benarkah? Syukurlah