"Astagfirullahaladzim... apa yang terjadi dengan kamar anakku. Kenapa kamar anakku kosong seperti ini," ucap Whindy yang benar-benar merasa terkejut.
Bagaimana tidak terkejut, kamar yang satu minggu yang lalu sebelum dia melahirkan, sudah sangat rapi dan barang-barang tersusun di tempatnya masing-masing. Tapi sekarang, kamar itu sudah kosong, tidak ada satupun barang yang tersisa, begitupun dengan tema kamar yang berwarna biru, sekarang sudah berubah menjadi putih polos."Ya Allah. Kuatkan hatiku, dan jaga selalu anakku dari mara bahaya," Whindy memeluk anaknya sembari menangis sesenggukan.Tok.. tok... tok.Pintu kamar di ketuk sebanyak tiga kali, wanita itu langsung menghapus air matanya dan menahan sesenggukan nya. Perlahan dia membalikan tubuhnya dan menatap siapa yang mengetuk pintunya."Sedang apa Nyonya di kamar kosong ini?" tanya Bodyguard yang tadi mengantar Whindy ke pintu utama dengan menggunakan jas nya untuk memayungi dirinya dan anak nya."Kenapa kamar ini kosong,?" tanya balik Whindy."Kamar ini memang sudah kosong semenjak Nyonya melahirkan Tuan muda, Tuan Evan membuang dan menghancurkan barang-barang dan pakaian yang berada di kamar ini," jelas Bodyguard.Tubuh Whindy melemas, Bodyguard itu terkejut lalu menahan tubuh wanita itu. Pria itu mengambil alih bayi itu dari gendongan Whindy, tangan kiri pria itu menggendong bayi, tangan kanan memegang pinggang Whindy dengan erat, karena takut istri majikan nya itu terjatuh."Nyonya..." panggil Bodyguard itu menunduk menatap wajah Whindy.Karena tinggi wanita itu sedada Bodyguard itu. Pria itu berjongkok dan menduduk kan Whindy di paha sebelah kanan nya."Nyonya... amda kenapa? Wajah anda sangat pucat," ucap Bodyguard itu merasa sangat khawatir dengan keadaan Whindy.Wanita itu menatap Bodyguard dan menggeleng, dia berdiri dari duduknya di paha Bodyguard tampan dan baik hati itu."Apa saya boleh titip anak saya sebentar? Saya ingin ke kamar mandi," Whindy menatap Bodyguard itu dengan mata yang berair karena menahan tangisnya."Tentu, Nyonya. Silahkan," jawab Bodyguard tersenyum.Pria itu mengerti jika Whindy akan menangis di kamar mandi. Wanita itu berjalan ke arah kamar mandi yang berada di kamar anaknya itu, Bodyguard kembali berdiri dengan tegak sembari menimang-nimang bayi istimewa itu."Hey... jangan takut ya, Om tidak jahat. Kamu sangat tampan, Sayang," ucap Bodyguard mengecup pipi gembul bayi itu dengan penuh kasih sayang."Rasanya saya ingin sekali mempunyai anak. Kasihan sekali bayi ini, Tuan Evan beserta keluarga Avalon tidak menginginkan kehadiran nya, padahal dia sangat menggemaskan," Bodyguard mulai berjalan menyusuri kamar yang luar tapi sudah kosong ini.Sedangkan di kamar mandi, Whindy sengaja menyalakan air lalu menangis sejadi-jadinya. Wanita itu merasa sangat sedih, dan sakit hati kepada suaminya itu yang telah membuang semua barang-barang dan keperluan anaknya."Kenapa Mas Evan tega sekali melakukan itu, ya Allah. Anakku akan memakai apa, pakaian dan kebutuhan nya sudah di buang oleh Mas Evan," ucap Whindy sembari sesenggukan."Aku harus bagaimana? Apa aku harus bertahan demi anakku," lanjut Whindy.Wanita itu terus-terusan menangis. Sedangkan Bodyguard sedang asik mengajak bayi itu mengobrol."Ternyata kamu suka di ajak mengobrol, Sayang. Selalu sehat ya, cepat besar, supaya bisa menjaga Mama kamu, semoga kamu juga menjadi anak yang sangat sukses, lebih sukses dari Papa mu," jelas Bodyguard itu yang masih menimang-nimang bayi itu."Seperti ada yang basah," gumam Bodyguard.Dia meraba bagian pantat si bayi, dan ternyata bayi itu pipis. Bukan nya marah, Bodyguard itu justru tertawa pelan."Hahaha, kamu pipis, Sayang," Bodyguard mengigit pelan pipi gembul bayi itu."Owek... owek," bayi itu menangisBodyguard itu terkejut dan merasakan tubuh bayi itu bergetar. Dia langsung memeluk dan menenangkan bayi itu dengan lembut."Sssstttt... Sayang, jangan takut ya. Om tidak marah kok, sungguh," ucap Bodyguard.Bayi itu langsung berhenti menangis. Pria itu semakin paham, jika bayi itu merasa ketakutan setelah mempipisi dirinya."Berati saat di mobil tadi dia merasa ketakutan. Apalagi nada bicara Tuan sangat kasar," gumam Bodyguard.Ceklek.Pintu kamar mandi terbuka, Bodyguard melihat Whindy keluar dari kamar mandi. Wanita itu mendekat ke arah pria itu."Maaf ya saya lama. Anda pasti merasa jijik terlalu lama menggendong anak saya," ucapan Whindy sembari tersenyum ke arah Bodyguard."Tidak, Nyonya. Jangan pernah berbicara seperti itu, saya tidak jijik dengan bayi menggemaskan ini, justru saya sangat senang bisa menggendong dan mengajaknya ngobrol," jelas Bodyguard itu dengan jujur."Syukurlah jika ada yang menyukai bayi saya. Saya kira semua orang di rumah ini membenci dan merasa jijik dengan anak saya," Whindy merasa sangat bersyukur karena ada yang menyukai buah hatinya."Namun saya tidak membenci nya, Nyonya. Tadi dia pipis, mungkin karena takut akan saya marahi, dia menangis, setelah saya berkata saya tidak marah kepadanya, dia langsung berhenti menangis, dia sangat menggemaskan, Nyonya, saya juga lupa meminta izin kepada anda, bahwa saya sudah berkali-kali mencium anak anda, sungguh saya tidak tahan melihat nya yang sangat menggemaskan," jelas Bodyguard itu."Benarkah? Terima kasih sudah mencium nya dengan penuh kasih sayang. Untuk urusan pakaian yang kena pipis anak saya, nanti saya yang akan mencucinya," jawab Whindy.Dia merasa tidak enak kepada pria itu yang di pipisin oleh anaknya."Eh, jangan, Nyonya. Atau saya akan marah," tolak Bodyguard."Anda sangat baik. Berikan dia ke saya, jika Mas Evan mengetahui Anda di sini dan tidak melanjutkan pekerjaan anda, bisa-bisa anda di hukum," Whindy merasa takut jika suaminya mengetahui salah satu Bodyguardnya sedang bersama dirinya dan menggendong anaknya, takut di hukum juga."Saya izin mencium lagi, Nyonya," ucap Bodyguard itu menatap ke arah Whindy.Wanita itu tersenyum lalu mengangguk. Bodyguard itu langsung merasa senang lalu mengecup berkali-kali kedua pipi gembul bayi itu."Jika kamu merasa kesepian. Kamu panggil Om saja ya, Om akan langsung datang dan mengajak kamu bermain sembari mengobrol," ucap Bodyguard itu lalu memberikan bayi itu secara perlahan kepada Whindy."Jika Nyonya memerlukan bantuan, Nyonya panggil saya saja ya, jangan panggil Bodyguard lain atau Pembantu, saya takutnya mereka akan melukai anak anda," jelas Bodyguard."Baiklah. Anda sangat baik, saya dan anak saya tidak akan melupakan kebaikan anda sampai kapanpun," jawab Whindy."Anda terlalu berlebihan, Nyonya. Saya hanya membantu semampu saya saja, saya permisi terlebih dahulu, barang-barang anda sudah ada di kamar anda dan Tuan Evan," Bodyguard menunduk hormat kepada Whindy.Walaupun Whindy jauh lebih muda daripada pria itu. Tapi bagaimanapun Whindy adalah istri bos nya."Baiklah, lagi-lagi Terima kasih " Whindy tersenyum ke arah pria itu."Lagi-lagi sama-sama, Nyonya," jawab Bodyguard itu tersenyum lalu pergi."Sayang... kamu tidur di kamar Mama dan Papa ya. Jangan takut, Mama selalu di sisi kamu, Mama akan membelikan perlengkapan dan ayunan untuk jagoan Mama ini," Whindy tersenyum lalu keluar dari kamar.Dia menutup pintu kamarnya kembali dan berjalan ke arah kamarnya dan sang suami.Ceklek.Pintu kamar di buka, Whindy masuk ke dalam lalu menutup pintunya. Dia melihat suaminya yang sedang duduk di aifa sembari memangku laptop Apple nya."Mas.." panggil Whindy mendekat ke arah sang suami."Apa?" tanya Evan tanpa melihat ke arah sang istri.Wanita itu duduk di sebelah suaminya dan menatap sendu ke arah suaminya yang sedang sangat fokus bekerja. Sebelum berbicara, Whindy menarik nafas panjang terlebih dahulu, lalu menghembuskan nya secara perlahan, di tatap anaknya lalu di kecup pipi gembul nya itu.Bersambung."Kenapa Mas membuang semua perlengkapan anak kita?" tanya Whindy.Mendengar pertanyaan istrinya yang seperti itu, jari jemari Evan yang sedang mengetik di keyboard laptop, seketika langsung berhenti. Pria itu menoleh ke sebelah kiri, posisi istrinya duduk, di tatap tajam wanita itu oleh suaminya."Bukankah kamu sudah mengetahui alasan nya?" tanya balik Evan dengan santai."Alasan nya?" Whindy merasa bingung."Aku kan tidak menganggap dan menerimanya sebagai anakku. Lalu, untuk apa aku memberikan dia barang-barang, pakaian, mainan, kamar, dan kebutuhan yang lain nya yang mewah, dari pada di berikan kepada dia, lebih baik aku buang saja, itu lebih baik," jelas Evan dengan begitu santai menjelaskan nya keada sang istri.Pria itu benar-benar sudah di kuasai oleh kebencian nya kepada bayi yang tidak berdosa ini. Evan Avalon, yang tidak pernah berbicara kasar sedikitpun dan selalu manja kepada sang istri, sekarang sudah berubah total, tentu nya juga hasutan sedikit dari kedua orang tuanya
"Halo... apa anda mendengar saya, Pak Evan?" tanya Ergan merasa heranKarena rekan kerjanya itu tidak menjawab perkataannya."Ah iya, Pak Ergan. Maafkan saya, ini saya sedang merasa sangat senang karena sudah menjadi seorang Ayah, terima kasih sudah mengucapkan kepada saya," jawab Evan sedikit gugup dan berbohong tentunya."Sama-sama, Pak. Ini saya di izinkan menjenguk istri dan anak anda atau tidak?" tanya Ergan memastikan."Tentu saja boleh, Pak Ergan. Datanglah nanti malam, sekalian makan malam bersama keluarga saya," Evan terpaksa menjawab seperti itu.Karena otak nya sedang tidak bisa berpikir untuk menolak Ergan untuk datang ke rumahnya dan melihat keadaan anaknya. Dia juga tidak enak menolak pria kaya raya itu, takut membuat risih dan membatalkan kerja sama dengan perusahaan Evan Avalon."Baiklah, terima kasih sudah mengizinkan saya. Kemungkinan saya akan datang sekitar jam 7 malam," jawab Ergan."Sama-sama, Pak. Saya tunggu anda nanti malam," Evan berusaha biasa saja."Baiklah
Wanita tua itu hanya bisa menghela nafas dengan kasar lalu melanjutkan aktivitas makan nya."Kapan Ergan Alaska akan datang?" tanya Darwin menatap Evan."Dia berkata akan datang sekitar jam 7 malam, Dad. Karena aku ajak dia makan malam bersama kita, supaya hubungan kita dengan nya semakin membaik," jawab Evan."Itu sangat bagus. Kamu tenang saja, Daddy yang akan memikirkan rencana nya, supaya reputasi keluarga kita tidak hancur, sekarang.kita lanjutkan makan siang kita," pinta Darwin."Baiklah," jawab singkat Evan.Mereka bertiga kembali fokus dengan makanan masing-masing. 15 menit sudah berlalu, mereka bertiga sudah selesai makan sekitar 5 menit yang lalu, sekarang mereka sedang duduk bersantai di ruang tengah."Jadi apa rencana Daddy?" tanya Evan penasaran."Daddy memiliki rencana begini. Saat Ergan datang dan ingin menjenguk bayi cacat itu, kamu dan Whindy larang saja, ya alasan jika bayi cacat itu baru saja tidur, jika mendengar suara orang asing, bayi itu akan menangis terus-teru
Bodyguard itu mulai menjalankan mobilnya ke arah rumah keluarga Avalon."Saya yang seharusnya minta maaf kepada anda, Nyonya. Saya sudah lancang memangil anda sayang dan dan mengaku-ngaku jika anda adalah istri saya di hadapan kedua satpam itu, saya mengerti Nyonya tidak nyaman," ucap Bodyguard itu menatap sekilas ke arah Whindy.Wanita itu tersenyum menatap pria yang sedang fokus menyetir itu."Jika saya merasa tidak nyaman. Pasti saya sudah mengatakan nya dari tadi, terima kasih, sudah membantu saya dan melindungi anak saya," Whindy menatap ke arah anaknya yang sedang tidur.Karena dia mendengar dengkuran kecil dan nafasnya teratur. Pria itu terkejut lalu dia melihat sekilas ke arah Whindy dan bayi itu, di usap lembut kaki bayi itu oleh Bodyguard."Apa Tuan muda sedang tidur, Nyonya? Dia anteng sekali, saat di tinggal anda berbelanja, dia juga sagat anteng, tidak rewel, saya sangat senang mengajaknya mengobrol," jelas Bodyguard tersenyum menatap ke arah jalanan."Benarkah? Syukurlah
Whindy menekankan matanya, dia berusaha menahan sirinya untuk tidak menangis. Andres merasa sangat terkejut mendengarkan perkataan Evan yang begitu kasar kepada Whindy."Kenapa Tuan Evan sangat berubah drastis, dulu dia sangat lembut kepada Nyonya Whindy. Tuan Evan juga sangat mencintai dan menyayangi Nyonya Whindy, apa ini gara-gara bayi tidak berdosa itu," batin Andres bertanya-tanya."Saya permisi ke kamar anak anda terlebih dahulu, Nyonya," pamit Andres."Baiklah," jawab Whindy singkat sembari menganggukkan kepalanya.Andres berjalan ke arah anak tangga lalu mulai menaiki anak tangga sedikit cepat. Sedangkan Whindy masih di tatap tajam oleh suaminya."Dia pasti sengaja pergi lama, Evan. Karena dia muak dengan kita," Hilda sengaja berbicara seperti itu.Evan menghela nafasnya lalu berdiri dari duduknya. Dia berjalan ke arah istrinya."Nanti malam rekan bisnis ku akan ke sini, dia itu pria yang sangat-sangat sukses, terkaya juga di kalangan pembisnis, dia ke sini karena ingin menjen
Andres tersenyum dan merasa sangat terharu. Karena Whindy mendoakan dirinya begitu tulus."Aamiin, Nyonya. Apa ada hal yang bisa saya bantu lagi?" tanya Andres."Tidak ada, semuanya sudah selesai saya bereskan. Terima kasih atas bantuan nya," Whindy tersenyum kepada pria yang berdiri di hadapan nya itu."Baiklah. Jika begitu saya permisi terlebih dahulu," pamit Andres lalu mendekat ke arah Whindy."Sayang... Om pergi dulu ya. Jika kamu merasa kesepian dan membutuhkan teman bermain, pinta Mama mu untuk memanggil Om, nanti kita akan bermain bersama," jelas Andres sembari mengecup gemas pipi bayi itu.Bayi itu menggerakkan tangan nya untuk menjawab perkataan Andres. Whindy sangat terkejut melihat reaksi anaknya."Anak pintar. Jangan rewel ya " ucap Andres lalu berjalan ke arah pintu.Ceklek.Dengan perlahan Andres membuka pintu nya lalu keluar dari kamar. Tidak lupa pria itu menutup pintunya kembali dengan perlahan juga, karena takut bayi itu akan terkejut, jika dia tidak menutup pintuny
Setelah sampai di lantai dua, Evan langsung berjalan ke kamarnya. Dia berjalan sedikit cepat.Ceklek.Pria itu membuka pintu kamar sedikit kasar, dia masuk ke dalam kamar dan.Brak!Evan menutup pintunya kencang."Astagfirullahaladzim, Mas Evan. Apa tidak bisa menutup pintunya dengan perlahan saja," ucap Whindy yang merasa sangat terkejut.Wanita itu sedang merias wajahnya di depan cermin meja rias. "Pak Ergan Alaska sudah datang, dia datang bersama aku. Ingat satu hal, awas saja jika kamu menunjukan bayi cacat itu ataupun bercerita tentang nya kepada Pak Ergan, aku tidak akan segan-segan menyakiti anak itu," jelas Evan yang mengancam Whindy lagi.Wanita itu hanya bisa menghela nafas lalu mengangguk."Namun, Mas," Whindy menatap suaminya dari pantulan meja riasnya."Apa?" tanya Evan sembari menaikan sebelah alis nya."Aku tidak mungkin meninggalkan anakku sendirian di kamar. Aku tidak tega," jawab Whindy.Jujur saja dia sangat khawatir jika meninggalkan anaknya sendirian di kamar ana
"Benar yang di katakan suami saya, Pak Ergan. Ini memang sudah menjadi tradisi, anda tidak perlu merasa tidak enak hati kepada menantu kami," lanjut Hilda.Ergan merasa aneh dengan apa yang di katakan suami istri itu. Tapi dia hanya mengangguk saja, karena untuk menghormati tradisi di keluarga Avalon saja."Baiklah. Saya ingin lauk sayuran dan tempe goreng saja, Nyonya Whindy," ucap Ergan."Ini ada ayam goreng dan ayam bakar loh, Pak Ergan. Kenapa anda meminta tempe goreng," Hilda merasa heran kepada pria itu."Saya lebih suka tempe goreng, ketimbang ayam goreng ataupun ayam bakar, Nyonya Hilda. Karena saya sudah merasa bosan dengan ayam," jelas Ergan sembari tersenyum kepada Hilda.Wanita tua itu hanya mengangguk saja. Sedangkan Whindy mulai mengambilkan lauk yang di minta oleh Ergan. Wanita itu berjalan ke arah Ergan."Ini makanan nya, Pak Ergan. Silahkan di nikmati," ucap Whindy sembari tersenyum dan meletakan makanan nya di depan pria itu."Terima kasih, Nyonya Whindy. Maaf saya m