Naka akhirnya terbangun di sekitar jam smbilan pagi. Itu memang tidur yang panjang mengingat kondisi tubuh kecil Naka yang begitu kelelahan. Belum lagi karena dia jadi kurang nutrisi akibat memuntahkan makanannya selama sekitar tiga hari berturut-turut.Soraya menahan-nahan air matanya saat kedua iris mungil itu terbuka dan menatapnya dengan sayu. Ia benar-benar mencoba untuk tak menangis mengingat dia telah diberi tahu kalau mungkin penyebab semua ini, hal yang mengusik Naka sampai sakit seperti ini, kemungkinan adalah tangisannya.“Good morning putra bungsu kesayangan Mama. Kamu akhirnya bangun ya? Gimana tidurnya? Nyenyak nggak?” tanya Soraya sambil tersenyum. Digenggamnya salah satu jemari Naka, lalu diusapnya kepalanya dengan sayang.Naka hanya menganggukkan kepala. Mungkin karena dia masih lemah dan juga mengantuk.“Kenapa Adek lakukan itu, huh? Kenapa Adek muntahin lagi makanan yang udah Adek makan? Padahal kan Mama sering bilang kalau salah satu cara biar Adek tumbuh sehat dan
Sekitar satu jam yang lalu.Vino tak bisa berkonsentrasi.Sebenarnya tadi pagi saat meninggalkan Soraya dan Naka di rumah sakit, kakinya terasa begitu berat. Ia merasa sangat khawatir dengan kondisi sang putra yang sakit karena permasalahan mereka. Serta tentu saja, dia juga cemas karena Soraya sangat terguncang dengan hal itu. Soraya terlihat menyalahkan dirinya.Sejak sampai di kantor ini ia memang langsung bekerja. Kebetulan perusahaan memang sedang sibuk-sibuknya, dokumen menumpuk di mejanya, serta siang ini harus bertemu dengan klien penting juga. Namun, walau kini semua itu terbentang di hadapannya Vino tak bisa paham sama sekali. Ia tak bisa memikirkan semua ini. Sebab otaknya telah tertinggal di rumah sakit.Hingga, saat merasa sudah tak tahan lagi, Vino pun memutuskan berdiri dari tempat duduknya. Ia pun mengemasi kembali seluruh barang yang baru sekitar satu setengah jam yang lalu dia bawa ke ruangan ini. Lantas kemudian dia segera berjalan menuju pintu ke luar.“Batalkan se
Setelah meminum obat, Naka sepertinya masih ingin untuk beristirahat. Bocah itu pun dengan mudah tertidur lagi yang menurut dokter adalah hal yang wajar. Bahkan itu bagus untuk kepulihannya nanti.Soraya langsung mengangkat panggilan dari ibu mertunya. Indah bertanya apakah tidak apa-apa baginya dan Nala untuk mengunjungi si bungsu keluarga mereka, sebab Nala terus bertanya dan mengkhawatirkan adiknya. Soraya menyetujuinya karena tadi Naka juga menanyakan keberadaan Nala dan ingin bermain dengannya lagi.Omong-omong, tadi setelah berbicara dengan Naka, Soraya menyadari adanya beberapa makanan hingga mainan yang ditinggalkan di depan pintu. Melihat semua itu Soraya berfirasat kalau Vino mungkin datang. Sehingga dia berpikir kalau suaminya itu mungkin mendengar percakapannya dengan Naka tadi, sehingga itu sebabnya pria itu memilih untuk pergi tanpa mengabarkan kedatangannya.Soraya tanpa sadar menghela napas pelan saat mengingat pembicaraan tadi, terutama saat Naka memintanya untuk tida
Sepuluh tahun yang lalu.“Haruskah kita membuang waktu untuk hal ini? Menyebalkan sekali.”Sosok Vino yang masih muda tampak mengomel, sambil melirik beberapa teman SMA-nya yang jalan di depannya. Di mana katanya mereka akan menunjukkan sesuatu yang menyenangkan padanya di tempat tujuan mereka nanti.“Tunggu aja, Vin. Gue senang lo pasti bakal suka banget sama tempat tujuan kita kali ini. Sesuatu yang nggak bakal lo dapetin di Amerika tempat lo kuliah itu,” sahut salah satu dari ketiga temannya itu dengan santai.“Bener, Vin. Gue yakin ini bakal jadi sesuatu yang bakal berkesan dalam masa liburan lo ini,” timpal yang lain.Bicara soal liburan, ya, benar. Saat ini Vino tengah menjalani liburan liburan di sela kuliahnya. Pria itu tengah mengenyam study S2 jurusan manajemen bisnis di salah satu universitas ternama di Amerika, setelah menyelesaikan S1-nya di kampus yang sama setahun yang lalu. Karena ada waktu libur selama dua minggu maka disempatkannya untuk mengunjungi keluarga serta be
Untuk pertama kalinya Vino merasa tertarik dengan seorang wanita. Seseorang yang menurutnya hanya akan muncul sekali di hidupnya, sehingga kalau tidak memastikannya sekarang mereka mungkin tidak akan pernah bertemu lagi. Seseorang yang pasti akan membuatnya kepikiran dan menyesal seumur hidup kalau tak dipertahankan.Sehingga itu sebabnya pria itu bangkit dari tempat duduknya. Ia bergegas menyusul pergi sang wanita yang pergi dengan dua teman wanitanya.“Hey, gadis pemberani!”Vino berteriak padanya saat melewati pintu kafe. Namun sepertinya gadis itu tak mendengarnya.“Hey, gadis jagoan dengan kaos kuning dan rok mini denim!”Itulah saat akhirnya langkah perempuan itu dan kedua temannya terhenti. Mereka serempak berbalik, sehingga melirik sosok pemuda asing itu. Sehingga untuk pertama kalinya mata mereka berdua saling bertemu.Vino sedikit menyeringai. Segera ia menghampiri perempuan yang menatapnya agak waspada itu. Ia mungkin berpengalaman digoda dan diajak kenalan oleh pria asing,
Kembali ke masa sekarang.Soraya dan Vino kini ada di ruangan Gilang. Tangan Soraya tengah diobati oleh salah satu perawat karena ada sedikit cakaran yang diterimanya dari perdebatan dengan Ratu tadi. Mereka meninggalkan Naka pada Indah yang tadi juga langsung datang beberapa saat setelah kekacauan. Membiarkan Nala untuk melihat adiknya lagi.Terjadi keheningan. Apalagi karena Gilang langsung mencoba melarikan diri lagi dari mereka dengan alasan harus memeriksa pasien. Menyisakan hanya sepasang suami istri itu saja setelah perawat tadi menyelesaikan tugasnya dan undur diri.Kembali hening.Sebab sebenarnya baik Vino maupun Soraya sama-sama memiliki gejolak emosi di dalam diri mereka. Mereka punya pemikiran masing-masing setelah renungan panjang yang mereka lakukan.“Haruskah aku melakukan taktik licik untuk menyingkirkan Ratu. Atau… haruskah aku membunuhnya?”Di satu titik Vino menggumamkan hal tersebut. Dengan cepat membuat Soraya mengalihkan pandangan kepadanya.“A-Apa?”“Jelaskan p
Kedua orang itu kembali larut dalam keheningan. Apalagi setelah lagi-lagi Soraya memilih untuk diam saja saat Vino kembali menyatakan kalau dirinya tak pernah berselingkuh. Sang istri ternyata masih juga belum percaya.“Tapi sebenarnya… sejak kapan pertemuan kamu dengannya?” tanya Soraya setelah keheningan selama beberapa saat.“Pertemuan? Pertanyaan seperti apa itu?” Vino tertawa miris bercampur lesu. “Tentu aku hanya tahu soal dia saat dia dikenalkan sebagai sekretarisku yang baru, beberapa bulan sebelum kita menikah.”“Benar baru di saat itu?”“Tentu saja? Memangnya apa pemikiran kamu? Kamu mikir aku udah kenal lama sama dia dan bahkan berselingkuh dari kamu sejak zaman kira pacaran, begitu? Jangan bilang kamu sampai berhalusinasi mikir kalau aku menerimanya bekerja denganku karena aku sudah lama berhubungan dengannya. Apa kamu sampai berpikir serendah itu terhadapku.”Soraya kembali diam saja.Namun, sebenarnya dia menanyakan ini bukan karena hendak mencurigai Vino melainkan untuk
Fadly dengan cepat menghentikan mobilnya di depan gedung Rumah Sakit Brahmadja. Sempat ia agak waspada melihat ke sekitar, sebelum menaikkan tudung hoodie yang ia kenakan. Lantas bergegas memasuki pos satpam yang terletak di depan gedung.“Selamat siang, Mas. Saya….” Ucapan Fadly terpotong saat matanya menangkap sosok familier Ratu yang tertidur di tempat duduk bagian dalam pos. “Saya teman yang tadi ingin menjemput pulang wanita itu.”“Oh, akhirnya Anda datang. Tolong segera dibawa ya, Mas. Mbak ini terus membuat kegaduhan sejak tadi. Ngerepotin banget,” omel pria dengan seragam satpam itu.“Baik, Mas. Sekali lagi maafin ulah teman saya ya, Mas.”Fadly pun memasuki pos yang hanya berukuran 4x4 meter itu. Sedikit berlutut untuk menggoyang-goyangkan badan Ratu.“Ratu? Ratu!”Perempuan itu tak langsung sadar di kesempatan pertama.“Ratu, bangun. Kamu kutinggal aja ya di sini? Bangun!”Akhirnya setelah beberapa menit, barulah wanita itu membuka matanya yang sangat sayu. Dan astaga, janga