Ekspresi wajah Dian sangat serius saat menyambut kedatangannya di sana. Vino yang sebenarnya sudah mulai pasrah, akhirnya tak bisa berkata banyak. Dia bahkan kesulitan untuk menjaga kontak mata dengan beliau.Sebab ini membuatnya ingat saat pertama kali berkenalan dengan beliau sekitar tujuh tahun yang lalu, bahkan saat hendak melamar Soraya. Kala itu hal yang paling ditekankan oleh Dian kalau Vino tak boleh sampai membuat putrinya menangis saat bersama dengannya, apalagi sampai adanya perceraian. Waktu itu Vino begitu yakin kalau hal itu tak akan pernah menimpa bakal rumah tangga mereka, namun sekarang lihatlah bagaimana keadaannya justru berbeda.“Jadi… Mami punya seorang kenalan yang bekerja di sebuah biro jasa pengacara. Dia mengaku terus melihat Soraya di sana selama beberapa hari ini, sehingga bertanya sama Mami apa hal yang sedang diurusnya.” Dian jeda sejenak sambil memandang Vino dengan lebih seksama. “Ini nggak seperti yang Mami pikirkan, bukan? Kalian… baik-baik aja, kan?”
Awalnya baik Vino maupun Evan sama-sama acuh sama sekali. Mereka hanya sempat bertukar pandangan dan menyapa canggung seadanya, sebelum kembali menunggu lift datang menjemput mereka. Yang entah kenapa terasa sangat lama dibanding biasanya.Omong-omong sebenarnya mereka punya kesan buruk satu sama lain. Tentu Vino belakangan terpengaruh ucapan Ratu yang menunjukkan bagaimana Evan dan Soraya terus bertemu diam-diam, namun tanpa dia ketahui Evan tahu cukup banyak tentang diri Vino. Dia tahu kalau Vino telah menduakan Soraya selama lima tahun ini hingga menyelundupkan anak hasil selingkuhannya itu ke dalam rumah tangga mereka.Tapi bagaimana mungkin mereka membahas hal itu dalam pertemuan ini? Namun, terus diam-diaman saja juga sepertinya bukan hal yang tepat, kan?Drrt….Di kala itulah terdengar getaran ponsel. Baik Evan dan Vino serempak merogoh ponsel di saku mereka untuk memeriksa.Vino menyadari kalau deringan itu bukan dari ponselnya, sehingga ia refleks melirik pria di sampingnya.
Vino akhirnya berinisiatif mendekati Evan. Di mana pria itu tampak sedikit membeku di ambang pintu karena tak menyangka dengan kehadirannya. Lagi-lagi aura saling tak menyukai itu terasa kental di antara mereka.“Maaf kalau membuat Anda nggak nyaman, tapi… saya penasaran akan sesuatu. Sejak tadi saya berusaha buat mengendalikan diri untuk nggak bertanya karena takut dibilang ofensif, tapi… saya merasa terus kepikiran dan merasa tetap harus memastikannya,” kata Vino saat akhirnya mereka berhadapan.Evan tampak bertanya dengan sedikit was-was dan jaga-jaga. “Bertanya soal apa?”Vino tak langsung menyahut. Ia merasa masih perlu menyaring kata-kata yang hendak ia keluarkan agar tak terdengar ambigu. Selain itu, ia masih perlu untuk mengendalikan emosi yang terus saja bergejolak di dadanya.“Hm… ini mengenai… hm….”“Tapi saya harap Anda nggak menanyakan hal yang nggak tepat, Pak.” Evan tiba-tiba menyela terlebih dulu. Senyuman tipis terlihat di wajahnya. “Anda tahu maksud saya, bukan? Sesu
[Van, aku pamit pulang ya. Senang banget karena aku bisa bermain dengan Ekky selama beberapa jam ini, lalu Ibu sama adik kamu begitu baik banget padaku. Aku lihat Ekky adalah anak yang kuat. Sehingga aku yakin dia pasti akan selalu bisa bertahan demi kamu. Semangat ya, Van.]Soraya mengantongi ponselnya setelah mengirimkan chat tersebut kepada Evan. Lantas ia melirik jam di pergelangan tangannya yang menunjukkan pukul setengah lima sore. Pertanda kalau dia harus pulang sekarang agar bisa kembali berkumpul dengan keluarganya di jam makan malam nanti.Tapi ternyata hati dan tubuhnya masih saja terasa berat untuk melakukan itu. Nyatanya Soraya masih belum siap untuk menghadap anak-anaknya, lalu berpura-pura ceria lagi di depan mereka semua. Dia juga masih belum bisa berhadapan lagi dengan Vino yang semakin membuatnya marah semakin ke sininya. Ini sangat menyiksa.Teringat olehnya bagaimana tim pengacaranya mengonfirmasi kalau penyusunan dokumen tuntutan perceraiannya dengan Vino akan seg
Kembali ke beberapa hari yang lalu.Tanpa diduga Naka secara alami jadi lebih sensitif kala tertidur. Apalagi sejak dia merasa bermimpi melihat Soraya menangis di depannya, dia jadi sadar kalau ternyata itu adalah sebuah kenyataan yang terus berulang di setiap malam.Apalagi di malam itu Soraya menangis dua kali. Pertama setelah membacakan buku cerita dan memastikan mereka tidur, lalu di tengah malam Naka juga menyadari kalau Soraya kembali berada di sisinya dan menangis dalam diam. Itu saat ia merasa cukup berpura-pura tak tahu dan berniat untuk menyusul Soraya keluar dari kamar. Namun, ia malah menyaksikan pertengkaran kedua orang tuanya.Setiap hari Naka menyadari kalau memang ada yang telah berbeda dengan rumah. Ada yang berbeda dengan kedua orang tuanya. Mereka mungkin bisa menipu Nala yang tetap ceria seperti biasanya, namun perasaan Naka jauh lebih peka dari yang mereka kira. Ia sadar kalau senyuman semua orang tak lagi tulus seperti biasanya, Mama jadi jarang di rumah, lalu se
Sepanjang malam Soraya terus menjaga Naka. Walaupun perempuan itu ingin menyentuh dan memegang tangan sang putra, namun dia memutuskan untuk tak menyentuhnya sedikitpun agar tak mengganggunya. Dia juga berusaha menangis dalam diam agar Naka tak mendengar suaranya.Vino mendampinginya selama semalaman, namun tadi pagi-pagi sekali Soraya memintanya untuk pulang agar bisa berangkat ke kantor. Vino sebenarnya sempat menolak dan bilang ia akan mengambil cuti saja untuk hari ini. Namun, pada akhirnya tetap pergi setelah Soraya menasehatinya. Lagipula ternyata Vino memang punya proyek yang sangat penting juga yang harus ia urus.Omong-omong semalam mereka sempat mengabarkan soal kondisi Naka pada Indah. Di sana Soraya baru tahu kalau Naka sepertinya memang melihat dan mendengar dirinya yang sering menangis di depan anak itu belakangan ini. Naka ternyata pernah menyampaikan itu pada Indah, namun Indah tak menyangka kalau ternyata hal tersebut akan menjadi fatal seperti ini.Semua orang merasa
Naka akhirnya terbangun di sekitar jam smbilan pagi. Itu memang tidur yang panjang mengingat kondisi tubuh kecil Naka yang begitu kelelahan. Belum lagi karena dia jadi kurang nutrisi akibat memuntahkan makanannya selama sekitar tiga hari berturut-turut.Soraya menahan-nahan air matanya saat kedua iris mungil itu terbuka dan menatapnya dengan sayu. Ia benar-benar mencoba untuk tak menangis mengingat dia telah diberi tahu kalau mungkin penyebab semua ini, hal yang mengusik Naka sampai sakit seperti ini, kemungkinan adalah tangisannya.“Good morning putra bungsu kesayangan Mama. Kamu akhirnya bangun ya? Gimana tidurnya? Nyenyak nggak?” tanya Soraya sambil tersenyum. Digenggamnya salah satu jemari Naka, lalu diusapnya kepalanya dengan sayang.Naka hanya menganggukkan kepala. Mungkin karena dia masih lemah dan juga mengantuk.“Kenapa Adek lakukan itu, huh? Kenapa Adek muntahin lagi makanan yang udah Adek makan? Padahal kan Mama sering bilang kalau salah satu cara biar Adek tumbuh sehat dan
Sekitar satu jam yang lalu.Vino tak bisa berkonsentrasi.Sebenarnya tadi pagi saat meninggalkan Soraya dan Naka di rumah sakit, kakinya terasa begitu berat. Ia merasa sangat khawatir dengan kondisi sang putra yang sakit karena permasalahan mereka. Serta tentu saja, dia juga cemas karena Soraya sangat terguncang dengan hal itu. Soraya terlihat menyalahkan dirinya.Sejak sampai di kantor ini ia memang langsung bekerja. Kebetulan perusahaan memang sedang sibuk-sibuknya, dokumen menumpuk di mejanya, serta siang ini harus bertemu dengan klien penting juga. Namun, walau kini semua itu terbentang di hadapannya Vino tak bisa paham sama sekali. Ia tak bisa memikirkan semua ini. Sebab otaknya telah tertinggal di rumah sakit.Hingga, saat merasa sudah tak tahan lagi, Vino pun memutuskan berdiri dari tempat duduknya. Ia pun mengemasi kembali seluruh barang yang baru sekitar satu setengah jam yang lalu dia bawa ke ruangan ini. Lantas kemudian dia segera berjalan menuju pintu ke luar.“Batalkan se