Butuh beberapa menit bagi Soraya untuk mengendalikan ekspresi wajahnya lagi. Sebab di pagi yang cerah ini, sebelum dia membangunkan anak-anak, tentu saja dia tak bisa menunjukkan raut marah bercampur sedih seperti ini. Belum lagi dengan fakta kalau dia nyaris menitikkan air matanya.Hingga setelah merasa lebih baik, barulah dia memutuskan untuk mengunjungi kamar si kembar. Di depan pintu kamar dia bahkan berhenti lagi. Lalu mengubah ekspresi wajahnya menjadi berbinar dan penuh senyuman. Barulah setelah itu dia membuka pintu.“Pagi, anak-anak! Sekarang udah saatnya bangun dan kita sarapan dulu. Come on!”Dengan lemah lembut dibangunkannya anak-anak itu. Seperti biasanya, tidaklah sulit melakukannya. Sebab memang salah satu hal yang sering Soraya tanamkan pada mereka sejak kecil adalah kedisiplinan. Sehingga secara alami tubuh mereka sudah terbiasa dengan jadwal harian yang diterapkan.“Ayo bangun, lalu cuci muka. Papa udah mau berangkat kerja lho. Kita temenin Papa sarapan dulu yuk, la
Sempat terjadi semacam pertimbangan di dalam hati Vino terkait kehadiran Ratu yang tiba-tiba. Di satu sisi dia sudah begitu muak dengannya, namun di sisi lain sebenarnya ada beberapa hal yang ingin dikatakannya pada perempuan itu. Mengingat keadaan kini membuatnya terpaksa tidak ambil pusing sama sekali dengan setiap ulah perempuan itu karena fokus dengan pekerjaan. Apalagi dia sudah tak bisa mempercayai orang lain untuk mewakilinya seperti yang dulu Fadly lakukan.Itu sebabnya, Vino akhirnya meminggirkan mobilnya sejenak untuk menghampiri wanita itu.“Kamu turun tanpa diminta? Sepertinya kamu juga sama kangennya dengan aku,” goda Ratu saat mereka kembali berhadapan.“Jangan kegeeran. Sudah saatnya kamu berhenti pura-pura delusional dan menerima kenyataan yang sebenarnya kalau kamu nggak akan pernah memiliki arti penting bagiku. Kamu itu hanya wanita pembawa sial yang telah merusak kehidupanku,” sahut Vino dingin.“So… apa yang membuat kamu akhirnya menemui wanita pembawa sial ini, Ma
“Naka, kenapa sih belakangan ini kamu banyak melamunnya? Kenapa membiarkan Kakak bermain sendiri?” tanya Nala sambil mendekati adik kembarnya. Di mana alih-alih ikut bermain ayunan dengan kakak perempuannya itu, sang adik hanya duduk di pinggir saja dan menonton. “Kamu nggak sakit lagi, kan?”Nala menyentuh dahi Naka. Namun, karena dia tak tahu standar suhu panas atau tidak itu bagaimana, akhirnya dia malah mengernyitkan kening. Sambil juga menyentuh dahinya sendiri sebagai perbandingan.“Ini panas nggak ya?”“Naka nggak apa-apa, Kakak,” sahut Naka lesu membantu menjelaskan pada kakaknya yang kebingungan itu.“Lalu kenapa Naka diam saja?”Sebenarnya banyak hal yang ada di kepala Naka. Dibanding Nala dia sepertinya lebih pintar membaca situasi, terlebih soal urusan para dewasa di sekitarnya.Nala mungkin tak terlalu menyadarinya, namun Naka sebenarnya merasakan perubahan yang besar selama seminggu lebih ini. Mulai dari bagaimana orang-orang lebih berwajah muram dari biasanya, Papa dan
Sama seperti malam-malam sebelumnya, Vino kesulitan untuk tidur. Padahal dengan rasa lelah yang dirasakannya dapat membantunya untuk lebih mudah berbaring. Namun kenyatannya malah sebaliknya.Apalagi karena lagi-lagi Ratu terus seperti menaburkan minyak ke dalam api yang membara di dalam hatinya.[+63812XXXXXXX4: Kamu pikir masalahnya selesai hanya karena kamu memblokir nomor lamaku, Mas? Bahkan kalaupun kamu mengganti nomormu nantinya, aku pasti akan tetap bisa menemukan cara untuk menghubungimu. Jadi jangan buang-buang waktu seperti itu.][+63812XXXXXXX4: Dan, ini aku kasih lagi bukti pertemuan antara Mbak Soraya dengan pria itu. Kali ini mereka bahkan bertemu di sebuah ruangan privat selama sekitar satu setengah jam lamanya. Kira-kira apa yang mereka lakukan hanya berdua selama itu ya? Apa yang mereka bicarakan? Tidakkah kamu penasaran, Mas?]Vino mendengus setelah melihat beberapa gambar Soraya dan Evan yang diambil diam-diam. Dikantonginya lagi alat eletronik itu, lalu dia lanjut
Beberapa hari setelahnya.Hubungan antara Vino dan Soraya menjadi lebih renggang lagi mulai dari saat itu. Kalau biasanya Soraya masih membukakan pintu kamar mereka di pagi hari dan menyiapkan kebutuhan Vino bekerja, belakangan ini dia meninggalkan kamar begitu saja. Membiarkan suaminya itu mengurus sendiri kebutuhannya.Jujur Vino menyesali apa yang dikatakannya di malam itu. Sepertinya dia terlalu emosi dan terprovokasi dengan semua chat yang dikirimkan oleh Ratu, sehingga semua itu kelepasan begitu saja dalam kefrutrasian yang dia rasakan. Sehingga kini semuanya menjadi lebih buruk daripada sebelumnya. ‘Sekarang sepertinya sudah terlambat. Mau minta maaf juga Soraya mungkin tak akan mendengarkannya?’Melawan rasa lelah di hatinya, Vino akhirnya selesai berpakaian untuk ke kantor. Seperti biasanya hal yang paling merepotkan adalah saat memasang dasi. Karena walau sebenarnya ia bisa melakukannya sendiri, namun selama lima tahun ini selalu Sorayalah yang membantunya. Sehingga kepanda
Ekspresi wajah Dian sangat serius saat menyambut kedatangannya di sana. Vino yang sebenarnya sudah mulai pasrah, akhirnya tak bisa berkata banyak. Dia bahkan kesulitan untuk menjaga kontak mata dengan beliau.Sebab ini membuatnya ingat saat pertama kali berkenalan dengan beliau sekitar tujuh tahun yang lalu, bahkan saat hendak melamar Soraya. Kala itu hal yang paling ditekankan oleh Dian kalau Vino tak boleh sampai membuat putrinya menangis saat bersama dengannya, apalagi sampai adanya perceraian. Waktu itu Vino begitu yakin kalau hal itu tak akan pernah menimpa bakal rumah tangga mereka, namun sekarang lihatlah bagaimana keadaannya justru berbeda.“Jadi… Mami punya seorang kenalan yang bekerja di sebuah biro jasa pengacara. Dia mengaku terus melihat Soraya di sana selama beberapa hari ini, sehingga bertanya sama Mami apa hal yang sedang diurusnya.” Dian jeda sejenak sambil memandang Vino dengan lebih seksama. “Ini nggak seperti yang Mami pikirkan, bukan? Kalian… baik-baik aja, kan?”
Awalnya baik Vino maupun Evan sama-sama acuh sama sekali. Mereka hanya sempat bertukar pandangan dan menyapa canggung seadanya, sebelum kembali menunggu lift datang menjemput mereka. Yang entah kenapa terasa sangat lama dibanding biasanya.Omong-omong sebenarnya mereka punya kesan buruk satu sama lain. Tentu Vino belakangan terpengaruh ucapan Ratu yang menunjukkan bagaimana Evan dan Soraya terus bertemu diam-diam, namun tanpa dia ketahui Evan tahu cukup banyak tentang diri Vino. Dia tahu kalau Vino telah menduakan Soraya selama lima tahun ini hingga menyelundupkan anak hasil selingkuhannya itu ke dalam rumah tangga mereka.Tapi bagaimana mungkin mereka membahas hal itu dalam pertemuan ini? Namun, terus diam-diaman saja juga sepertinya bukan hal yang tepat, kan?Drrt….Di kala itulah terdengar getaran ponsel. Baik Evan dan Vino serempak merogoh ponsel di saku mereka untuk memeriksa.Vino menyadari kalau deringan itu bukan dari ponselnya, sehingga ia refleks melirik pria di sampingnya.
Vino akhirnya berinisiatif mendekati Evan. Di mana pria itu tampak sedikit membeku di ambang pintu karena tak menyangka dengan kehadirannya. Lagi-lagi aura saling tak menyukai itu terasa kental di antara mereka.“Maaf kalau membuat Anda nggak nyaman, tapi… saya penasaran akan sesuatu. Sejak tadi saya berusaha buat mengendalikan diri untuk nggak bertanya karena takut dibilang ofensif, tapi… saya merasa terus kepikiran dan merasa tetap harus memastikannya,” kata Vino saat akhirnya mereka berhadapan.Evan tampak bertanya dengan sedikit was-was dan jaga-jaga. “Bertanya soal apa?”Vino tak langsung menyahut. Ia merasa masih perlu menyaring kata-kata yang hendak ia keluarkan agar tak terdengar ambigu. Selain itu, ia masih perlu untuk mengendalikan emosi yang terus saja bergejolak di dadanya.“Hm… ini mengenai… hm….”“Tapi saya harap Anda nggak menanyakan hal yang nggak tepat, Pak.” Evan tiba-tiba menyela terlebih dulu. Senyuman tipis terlihat di wajahnya. “Anda tahu maksud saya, bukan? Sesu