Share

8. Satu tim

Author: Lea
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Sepekan berlalu. Bagas sudah menuntaskan pekan pertama bersama Silvi bersama tim Pak Agung. Tidak ada kejadian apa pun. Bagas memilih menahan diri setelah ditarik Silvi. 

Sekarang, pekan kedua, Bagas berkelompok bersama Edwin di bawah tim Pak Evan. Tentu saja Edwin masih mengulangi pertanyaan yang sama setelah seminggu.

“Gas! Sarah gimana kabar? Dia cantik banget anjir,” kata Edwin pagi itu.

“Biasa aja,” jawab Bagas.

“Lah, sakit mata lo. Seumuran kita dia Gas?”

“Iya kayaknya, gue juga baru kenal.”

“Lho baru kenal kok kayak udah akrab banget?”

“Emang rada heboh gitu orangnya, gak ngerti juga gue. Lo tanya melulu.”

“Ya namanya juga usaha Gas, emang lo kagak naksir apa cantik begitu,” lanjut Edwin.

“Biasa aja, kemarin dua hari dia numpang tidur di tempat gue,” Bagas menjawab biasa. 

“Hah?! Wah pelanggaran lo, udah ngapain aja lo?!”

“Emang siapa yang nginep?” Silvi datang baru datang dan langsung bertanya. 

Sudah dua minggu, bicara di pagi hari seolah-olah jadi kebiasaan baru di antara tim magang. Biasanya mereka datang lebih pagi, berkumpul di ruangan magang, dan minum secangkir kopi atau teh sambil menunggu jam untuk bergabung dengan tim sales atau melakukan aktivitas lainnya.

Pagi itu, Bagas dan Edwin datang lebih cepat, tapi obrolan mereka dipotong Silvi yang mencuri dengar soal ada cewek tidur di tempat Bagas.

“Oh, itu si Sa …” 

“GUE! Gue yang tidur di tempat Bagas,” Edwin menyela jawaban Bagas.

“Oh gitu. Emang kalian sering main di luar kantor?” tanya Silvi.

“Main PS doang di tempat gue,” Bagas menjawab. 

“Ikut dong,” Silvi merespons cepat, tapi tampak malu-malu. “Ke tempat lo maksudnya.”

“Emang lo bisa main PS?” 

“Gas, lo bego bener dah gak ngerti lagi gue,” Edwin menyela. “Dah yuk cabut gabung tim Pak Evan.”

“Have fun guys,” Silvi berucap.

Bagas dan Edwin berjalan meninggalkan ruangan magang, suasana kantor masih relatif sepi. Para pegawai baru berdatangan.

“Lo bego apa bilang-bilang soal Sarah ke Silvi?” Edwin bertanya kesal.

“Hah? Emang kenapa?”

“Lo masa gak ngerti kode-kode cewek?” 

“Hah? Kode?”

“Hah terus mulut lo bau.”

“Emang kode apa?”

“Nih anak emang ya. Silvi tuh tebar kode, kayaknya suka sama lo.”

“Masa gitu? Emang gimana kodenya?”

“Wah parah lo gitu aja gak peka.”

“Emang lo ngerti cewek? Udah pernah pacaran?”

“Belom pernah,” jawab Edwin. “Tapi gue ngerti lah.”

Bagas dan Edwin kembali bersama tim Pak Evan. Ini hari keempat, mereka sudah bergabung sejak hari Rabu pekan sebelumnya. Tim Pak Evan sedikit lebih ceria, anak magang diberi kesempatan bekerja.

“Pagi pak,” kata Edwin.

“Pagi,” jawab Pak Evan. “Kalian berdua pagi bener udah dateng.”

“Ditarik Edwin, pak,” jawab Bagas.

“Lo nih, wah!” Edwin masih kesal. Ya gimana pak, anak magang ya begini,” lanjutnya.

“Kopi gue masih banyak Win, gelasnya di sana.”

“Bawel lo, bikin lagi sono.”

Pak Evan tertawa. “Emang kenapa? Hari ini kalian mau turun lapangan lagi?”

“Boleh pak, kalau diizinkan,” jawab Bagas.

“Saya belum ngopi nih pagi ini.” 

“Biar dibikinkan Edwin pak, katanya gitu.”

“Semena-mena lo! Wah …”

“Oke Win, makasih ya. Seperti biasa.”

Edwin menoleh ke Bagas sebentar, lalu balik ke Pak Evan. “Baik pak, pake gula merah sama krim ya.”

“Nah itu udah tau, sip.”

Edwin baru berdiri hendak keluar ruangan. “Gue juga Win, makasih ya,” kata Bagas.

“Wah orang kaya gila lo!”

Tiga jam pertama pagi itu dihabiskan untuk menulis laporan terbaru dan menyesuaikan data. Bagas dan Edwin mencoba menyusun data mereka sendiri setelah diizinkan turun lapangan pekan lalu.

“Oke, kalian berdua boleh ikut ke lapangan hari ini,” ujar Pak Evan.

“Wah mantap nih Gas, makasih pak,” jawab Edwin.

“Tapi,” lanjut Pak Evan. “Jangan malu-maluin kayak minggu lalu ya.”

Related chapters

  • Anak Magang Cucu Direktur   9. Ketahuan

    Bagas dan Edwin turun ke lapangan, sama seperti pekan sebelumnya. Mereka mengikuti salah satu tim sales, Mas Yusa. Meski turun lapangan, sebenarnya tidak banyak yang dilakukan Bagas dan Edwin, hanya mengamati cara kerja sales senior.“Gue hari ini mau nyamperin 3 distributor gede, mayan lah kalian ikut biar ada pengalaman,” ujar Mas Yusa, mereka sudah dalam perjalanan dengan mobil kantor.“Oke siap mas, ke mana aja?” jawab Edwin.“Dua ada di Jaktim, satu lagi di Bekasi,” jawab Mas Yusa. “Lumayan jauh sih, ya bisa seharian lah kita.”“Bekasi itu apa?” tanya Bagas.“Lha kocak lo gas,” Edwin menjawab.Tim Pak Eva

  • Anak Magang Cucu Direktur   10. Curiga

    Keesokan harinya, kembali ke kantor, Edwin masih sangat penasaran dengan Bagas. Kali ini sikap Edwin sedikit berubah, tidak sesantai biasanya. Dia benar-benar terganggu dengan kemungkinan bahwa Bagas adalah cucu konglomerat perusahaan tempatnya magang.Kecurigaan Edwin semakin kuat setelah menghubungkan benang merah antara fakta-fakta yang terjadi sejauh ini. Sejak awal Bagas sudah membuat heboh ketika mendatangkan chef lengkap beserta dapurnya hanya untuk makan siang.Hanya orang super-kaya yang bisa melakukan hal-hal aneh seperti itu. Sebelumnya keanehan Bagas tampak biasa, sekarang Edwin mulai menanam rasa curiga.“Lo,” kata Edwin menunjuk Bagas. “Lo utang penjelasan ke gue.”Pagi itu keduanya datang lebih awal di ruang magang. Dua senior

  • Anak Magang Cucu Direktur   1. Datang

    Jakarta, April 2018 Hari Senin, aktivitas di kantor Djerami super sibuk seperti biasa, khususnya tim sales. Kedatangan tiga anak magang pagi itu sedikit mengganggu alur kerja tim. “Oke, kalian bertiga anak magang itu ya. Bagus gak ada yang telat, ikut gue sekarang,” kata seorang pegawai muda. Keempatnya berbaris memasuki ruangan besar dengan bilik kerja berbaris. Setiap pegawai tampak sibuk, entah dengan telepon atau terpaku menatap layar. Mereka memasuki satu ruangan kecil berkaca di sudut. “Yuk masuk. Ini ruangan khusus anak magang. Itu ada dua senior kalian, sebelumnya lima, yang tiga udah lulus. Nah ketambahan kalian jadi lima lagi. Kenalin, gue Ardi, yang ngurus kalian,” katanya. Belum sempat salah satu dari tiga anak maga

  • Anak Magang Cucu Direktur   2. Orientasi

    Kantor pusat Djerami masih heboh setelah kemarin salah satu anak Magang membuat kejutan dengan mendatangkan chef dan dapur dadakan. Betapa tidak, biaya untuk mendatangkan layanan seperti itu jelas sangat mahal.Anehnya, si pelaku, Bagas, tidak merasa yang dia lakukan aneh. Bahkan dia tidak tahu kalau harganya mahal.“Lo gila ya, masa datengin chef lengkap sama dapur-dapurnya. Kan gue cuma bilang bisa delivery,” kata Edwin pagi itu.“Eh, emg kalian gak pernah?” tanya Bagas.“Ya enggak lah woi, habis berapa duit itu. Emang lo anak orang kaya ya?”“Cuma 10 juta kok. Emang mahal?”Pertanyaan Bagas membuat 4 anak magang lain di temp

  • Anak Magang Cucu Direktur   3. Fotokopi

    Hari ketiga magang, Bagas bakal ditempatkan di tim sales Pak Agung. Masih pagi, kantor masih sepi, dia sudah diwanti-wanti oleh Doni si senior magang.“Lo kudu ati-ati di tim Pak Agung,” kata Doni ke Bagas. “Ati-ati bosen maksudnya.”“Hah, kenapa?” tanya Bagas.“Pak Agung tuh ketat banget, males ngurusin anak magang. Paling juga lo bakal disuruh fotokopi, itu udah bagus gak dicuekin.”“Lho kok? Emang kerjaan anak magang gitu doang?”“Gue udah dua bulan di sini, paling banter disuruh ngerapihin data di sheet doang kalau ikut tim dia. Sabar-sabar aja, kayaknya lo bakal ikut tim

  • Anak Magang Cucu Direktur   4. Terbongkar

    Sudah dua hari Bagas dan Silvi magang di tim Pak Agung, ini hari ketiga, hari Jumat. Dua hari kemarin Bagas dan Silvi masih belum mendapatkan pekerjaan layak, paling banter fotokopi.Hari ini, keduanya kembali datang paling pagi. Bagas dan Silvi sudah di depan laptop masing-masing, meski tidak ada yang dikerjakan. Tak lama, Pak Agung datang.“Pagi pak,” kata Bagas dan Silvi.“Yo,” jawab Pak Agung.Salam mereka terhenti di situ. Dua hari kemarin Pak Agung nyaris tak pernah bicara dengan Bagas dan Silvi. Hanya para pegawai yang bicara, itu pun untuk menyuruh.“Namamu siapa,” tanya Pak Agung sambil menunjuk Silvi.“Eh … saya Silvi pak.

  • Anak Magang Cucu Direktur   5. Pesan Kakek

    University of Oxford, Inggris, Juli 2017 Kelas pagi itu berjalan molor, kepala Bagas nyaris meletup setelah dua jam mempelajari angka-angka. “Allright, i’ll get going guys,” ujar Bagas ke teman-teman seperjuangannya di Economics and Management. Sudah tiga tahun lebih Bagas menempuh pendidikan di Inggris. Dia harus meninggalkan keluarganya di Belgia, paling tidak meninggalkan ibunya. Ayahnya berbeda, masih di Indonesia dan fokus berbisnis, jarang berkumpul dengan keluarga. Bagas keluar dari fakultas dan berjalan menuju lapangan, ingin keluar kampus. Sudah bertahun-tahun, tapi bangunan tua Oxford tidak pernah berhenti membuatnya kagum. “Bagas …” terdengar suara pria tua. Bagas menole

  • Anak Magang Cucu Direktur   6. Apartemen

    Jumat selalu terasa lebih cepat. Bagas dan Edwin keluar kantor bersama. Setelah lama memendam rasa penasaran, Edwin akhirnya bertanya. “Gue gak pernah liat lo pake motor atau mobil,” katanya. “Lo ke kantor naik apa?” “Jalan, gue tinggal di apartemen deket sini,” jawab Bagas. “Wah keren, bener orang kaya lo ye. Emang di mana?” Bagas menyebut nama salah satu apartemen paling mahal di Jakarta, Keraton Residence. Edwin tentu tidak bisa menahan diri. “Gila lo ya! Itu sewa apartemen mahal banget,” Edwin lagi-lagi dibuat terkejut “Duit dari mana lo, wah curiga gue.” “Eh, masa mahal?” tanya Bagas. “Disewain Kakek sih, katanya apartemen biasa, gue tinggal masuk aja.”

Latest chapter

  • Anak Magang Cucu Direktur   10. Curiga

    Keesokan harinya, kembali ke kantor, Edwin masih sangat penasaran dengan Bagas. Kali ini sikap Edwin sedikit berubah, tidak sesantai biasanya. Dia benar-benar terganggu dengan kemungkinan bahwa Bagas adalah cucu konglomerat perusahaan tempatnya magang.Kecurigaan Edwin semakin kuat setelah menghubungkan benang merah antara fakta-fakta yang terjadi sejauh ini. Sejak awal Bagas sudah membuat heboh ketika mendatangkan chef lengkap beserta dapurnya hanya untuk makan siang.Hanya orang super-kaya yang bisa melakukan hal-hal aneh seperti itu. Sebelumnya keanehan Bagas tampak biasa, sekarang Edwin mulai menanam rasa curiga.“Lo,” kata Edwin menunjuk Bagas. “Lo utang penjelasan ke gue.”Pagi itu keduanya datang lebih awal di ruang magang. Dua senior

  • Anak Magang Cucu Direktur   9. Ketahuan

    Bagas dan Edwin turun ke lapangan, sama seperti pekan sebelumnya. Mereka mengikuti salah satu tim sales, Mas Yusa. Meski turun lapangan, sebenarnya tidak banyak yang dilakukan Bagas dan Edwin, hanya mengamati cara kerja sales senior.“Gue hari ini mau nyamperin 3 distributor gede, mayan lah kalian ikut biar ada pengalaman,” ujar Mas Yusa, mereka sudah dalam perjalanan dengan mobil kantor.“Oke siap mas, ke mana aja?” jawab Edwin.“Dua ada di Jaktim, satu lagi di Bekasi,” jawab Mas Yusa. “Lumayan jauh sih, ya bisa seharian lah kita.”“Bekasi itu apa?” tanya Bagas.“Lha kocak lo gas,” Edwin menjawab.Tim Pak Eva

  • Anak Magang Cucu Direktur   8. Satu tim

    Sepekan berlalu. Bagas sudah menuntaskan pekan pertama bersama Silvi bersama tim Pak Agung. Tidak ada kejadian apa pun. Bagas memilih menahan diri setelah ditarik Silvi. Sekarang, pekan kedua, Bagas berkelompok bersama Edwin di bawah tim Pak Evan. Tentu saja Edwin masih mengulangi pertanyaan yang sama setelah seminggu. “Gas! Sarah gimana kabar? Dia cantik banget anjir,” kata Edwin pagi itu. “Biasa aja,” jawab Bagas. “Lah, sakit mata lo. Seumuran kita dia Gas?” “Iya kayaknya, gue juga baru kenal.” “Lho baru kenal kok kayak udah akrab banget?” “Emang rada heboh gitu orangnya, gak ngerti juga gue. Lo tanya melulu.”

  • Anak Magang Cucu Direktur   7. PS4 dan Sarah

    “Bosen gue Win,” kata Bagas, minumannya habis lebih cepat. “Lo suka main game? Bisa main game?” “Bisa,” jawab Edwin. “Suka gue, lumayan.” “Main yuk, PS4 aja kali ya.” “Oke yuk, main di mana?” “Di sinilah, itu gue ada TV.” “Lha TV doang di Pos Satpam juga ada. PS-nya mana maksud gue.” “Beli dulu lah, bentar.” Bagas mengeluarkan hapenya, tampak mengetik sesuatu. Edwin masih asyik dengan es kopi yang belum juga habis. Dia kembali menyinggung obrolan mereka tadi. “Lo diselametin Silvi ya kemarin,” buka Edwin. “Iya sih kayaknya, tapi emang s

  • Anak Magang Cucu Direktur   6. Apartemen

    Jumat selalu terasa lebih cepat. Bagas dan Edwin keluar kantor bersama. Setelah lama memendam rasa penasaran, Edwin akhirnya bertanya. “Gue gak pernah liat lo pake motor atau mobil,” katanya. “Lo ke kantor naik apa?” “Jalan, gue tinggal di apartemen deket sini,” jawab Bagas. “Wah keren, bener orang kaya lo ye. Emang di mana?” Bagas menyebut nama salah satu apartemen paling mahal di Jakarta, Keraton Residence. Edwin tentu tidak bisa menahan diri. “Gila lo ya! Itu sewa apartemen mahal banget,” Edwin lagi-lagi dibuat terkejut “Duit dari mana lo, wah curiga gue.” “Eh, masa mahal?” tanya Bagas. “Disewain Kakek sih, katanya apartemen biasa, gue tinggal masuk aja.”

  • Anak Magang Cucu Direktur   5. Pesan Kakek

    University of Oxford, Inggris, Juli 2017 Kelas pagi itu berjalan molor, kepala Bagas nyaris meletup setelah dua jam mempelajari angka-angka. “Allright, i’ll get going guys,” ujar Bagas ke teman-teman seperjuangannya di Economics and Management. Sudah tiga tahun lebih Bagas menempuh pendidikan di Inggris. Dia harus meninggalkan keluarganya di Belgia, paling tidak meninggalkan ibunya. Ayahnya berbeda, masih di Indonesia dan fokus berbisnis, jarang berkumpul dengan keluarga. Bagas keluar dari fakultas dan berjalan menuju lapangan, ingin keluar kampus. Sudah bertahun-tahun, tapi bangunan tua Oxford tidak pernah berhenti membuatnya kagum. “Bagas …” terdengar suara pria tua. Bagas menole

  • Anak Magang Cucu Direktur   4. Terbongkar

    Sudah dua hari Bagas dan Silvi magang di tim Pak Agung, ini hari ketiga, hari Jumat. Dua hari kemarin Bagas dan Silvi masih belum mendapatkan pekerjaan layak, paling banter fotokopi.Hari ini, keduanya kembali datang paling pagi. Bagas dan Silvi sudah di depan laptop masing-masing, meski tidak ada yang dikerjakan. Tak lama, Pak Agung datang.“Pagi pak,” kata Bagas dan Silvi.“Yo,” jawab Pak Agung.Salam mereka terhenti di situ. Dua hari kemarin Pak Agung nyaris tak pernah bicara dengan Bagas dan Silvi. Hanya para pegawai yang bicara, itu pun untuk menyuruh.“Namamu siapa,” tanya Pak Agung sambil menunjuk Silvi.“Eh … saya Silvi pak.

  • Anak Magang Cucu Direktur   3. Fotokopi

    Hari ketiga magang, Bagas bakal ditempatkan di tim sales Pak Agung. Masih pagi, kantor masih sepi, dia sudah diwanti-wanti oleh Doni si senior magang.“Lo kudu ati-ati di tim Pak Agung,” kata Doni ke Bagas. “Ati-ati bosen maksudnya.”“Hah, kenapa?” tanya Bagas.“Pak Agung tuh ketat banget, males ngurusin anak magang. Paling juga lo bakal disuruh fotokopi, itu udah bagus gak dicuekin.”“Lho kok? Emang kerjaan anak magang gitu doang?”“Gue udah dua bulan di sini, paling banter disuruh ngerapihin data di sheet doang kalau ikut tim dia. Sabar-sabar aja, kayaknya lo bakal ikut tim

  • Anak Magang Cucu Direktur   2. Orientasi

    Kantor pusat Djerami masih heboh setelah kemarin salah satu anak Magang membuat kejutan dengan mendatangkan chef dan dapur dadakan. Betapa tidak, biaya untuk mendatangkan layanan seperti itu jelas sangat mahal.Anehnya, si pelaku, Bagas, tidak merasa yang dia lakukan aneh. Bahkan dia tidak tahu kalau harganya mahal.“Lo gila ya, masa datengin chef lengkap sama dapur-dapurnya. Kan gue cuma bilang bisa delivery,” kata Edwin pagi itu.“Eh, emg kalian gak pernah?” tanya Bagas.“Ya enggak lah woi, habis berapa duit itu. Emang lo anak orang kaya ya?”“Cuma 10 juta kok. Emang mahal?”Pertanyaan Bagas membuat 4 anak magang lain di temp

DMCA.com Protection Status