Beranda / CEO / Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan / S3| 177. Bulan Madu Philip dan Barbara

Share

S3| 177. Bulan Madu Philip dan Barbara

Penulis: Pixie
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56
Louis dan Emily melambaikan tangan dengan senyum cerah. Meskipun mereka tidak bisa ikut, mereka turut merasakan kegembiraan si pasangan baru.

"Da, Bibi dan Paman Philip! Selamat berbulan madu! Bersenang-senanglah di sana."

"Kabari kami kalau kalian sudah sampai! Dan jangan lupa kirimkan banyak foto."

Barbara terkekeh gemas. "Kami baru akan tiba besok, Emily. Tapi nanti pasti akan kami kabari."

"Oke, Bibi." Si Kembar memeluk Barbara lalu Philip. Setelah mundur, merapatkan punggung pada Frank dan Kara, mereka melambai lagi.

Philip dan Barbara balas melambai dengan wajah semringah. Kemudian, sambil bergandengan tangan, mereka masuk ke gerbang keberangkatan.

***

"Woohoo!" Barbara merentangkan tangan sembari menghadap lautan. Wajahnya menengadah, menantang langit cerah yang terbentang di atas kapal mereka.

"Ini sangat indah, Philip." Matanya terpejam, menikmati semilir angin yang terasa sejuk di pipinya. "Ini akan menjadi perjalanan terbaik yang pernah kumiliki."

Melihat keceriaan s
Pixie

Terima kasih sudah membaca.

| 1
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Rini Hartini
kpn tenang kel harper
goodnovel comment avatar
Indah Carolina
ah . elah.. ada ada aja nih ceritanya thor.. kesian philbar .. ujiannya udh banyak sblm nikah loh.. semoga ga jd dampak buruk ya thor si pirang itu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 178. Butuh Tumpangan?

    Begitu keluar dari kapal, Barbara kembali merentangkan tangan. Wajahnya cerah, senyumnya semringah. "Ini adalah kombinasi yang sempurna. Hijau, biru, dan kamu." Ia berputar menghadap Philip. "Aku?" Philip memiringkan kepala. Sudut bibirnya berkedut, kesulitan menyembunyikan kegembiraan. Barbara mengangguk. Lengkung bibirnya menjadi lebih manis. "Ya, kamu." "Tapi aku bukan warna." Philip menggeleng dan merapat dengan Barbara. Barbara pun ikut menggeleng sambil tertawa kecil. "Memang bukan. Tapi kehadiranmu telah mewarnai hari-hariku. Kamu adalah warna terindah dalam hidupku, Phil." Philip akhirnya meloloskan tawa. Sambil menggigit bibir, ia menggeleng tipis. "Kau beruntung kita sedang di ruang terbuka. Kalau saja kita ada di kamar ...." Mata Barbara menyipit. "Kau mau menggelitikku? Membantingku seperti atlet bela diri?" "Kau tahu apa yang kumaksud." Barbara terkekeh. "Kita bisa melakukan itu nanti, Philip. Bukankah kita akan segera ke penginapan?" "Ya, memang. Tapi aku sungg

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 179. Ritual Pengantin Baru

    "Lihatlah betapa terjal gunung-gunung itu, Phil!" Barbara menunduk, mengintip puncak gunung yang bisa teramati dari kaca depan. "Apakah gunung yang akan kita daki seterjal itu?" Philip melirik dengan senyum simpul. "Kenapa? Kau takut?" Bibir Barbara mengerucut. "Tidak. Aku kan bersamamu. Kenapa aku harus takut?" Ketika mengembalikan pandangan ke depan, Barbara langsung meruncingkan telunjuk. "Lihat! Rumah itu lucu sekali. Dan kenapa warnanya merah lagi? Apakah semua rumah di sini berdinding merah?" "Apakah kamu tahu? Pada zaman dulu, warna cat rumah di sini mencerminkan status sosial pemiliknya." Alis Barbara meninggi. "Status sosial?" Philip mengangguk. "Ya. Cat merah merupakan yang paling murah dari cat lainnya. Karena itu, banyak penduduk seperti petani dan nelayan mengecat rumah mereka dengan warna merah." Sementara mulut Barbara membulat, Philip menambahkan, "Selain itu, ada cat kuning yang lebih mahal, lalu cat putih. Dari situlah, warna cat menjadi simbol kekayaan seseor

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 180. Keluar dari Zona Nyaman

    Poppy bersenandung kecil sambil menghiasi kuku-kukunya. Sesekali, ia melihat keluar jendela. Gesturnya tampak santai. Namun, ketika melihat jendela di kabin sebelah tertutup rapat, punggungnya menegak. "Shania, kurasa mereka pergi keluar." Gadis yang sedang berbaring dengan masker kecantikan di wajah sontak duduk di atas kasur. "Apa katamu?" "Pangeranmu keluar dari kabinnya." Tanpa sempat mencopoti masker, ia berjalan menghampiri sahabatnya. Melihat jendela di kabin sebelah tidak lagi bercelah, ia beralih ke jendela depan. Philip dan Barbara ternyata sedang berjalan bergandengan tangan. "Mau ke mana mereka?" Shania mengerutkan alis. Sesaat kemudian, ia menepuk-nepuk pundak temannya. "Poppy, inilah saatnya. Ayo cepat bersiap. Kita tidak boleh kehilangan jejak mereka." "Sekarang?" Poppy terbelalak. Cat kukunya bahkan belum mengering dengan sempurna. Sambil bergegas berganti pakaian, Shania menoleh sekilas. "Tentu saja. Ayo!" Masih dengan jari-jari yang diluruskan, Poppy mengambi

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 181. Masuk ke Air

    Napas Barbara mulai terengah-engah. Merasa lelah, ia pun mengangkat tangan beserta dayungnya ke atas. "Woohoo! Aku menang!" Philip berhenti mengayuh dan berhenti tepat di sisi kayak Barbara. Lengkung bibirnya manis. Sorot matanya penuh kasih. "Memang di mana garis finish-nya?" Barbara menoleh dengan binar mata yang cerah. "Apakah kamu tidak melihatnya? Di belakang situ tadi." Ia meruncingkan telunjuk ke balik punggung. Philip meloloskan tawa gemas. "Baiklah, kuakui aku kalah. Istriku sudah pandai mendayung sekarang." Barbara ikut tertawa. Ia merasa konyol karena senang atas kemenangannya. Padahal jelas, Philip sengaja mengalah. "Hari ini begitu indah, Phil. Begitu juga dengan pemandangan ini. Lihatlah airnya. Mengapa bisa sejernih ini? Rasanya aku sedang meluncur di atas kristal." Barbara mengacak air dengan dayungnya. "Lihat! Cucuran airnya seperti butiran kristal." Philip memiringkan kepala, menyaksikan bagaimana sang istri mengagumi lautan. "Ya, tidak ada sampah, tidak ada p

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 182. Suami Setia

    Philip ikut menjatuhkan diri ke air. Secepat kilat, ia berenang dan memeluk sang istri. "Uhuk uhuk ...." Barbara terbatuk-batuk saat kepalanya keluar dari air. Setelah meraup wajah, mata merahnya langsung gemetar menatap Philip. "Hiu .... Ada hiu di dekat kita, Philip. Kenapa kamu ikut masuk ke air? Ayo cepat naik." Barbara berusaha membalikkan kayak dengan tenaganya yang tak seberapa. Bukannya membantu, Philip malah menangkup pipi sang istri dengan sebelah tangan. "Hei, lihat aku. Jangan panik, oke?" "Bagaimana tidak panik? Kita sedang berenang bersama hiu, Philip!" Mata Barbara penuh kengerian. Saat sebuah sirip muncul lagi, ia langsung mendekap Philip erat. Isak tangisnya pecah. "Philip .... Aku tidak mau kita mati. Kita baru menikah. Masih ada banyak hal yang harus kita lakukan." Philip menggosok-gosok punggung Barbara. Mulutnya berdesus seperti seorang ibu menenangkan anaknya. "Sudah, jangan menangis. Kamu tidak perlu takut, Sayang. Itu bukan hiu." Sambil menahan isakan,

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 183. Mendaki Bersama

    Setengah jam berlalu, Barbara sudah terengah-engah. Wajahnya merah, dipenuhi butir keringat dan bekas sekaan. "Apakah kau lelah?" Philip mengusap kening istrinya lagi. "Tidak." "Meskipun kau bilang tidak, bagaimana kalau kita beristirahat sebentar? Dengan pipi merah dan desah napas itu, kau terlihat seperti sedang berolahraga malam. Aku tidak mau ada laki-laki lain yang menyaksikanmu begini." Barbara tertawa tipis. "Tapi kita tidak mungkin beristirahat di tengah tangga begini. Kita bisa mengganggu pendaki lain." Philip menunjuk satu titik, tidak jauh di atas mereka. "Di situ ada tempat untuk beristirahat." "Kalau begitu, ayo berhenti di situ sebentar." Barbara mempercepat langkah meskipun lututnya bergetar. Ia sudah tidak sabar ingin mengistirahatkan kakinya. Begitu duduk di atas sebuah batu besar, Barbara langsung terpejam dan mendesah panjang. Tangannya terkepal, memukul-mukul pahanya yang terasa pegal dan gatal. "Tolong jangan lakukan itu kalau ada orang lain," ujar Philip

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 184. Mengusir Shania

    "Philip, apakah lututku berdarah?" Barbara menatap suaminya dengan bola mata yang bergetar, sama seperti suaranya. Kedua tangannya mencengkeram tangan Philip erat. "Kurasa tidak. Paling hanya sedikit lecet atau memar." "Benarkah?" Barbara memberanikan diri untuk menunduk. Namun, sebelum ia bisa melihat lukanya, Philip telah menggendong dan mendudukkannya di atas sebuah batu besar. "Kamu tidak perlu panik. Aku akan mengobati lukamu, hmm?" "Lututku berdarah, kan?" Air mata Barbara mulai bergumpal. Sebelum menetes, Philip cepat-cepat menyekanya. "Hanya sedikit. Masih lebih banyak darah saat malam pertama kita, Sayang." "Itu tidak lucu, Philip." "Tapi aku berkata apa adanya. Sekarang bersabarlah. Setelah kuobati, darahnya akan berhenti keluar. Kamu ingat saat aku mengobati jarimu yang teriris pisau, kan? Kira-kira seperti itu." Setelah mengecup kening Barbara, Philip berlutut, membuka ransel. Dengan wajah pucat, Barbara mengamati bagaimana Philip menggulung celana dan mengobati lu

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 185. Hormati Roh Gunung

    "Philip ...." Philip menoleh. Barbara ternyata masih terpejam di jok sebelah. Alisnya berkerut, kepalanya bergerak samar. "Ya, Sayang?" Philip mencondongkan badan, mendekat. "Tolong jangan terlalu cepat. Kita bisa terguling ke depan," racau Barbara, membuat Philip terbelalak. "Kita sudah berhenti, Sayang. Campervan kita sedang berada di area parkiran." Barbara menggeleng samar. Matanya berkedut lebih cepat. "Philip, melambatlah. Nanti aku tersandung lagi. Philip ...." Sadar bahwa Barbara sedang mengigau, Philip mendenguskan tawa. Dengan lembut, ia mengelus pundaknya. "Sayang, kamu bermimpi. Bangunlah." "Philip ... Philip!" Barbara tersentak. Bola matanya tampak merah saat ia mengangkat pelupuknya. "Philip? Kamu di sini?" Ia memandang sekeliling. Pundaknya masih naik turun mengimbangi napasnya yang pendek. "Kita tidak menggelinding?" Philip tertawa kecil. "Tidak, Sayang. Kita di campervan. Yang kamu alami tadi hanya mimpi." Sambil berkedip-kedip, Barbara mengumpulkan kesadara

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29

Bab terbaru

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   Ungkapan Terima Kasih untuk Pembaca-Pembaca Hebat

    Halo, Teman-Teman yang Baik Hati, Terima kasih banyak, ya, udah ngikutin cerita Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan hingga titik terakhir. Untuk Kak Puji Amriani, SK Celey, Indah Carolina, Ningsih Ngara, Monika, Rini Hartini, Selvyana Yuliansari, D6ta, Is Yuhana, AR Family, Desak Kayan Puspasari, Emma Boru Regar, Binti Mucholifah, Bhiwie Handayani, Sofia Elysa, dan Kakak-Kakak yang gak bisa Pixie sebutin satu per satu. Terima kasih banyak udah rajin banget kasih komentar buat Pixie. Dan buat Kak Azka Aulia, Lida Boelan, Adel Putri, Wenny, SK Celey, MG, Rina Zolkaflee, Susan Vantika, Nazarieda, Firaz Marsyanda, dan yang ada di ranking top fans. Terima kasih banyak atas gems-nya. Pixie harap, kalian bersedia nungguin karya Pixie selanjutnya. Pixie udah ada rencana untuk tulis cerita Louis Emily versi dewasa tapi nanti, setelah Pixie bikin cerita satu lagi. Pixie mau kumpulin lebih banyak bocil buat dipersatukan nanti. Selagi menunggu, kalian boleh banget cek karya Pixie y

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 212. From Zero to Infinity (TAMAT)

    Tanpa permisi lagi, Philip menyerbu masuk dan memegangi tangan Barbara. Belum sempat ia mengatakan apa-apa, Barbara sudah kembali mengejan. Briony pun keluar dan Barbara mengembuskan napas lega. "Philip .... Anak kita sudah lahir." Meskipun kepalanya mengangguk, Philip masih berkedip-kedip. Mulutnya ternganga, tak tahu harus merespon apa. "Ya ...," desahnya selang beberapa saat. Ketika tangisan Briony terdengar, barulah akal sehatnya terkumpul lagi. "Wow," Philip mengerjap. Ia membungkuk, mengelus rambut sang istri dengan perasaan yang bercampur aduk. "Kau sangat hebat, Sayang. Kau bisa melahirkan secepat itu." Barbara tersenyum bangga. "Usaha kita tidak sia-sia, Phil. Padahal, aku sempat ketakutan tadi. Desakan Briony sangat kuat. Tapi Louis dan Emily melarangku mengejan. Aku berusaha menahannya sampai akhirnya, aku menyerah." Philip berdecak kagum sekaligus tak percaya. Masih dengan tampang kaku, ia mengecup pelipis Barbara. "Kau luar biasa, Sayang. Aku senang kau tidak menemu

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 211. Bibi Mau Melahirkan!

    "Louis, Bibi sudah mau melahirkan!" Emily bangkit dengan lengkung alis tinggi. "Ya, kita harus segera membawa Bibi ke rumah sakit!" Tanpa membuang waktu, Louis meraih tangan Barbara, menariknya untuk berputar arah. "Ayo, Bibi. Kita kembali ke mobil." Akan tetapi, Barbara menggeleng. Wajahnya pucat, badannya tegang. Kakinya seolah menyatu dengan bumi. "Ada apa, Bibi?" "Panggil Philip," gumamnya lirih. "Apa?" "Panggil Philip!" Si Kembar mengerjap. Selang satu anggukan, mereka berlari menuju Philip. "Paman Philip! Paman Philip!" "Hei, kalian mau ke mana?" seru Barbara lagi. Si Kembar mengerem. Saat menoleh ke belakang, Barbara ternyata melambai-lambai. "Kenapa kalian meninggalkanku sendirian di sini?" Suaranya melengking. "Tadi Bibi menyuruh kami memanggil Paman Philip?" Louis menggeleng tak mengerti. "Ya, tapi jangan meninggalkan aku di sini." Sambil tertatih-tatih, ia beringsut mendekati Louis dan Emily. "Satu orang saja yang memanggil Philip. Satu orang lagi, pegangi aku!"

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 210. Kegugupan Barbara

    "Halo, Orion," bisik Emily saat bayi mungil dalam kotak membuka mata. Tangannya terulur, berusaha menggapai pipi gembul itu. Dari sisi lain boks, Louis juga melongok ke dalam. "Halo, Oscar." "Louis?" tegur Emily dengan mata bulat. "Kenapa kamu memanggilnya Oscar? Ini pertemuan pertama kita dengannya. Jangan membuat kesan buruk." Louis langsung mengerutkan bibir. "Oke, maaf. Aku sudah kebiasaan. Biar kuulang." Setelah berdeham, ia kembali menunduk. "Halo, Orion. Ini aku, Louis. Aku sepupumu." Emily tersenyum kecil dan mengangguk. "Itu baru benar." Usai mengacungkan jempol kepada Louis, ia melambaikan tangan ke bawah. "Dan aku Emily. Senang bertemu denganmu, Orion." Selama beberapa saat, dua balita itu sibuk mengamati Orion. Philip dan Barbara merasa terhibur mendengar komentar mereka. "Ternyata Paman Philip benar. Orion mirip kedua orang tuanya. Matanya mirip Bibi, sedangkan hidung dan mulutnya mirip paman." "Dagunya juga mirip Paman. Tapi rambutnya mirip Bibi." "Emily, coba k

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 209. Perjuangan Ava

    Seorang perawat berusaha menenangkan Ava. Akan tetapi, wanita itu terus menggeleng, menolak semua kata-kata yang ditujukan kepadanya. Ia sudah sangat lemas. Rasa sakit seakan merontokkan seluruh tulang dalam badannya. Otaknya tidak bisa lagi berfungsi dengan normal. "Tidak. Aku sudah tidak kuat. Aku tidak bisa melanjutkan." Setelah menarik napas berat, Jeremy akhirnya membungkuk. Perawat tadi pun bergeser. Jeremy jadi lebih leluasa untuk membelai rambut Ava yang basah oleh keringat serta wajahnya yang dibanjiri air mata. "Ava, bisakah kau mendengarku? Ava?" Tatapan mereka akhirnya bertemu. Jeremy bisa melihat keputusasaan dalam manik cokelat itu. "Aku tidak sanggup lagi, Jeremy. Aku tidak sanggup. Biar dokter saja yang mengeluarkannya. Aku tidak tahan lagi." Dada Jeremy seperti dicabik-cabik. Ia nyaris tersedak oleh rasa nyeri. Namun, sambil mengelus pundak Ava, ia menggeleng. "Tidak, aku kenal dirimu. Kamu bukanlah orang yang pantang menyerah, Ava. Kamu pasti bisa." "Tapi aku

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 208. Kegembiraan Louis dan Emily

    "Lihat ini, Brandon." Louis meletakkan setumpuk kertas foto di atas meja. Kemudian, satu per satu ia tunjukkan kepada temannya. "Ini foto Russell sedang menangis. Ini foto Russell sedang tertawa. Dan ini foto Russell sedang marah." "Apakah anak bayi sudah bisa marah? Bukankah dia masih terlalu muda untuk mengerti apa-apa?" Brandon menggeleng samar. Louis mengedikkan bahu. "Aku tidak tahu soal itu. Tapi kalau Russell melihat sesuatu yang tidak disukainya, tangannya terus mengepak dan mulutnya berbunyi ...." Louis meniru erangan bayi yang membuat penjaga perpustakaan melirik. "Russell juga punya tatapan tajam, Brandon. Kalau dia merasa terganggu oleh kita, dia akan melotot sambil mengerutkan alis." Emily menyentuh pangkal alisnya, memeriksa apakah bentuknya sudah sama seperti alis Russell pada gambar. Brandon tersenyum melihat ekspresi Emily. "Kurasa dia pasti sangat lucu saat marah." "Ya!" Emily mengangguk cepat. "Dia selalu lucu, setiap saat. Louis, tunjukkan foto Russell saat ma

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 207. Ulang Tahun Bersama Russell

    "Oh, lihatlah Russell, Louis. Bukankah dia sangat tampan? Dia sudah bersih dan wangi." Emily mendekatkan hidungnya ke wajah Russell. Ketika berhasil mencium pipi yang sangat lembut itu, Emily terkikik menahan tawa. Ia tidak ingin mengganggu Kara yang tertidur dalam pelukan Frank. "Ya, dia sangat tampan. Dia mirip denganku. Bukankah begitu, Nenek?" Louis mengangkat pandangannya ke arah wanita yang menggendong Russell. Susan tersenyum geli. "Ya, dia mirip denganmu. Hanya saja, hidungnya sedikit lebih mancung." Bibir Louis langsung mengerucut. Telunjuknya meruncing menyentuh hidungnya sendiri. "Mau setinggi apa hidung Russell nanti? Padahal, hidungku sudah sangat mancung." Susan terkekeh mendengar jawaban Louis. "Nenek hanya bercanda, Louis. Siapa yang lebih mancung itu bukan masalah. Yang penting adalah kalian sama-sama sehat." Louis mengangguk sepakat. Tangannya kini terangkat menyentuh kaki adiknya yang mungil. "Nenek, apakah Russell berat?" Susan sontak mengangkat alis. "Kau ma

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 206. Russell Lucu Sekali!

    "Halo, Anak Baik. Selamat datang." Kara merengkuh Russell dengan hati-hati, seolah makhluk kecil itu adalah mutiara yang sangat rapuh. Air mata terus mengucur di pelipisnya. Usai mengecup bayi yang diselimuti oleh handuk itu, Kara kembali berbisik, "Ini Mama, Russell. Mama senang akhirnya Mama bisa memelukmu begini." Sambil mengulum bibir, Frank ikut membungkuk. Ia mengelus punggung mungil itu, lalu mengecup kepalanya yang bergerak-gerak mengimbangi tangis. "Dan ini Papa, Russell. Papa juga senang kau akhirnya hadir di sini." Masih dengan senyum merekah dan mata merah, Frank menatap Kara lembut. Sebelum genangan keharuannya menetes lagi, ia cepat-cepat mengecup kening sang istri. Kara terpejam menerima kehangatan itu. "Terima kasih telah melahirkan putra kita, Ratu Lebah," bisik Frank serak. Kara tersenyum lebih lebar dan mengangguk samar. "Terima kasih telah menemaniku di sini.""Itulah yang seharusnya kulakukan sejak dulu." Frank mengelus pipi Kara sebelum mengecupnya lagi. "P

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 205. Keluarlah, Russell!

    Kara sedang duduk di ranjang. Sambil memejamkan mata, ia berusaha mengatur napas. Kepalanya bersandar pada pundak bidang di sebelahnya. "Apakah ada kabar dari si Kembar?" tanya Kara lirih. Frank menggeleng samar. Tangannya terus memijat jemari Kara. "Kau tidak perlu mengkhawatirkan mereka, Ratu Lebah. Mereka anak-anak yang mandiri dan cerdas. Mereka pasti mengerti kalau kamu harus segera melahirkan. Mari merayakan ulang tahun mereka setelah Russell lahir, hmm?" Selang anggukan singkat, Kara menoleh. "Apakah kamu menangis?" Alis Frank sontak tertarik dahi. Sambil menjauhkan kepala agar karena lebih mudah melihatnya, ia menggeleng. "Kenapa kau berpikir aku menangis?" "Suaramu bergetar, Frank." Sambil mengerutkan bibir, Frank menarik napas panjang. "Aku tidak menangis." "Lalu mengapa matamu merah dan berair?" Frank berkedip tegas. "Aku tidak menangis," ulangnya dengan penekanan lebih. Masih dengan napas tersengal-sengal, Kara meloloskan tawa. Kepalanya sedikit miring, menanti gum

DMCA.com Protection Status