Veronica menatap Adam, mengamati wajah bocah kecil itu yang ternyata memang sangat mirip Kevin ketika masih kecil.“Kamu mau tinggal di sini? Kalau mau, aku bisa memberimu banyak cokelat dan makanan yang kamu inginkan,” ucap Veronica ke Adam.Adam menatap Veronica, bocah berumur dua tahun itu memandang dengan mulut penuh cokelat, hingga kemudian menganggukkan kepala tanda setuju.Veronica tersenyum tipis melihat anggukan kepala Adam. Bocah itu sangat senang dengan makanan manis itu, membuat Veronica bertanya-tanya, apakah Adam selama ini tidak mendapat kehidupan yang layak.Meski Veronica berpikiran demikian, tapi ketika mengingat ucapan Zahra, membuatnya menepis pikiran negatif itu. Zahra berkata jika Kevin sering mendatangi Adam tanpa sepengetahuan Sandra, memberi pakaian baru, mainan, juga makanan enak. Kini banyak sekali pertanyaan di kepala Veronica setelah mendengar cerita Zahra.“Adam mau tidur sama oma?” tanya Veronica kemudian.Veronica tahu jika Kevin sangat kejam, tapi Adam
“Evan! Kenapa kamu tidak menjawab! Mama mau melakukan panggilan video!” bentak Margaret yang begitu emosi, terdengar meledak dari seberang panggilan.“Iya, bentar. Aku pakai baju dulu.” Evan buru-buru meletakkan ponsel di kasur, lantas meminta Renata untuk memberikan piyamanya.Renata pun ikut bingung karena Evan panik, apalagi sempat mendengar suara Margaret yang begitu keras.Evan mengambil ponsel yang tadi diletakkan, lantas menyalakan kameranya.“Kamu benar-benar di rumah sakit! Jadi kamu bohongi mama jika baik-baik saja!” Suara Margaret menggelegar setelah melihat Evan benar-benar ada di rumah sakit.Evan sampai meringis melihat sang mama marah. Renata sendiri ikut panik karena Margaret memang mengerikan saat marah.“Ma, dengarkan penjelasanku dulu,” ucap Evan mencoba menenangkan sang mama.“Jelaskan! Jelaskan pada mama, bagaimana bisa kamu mengalami kecelakaan sampai masuk berita, tapi tidak memberitahu mama atau Papa!” amuk Margaret geram karena sedih melihat putranya terluka.
Renata berjalan di koridor rumah sakit sambil menenteng plastik berisi makanan yang baru saja dibelinya. Saat baru saja akan sampai di ruang inap Evan, dia menyipitkan mata melihat seorang pria sedang mengintai di depan pintu.Renata pun mendekat, hingga langsung melontarkan pertanyaan yang membuat pria itu terkejut.“Apa yang Anda lakukan di sini?” tanya Renata mengulang pertanyaan, sebab pria itu tidak menjawab.“Oh, saya sedang mencari kamar inap milik kakak saya, namanya Herman. Apa benar ini kamarnya?” tanya pria itu asal-asalan karena takut ketahuan.Renata membentuk huruf O dengan bibir, sebelum kemudian menjawab, “Bukan, ini kamar inap suami saya dan dia bukan bernama Herman.”Pria suruhan Damar itu mengangguk-anggukan kepala, lantas pergi dan berpura-pura mengecek kamar lain.Renata masih memperhatikan pria itu, hingga saat sudah jauh, dia pun masuk ke kamar.Evan melihat istrinya datang, lantas melontarkan pertanyaan.“Kamu bicara dengan siapa? Aku mendengarmu bicara dengan
Siang itu, Veronica ke rumah sakit untuk menjenguk Evan, sekalian untuk mendengarkan polisi yang akan menyampaikan soal perkembangan kasus kecelakaan yang menimpa Evan dan Renata.“Jadi hasil penyelidikannya sudah keluar?” tanya Renata ke Veronica.“Ya, dan polisi akan ke sini langsung untuk menyampaikannya,” jawab Veronica.Renata mengangguk paham, lantas menatap Veronica yang terlihat tenang.“Oma, baik-baik saja?” tanya Renata yang cemas.Bagaimanapun Veronica pasti mengalami tekanan batin atas kelakuan Kevin. Meski Veronica terus berkata baik-baik saja, tapi Renata yakin jika Veronica sebenarnya memendam kesedihan sendirian.“Tentu saja baik, kenapa kamu bertanya seperti itu?” tanya Veronica menatap Renata.“Hanya ingin memastikan,” jawab Renata sambil tersenyum. “Jika benar Paman yang melakukannya, apa Oma tidak masalah kalau Paman sampai dipenjara?”Veronica mengembuskan napas pelan, lantas menatap Renata yang terlihat cemas.“Jika memang itu harus. Oma tidak akan mencegah atau
Renata dan Evan pulang ke rumah. Saat akan turun dari mobil, Evan dibantu sopir dan penjaga kebun, sebab belum bisa berjalan dan harus menggunakan tongkat.“Awas kepalamu,” ucap Renata sambil meletakkan telapak tangan di atas kepala Evan, agar tidak membentur tepian mobil.Evan berjalan dengan tongkat. Renata di samping kanan membantu berjalan, sedangkan sopir di sisi kiri berjaga-jaga jika Evan berjalan dengan tidak seimbang.Saat baru saja masuk rumah, Renata dan Evan melihat anak laki-laki sedang bermain di ruang keluarga bersama seorang wanita yang tak lain Zahra.“Siang, Nona.” Zahra tampaknya sudah tahu siapa Renata. Dia berdiri dan langsung menyapa Renata.“Siang,” balas Renata sopan.Renata mengalihkan tatapan ke Adam yang sedang bermain mobil.“Itu anak Sandra?” tanya Renata yang enggan menyebut sebagai anak Kevin.Zahra mengangguk menjawab pertanyaan Renata.“Dia tampan,” ucap Renata, “semoga nanti jika besar tidak seperti ayahnya,” imbuhnya kemudian yang memang kecewa denga
Margaret masuk kamar setelah memastikan anak-anak tidur. Saat baru saja masuk, dia melihat Edward yang belum tidur dan masih memandang tablet pintar yang dipegang.“Kenapa Papa belum tidur?” tanya Margaret sambil naik ke ranjang.Edward langsung mengunci layar tablet itu saat Margaret hendak melihat.“Kenapa langsung dikunci. Papa sedang lihat apa?” tanya Margaret dengan rasa penasaran dan curiga.“Bukan apa-apa,” jawab Edward sambil ingin mengembalikan tablet pintar ke nakas, tapi langsung dicegah Margaret.Margaret mengambil paksa tablet itu, membuat Edward panik.“Aku penasaran, apa yang sebenarnya sedang Papa lakukan?” Margaret membuka tablet pintar itu, hendak mengecek apa yang sebenarnya tadi dilihat suaminya.Edward terlihat cemas, tapi tidak bisa mengelak.Margaret pun akhirnya menyapukan jari di layar tablet pintar, hingga melihat grafik saham di tablet suaminya.“Apa ini?” Margaret terkejut saat melihat harga saham perusahaan Evan anjlok.Edward menggosok kening karena akhir
Sesaat sebelumnya. Kevin mengendap maksud ke rumah dengan cara memanjat dinding pagar sebelah sisi kanan rumah, sehingga satpam tidak melihatnya.Dia nekat menerobos masuk rumah, apalagi Kevin memiki kunci cadangan setiap pintu yang ada di rumah. Dia masuk melalui dapur, sebab tahu jika tidak ada akan pembantu yang masih terjaga di jam segitu.Kevin berjalan perlahan di gelapnya malam, mengawasi sekitar untuk memastikan apakah ada yang melihatnya, begitu memastikan semua aman. Kevin pun berjalan cepat masuk kamar Veronica.Kevin berjalan menuju ranjang, hingga terkejut melihat Adam di sana.“Adam.” Tanpa sadar Kevin menyebut nama bocah itu.Veronica terbangun mendengar suara seseorang, hingga membalikkan badan dan terkejut melihat Kevin di kamar.“Kamu menyusup ke sini?” tanya Veronica terlihat tenang, meski ada sedikit rasa takut karena melihat tatapan tajam Kevin.“Menyusup? Ini rumahku juga, bagaimana bisa Mama menuduhku menyusup?” Kevin menyeringai sambil menatap Veronica.Veronic
Kevin benar-benar tidak percaya dengan apa yang dikatakan Veronica, hingga tubuhnya terasa lemas, tapi sedetik kemudian emosi kembali membuncah.“Itu semua bohong! Kamu mengatakan itu hanya untuk menghancurkanku! Kamu memang ingin membuangku!” Kevin tidak bisa menerima kenyataan jika apa yang dikatakan oleh Veronica memang benar.Kevin hendak menyerang kembali Veronica dan Renata. Baginya semua pengakuan Veronica hanya sebuah ucapan untuk membuat hatinya melemah.Evan meraih tongkatnya, lantas memukulkan ke kaki Kevin yang hendak menyerang Renata dan Veronica.Kevin mengerang kesakitan, emosi semakin meluap melihat Evan masih saja melakukan perlawanan. Dia hendak kembali menghajar Evan, tapi tentu saja Renata tidak akan membiarkan.Renata mengambil bingkai vas bunga di meja, lantas menghantam kepala Kevin dengan benda itu.Tepat setelah Renata memukul kepala Kevin, satpam dan sopir datang karena mendengar keributan. Kedua pria itu langsung meringkus Kevin.“Lepaskan aku! Aku harus mem