Kevin benar-benar tidak percaya dengan apa yang dikatakan Veronica, hingga tubuhnya terasa lemas, tapi sedetik kemudian emosi kembali membuncah.“Itu semua bohong! Kamu mengatakan itu hanya untuk menghancurkanku! Kamu memang ingin membuangku!” Kevin tidak bisa menerima kenyataan jika apa yang dikatakan oleh Veronica memang benar.Kevin hendak menyerang kembali Veronica dan Renata. Baginya semua pengakuan Veronica hanya sebuah ucapan untuk membuat hatinya melemah.Evan meraih tongkatnya, lantas memukulkan ke kaki Kevin yang hendak menyerang Renata dan Veronica.Kevin mengerang kesakitan, emosi semakin meluap melihat Evan masih saja melakukan perlawanan. Dia hendak kembali menghajar Evan, tapi tentu saja Renata tidak akan membiarkan.Renata mengambil bingkai vas bunga di meja, lantas menghantam kepala Kevin dengan benda itu.Tepat setelah Renata memukul kepala Kevin, satpam dan sopir datang karena mendengar keributan. Kedua pria itu langsung meringkus Kevin.“Lepaskan aku! Aku harus mem
Beberapa puluh tahun lalu. Veronica masih terlihat sangat muda dan tampak segar dengan kulit wajah yang sangat halus. Dia duduk di kursi samping kemudi, sesekali menoleh ke sang suami juga putranya—Kenzi yang duduk di belakang.“Mama, kita mau ke mana?” tanya Kenzi yang saat itu berumur dua belas tahun.Veronica menoleh ke belakang, menatap Kenzi dengan seulas senyum dan menjawab, “Bukankah Kenzi ingin adik?”Kenzi terlihat sumringah saat mendengar jawaban Veronica.“Kita mau nyari adik?” tanya Kenzi penuh semangat.Veronica mengalami komplikasi saat melahirkan Kenzi, sehingga membuatnya kini tidak bisa hamil lagi.Kenzi sendiri terus merengek ingin seorang adik seperti teman-temannya. Veronica sebenarnya tidak ingin, tapi karena Kenzi sampai demam akibat keinginannya tidak terpenuhi, membuat Veronica dan James tidak memiliki pilihan selain mengadopsi anak.Kenzi sangat senang, sebagai anak tunggal yang sangat penurut dan patuh kepada orang tuanya, membuat Kenzi pada akhirnya mendapat
“Dia menyayangi melebihi nyawanya sendiri. Bahkan sebelum kecelakaan itu terjadi, Kenzi berkata ingin memberikan beberapa saham miliknya untukmu, agar kamu bisa mendapatkan posisi yang tinggi di perusahaan. Namun sayangnya, keserakahanmu membawa petaka untuk dirimu sendiri.” Veronica bicara sambil berdiri dari duduk.Kevin diam tanpa suara, banyak suara-suara yang kini berbisik di hati dan pikirannya, setelah mendengar semua cerita Veronica.“Sekarang. Kamu harus menebus semua perbuatanmu. Terima hukumanmu, renungi semua perbuatan yang sudah kamu lakukan,” ucap Veronica lantas memilih pergi, tidak ingin berlama-lama berhadapan dengan Kevin, atau dia akan berubah pikiran.Kevin tertunduk, memandang kedua tangan yang diikat. Hingga sedetik kemudian, sebulir kristal bening luruh dari kelopak mata, mengiringi sebuah penyesalan mendalam atas ketidaktahuan serta semua perbuatannya.Polisi datang untuk membawa Kevin. Pria itu tidak memberontak atau melawan, pasrah karena kini sudah mengakui
Veronica baru saja bangun, setelah semua kerjadian yang terjadi semalam. Saat baru saja membuka pintu kamar, dia sudah disuguhi pemandangan yang cukup membuat perasaannya tenang.Veronica melihat Adam yang sedang bermain di lantai sendirian, memainkan mobil-mobilan kesukaannya dengan ceria dan penuh kebahagiaan.Veronica pun mendekat, lantas berdiri di dekat Adam. Semalam Veronica tidak sempat menanyakan atau melihat kondisi Adam yang sempat menangis terus menerus. Dia terlalu lelah dengan semua beban dan masalah yang terjadi akhir-akhir ini.“Kamu main sendiri? Di mana Bibi Zahra?” tanya Veronica ke Adam.Adam menoleh dan melebarkan senyum saat melihat Veronica. Bocah itu lantas menunjuk ke dapur, menjawab pertanyaan Veronica hanya dengan tunjukan jarinya.“Bibi Zahra di dapur?” tanya Veronica lagi.Adam mengangguk menjawab pertanyaan Veronica, lantas kembali bermain dengan tenang, melupakan kejadian semalam di mana dia sempat melihat sebuah kekerasan.Veronica masih berdiri memandan
Kevin keluar dari sel dengan kedua tangan diborgol. Dia berjalan lesu menuju ruang khusus kunjungan. Dia tidak berani menatap siapa yang datang untuk menemuinya, sadar diri jika siapapun yang datang pastinya hanya untuk menyalahkan dan menghakimi dirinya.Namun, ternyata dugaan Kevin salah. Yang datang ke sana adalah Sandra. Wanita itu datang membawa rantang makanan, langsung berdiri saat melihat Kevin datang.“Tuan.”Kevin terkejut mendengar suara Sandra di sana, hingga mengangkat kepala dan melihat wanita itu di sana.“Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Kevin keheranan.“Saya datang membawakan makanan untuk Anda,” jawab Sandra sambil memperlihatkan rantang di meja.Tatapan Kevin tertuju ke rantang, hingga kembali menatap Sandra yang berdiri memulas senyum ke arahnya.“Kenapa kamu ke sini?” tanya Kevin bingung.“Tuan duduklah dulu, saya bawa makanan untuk Tuan.” Sandra masih bersikap baik dan ramah, setelah apa yang dilakukan Kevin kepadanya.Kevin bingung, tapi anehnya menurutui
Stef pergi ke perusahaan Renata karena diminta mengambil berkas sesuai keinginanya. Ya, juga karena Stef memiliki maksud lain datang ke perusahaan itu.“Aku datang mau menagih makan siang.”Mely sangat terkejut melihat kedatangan Stef di sana. Dia sampai berdiri dengan mulut menganga karena bingung.“Kenapa kamu di sini? Maksudku kenapa kamu tidak menghubungiku saja jika ingin menagih janji makan siang?” tanya Mely yang kikuk dan bingung.Stef malah tersenyum melihat Mely yang kebingungan, merasa jika wanita itu sangat lucu dan menggemaskan ketika sedang panik.“Sebenarnya aku ke sini karena ingin mengambil berkas yang diminta Renata, sekalian menagih janji makan siang,” jawab Stef menjelaskan.Mely paham dan mengangguk. Dia mencari berkas yang butuh tanda tangan Renata, hingga teringat akan berita yang beredar di perusahaan pagi ini.“Oh ya, Bu Renata tidak masuk dan memintamu mengambil berkas, apa ada hubungannya dengan penangkapan Pak Kevin semalam?” tanya Mely yang penasaran.Stef
“Pak Evan, tunggu ….” Mely mencoba memahami status antara Evan dan Renata.Renata sudah bisa menebak jika Mely akan terkejut, begitu juga dengan Stef. Evan sendiri merasa canggung karena akhirnya ada yang tahu statusnya.“Evan itu suaminya Renata,” bisik Stef.Mely terkejut dan langsung menoleh Stef. Ekspresi wajahnya sangat mewakili perasaan bingung, panik, juga syok.“Jadi, Pak Evan suaminya Bu Renata.” Mely memastikan meski otak cerdasnya sudah bisa menebak.Renata dan Evan sama-sama tersenyum canggung, lantas mengajak Mely untuk duduk terlebih dahulu. Dia pun menceritakan alasan Evan menjadi asistennya, agar tidak ada yang salah paham dan menganggap rendah suaminya.“Oh … jadi seperti itu,” ucap Mely akhirnya paham.Mely melirik Stef, kesal juga karena pria itu tidak memberitahunya terlebih dahulu. Andai tahu lebih dulu, Mely pasti akan mempersiapkan diri bertemu Renata dan Evan.“Maaf jika tidak memberitahumu atau yang lain soal status sebenarnya suamiku di kantor. Aku hanya tida
“Bagaimana bisa sampai seperti ini? Pria itu harus merasakan hukuman karena sudah menganiaya dan berusaha membunuh kalian!”Margaret sampai di kota itu saat sore hari. Dia langsung ke rumah sakit untuk melihat kondisi putranya.“Papa kenapa kakinya sakit?” Dhira bertanya sambil memandang kaki Evan yang diperban.Dhira dan Dharu diajak karena Margaret tidak bisa meninggalkan cucu-cucunya di rumah hanya bersama pembantu.Evan bingung harus menjawab pertanyaan siapa terlebih dulu, sebab Dhira dan Margaret bertanya secara berurutan.“Awalnya sudah luka karena kecelakaan, Ma. Lalu Paman kembali menginjak kaki Evan yang sakit, hingga membuat pembengkakkan di beberapa bagian. Tapi dokter sudah mengecek keseluruhan juga melakukan rongent dan tidak ada luka fatal pada jaringan otot atau tulang,” ujar Renata menjelaskan.Dhira dan Dharu mendengarkan Renata bicara, hingga Dhira kembali buka suara.“Jadi, Papa kecelakaan dan sakit?” tanya Dhira sambil memberikan tatapan iba.“Iya, tapi papa baik-