Hari-hari dilalui Renata penuh dengan kesabaran. Usia kandungan yang sudah besar, membuatnya kesulitan melakukan aktivitas seperti biasa. Dia mulai sudah duduk, sekalinya duduk susah berdiri. Bahkan ingin berjalan pun sekarang malas karena mudah lelah. “Mama, kapan dedeknya keluar?” tanya Dhira yang sore itu menemani Renata di halaman samping. Dhira duduk di samping Renata, satu tangan mengelus perut sang mama yang besar. “Bentar lagi. Kak Dhira sudah ga sabar ya mau lihat adek?” tanya Renata setelah menjawab. Dia menggoda putrinya dengan sebutan ‘Kak’. “Iya. ‘kan Dhira mau jadi kakak, biar kayak Dharu. Masa Dharu aja yang jadi kakak.” Dhira masih saja tidak terima jadi adik dan Dharu kakaknya. “Udah, ga usah iri lagi. Nanti kalau adik keluar, jadi kakak juga,” balas Dharu yang ada di samping Renata juga. “Makanya, Dhira ga sabar lihat adik. Biar cepet-cepet dipanggil kakak. Iyakan, Ma?” Dhira menatap Renata sambil mengedip-ngedip manja. Renata tertawa kecil mendengar ucapan Dhi
“Mama nggak kenapa-kenapa ‘kan, Oma?” Dhira menatap Margaret penuh harap.Dhira dan Dharu merengek ingin ikut ke rumah sakit karena sangat mencemaskan Renata.“Oma juga tidak tahu. Tapi kita berdoa saja agar Mama dan adik baik-baik saja,” ujar Margaret mencoba menenangkan.“Dhira mau lihat Mama.”“Dharu juga.”Margaret kebingungan karena cucu-cucunya ingin melihat Renata yang sekarang sedang menjalani persalinan.“Mama lagi berusaha melahirkan adik. Jadi Dhira dan Dharu yang sabar, ya. Nanti kalau adiknya sudah lahir, baru bisa lihat,” kata Margaret kembali membujuk.Margaret memang mengajak anak-anak ke rumah sakit, tapi dia menjaga Dhira dan Dharu di luar IGD, takut jika anak-anak akan membuat keributan di ruang IGD.Dhira dan Dharu terlihat sedih. Margaret pun berusaha untuk menenangkan keduanya.“Kalian berdoa ya, biar Mama dan adik sehat. Kalian mau segera ketemu adik, kan? Nah, adik juga mau ketemu kalian, makanya sekarang mau keluar. Jadi Dhira dan Dharu harus tenang agar bisa
Edward baru saja mengurus prosedur rumah sakit. Dia sudah mendapatkan informasi dari perawat jika Renata melahirkan dengan lancar.Edward pun pergi menemui Margaret untuk menyampaikan kabar gembira itu, agar istrinya dan anak-anak tidak cemas.“Ma.” Edward berjalan menghampiri Margaret.Margaret dan anak-anak langsung berdiri melihat Edward datang. Dia benar-benar mencemaskan Renata.“Opa, bagaimana kondisi Mama?” tanya Dhira langsung karena mencemaskan sang mama.Edward tersenyum memandang Dhira, kemudian menjawab sambil menatap Margaret.“Papa tadi mendapat info dari perawat kalau persalinannya lancar. Sekarang sedang diurus agar bisa segera dipindah ke ruang inap,” ujar Edward menjelaskan dengan senyum penuh kebahagiaan.Margaret mengucap syukur penuh kelegaan mendengar kabar itu. Dia sampai menangis karena sangat bahagia.Dhira dan Dharu pun ikut senang, mereka bahkan saling memeluk sebagai tanda syukur atas kelahiran adik mereka.“Adiknya Dhira cowok apa cewek?” tanya Dhira yang
“Dia mau menyusu lagi?” tanya Evan saat melihat Renata memangku Aldric. Evan menengok ke arloji, waktu menunjukkan jam 11 malam. “Iya, memang sudah biasa kalau bayi baru lahir, akan menyusu setiap beberapa jam sekali,” ujar Renata menjelaskan. Renata sudah duduk bersandar headboard, memangku putranya lantas menyusui meski belum ada air susu yang keluar. “Van, tolong buatkan susu formula,” pinta Renata. Renata akan menyusui Aldric seperti biasa meski air susunya tidak keluar, lantas akan memberikan susu formula setelah bayinya itu kesal karena tidak ada air susu yang masuk ke lambungnya. Evan pun mengangguk dan segera melaksanakan apa yang dikatakan Renata. Dia sudah diajari Margaret cara membuat susu formula. Renata memandang bayi mungilnya yang sedang menyusu. Aldric begitu menggemaskan karena pipinya yang gembul. Evan duduk di samping Renata, memandang Aldric yang sedang menyusu sambil memegang botol susu. “Apa dulu Dhira dan Dharu juga seperti ini?” tanya Evan ke Renata. “
“Van.” Renata memanggil Evan yang sedang membaringkan Aldric di baby box.“Ya, kamu mau sesuatu?” tanya Evan menoleh Renata, setelah membaringkan bayinya.Renata meminta Evan mendekat lebih dulu dan duduk di sampingnya.“Ada apa?” tanya Evan keheranan.“Aku ingin bertanya soal Kak Kasih,” jawab Renata sedikit ragu tapi penasaran.“Hm … ada apa? Kenapa tiba-tiba ingin bertanya tentangnya?” tanya Evan penasaran.“Ya, karena aku merasa ada yang aneh dengan pertanyaannya tadi. Aku mencoba bertanya dan ingin tahu, tapi Kak Kasih terlihat malu untuk bercerita,” ujar Renata menjawab pertanyaan Evan.Evan mengerutkan alis, menjadi penasaran dengan apa yang dibicarakan Renata dan Kasih saat dirinya juga Dean keluar dari ruang inap.“Memangnya Kasih bertanya soal apa?” tanya Evan mencari tahu.Renata pun menceritakan apa yang dibahas dengan Kasih, hingga berakhir dengan pertanyaan yang tak dijawab oleh wanita itu.Evan terkejut mendengar hal itu, hingga kemudian terdiam beberapa saat sambil men
Renata akhirnya sudah diperbolehkan pulang. Dhira dan Dharu senang karena akhirnya bisa melihat sang adik sepuasnya.“Kenapa dia tidur terus?” tanya Dhira sambil menusuk-nusuk pipi Aldric.Renata tersenyum mendengar ucapan Dhira. Dia pun berdiri di samping Dhira, sambil memandang Aldric.“Dedek masih kecil, Dhira. Dia masih banyak tidur karena hanya itu yang bisa dilakukan,” ujar Renata menjelaskan.“Terus, kapan bisa mainnya?” tanya Dhira lagi penasaran.Dhira bicara sambil mengamati sang adik yang begitu menggemaskan, apalagi sekarang Aldric tidur dengan bibir yang bergerak seolah menyesap sesuatu.“Nanti, beberapa bulan lagi. Yang sabar, ya.” Renata mengusap kepala Dhira, kemudian meninggalkan keduanya karena ingin mandi.Dhira memandang Renata yang baru saja masuk kamar mandi. Dia kemudian kembali memandang sang adik.“Aldric, bangun dan main, yuk. Aldric.” Dhira gemas hingga terus menusuk pipi sang adil.“Jangan ditusuk-tusuk terus, nanti kalau bangun terus nangis, kamu bingung.”
“Adam!” Dhira berteriak karena Adam mengikutinya terus menerus.Renata yang sedang berada di ruang makan menyiapkan makan malam pun terkejut dibuatnya.“Ada apa, Dhira?” tanya Renata saat menghampiri putrinya itu.“Adam ngikutin Dhira terus.” Dhira menunjuk ke sang paman kecilnya itu.Renata memandang ke Adam, melihat bocah kecil itu tersenyum sambil menatap Dhira.“Mungkin Adam kangen, ‘kan lama ga ketemu. Ajak main dong.” Renata memberi penjelasan.Dhira menoleh Adam, melihat pamannya itu tersenyum kepadanya.“Adam kalau diajak main, suka sembarangan dan ga nurut sama Dhira. Dhira jadi malas,” ujar gadis itu.“Ya, Dhira kasih tahu cara main yang benar, biar Adam paham. Kalau sama Adam saja Dhira ga bisa sabar, terus besok kalau Aldric ngajak main dan sembarangan, Dhira juga mau marah?” tanya Renata memberikan penjelasan.Dhira terdiam mendengar ucapan Renata, hingga menoleh Adam yang bertingkah lucu. Dia pun menghela napas kasar sampai kedua pundaknya naik dan turun.“Ya, sudah. Dhi
“Re, apa kamu tidak merasa ada yang aneh dengan sikap Raymond?”Evan bertanya ke sang istri, ketika keduanya berada di kamar.Renata baru saja membaringkan Aldric. Dia pun menoleh ke suaminya sambil menyelimuti bayi mungilnya.“Aneh bagaimana?” tanya Renata keheranan.“Entahlah. Dia mengatakan sesuatu yang seperti sudah mengenalmu, lalu ingin wanita sepertimu sebagai istrinya. Padahal jika dipikir, kalian saja baru bertemu dan kenal pun tidak dekat meski saudara,” ujar Evan menjelaskan keanehan yang dirasakan.Renata berpikir sejenak, lantas memilih menyusul suaminya yang sudah berada di ranjang.“Mungkin dia merasa aku bertanggung jawab, apalagi aku sampai rela melepas jabatan di perusahaan demi keluarga. Jadi dia berpikir ingin punya istri sepertiku. Dia pun tadi bicara begitu saat berkumpul dengan Oma dan Mama,” balas Renata menjelaskan.Evan berpikir, mungkin saja ucapan Renata benar, tapi tetap saja Evan merasa ada yang aneh.“Tapi kenapa aku masih merasa aneh sebab dia seperti b