Aldi berjalan menelusuri semua area hotel bersama para klien dan juga sekretarisnya, sembari menjelaskan perkembangan hotel yang telah dibangun beberapa tahun yang lalu, namun pengunjungnya tetap bertambah dengan berbagai macam fasilitas mewah di dalamnya.
Semua kamar hotel selalu terisi setiap hari. Aldi merencanakan membangun air mancur di tanah lapang dekat hotel dan juga kolam ikan yang akan mempercantik hotel tersebut.
"Bagaimana dengan desain seperti ini Bapak Aldinata."
Mereka menunjukkan gambar desain air mancur yang terlihat indah dengan ukuran yang pas dan juga taman bunga mini di sekitarnya. Yang mereka perhatian dari data-data pengunjung hotel. Pengunjung lebih banyak terdiri dari beberapa pasangan suami istri membawa anak-anak mereka untuk berlibur.
Kali ini bukan Aldi yang membuat janji. Namun Elina sendiri yang tengah menunggu Aldi di taman tempat mereka sering bertemu dahulu, ketika masih menjalin kasih dan berjanji akan tetap bersama selamanya. Namun kini jalan mereka telah berbeda.Elina menguatkan hatinya untuk memutuskan sesuatu yang besar dalam hidupnya. Aldi adalah bagian dari masa lalunya dan Aldi berhak mengetahui nya."Kamu telah lama menunggu Elina?" tanya Aldi. Wajah Aldi terlihat kusut dan suram tidak seperti biasanya. Kerah bajunya berantakan dan terdapat banyak keringat di bahunya. Bahkan hal sekecil itu Elina masih bisa menaruh perhatiannya.Elina sebenarnya ingin tidak lagi peduli dengan mantan suaminya, namun bukan rasa sayang dan cinta seperti dulu. Lebih ke rasa teman dan orang tua kedua anak kemba
"Bunda cantik seperti Nana." Liana memperhatikan wajah bundanya yang sudah dipoles tipis dengan makeup."Cantikan Bunda," kata Liam membuat Liana kesal dan memukul punggung kakaknya dengan pelan.Hari ini, keluarga dokter Andre akan membawa seserahan ke kediaman keluarga Syahreza. Elina tersenyum walaupun jantungnya berdetak dengan kencang sedari tadi. Elina mencoba menetralkan tubuhnya yang kaku dan juga berkeringat dingin.Liana menghapus keringat di dahi bundanya dengan lembut, agar makeup bundanya tidak luntur."Kok Bunda keringetan?""Jangan banyak bertanya. Urusan orang dewasa," peringat Liam, membuat Liana bungkam tidak lagi b
Aldi menggeram frustasi. Leo sengaja mengunggah foto keluarga Syahreza dengan keluarga dokter Andre yang tengah memasang cincin pertunangan.Aldi mencengkeram stir mobil dan melaju dengan kecepatan di atas rata-rata, mewakili rasa kalut, dan sakit hatinya.Aldi mengingat kenangan mereka dahulu ketika Elina menatapnya dengan penuh cinta ketika dirinya tengah melamarnya, walaupun anggota keluarga nya tidak ada yang datang waktu itu."Mama sama adek Mas, tidak datang?" bisik Elina di telinga Aldi."Maaf. Mereka sibuk katanya. Hanya papa yang bisa datang. Kamu tidak marah, kan?"Elina menggeleng dan mengerti. Mungkin mereka semua tidak sudi menghadiri aca
Elina dan dokter Andre masuk ke dalam ruang inap Aldi yang terlihat sudah membuka mata dan tengah mengobrol dengan kedua anak kembarnya."Deddy kenapa sampai seperti ini? Nana sedih lihatnya." Liana memeluk lengan kekar daddy-nya sambil mengelusnya.Aldi tersenyum dan mengusap kepala Liana, "Deddy tidak kenapa-kenapa Sayang. Hanya kecapean."Liam menyilang kedua tangan di dada memperhatikan interaksi Liana dan deddy mereka. Liam memilih tidak bersuara."Liam," lirih Tamara mencoba menyapa cucu laki-laki nya itu.Elina dan Andre memperhatikan raut wajah Liam yang dingin dan enggan untuk menjawab panggilan dari Tamara.
Dua minggu sudah berlalu, setelah kejadian itu, dimana mantan suaminya mengancam akan bunuh diri karena Elina akan segera menikah dengan dokter Andre.Elina bahkan semakin yakin bahwa dokter Andre adalah jodohnya. Ketika Aldi mengancam akan bunuh diri, bahkan dokter Andre selalu membisikkan kata-kata menenangkan kepadanya, membuat Elina bisa mengontrol emosinya.Mungkin kalau bukan dokter Andre yang akan menjadi suaminya, dan mendengar mantan suami Elina menyuruhnya berpisah, sejak beberapa detik yang lalu dokter Andre akan menerjang tubuh Aldi dan memukulnya membabi buta karena berani menyuruhnya berpisah dengan calon istrinya sendiri.“Kamu sudah siap Elina?” tanya Pelita merapikan gaun pengantin yang tengah dipakai sang pengantin wanita. Tidak terlalu te
Elina menggigit bibir bawahnya gugup. Malam ini adalah malam yang dinantikan oleh semua pengantin baru. Elina menatap pantulan dirinya di cermin. Dengan memakai piyama tertutup dan berlengan panjang, Elina menyemprotkan sedikit parfum ke tubuhnya.Beberapa menit yang lalu mereka telah melaksanakan shalat sunnah dan memanjatkan doa bersama sebelum melakukan hal itu.Namun Elina sedikit memundurkan waktunya dengan alasan ingin ke toilet. Andre tidak mempermasalahkan nya. Dengan senyuman lembut Andre mengangguk dan sekarang menunggunya di pinggir ranjang tengah memainkan ponselnya.Elina mengambil nafas panjang setelah itu keluar dari kamar mandi dengan senyuman mengembang. Elina melangkah mendekati sang suami dengan jantung berdebar dan wajah memerah.
"Oma, Bunda sama papa Andre ndak keluar kamar, ya?" tanya Liana sembari mengunyah roti yang ada di dalam mulutnya.Pelita memperhatikan pintu kamar pasutri baru itu. Tidak ada tanda-tanda mereka akan keluar kamar."Oma saja yang antar, ya?" tawar Pelita penuh harap."Ndak perlu repot-repot Oma. Dev jemput kita sebentar lagi."Pelita menghela nafas pelan. Padahal ia ingin mengantar kedua cucunya ini untuk berangkat ke sekolah. Mungkin lain waktu saja.Tiiittt. Suara klakson mobil terdengar sangat nyaring dari luar rumah. Pasti Devan yang telah datang.Liam dan Liana langsung bangkit dari
"Mama, Liam dan Liana sudah berangkat sekolah?" tanya Elina canggung bertanya kepada Pelita."Hem, biarkan Mama yang mengurus mereka. Kalian jangan khawatir. Kalian berdua menikmati waktu bersama dulu."Elina memperhatikan wajah Pelita tidak enak hati. Ia sudah bangun kesiangan dan sekarang merepotkan mertuanya. Pasti mertuanya sangat jengkel kepadanya."Hari ini terakhir Ma. Besok Pelita tidak akan merepotkan Mama lagi. Elina janji.""Tidak Nak. Kamu tidak merepotkan Mama. Justru Mama bahagia dengan kehadiran mereka. Mereka sangat menggemaskan dan juga mandiri."Andre yang mengerti perasaan istrinya langsung mengelus bahu Elina menenangkan nya.
Elina tersenyum melihat kebersamaan mereka yang tengah bermain basket berempat. Terlihat Liam dan Liana merebut bola basket dari Aldi dan juga Andre yang tengah senang menggoda mereka yang masih pendek.Liam mengambil bola basket tersebut dan melemparnya dengan gaya memukau. Berhasil! Masuk dengan sempurna membuat mereka bersorak ria. Aldi menggendong Liana, sedangkan andre menggendong Liam yang dengan wajah membanggakan dirinya dan bertepuk tangan.Elina sampai meneteskan air matanya karena terharu. Akhirnya kehidupannya bisa ia rasakan sampai detik ini juga. Setelah badai begitu dahsyatmemporak-porandakan hidupnya.Tuhan memiliki rencana yang sangat indah, untuk kehidupan Elina. Elina selalu percaya, sk
Setelah acara pemakaman selesai, mereka semua sekarang berkumpul di kediaman dokter Andre. Memakai pakaian serba hitam dan duduk di sofa ruang keluarga.“Elina! Saya selaku kedua orang tua almarhum, ingin meminta maaf sebesar-besarnya kepada, Nak Elina. Atas kelakukan almarhum yang telah membuat Nak Elina hampir depresi karena trauma.”Elina mengusap kepala Liana, yang berada di pangkuannya, tersenyum dan mengangguk, “Saya sudah memaafkannya, sejak bertahun-tahun yang lalu. Bahkan saya berhutang budi kepada almarhum, karena telah menyelamatkan putri saya.”“Maafin, Nana!” lirih Liana menatap mereka semua dengan wajah polos dan sendunya.Mereka semua menghela nafas. Ini
“Bagaimana keadaan Naufal, Dokter Andre?” tanya Keyra langsung menghampiri Andre yang sudah keluar dari ruangan.Keyra tidak sabar menunggu kabar dari Andre. Jantungnya berdetak dengan cepat. Keyra khawatir dan juga takut. Dalam lubuk hatinya, masih tersimpan rasa cinta untuk Naufal walaupun hanya secuil.Andre menghela nafas pelan, membuat semua orang yang ada di sana was-was. Tidak biasanya Andre berbelit-belit seperti ini ketika menjelaskan sesuatu. Apalagi ini soal keadaan seseorang.“Naufal gak apa-apa kan, Dok?!” bentak Keyra menggoyang tangan Andre dengan keras. Ia tahu ini sangat lancang, namun Keyra merasakan perasaan yang tidak enak.“Saya sudah berusaha semaksimal mungk
"Masukkan ke dalam mobil!” perintah Shanika memperhatikan ke sekelilingnya, Shanika tahu mereka akan segera tertangkap karena melawan orang-orang yang berkuasa.Liana dimasukkan ke dalam mobil, namun dalam keadaan mulut disumpal dengan lakban dan tidak diikat seperti beberapa jam yang lalu.“Nana ngak mau ke luar negeri. Jangan paksa Nana. Bunda! Tolongin Nana!"Liana tidak ingin pergi jauh dari bundanya. Liana tidak bisa membayangkan nasibnya, apabila Shanika membawanya pergi sangat jauh dari negaranya.Liana telah masuk ke dalam mobil. Dijaga oleh dua anak buah Shanika. Mereka berbicara sebuah rencana selanjutnya. Apabila mereka gagal, maka mereka akan menga
Liana menggelengkan kepalanya, ketika dua preman dengan tubuh kekar dan brewok yang terlihat sangat menyeramkan, menyuapinya roti untuknya. Liana yang diikat di kursi dengan tubuh mungilnya bergetar sedari tadi ketakutan.“Nana mau ketemu bunda. Nana mau pulang, Paman.”“Kamu tidak akan pernah pulang selamanya,” jawab mereka. Liana kembali menggelengkan kepalanya karena tidak ingin mendengar perkataan kedua pria menyeramkan itu.Liana, beberapa jam yang lalu , bangun dari pingsannya ternyata telah terikat di sebuah kursi. Liana ingin menangis, namun bundanya selalu berkata, jangan pernah takut. Hal itu akan membuat mereka semakin menindas kita. Liana masih mengingat pesan bundanya itu.
Liana mengelilingi halaman rumahnya sendiri, dengan mengayuh sepeda. Ia tersenyum sembari menaruh boneka sapi berukuran sedang di ranjang sepeda sebagai temannya bermain.Kakaknya sedang belajar di dalam kamarnya, untuk persiapan olimpiade antar sekolah. Kedua anak laki-laki seperti Liam dan Devan mengambil mata pelajaran matematika dalam satu kelompok, yang sudah disaring dan dipilih.“Nana main sama Vivi, saja.” Nama boneka sapi berwarna pink dan putih itu adalah Vivi.Liana mengayuh sepedanya dekat dengan gerbang. Liana menatap aneh ke arah seorang wanita yang membelakanginya berada di luar gerbang. Penjagaan di rumah Andre, tidak seketat seperti dimension Syahreza. Bahkan satpamnya, entah pergi kemana.“Bunda!” Liana memanggil wanita itu
Berlin, Jerman, 2013Setelah dokter memberikan kabar baik kepada Elina, wanita hamil itu tidak bisa mendeskripsikan bagaimana perasaan bahagianya sekarang. Ia bersandar di sofa sambil menonton acara televisi dengan menikmati secangkir kopi.“Huek!” elina segera berlari ke kamar mandi yang berada di lantai bawah. Dengan wajah pucat dan perut yang bergejolak, Elina memuntahkan cairan kental dan bening. Kepalanya kembali pusing seperti pertama kali dirinya muntah karena kehamilannya.Elina membasuh wajahnya dengan air dan menatap dirinya di cermin. Entah angin apa, Elina terisak merasakan sakit di dadanya. Elina menghapus air matanya sembari mengingat kembali kebersamaanya dengan mantan suami.Elina harus m
Tok! Tok! Shanika dengan malas mengetuk pintu kamar Elina beberapa kali. Kalau tidak disuruh oleh suaminya. Shanika tidak akan sudi melakukannya. "Elina! Kau belum juga bangun?! Istri macam apa, belum bangun sampai jam segini," cibir Shanika di depan pintu kamar Elina. "Kenapa Sayang?" tanya Aldi menghampiri Shanika yang terlihat kesal dan cemberut. Shanika menoleh, "Ini loh, Mas. Elina belum juga mau bangun." Aldi kembali mengetuk pintu kamar Elina. Jauh lebih keras. Bahkan banyak pasang mata yang melihatnya, karena mendengar gedoran terdengar nyaring. "Kasihan ya, No
Elina memandang bangunan di depannya dengan wajah tegar dan tatapan sendu. Ia mengeratkan pegangannya di koper yang tengah ia bawa. Keputusannya sudah bulat. Walaupun hatinya bagai tertusuk ribuan duri, entah kalau bisa dijabarkan, mungkin sekarang hatinya tengah berdarah dan sakit.“Elina,” panggil Surya kepada Elina, yang sudah berada di dalam mobil menunggu Elina.Elina menoleh dan terisak. Dadanya sesak. Air mata menetes dari pelupuk matanya tiada henti. Surya mengerti akan posisi menantunya sekarang. Tangannya terkepal. Ia berjanji tidak akan merestui kembali hubungan Elina dengan Aldi esok apabila Aldi telah menyesali perbuatannya dan ingin rujuk kembali.Elina mencoba menguatkan diri dan menghapus air matanya sampai bersih. Ia kembali berbalik melihat kedi