"Ini dompetmu. Dan ini uang Tuan tadi yang belum sempatku terima, sudah jatuh duluan ke tanah." Daniah mengulurkan selembar uang kertas ratusan ribu dan dompet milik Glen.Glen menerimanya, kemudian mengulurkan kembali uang itu."Untuk air mineralmu saja.""Tidak ada kembaliannya Tuan. Tidak apa apa, tidak usah dibayar kalau begitu."Glen tertawa kecil."Ambil saja kembaliannya.""Benar Tuan?" wajah Daniah langsung terlihat senang.Glen mengangguk kecil."Ah, terimakasih Tuan. Terimakasih. Dari pagi tadi aku belum mendapatkan uang. Aku akan membeli nasi goreng dengan uang ini." nada ucapan Daniah terdengar sangat senang."Kamu belum makan?" Glen bertanya."Eh, iya. Belum, Tuan.""Sejak pagi?"Daniah tidak menjawab tapi hanya menunduk saja.Glen langsung tahu jawaban wanita itu, dia membuka dompetnya dan mengeluarkan beberapa lembar uang."Ini untukmu. Belilah makanan yang banyak.""Tidak perlu Tuan. Tidak perlu. Ini sudah cukup." jawab Daniah, dengan cepat sambil menggoyangkan tangann
Sebuah tamparan tangan yang cukup keras mendarat di pipi Daniah, dan langsung meninggalkan bekas lima jari disana. Wanita muda itu jatuh tersungkur di lantai. Dia mengusap pipinya yang terasa perih. Air matanya jatuh ke pipi. Daniah menangis tanpa suara."Sudah ku peringatkan! Jangan pernah mencampuri urusanku! Sudah untung aku mau menikahimu dan menampungmu di sini. Tahu diri kamu, Daniah!!! Dasar pembawa sial!" Umpat Ricard."Maaf Mas. Aku hanya ingin mengingatkan." Suara serak milik Daniah tanpa berani menatap wajah garang milik Ricard, pria yang sudah menikahinya tiga bulan terakhir ini."Tidak perlu kamu mengingatkan aku. Dengar Daniah, kamu sudah menghancurkan hidupku. Dan aku pun mau hidupmu juga hancur sepertiku!" Bentak Ricard tangannya terangkat lagi.Tapi Kayla yang menyaksikan itu mencegah perbuatan Ricard. "Sudah Ric, sudah!" Dia memegangi tangan Ricard dan menarik tangannya." Sudah sayang. Kasian, dia juga kan wanita. Masa iya kamu berlaku kasar padanya. Jangan mengotor
Daniah terkejut saat mendengar persyaratan dari Glen. Daniah merasa Glen ini sengaja sedang ingin mencari masalah dengannya."Kamu sengaja ingin mempersulitku ya?""Terserah kamu saja. Jika tidak bisa, aku juga tidak bisa menerimamu," balas Glen."Baiklah, kalau begitu aku permisi." Daniah sudah memutar tubuhnya untuk melangkah.Melihat itu Glen tercengang dan langsung memanggil Daniah. "Eh, tunggu!""Baiklah. Kamu boleh bekerja disini!""Tidak harus menginap?" Tanya Daniah meyakinkan."Terserah, kamu mau pulang atau pergi, kapan pun terserah!" Tidak ada pilihan lain baginya. Entah kenapa, dia sangat ingin wanita itu bekerja di rumahnya."Terima kasih Tuan! Terima kasih. Aku Janji akan bekerja dengan baik." Sahut Daniah dengan sangat senang.Glen tersenyum, "Bekerjalah yang baik di sini dan aku akan memberi gaji tiga kali lipat dari hasil jualanmu." Ucap Glen lalu menoleh pada Ken."Ken, siapkan kamar yang baik untuk gadis ini!" Perintah Archel."Tapi, Tuan.." Glen membelalakkan mata
Mendung semakin tebal, rintik hujan juga sudah mulai turun dengan ringan. Daniah kebingungan mau kemana?Saat ini dia sudah menuruni angkot, karena tak tahu mau ke mana, Daniah turun di taman tempat biasa dia berdagang asongan.Berharap ada satu temannya yang bisa ia mintai pertolongan, menoleh ke kiri dan ke kanan, tidak ada satupun orang yang nampak di sana.Sementara petir mulai saling menyambar,Daniah terisak, mengusap air matanya yang masih saja jatuh."Aku harus kemana?" mengingat jika ini sudah sangat malam."Ayah, aku takut." Dia merintih.Terlihat tubuh itu menggigil menahan dingin, karena angin mulai kencang, Daniah mendekapkan kedua tangannya, memeluk tubuhnya sendiri, sekedar untuk mengurangi rasa dingin.Rintik hujan semakin tebal dan mulai deras, Daniah semakin kebingungan, Daniah sedikit tergesa ke arah jalan.Daniah berdiri di pinggir jalan, berharap masih ada angkot yang lewat, meski sebenarnya Daniah tidak tahu mau ke mana lagi.Sekujur tubuhnya sudah basah, menggig
Glen menggeliat di atas sofa, perlahan dia membuka matanya. Sepertinya baru saja terlelap tapi saat melihat jam ternyata sudah pukul tujuh pagi saja."Kenapa sudah pagi saja sih?" Dia menggerutu sendiri kemudian mau tidak mau bangun dan berjalan gontai ke kamar mandi.Matanya terasa masih sangat berat. Glen kemudian meraba gagang pintu kamar mandi.Ceklek!Lalu dia masuk."Aaaa....!!" suara lengkingan panjang milik tubuh polos yang sibuk menutup bagian sensitifnya. Rupanya Daniah sedang kebingungan mana yang akan dia tutup. Mau yang atas, yang bawah terbuka. Akhirnya satu satunya jalan adalah duduk dilantai dengan merapatkan kedua kaki dan tangannya.Glen yang kaget bukan kepalang, terasa seperti disambar petir. Dia berdiri terpaku tanpa bisa bergerak. Bahkan untuk menunduk atau menggeser kakinya pun tak sanggup lagi."Astaga... Astaga!” dia juga berteriak karena terkejut melihat sosok di dalam kamar mandi."Tuan.. Keluar! Keluar!" Teriak Daniah dengan panik.Glen yang nyawanya mas
Ken sedikit terkejut saat meminta di antar ke tanah toko pakaian wanita. "Kamu tidak akan pergi ke Kantor?" Ken menoleh dan bertanya.Glen menggeleng. "Sepertinya hari ini tidak. Aku harus mencarikan pakaian untuk Daniah dulu. Dia tidak punya ganti satupun. Pakaiannya semalam basah." jawab Glen."Kamu perhatian sekali dengan wanita itu Tuan." Selidik Ken."Dia memang tidak punya baju. Mataku bisa ternoda terus jika ku biarkan seperti itu." Bantah Glen.Ken terbahak mendengar ucapan Glen."Tuan. Apa kamu menyukainya?"Glen menghela nafas. "Sepertinya begitu. Aku tidak pernah memikirkan wanita sebelum ini." Pada akhirnya Glen mengakui perasaannya."Tapi dia istri orang Tuan?" Ken menoleh, mencoba mengingatkan Glen."Aku tau. Tapi dia sudah mengambil semuanya dariku Ken. Kamu tau sendiri, bagaimana dia mengambil ciuman pertamaku. Dan semalam. Ah.. Tanganku , mataku , bahkan otakku tercemar karena dia." Jawab Glen, membuat Ken kembali menoleh.Ken tertawa lagi."Kamu jangan menertawakan
"Kamu terlihat manis dengan baju itu." Puji Glen, dia masih belum berkedip menatap Daniah."Terima kasih, Tuan. Terima kasih ya?" Ucap Daniah.Glen hanya mengangguk sambil tersenyum-senyum sendiri, dia masih saja menatap Daniah."Ini semua untuk Aku kan Tuan?" tanya Daniah lagi sambil mengangkat barang pembelian Glen tadi."Memangnya untuk siapa lagi? Aku tidak mungkin memakainya." Jawab Glen."Kalau begitu aku akan simpan di kamarku saja.""Lemari disana kecil. Sebagian kamu bisa simpan disana." Glen menunjuk sebuah lemari."Baiklah Tuan. Jika Kamu tidak keberatan."Glen hanya tersenyum saja, entah kenapa ia merasa senang jika ada barang Daniah yang tersimpan di kamarnya.Daniah kemudian pamit untuk ke kamarnya. Setelah menyimpan bajunya, Daniah ke dapur untuk menyiapkan sarapan buat Glen. Melirik jam yang sudah menunjukan siang.Daniah segera menyiapkan beberapa makanan yang sudah dimasak oleh sang koki. Langsung membawanya ke kamar Glen."Tuan! Kamu harus makan. Ini sudah siang."
Dua pria kekar itu terus menarik paksa Daniah. Mereka menyeret tanpa ampun Daniah sampai ke dalam mobil. Tidak peduli dengan jeritan Daniah yang gelegar.Daniah terus meronta ronta. Berusaha sekuatnya berontak, namun tubuh kecilnya tak mampu melawan tenaga Dua pria kekar itu."Mas Ricard... Tolong aku! Tolong...! Aku tidak mau ikut mereka!" Jerit Daniah."Diam!" bentak mereka."Lepaskan aku Tuan! Aku tidak tau apa apa tentang utang piutang suamiku!" Ucap Daniah."Apa?? Suami?" Mereka merasa terkejut dengan pengakuan Daniah."Iya Tuan. Aku istri mas Ricard. Tolong lepaskan aku. Aku akan membayar hutangnya mas Ricard Tuan. Aku akan membayarnya!" pinta Daniah merengek.Pria itu tertawa mendengar ucapan Daniah. "Jadi kamu istrinya? Benar-benar Suami gila! Istri sendiri malah disuruh membawa untuk membayar hutang. Haha.. Tapi tidak mengapa, itu malah bagus, agar urusan dengan suamiku itu cepat selesai." Ucap pria itu.Bukannya berpikir untuk melepaskan Daniah, pria itu malah mendorong p
Fic tidak menyadari perasaan yang tumbuh di antara mereka. Orang lain juga sama, tidak ada yang tahu apa yang tersimpan di dalam hati Ellena. Namun, suatu saat Ellena tidak mampu menahan lagi dan mulai mengekspresikan perasaannya dengan lebih jelas. Fic hanya menganggap bahwa Ellena begitu karena belum dewasa dan belum mengerti perasaannya. Suatu hari, Ellena yang sudah bukan remaja lagi, mengungkapkan perasaan cinta yang selama ini terpendam.Fic merasa seolah tersambar petir dan sulit memahami apa yang sedang terjadi. "Mana mungkin?" batin Fic. "Aku hanya seorang kepala pelayan, dan usia kita terpaut jauh. Aku bahkan bisa jadi pamanmu, nona!" Namun, Ellena sama sekali tidak peduli dengan alasan tersebut. Ia nekad melakukan apapun untuk bisa bersama Fic. Perasaan Ellena semakin memuncak dan menghempas rasa ragu di hatinya. Fic kini terjebak dalam dilema, antara menerima perasaan Ellena atau tetap pada prinsipnya. Ketika akhirnya ia mulai merasakan getaran yang sama dalam hatinya, ia
"Diam!" Ellena bersikukuh, masih saja melanjutkan pekerjaannya. Lalu mengambil celana Fic dan meminta Fic untuk mengenakannya dengan sabar.Fic hanya bisa menurut. Ellena memakaikan kemeja putih pada Fic, mengancingkan baju itu."Ellena, aku bisa sendiri." menarik tangan Ellena hingga tubuh Ellena menabrak dadanya."Aku ingin melakukannya Fic. Dengan begitu, aku semakin bahagia." Ellena melepaskan tangan Fic, sekarang memasangkan dasi untuk Fic."Nona."Ellena masih belum selesai merapikan rambut, baju dan dasi Suaminya."Sudah rapi. Tinggal jas nya saja. Dipakai sekarang apa nanti saja?"Fic tak menjawab pertanyaan Ellena. Masih senantiasa menatap wajah Ellena."Fic.""Bisa menikahimu saja, sudah membuatku tak berhenti bersyukur. Jangan melakukan ini lagi. Itu membuatku merasa bersalah."Ellena dengan lembut menarik tengkuk Fic, menciumi wajahnya dengan penuh kasih sayang. "Aku ingin melakukan ini setiap pagi. Kau tidak boleh melarangku, atau aku akan mengadu pada Ayah. Kau sudah men
Fic menarik nafas dalam-dalam dan tersenyum, "Baiklah, Tuan. Jika Anda telah mempercayai saya, saya tidak ingin mengecewakan Anda. Tapi, bolehkah saya mencari pengganti diri saya sebagai Kepala Pelayan?""Ya. Tentu saja. Semua itu ku serahkan padamu. Siapapun yang kau pilih, aku yakin kau sudah memikirkannya dengan baik," jawab Glen dengan mata yang bersinar penuh keyakinan. Fic mengangguk mantap, memperkuat pernyataannya.Mereka kembali ke kamar masing-masing setelah obrolan itu selesai. Langkah mereka terasa lebih ringan, seolah sebuah keputusan besar telah berhasil dilewati bersama. Di balik pintu kamar, Fic tersenyum tipis, merasa yakin akan kebijaksanaan pilihan yang telah dipertimbangkan matang-matang.Malam mulai menggantikan siang. Fic melangkah perlahan, merangkak ke atas ranjang mengikuti Ellena yang sudah lebih dulu berbaring. Mata Fic tak henti memandangi wajah Ellena, tersenyum padanya dengan penuh kebahagiaan. Sejenak Fic merasa puas, menikmati momen itu. Setelah itu, p
"Ellena, ayo kemari, Nak." ajak Daniah ramah. Glen juga menoleh ke arah Fic dengan tatapan yang sama hangatnya, "Ayo Fic, ajak istrimu makan bersama kami."Fic mengangguk, menarik kursi untuk Ellena dan kemudian duduk di sebelahnya. Meskipun bukan pertama kalinya dia berada dalam situasi ini, bahkan seringkali dia makan bersama mereka di masa lalu, namun suasana kali ini terasa berbeda. Fic merasa canggung, jantungnya berdebar kencang. Dahulu, dia hanya duduk di sini sebagai kepala pelayan yang setia. Namun sekarang, perannya telah berganti. Menjadi seorang menantu keluarga ini.Dua orang di hadapannya adalah sosok yang ia segani dan hormati selama ini, tuan dan nyonyanya. Dan tak disangka, kini mereka telah menjadi mertuanya. Fic menelan ludah, mencoba menyembunyikan kegugupan yang menjalar di seluruh tubuhnya.Daniah bergerak mengambil piring untuk Glen dan dirinya, lalu mengayunkan tangan ke arah piring Ellena dan Fic. Namun, tiba-tiba Fic menahan tangan Daniah. "Nyonya, biar saya
Lebih dari dua minggu sudah, Fic dan Ellena tinggal di villa puncak ini. Dan Pagi ini, Fic terlihat sibuk berkemas. Ellena duduk di samping tempat tidur dengan wajah murung dan bahunya yang terkulai. Semalam, Fic mencoba meyakinkan Ellena untuk pulang, bukan karena ia tidak ingin memenuhi keinginan Ellena untuk berlama-lama di sini, melainkan karena kekhawatiran terhadap rumah yang ditinggalkannya. Fic tak bisa menepis rasa cemas, terutama tentang kesepian yang pasti dirasakan Daniah tanpa Ellena sang putri.Setelah berbagai usaha Fic untuk merasuk, akhirnya Ellena mau pulang dengan imbalan janji berbulan madu ke Kampung halaman Ilham. Walaupun tampak masih belum sepenuhnya ikhlas, Ellena bertanya, "Jadi, setelah ini kita akan pergi ke Lampung, ya Fic?"Fic hanya mengangguk sambil mencium pucuk kepala Ellena, mengekspresikan rasa sayangnya padanya. Mereka berdua duduk di belakang mobil yang melaju perlahan meninggalkan Villa Puncak, tempat yang menyimpan begitu banyak kenangan manis
"Dasar sialan! Arg..!" bentak Keyan kesal, lalu meninju lengan Kimmy dan Khale bergantian. Tapi, perlahan ia ikut tertawa juga. Mereka masih terdengar tertawa bahagia, saling bercanda, sampai melangkah ke kamar masing-masing. "Besok, aku tidak mau lagi satu mobil dengan kalian! Mulai besok, kita akan membawa mobil masing-masing!" seru Keyan, wajahnya merah padam, sebelum menutup pintu kamarnya dengan keras.Sementara di sisi lain.Menuju Villa Puncak,Fic dengan lembut menuntun Ellena, melewati batu-batu hitam kecil yang tersusun apik di jalan setapak. Mereka berada di taman, tepat di luar Villa Puncak. Fic mengajak Ellena menuju bangku khusus yang lengkap dengan meja bundar berisi buah-buahan segar dan minuman yang menggoda. Fic mempersilahkan Ellena duduk, layaknya mempersilahkan seorang putri kerajaan. "Silahkan Tuan Putri," ucapnya sambil membungkukkan tubuh.Ellena tergelak dan menutup mulutnya dengan tangan. Ia duduk dan melihat sekitarnya, merasakan keindahan sore itu. "Ah Fic
Saat ini di kediaman Ken, Khale dan Kimmy melangkahkan kaki mereka ke dalam rumah dengan langkah gontai. Keyan menyusul dari belakang, tetapi mulutnya tak berhenti mengomel, mengumpat dua kakaknya yang sama sekali tidak menggubrisnya. Ketiga pemuda itu menghempaskan bokong mereka ke sofa dengan kasar, tak peduli dengan tas yang belum mereka taruh. "Aku kesal!! Hari ini aku kesal dengan kalian berdua!" ujar Keyan kesal sambil menunjuk kedua kakaknya."Apa sih anak ini?" balas Khale sambil melotot."Tau tuh!" Kimmy ikut melotot dengan wajah tidak senang.Keyan sudah berdiri, marah, dan menggerakkan tangannya hendak memukul kepala Kimmy, namun ditangkap oleh Kimmy. "Haha.. Keyan rupanya iri kepada kita, Khal. Dia tidak bisa mendekati wanita incarannya, berbeda dengan kita." ejek Kimmy sambil melepaskan tangannya dari Keyan. Khale hanya menanggapi dengan senyuman sinis, menambah rasa kesal Keyan semakin mendalam."Siapa bilang iri? Aku cuma ngerasa tidak dianggap oleh kalian. Kalian s
Mereka baru saja selesai menikmati hidangan makan malam. Fic duduk bersandar di sofa sambil menggelar lengannya ke arah Ellena yang duduk didepannya tanpa jarak. Ellena menyandarkan punggungnya di dada Fic yang hangat. Kedua tangan Fic membelai perut Ellena seolah memberikan rasa nyaman pada istrinya ini, sementara lehernya dielusnya dengan lembut. "Fic, kenapa saat yang tadi itu kamu mendadak menjadi cerewet sih?" Ellena bertanya dengan nada iseng, sambil tangannya asyik mengutak-atik ponselnya.Fic tersenyum kecil. "Siapa yang cerewet? Aku?" dia menanggapi dengan nada bercanda."Padahal kamu sedang kesulitan bernafas, aku hanya peduli dan mencoba mengetahui penyebabnya." Jawab Ellena."Susah bernafas? Memang kenapa, ya? Apa aku menekan tubuhmu terlalu keras? Sepertinya tidak." Fic berkata sambil melanjutkan elusan lembutnya di leher Ellena, tangannya kadang bergerak meraba-raba sekilas membuat Ellena menggelinjang. "Ya... aku tidak tahu. Rasanya sesak saja," jawab Ellena, sambil ter
Fic melucuti pakaian Ellena. Sekali lagi mengamati tubuh indah itu sambil tangannya bergerak aktif. Menyentuh semua itu tanpa terlewat.Fic menyisir setiap bagian tubuh Ellena dengan bibirnya. Hingga sampai pada Area sensitif. Fic merenggangkan kedua paha Ellena. Dan memposisikan wajahnya. Ellena menggeliat bak cacing kepanasan karena ulah Fic. Meremas kuat rambut Fic hingga berantakan."Fic, berhenti." nafasnya tersengal sengal.Fic mendongak, menatap wajah Ellena yang sudah memerah. Fic tersenyum, menyambar bibir itu. Hanya sebentar, lagi lagi turun perlahan dan kembali lagi ke area sensitif.Ellena menegang, Fic belum berhenti. Masih berada disitu. Fic benar benar ingin membuat Ellena menggelinjang tak karuan. Hingga Ellena menggoyahkan tubuhnya tanda tak sanggup lagi."Ah, Fic. Berhentilah. Ku mohon." Mendorong kepala Fic.Fic akhirnya berhenti , memandangi tubuh yang terus menggeliat itu."Fic. Kamu menyiksaku!"Fic hanya tersenyum, kembali menyerang wajah leher dan dada Ellena,