Glen menggeliat di atas sofa, perlahan dia membuka matanya. Sepertinya baru saja terlelap tapi saat melihat jam ternyata sudah pukul tujuh pagi saja."Kenapa sudah pagi saja sih?" Dia menggerutu sendiri kemudian mau tidak mau bangun dan berjalan gontai ke kamar mandi.Matanya terasa masih sangat berat. Glen kemudian meraba gagang pintu kamar mandi.Ceklek!Lalu dia masuk."Aaaa....!!" suara lengkingan panjang milik tubuh polos yang sibuk menutup bagian sensitifnya. Rupanya Daniah sedang kebingungan mana yang akan dia tutup. Mau yang atas, yang bawah terbuka. Akhirnya satu satunya jalan adalah duduk dilantai dengan merapatkan kedua kaki dan tangannya.Glen yang kaget bukan kepalang, terasa seperti disambar petir. Dia berdiri terpaku tanpa bisa bergerak. Bahkan untuk menunduk atau menggeser kakinya pun tak sanggup lagi."Astaga... Astaga!” dia juga berteriak karena terkejut melihat sosok di dalam kamar mandi."Tuan.. Keluar! Keluar!" Teriak Daniah dengan panik.Glen yang nyawanya mas
Ken sedikit terkejut saat meminta di antar ke tanah toko pakaian wanita. "Kamu tidak akan pergi ke Kantor?" Ken menoleh dan bertanya.Glen menggeleng. "Sepertinya hari ini tidak. Aku harus mencarikan pakaian untuk Daniah dulu. Dia tidak punya ganti satupun. Pakaiannya semalam basah." jawab Glen."Kamu perhatian sekali dengan wanita itu Tuan." Selidik Ken."Dia memang tidak punya baju. Mataku bisa ternoda terus jika ku biarkan seperti itu." Bantah Glen.Ken terbahak mendengar ucapan Glen."Tuan. Apa kamu menyukainya?"Glen menghela nafas. "Sepertinya begitu. Aku tidak pernah memikirkan wanita sebelum ini." Pada akhirnya Glen mengakui perasaannya."Tapi dia istri orang Tuan?" Ken menoleh, mencoba mengingatkan Glen."Aku tau. Tapi dia sudah mengambil semuanya dariku Ken. Kamu tau sendiri, bagaimana dia mengambil ciuman pertamaku. Dan semalam. Ah.. Tanganku , mataku , bahkan otakku tercemar karena dia." Jawab Glen, membuat Ken kembali menoleh.Ken tertawa lagi."Kamu jangan menertawakan
"Kamu terlihat manis dengan baju itu." Puji Glen, dia masih belum berkedip menatap Daniah."Terima kasih, Tuan. Terima kasih ya?" Ucap Daniah.Glen hanya mengangguk sambil tersenyum-senyum sendiri, dia masih saja menatap Daniah."Ini semua untuk Aku kan Tuan?" tanya Daniah lagi sambil mengangkat barang pembelian Glen tadi."Memangnya untuk siapa lagi? Aku tidak mungkin memakainya." Jawab Glen."Kalau begitu aku akan simpan di kamarku saja.""Lemari disana kecil. Sebagian kamu bisa simpan disana." Glen menunjuk sebuah lemari."Baiklah Tuan. Jika Kamu tidak keberatan."Glen hanya tersenyum saja, entah kenapa ia merasa senang jika ada barang Daniah yang tersimpan di kamarnya.Daniah kemudian pamit untuk ke kamarnya. Setelah menyimpan bajunya, Daniah ke dapur untuk menyiapkan sarapan buat Glen. Melirik jam yang sudah menunjukan siang.Daniah segera menyiapkan beberapa makanan yang sudah dimasak oleh sang koki. Langsung membawanya ke kamar Glen."Tuan! Kamu harus makan. Ini sudah siang."
Dua pria kekar itu terus menarik paksa Daniah. Mereka menyeret tanpa ampun Daniah sampai ke dalam mobil. Tidak peduli dengan jeritan Daniah yang gelegar.Daniah terus meronta ronta. Berusaha sekuatnya berontak, namun tubuh kecilnya tak mampu melawan tenaga Dua pria kekar itu."Mas Ricard... Tolong aku! Tolong...! Aku tidak mau ikut mereka!" Jerit Daniah."Diam!" bentak mereka."Lepaskan aku Tuan! Aku tidak tau apa apa tentang utang piutang suamiku!" Ucap Daniah."Apa?? Suami?" Mereka merasa terkejut dengan pengakuan Daniah."Iya Tuan. Aku istri mas Ricard. Tolong lepaskan aku. Aku akan membayar hutangnya mas Ricard Tuan. Aku akan membayarnya!" pinta Daniah merengek.Pria itu tertawa mendengar ucapan Daniah. "Jadi kamu istrinya? Benar-benar Suami gila! Istri sendiri malah disuruh membawa untuk membayar hutang. Haha.. Tapi tidak mengapa, itu malah bagus, agar urusan dengan suamiku itu cepat selesai." Ucap pria itu.Bukannya berpikir untuk melepaskan Daniah, pria itu malah mendorong p
Semua akan baik-baik saja.Mendengar suara yang cukup ia kenal, Daniah langsung mendongak. Menatap pria yang sudah menolongnya itu."Tuan Glen. Tolong aku! Dia .. dia.. Dia mau memperkosaku! Tolong aku, hiks .. hiks..?" Daniah menjerit histeris ketika sadar jika yang di hadapannya adalah Glen.Glen langsung menarik selimut. Membungkus tubuh Daniah dan segera memeluknya dengan sangat erat."Semua akan baik baik saja. Ada aku. Ada aku, tenanglah. Kita pulang sekarang!" Glen mengangkat tubuh trauma Daniah, menoleh dulu pada pria pria anak buahnya itu."Urus dia! Jangan biarkan dia mati dulu. Aku belum selesai dengannya!" ucap Glen segera melangkah keluar di ikuti oleh Ken. Sementara anak buahnya menyeret pria tadi yang sudah babak-belur oleh mereka.Glen terus melangkah keluar dengan menggendong Daniah. Melewati dua pria yang sudah berlumuran darah di ruang depan rumah itu. Dua pria yang tadi menyeret Daniah, rupanya sudah dilumpuhkan oleh Glen dan anak buahnya sebelum Glen menendan
Daniah sampai terkejut saat Glen setengah berteriak."Niah, jawablah. Aku hanya ingin berusaha membantumu. Kota ini sangat kejam untuk wanita sepertimu. Kamu belum mengenal baik seluk beluk kehidupan di kota ini." Glen menurunkan nada suaranya. Dia tahu Daniah mungkin masih sangat tertekan, tapi dia perlu mengetahui apa yang terjadi pada Daniah.Air mata Daniah menetes, dia mulai terisak."Aku tau. Nasibku ini memang selalu malang." Dia mengusap air matanya yang kembali menetes dengan lengannya."Bukan begitu, tapi kamu .. kamu hanya korban kejahatan. Ku mohon beritahu aku! Supaya aku bisa melindungimu! Kamu tidak mengerti juga? Apa kamu tidak percaya padaku? Apa kamu juga mencurigaiku sebagai orang jahat?" Glen berusaha membuat Daniah tenang."Niah, aku hidup sebatang kara disini. Aku tidak punya siapa-siapa selain Ken. Ken juga bukan siapa-siapaku selain hanya sebatas bawahan dan atasan. Tapi kami saling setia. Kami bisa mengikat persaudaraan dan kesetiaan itu. Niah, mau tidak mau,
Glen sudah kembali dari dapur mengambil makanan. Dia menghampiri Daniah yang duduk di sofa dan terlihat sudah mulai tenang."Makan dulu!" Glen duduk di sampingnya. Menyendok makanan dan menyodorkan ke mulut Daniah."Aku bisa sendiri.""Sekali ini saja. Aku ingin memanjakanmu, besok-besok tidak mungkin sempat lagi seperti ini." Glen kembali menyodorkan sendok.Dengan ragu-ragu Daniah membuka mulut."Kamu harus makan yang banyak. Biar tidak kurus seperti ini." ucap Glen."Apa aku kurus sekali?" Daniah mengelus perutnya yang memang sangat rata."Ya... Kamu kurus sekali.""Aku memang kurang makan. Sehari kadang satu kali saja. Itu pun.." ucapan Daniah terputus karena dipotong oleh Glen."Sudah cukup! Aku tidak ingin mendengar kisah sedihmu. Mulai detik ini kamu harus makan yang benar. Tiga kali sehari, bila perlu empat atau Lima kali sehari. Atau semuat perutmu." Ujar Glen. Dia memang malas mendengar penderitaan Daniah. Menurutnya itu hanya akan menambah perih hatinya jika membayangkan p
Pagi berikutnya,Daniah cepat menarik tubuhnya ketika sadar tangan dan betisnya sudah menumpang bebas di tubuh Glen yang masih lelap dengan posisi membelakanginya. Seperti guling saja Daniah memperlakukan tubuh Glen tadi.Wajahnya memerah. Hampir mirip seperti kepiting direbus. Jantungnya saja bertalu-talu seperti genderang mau berperang.Malu? Itu sudah pasti dirasakan Daniah saat ini.Dirinya saja semalam sempat berteriak marah kepada Glen, saat Glen yang juga melakukan hal sama seperti ini.Mungkin tak sengaja. Itu tidak direncanakan! Benar! Daniah saat ini sepemikiran dengan Glen semalam. Tidak sengaja dan tidak direncanakan!"Ah.. siapa suruh tidur disini? Siapa suruh menyuruhku tidur di kamarnya. Begini kan jadinya? Awas saja kalau menyalahkanku. Mengira aku ingin menodai pikiran perjakanya!" umpat Daniah sembari cepat-cepat menyingkir dari ranjang.Lalu Daniah segera keluar dan menuju kamarnya sendiri. Mandi dan berganti.Pagi ini Daniah sudah semangat, kejadian semalam ti