Glen sudah kembali dari dapur mengambil makanan. Dia menghampiri Daniah yang duduk di sofa dan terlihat sudah mulai tenang."Makan dulu!" Glen duduk di sampingnya. Menyendok makanan dan menyodorkan ke mulut Daniah."Aku bisa sendiri.""Sekali ini saja. Aku ingin memanjakanmu, besok-besok tidak mungkin sempat lagi seperti ini." Glen kembali menyodorkan sendok.Dengan ragu-ragu Daniah membuka mulut."Kamu harus makan yang banyak. Biar tidak kurus seperti ini." ucap Glen."Apa aku kurus sekali?" Daniah mengelus perutnya yang memang sangat rata."Ya... Kamu kurus sekali.""Aku memang kurang makan. Sehari kadang satu kali saja. Itu pun.." ucapan Daniah terputus karena dipotong oleh Glen."Sudah cukup! Aku tidak ingin mendengar kisah sedihmu. Mulai detik ini kamu harus makan yang benar. Tiga kali sehari, bila perlu empat atau Lima kali sehari. Atau semuat perutmu." Ujar Glen. Dia memang malas mendengar penderitaan Daniah. Menurutnya itu hanya akan menambah perih hatinya jika membayangkan p
Pagi berikutnya,Daniah cepat menarik tubuhnya ketika sadar tangan dan betisnya sudah menumpang bebas di tubuh Glen yang masih lelap dengan posisi membelakanginya. Seperti guling saja Daniah memperlakukan tubuh Glen tadi.Wajahnya memerah. Hampir mirip seperti kepiting direbus. Jantungnya saja bertalu-talu seperti genderang mau berperang.Malu? Itu sudah pasti dirasakan Daniah saat ini.Dirinya saja semalam sempat berteriak marah kepada Glen, saat Glen yang juga melakukan hal sama seperti ini.Mungkin tak sengaja. Itu tidak direncanakan! Benar! Daniah saat ini sepemikiran dengan Glen semalam. Tidak sengaja dan tidak direncanakan!"Ah.. siapa suruh tidur disini? Siapa suruh menyuruhku tidur di kamarnya. Begini kan jadinya? Awas saja kalau menyalahkanku. Mengira aku ingin menodai pikiran perjakanya!" umpat Daniah sembari cepat-cepat menyingkir dari ranjang.Lalu Daniah segera keluar dan menuju kamarnya sendiri. Mandi dan berganti.Pagi ini Daniah sudah semangat, kejadian semalam ti
Glen sudah berdiri di depan pintu kamar Daniah.Biasanya dia langsung masuk tanpa permisi, tapi kali ini tidak.Pria itu berdiri cukup lama di depan pintu itu. Sesekali menekan dadanya sendiri."Aku sungguh jatuh cinta padanya. Bagaimana ini? Semoga tidak terlalu sulit. Ayah, Mama, doakan Putramu." Sekilas bayangan pria gagah yang dulu selalu ada disisinya itu terlintas di benak Glen."Kisah cintaku tidak terlalu buruk, Ayah. Saat aku mendapatkan calon menantumu. Bukankah Ayah pernah berpesan padaku. Gadis atau janda itu sama saja. Yang terpenting adalah akhlak. Bahkan zaman sekarang Gadis itu banyak yang hanya statusnya saja.""Ayah sendiri, harus bertemu Mama dalam sebuah jebakan. Mama harus melahirkan aku tanpa Ayah. Ah, baiklah. Aku akan berjuang untuk cintaku. Semoga ini tidak terlalu buruk."Glen berhenti berbicara sendiri. Kemudian mulai mengetuk pintu. Di lakukannya berkali-kali hingga Daniah membuka pintu."Lama sekali?" tanya Glen."Aku tadi, sedang di kamar mandi." jawab
Jantung Daniah sudah tidak bisa lagi ditenangkan. Setiap kali dia teringat ucapan Glen setiap kali itu juga jantungnya berdebar.Wanita itu sampai terduduk lemas di bawah ranjangnya."Apa benar aku mulai menyukai Tuan Glen? Tiap bersamanya aku nyaman dan bahagia." Daniah bergumam, terus memegangi dadanya."Ini salah. Ya Tuhan... Ini salah. Aku harus bagaimana?""Tapi.."Daniah mulai bimbang, Glen telah begitu banyak membantunya. Jika dia tidak datang tepat waktu menolongnya entah jadi apa dia sekarang. Bahkan Daniah tidak berani membayangkan. Glen juga sanggup berpura-pura menjadi suaminya demi mengirim uang pada ayahnya. Dan nominal uang yang baginya sangatlah besar. 200 juta, sebanyak itu, dari mana Daniah bisa membayar? "Aku sampai lupa membahasnya. Sampai lupa mengucapkan terima kasih."Daniah berdiri, lalu melangkah keluar."Nona Niah!" panggil Fic, kepala pelayan dari arah tangga."Iya!" Daniah yang sedang menutup pintunya langsung menoleh."Apa melihat Tuan Glen?" tanya Fic, s
Setelah kepergian Ricard dan Kayla, Glen kembali ke atas. Menemui Daniah yang masih menunggu di kamarnya.Melihat wanita itu duduk termenung disisi sofa, Glen bisa merasakan bagaimana kemalangan dan perihnya kehidupan Daniah. Perjalanan hidup yang pasti tidaklah mudah bagi seorang wanita muda dari desa seperti Daniah. Menikah dengan pria yang salah. Mendapatkan perlakuan yang tidak baik dari suaminya sendiri.Wanita baik, tulus tapi malang!Glen sangat ingin merebut Daniah segera dari suaminya. Bahkan hatinya telah berjanji, apapun itu, akan ia hadapi demi wanita ini. Demi bisa menikahi Daniah." Daniah!" ikut duduk bersandar disebelah Daniah."Tamunya sudah pulang?" tanya Daniah."Ya.""Mereka temanku. Aku di undang ke pesta ulang tahun si wanitanya malam Minggu ini. Kau ikut ya?" Glen menggeser duduknya untuk lebih mendekatkan."Ikut? Ke pesta maksudnya?" mata Daniah membulat."Iya. Kau mau kan? Kita bisa pergi mencari gaun untukmu. Lalu perhiasan dan kau bisa ke salon kalau mau. K
Glen mengurungkan niat untuk pergi mencari gaun buat Daniah setelah menerima panggilan dari Ken. Dia memilih kembali membawa Daniah masuk. Kali ini mereka duduk di ruang tengah menunggu kedatangan Ken.Glen menatap Daniah yang duduk terdiam disampingnya. Pria itu menarik pelan tubuh Daniah, membawanya ke dalam pelukan ternyaman. Ternyaman bagi Daniah." Daniah, dengarkan aku. Apapun yang terjadi. Tetaplah di sisiku. Aku mencintaimu. Aku pasti akan mempertahankanmu apapun yang terjadi." ucap Glen, dia tau jika Daniah mulai resah."Kamu paham?" Glen kembali ingin meyakinkan.Daniah mendongak, menatap wajah Glen."Apa nanti, ini tidak akan jadi masalah untuk hidup Tuan? Setahuku, mas Ricard itu bukan orang biasa."Glen tersenyum, "Kekasihmu ini, bahkan orang yang luar biasa."Daniah hanya tersenyum tipis, berusaha meyakinkan dirinya dengan kenyamanan yang sudah Glen berikan padanya.Keduanya kembali saling menatap. Lalu perlahan wajah keduanya bergerak saling mendekati."Aku menci
Glen sejauh ini, tidak mungkin dia akan melepaskan Daniah begitu saja. Dia sudah terlanjur mencintai wanita ini. Tidak peduli istri orang atau apa. Kemudian dia menjawab ucapan Daniah dengan tatapan gelisah "Daniah, mana mungkin?""Jangan begitu. Kamu ini, kamu mau meninggalkan aku setelah membuat aku jatuh cinta padamu?" Protes Glen."Tidak bisa, Niah! Kamu sudah berjanji akan bersamaku dan melewati ini sama-sama. Apapun yang akan terjadi nantinya. Kamu dengar aku?"Glen meraih lagi tubuh Daniah. "Kamu lihat pria itu." Glen menunjuk pada Ken."Dia sangat handal dalam permainan apapun. Kamu tidak perlu khawatir. Dia bisa membantu kita. Kamu jangan takut. Ada aku dan juga ada Ken. Kamu akan terbebas dari Ricard dan kita akan menikah." ucap Glen."Tapi aku takut. Aku takut terjadi apa-apa padamu! Kamu sudah banyak melakukan hal untuk ku, dan ini? Kamu akan bertaruh lagi demi aku. Jika berhasil, jika tidak bagaimana. Jika Ricard mencelakaimu bagaimana?" Daniah terus saja khawatir.Glen
Glen kembali menatap Daniah."Baik-baik di rumah. Tidur saja di kamarku. Kamu bisa menonton atau apapun yang kamu mau. Aku tidak akan lama." Glen kembali berjanji pada Daniah.Daniah mengangguk, "Hati-hati."Satu kecupan cukup panjang mendarat di kening Daniah.Namun baru saja Glen memutar tubuhnya dan akan melangkah, tiba-tiba Ken sudah kembali dengan berlari ke arahnya Ken berlari ke arah Glen sambil berseru, "Tuan, Gudang barang kita kebakaran!" "Yang benar, Ken!" Glen tentu sangat terkejut."Penjaga mengatakan, curiga seseorang sengaja membakarnya.""Kita pergi ke sana, Tuan!" Sambung Ken."Lalu, bagaimana dengan pestanya?" Glen tercengang."Ah.. Aku takut ini jebakan Ricard. Apa mau dia. Ingin Tuan datang ke Pesta itu atau tidak?" Ken terlihat berpikir keras."Kamu pergi dengan Fic, aku bisa pergi sendiri ke pesta. Di dua tempat itu pasti ada sesuatu yang tidak beres. Kita akan menyelidikinya." ucap Glen memberi solusi."Jika Fic bersamaku, lalu nona Daniah?" Ken tentu khawat
Fic tidak menyadari perasaan yang tumbuh di antara mereka. Orang lain juga sama, tidak ada yang tahu apa yang tersimpan di dalam hati Ellena. Namun, suatu saat Ellena tidak mampu menahan lagi dan mulai mengekspresikan perasaannya dengan lebih jelas. Fic hanya menganggap bahwa Ellena begitu karena belum dewasa dan belum mengerti perasaannya. Suatu hari, Ellena yang sudah bukan remaja lagi, mengungkapkan perasaan cinta yang selama ini terpendam.Fic merasa seolah tersambar petir dan sulit memahami apa yang sedang terjadi. "Mana mungkin?" batin Fic. "Aku hanya seorang kepala pelayan, dan usia kita terpaut jauh. Aku bahkan bisa jadi pamanmu, nona!" Namun, Ellena sama sekali tidak peduli dengan alasan tersebut. Ia nekad melakukan apapun untuk bisa bersama Fic. Perasaan Ellena semakin memuncak dan menghempas rasa ragu di hatinya. Fic kini terjebak dalam dilema, antara menerima perasaan Ellena atau tetap pada prinsipnya. Ketika akhirnya ia mulai merasakan getaran yang sama dalam hatinya, ia
"Diam!" Ellena bersikukuh, masih saja melanjutkan pekerjaannya. Lalu mengambil celana Fic dan meminta Fic untuk mengenakannya dengan sabar.Fic hanya bisa menurut. Ellena memakaikan kemeja putih pada Fic, mengancingkan baju itu."Ellena, aku bisa sendiri." menarik tangan Ellena hingga tubuh Ellena menabrak dadanya."Aku ingin melakukannya Fic. Dengan begitu, aku semakin bahagia." Ellena melepaskan tangan Fic, sekarang memasangkan dasi untuk Fic."Nona."Ellena masih belum selesai merapikan rambut, baju dan dasi Suaminya."Sudah rapi. Tinggal jas nya saja. Dipakai sekarang apa nanti saja?"Fic tak menjawab pertanyaan Ellena. Masih senantiasa menatap wajah Ellena."Fic.""Bisa menikahimu saja, sudah membuatku tak berhenti bersyukur. Jangan melakukan ini lagi. Itu membuatku merasa bersalah."Ellena dengan lembut menarik tengkuk Fic, menciumi wajahnya dengan penuh kasih sayang. "Aku ingin melakukan ini setiap pagi. Kau tidak boleh melarangku, atau aku akan mengadu pada Ayah. Kau sudah men
Fic menarik nafas dalam-dalam dan tersenyum, "Baiklah, Tuan. Jika Anda telah mempercayai saya, saya tidak ingin mengecewakan Anda. Tapi, bolehkah saya mencari pengganti diri saya sebagai Kepala Pelayan?""Ya. Tentu saja. Semua itu ku serahkan padamu. Siapapun yang kau pilih, aku yakin kau sudah memikirkannya dengan baik," jawab Glen dengan mata yang bersinar penuh keyakinan. Fic mengangguk mantap, memperkuat pernyataannya.Mereka kembali ke kamar masing-masing setelah obrolan itu selesai. Langkah mereka terasa lebih ringan, seolah sebuah keputusan besar telah berhasil dilewati bersama. Di balik pintu kamar, Fic tersenyum tipis, merasa yakin akan kebijaksanaan pilihan yang telah dipertimbangkan matang-matang.Malam mulai menggantikan siang. Fic melangkah perlahan, merangkak ke atas ranjang mengikuti Ellena yang sudah lebih dulu berbaring. Mata Fic tak henti memandangi wajah Ellena, tersenyum padanya dengan penuh kebahagiaan. Sejenak Fic merasa puas, menikmati momen itu. Setelah itu, p
"Ellena, ayo kemari, Nak." ajak Daniah ramah. Glen juga menoleh ke arah Fic dengan tatapan yang sama hangatnya, "Ayo Fic, ajak istrimu makan bersama kami."Fic mengangguk, menarik kursi untuk Ellena dan kemudian duduk di sebelahnya. Meskipun bukan pertama kalinya dia berada dalam situasi ini, bahkan seringkali dia makan bersama mereka di masa lalu, namun suasana kali ini terasa berbeda. Fic merasa canggung, jantungnya berdebar kencang. Dahulu, dia hanya duduk di sini sebagai kepala pelayan yang setia. Namun sekarang, perannya telah berganti. Menjadi seorang menantu keluarga ini.Dua orang di hadapannya adalah sosok yang ia segani dan hormati selama ini, tuan dan nyonyanya. Dan tak disangka, kini mereka telah menjadi mertuanya. Fic menelan ludah, mencoba menyembunyikan kegugupan yang menjalar di seluruh tubuhnya.Daniah bergerak mengambil piring untuk Glen dan dirinya, lalu mengayunkan tangan ke arah piring Ellena dan Fic. Namun, tiba-tiba Fic menahan tangan Daniah. "Nyonya, biar saya
Lebih dari dua minggu sudah, Fic dan Ellena tinggal di villa puncak ini. Dan Pagi ini, Fic terlihat sibuk berkemas. Ellena duduk di samping tempat tidur dengan wajah murung dan bahunya yang terkulai. Semalam, Fic mencoba meyakinkan Ellena untuk pulang, bukan karena ia tidak ingin memenuhi keinginan Ellena untuk berlama-lama di sini, melainkan karena kekhawatiran terhadap rumah yang ditinggalkannya. Fic tak bisa menepis rasa cemas, terutama tentang kesepian yang pasti dirasakan Daniah tanpa Ellena sang putri.Setelah berbagai usaha Fic untuk merasuk, akhirnya Ellena mau pulang dengan imbalan janji berbulan madu ke Kampung halaman Ilham. Walaupun tampak masih belum sepenuhnya ikhlas, Ellena bertanya, "Jadi, setelah ini kita akan pergi ke Lampung, ya Fic?"Fic hanya mengangguk sambil mencium pucuk kepala Ellena, mengekspresikan rasa sayangnya padanya. Mereka berdua duduk di belakang mobil yang melaju perlahan meninggalkan Villa Puncak, tempat yang menyimpan begitu banyak kenangan manis
"Dasar sialan! Arg..!" bentak Keyan kesal, lalu meninju lengan Kimmy dan Khale bergantian. Tapi, perlahan ia ikut tertawa juga. Mereka masih terdengar tertawa bahagia, saling bercanda, sampai melangkah ke kamar masing-masing. "Besok, aku tidak mau lagi satu mobil dengan kalian! Mulai besok, kita akan membawa mobil masing-masing!" seru Keyan, wajahnya merah padam, sebelum menutup pintu kamarnya dengan keras.Sementara di sisi lain.Menuju Villa Puncak,Fic dengan lembut menuntun Ellena, melewati batu-batu hitam kecil yang tersusun apik di jalan setapak. Mereka berada di taman, tepat di luar Villa Puncak. Fic mengajak Ellena menuju bangku khusus yang lengkap dengan meja bundar berisi buah-buahan segar dan minuman yang menggoda. Fic mempersilahkan Ellena duduk, layaknya mempersilahkan seorang putri kerajaan. "Silahkan Tuan Putri," ucapnya sambil membungkukkan tubuh.Ellena tergelak dan menutup mulutnya dengan tangan. Ia duduk dan melihat sekitarnya, merasakan keindahan sore itu. "Ah Fic
Saat ini di kediaman Ken, Khale dan Kimmy melangkahkan kaki mereka ke dalam rumah dengan langkah gontai. Keyan menyusul dari belakang, tetapi mulutnya tak berhenti mengomel, mengumpat dua kakaknya yang sama sekali tidak menggubrisnya. Ketiga pemuda itu menghempaskan bokong mereka ke sofa dengan kasar, tak peduli dengan tas yang belum mereka taruh. "Aku kesal!! Hari ini aku kesal dengan kalian berdua!" ujar Keyan kesal sambil menunjuk kedua kakaknya."Apa sih anak ini?" balas Khale sambil melotot."Tau tuh!" Kimmy ikut melotot dengan wajah tidak senang.Keyan sudah berdiri, marah, dan menggerakkan tangannya hendak memukul kepala Kimmy, namun ditangkap oleh Kimmy. "Haha.. Keyan rupanya iri kepada kita, Khal. Dia tidak bisa mendekati wanita incarannya, berbeda dengan kita." ejek Kimmy sambil melepaskan tangannya dari Keyan. Khale hanya menanggapi dengan senyuman sinis, menambah rasa kesal Keyan semakin mendalam."Siapa bilang iri? Aku cuma ngerasa tidak dianggap oleh kalian. Kalian s
Mereka baru saja selesai menikmati hidangan makan malam. Fic duduk bersandar di sofa sambil menggelar lengannya ke arah Ellena yang duduk didepannya tanpa jarak. Ellena menyandarkan punggungnya di dada Fic yang hangat. Kedua tangan Fic membelai perut Ellena seolah memberikan rasa nyaman pada istrinya ini, sementara lehernya dielusnya dengan lembut. "Fic, kenapa saat yang tadi itu kamu mendadak menjadi cerewet sih?" Ellena bertanya dengan nada iseng, sambil tangannya asyik mengutak-atik ponselnya.Fic tersenyum kecil. "Siapa yang cerewet? Aku?" dia menanggapi dengan nada bercanda."Padahal kamu sedang kesulitan bernafas, aku hanya peduli dan mencoba mengetahui penyebabnya." Jawab Ellena."Susah bernafas? Memang kenapa, ya? Apa aku menekan tubuhmu terlalu keras? Sepertinya tidak." Fic berkata sambil melanjutkan elusan lembutnya di leher Ellena, tangannya kadang bergerak meraba-raba sekilas membuat Ellena menggelinjang. "Ya... aku tidak tahu. Rasanya sesak saja," jawab Ellena, sambil ter
Fic melucuti pakaian Ellena. Sekali lagi mengamati tubuh indah itu sambil tangannya bergerak aktif. Menyentuh semua itu tanpa terlewat.Fic menyisir setiap bagian tubuh Ellena dengan bibirnya. Hingga sampai pada Area sensitif. Fic merenggangkan kedua paha Ellena. Dan memposisikan wajahnya. Ellena menggeliat bak cacing kepanasan karena ulah Fic. Meremas kuat rambut Fic hingga berantakan."Fic, berhenti." nafasnya tersengal sengal.Fic mendongak, menatap wajah Ellena yang sudah memerah. Fic tersenyum, menyambar bibir itu. Hanya sebentar, lagi lagi turun perlahan dan kembali lagi ke area sensitif.Ellena menegang, Fic belum berhenti. Masih berada disitu. Fic benar benar ingin membuat Ellena menggelinjang tak karuan. Hingga Ellena menggoyahkan tubuhnya tanda tak sanggup lagi."Ah, Fic. Berhentilah. Ku mohon." Mendorong kepala Fic.Fic akhirnya berhenti , memandangi tubuh yang terus menggeliat itu."Fic. Kamu menyiksaku!"Fic hanya tersenyum, kembali menyerang wajah leher dan dada Ellena,