Fic, hanya bisa melirik dua Bos nya itu dengan perasaan yang tentu saja cemas. Bagaimana tidak cemas? Jika benar dua Nona di dalam ternyata keracunan, sudah pasti Fic sebagai kepala pelayan yang harus menanggung semua konsekuensinya.Beruntung kecemasan itu tak berlangsung lama ketika Dokter sudah membuka pintu dan mempersilahkan Glen dan Ken untuk masuk.Senyum berkembang di bibir Dokter sudah bisa diartikan sebagai pertanda baik bagi Fic.Tapi untuk para Suami, itu belum membuat mereka berhenti cemas.Mereka melirik dua wanita yang duduk di tepi ranjang itu, juga tersenyum ke arah mereka.Apa ini? Mereka tersenyum?Semakin tak sabar menunggu Dokter menjelaskan. Jantung mereka sudah jedag jedug duluan.Jangan-jangan!"Tidak perlu terlalu cemas Tuan. Istri istri anda, bukan sedang keracunan seperti yang anda khawatirkan." Dokter melangkah mendekat."Lalu apa? Kenapa dengan mereka? Apa benar mereka sedang hamil?" Glen tak sabar, segera menebak.Dokter kembali tersenyum.Membuat Glen ge
Glen menyeret langkahnya untuk keluar rumah. Wajah terpaksa tergambar begitu jelas .Tapi demi istri tercinta, ia tetap melakukannya.Seorang Penjaga menyapa. " Tuan Glen, Anda akan keluar?""Ah, iya.""Tapi ini sudah malam." heran."Aku tau kalau ini sudah malam!" melotot."Ah, maksudnya. Apa tidak sebaiknya, Tuan Glen di temani seseorang? Tuan Ken mungkin?"Glen hanya mendengus, sedikit melirik pintu kemudian menghampiri mobilnya.'Lebih baik, aku mengajak Ken saja.'Baru saja hendak menghubungi Ken, orang yang dimaksud sudah berjalan sedikit terburu ke arah mobil yang lain."Ken!"Tangan yang hampir membuka pintu mobil itu berhenti, lalu menoleh. "Tuan Glen?""Malam-malam begini kamu mau kemana?" menghampiri."Kamu sendiri mau kemana?" Glen balik bertanya.Ken mendengus. Menekuk wajah sedihnya. Menyandarkan punggungnya di badan mobil."Rimbun, ingin makan otak-otak." menoleh pada Glen yang tergelak."Belikan Ken. wanita ngidam harus dituruti. Hanya otak-otak ini." ucap Glen."Masal
Ken berziarah ke makam kedua orangtuanya.Duduk bersimpuh diantara dua batu nisan. Terdengar Khusuk memanjatkan doa doa.Cukup lama, hingga kemudian mengusap kedua nisan itu."Ayah , Ibu. Lihatlah! Kami sudah berhasil. Perusahaan Alazka, jaya di tangan kami. Maju dengan begitu pesat atas perjuangan kami." terdengar Ken berucap."Aku berdiri di sisi tuan Glen, bukan hanya sebagai pelayannya saja. Melainkan sebagai sahabat sekaligus saudara. Kalian tidak perlu khawatir. Aku akan menemaninya sampai batas usiaku."Ken terlihat berdiri."Aku pulang ya? Aku akan sering-sering mengunjungi kalian." kemudian memutar tubuhnya untuk melangkah keluar dari pemakaman umum itu.Baru saja hendak mendekati mobil, Ken menoleh. Mendengar suara isakan tangis seseorang di ujung sana.Anak laki laki itu sedang terisak di atas gundukan tanah yang masih memerah. Pertanda jika kuburan itu baru."Ayah. Kenapa kamu juga harus pergi? Kemarin Ibu, sekarang Ayah. Lalu, aku harus hidup dengan siapa? Kenapa tidak me
Bulan sudah berganti, kemudian berganti lagi. Kesusahan dan kerepotan dua pria hebat itu sudah terlewatkan.Tiga bulan ini sudah berlalu, kini mereka bisa bernafas dengan lega. Daniah dan Rimbun sama-sama sudah tidak rewel lagi. Masa mengidam mereka sudah berakhir ternyata.Baik Glen maupun Ken telah terbebas sekarang. Bisa kembali ke Perusahaan lagi, pagi dan sore kembali.Fic tentu juga bernafas lega, kembali menjadi kepala pelayan seutuhnya. Tidak seperti hari-hari kemarin yang berat. Dua pekerjaan dobel yang berat harus ia tanggung. Perusahaan dan juga rumah besar Glen.Daniah terlihat segar bugar, dengan wajah semakin cerah dan badan sedikit mulai menggemuk.Glen sungguh menyukai perubahan itu. Tiap kali ingin memeluk istrinya. "Kamu montok sekarang sayang. Aku jadi ingin terus memelukmu.""Kamu meledakku ya?" mata Daniah sudah melotot."Meledek bagaimana? Aku sedang memujimu, Daniah!""Pria itu kebanyakan suka wanita bertubuh seksi, yang langsing bukan yang gemuk seperti ini!""
"Itu bagus sayang? Artinya kamu tidak perlu payah payah hamil dan melahirkan kembali. Kita sudah akan punya Tiga anak dalam satu kali usaha!" ucap Ken terus menciumi pipi Rimbun yang masih sama merengut."Ah baiklah, jika kamu tidak suka. Aku akan membuang dua bayinya nanti setelah kamu melahirkan. Aku bisa memberikan pada orang lain, atau menaruhnya di Panti Asuhan saja kalau begitu."Seketika mata Rimbun membulat!"Kamu bicara apa? Kamu akan membuang anakmu sendiri, Ken? Kamu tidak waras!" Rimbun meninju bahu Ken dengan cukup keras."Orang tua macam apa kamu ini! Kamu tega!" Rimbun menjerit."Bagaimana lagi? Ibunya keberatan." sahut Ken, mengusap bahunya."Hehe, aku kan hanya bercanda Ken. Aku tidak serius. Aku hanya sedikit syok saja tadi." sahut Rimbun, dia merasa menyesal dan bersalah."Jadi kamu mau menerima mereka?" Wajah Ken begitu riang."Tentu Ken, mereka kan anak kita. Mau kembar Lima juga tidak apa-apa.""Ah, Jelek ku!" Ken memeluk Rimbun."Aku Bahagia, aku senang. I love
Setelah kelahiran Putri Glen Alazka, waktu terasa begitu cepat. Tetapi kebahagiaan tetap terjaga dan justru semakin membesar di antara kedua pasangan suami istri ini. Glen Alazka dan Daniah, serta Ken dan Rimbun.Mereka telah menjaga Putra dan Putri mereka dengan sangat baik dan mempersiapkan mereka dengan sebaik mungkin dari awal demi kelangsungan generasi penerus mereka.Di Rumah Besar Glen Alazka."Ellen, berhenti! Jangan membuat Ibu kesal!" Lengkingan Daniah terdengar memenuhi ruangan sambil menyusul lari kecil sang putri.Gadis kecil imut itu malah tertawa sambil terus berlari. "Ellen, kembali lah. Kamu harus makan!" Daniah kembali berteriak."Ayo tangkap Ellena, dulu Bu!" Dia melompat ke atas sofa dan melompat lagi ke sofa yang lain.Para pelayan hanya bisa menggeser kaki mereka sambil tersenyum menatap itu. Kemanisan Tuan Putri mereka begitu terlihat ketika sedang menjahili Ibunya.Dan itu selalu terjadi saat waktu makan Tuan Putri yang sangat payah.Para Pelayan pun sudah tida
Glen sedikit terkejut mendengar jawaban dari putrinya."Tapi Fic itu sudah seperti adik Ayah sendiri, Ellena," balas Glen berusaha memberitahu Ellena dengan lembut."Tapi Fic tidak pantas dipanggil Paman! Fic itu kan belum tua. Fic juga teman Ellena, Ayah! Sama seperti Khale, Kimmy dan juga Keyan." Jawab Ellena."Ellena!" "Tuan, tidak apa-apa." Fic cepat melerai perdebatan mereka."Tapi itu tidak sopan, Fic! Jangan biarkan Ellena terbiasa." Protes Glen."Glen, Ellena dan Fic memang sangat dekat. Biarkan saja selama Fic tidak keberatan." Kini Daniah yang berbicara."Kamu tidak keberatan kan, Fic?" Ellena bertanya pada Fic sambil mengguncang lengan Fic untuk meyakinkan."Ah iya. Nona Ellena boleh memanggilku apa saja, senyamannya Nona saja . Fic tidak keberatan. Bukankah dari dulu memang begitu?" Fic menepuk kepala Ellena dengan lembut. Ellena tersenyum puas.Glen hanya bisa pasrah."Maafkan Ellena, Fic.""Tidak apa-apa Tuan. Sungguh. Asal Nona bisa nyaman saja.""Baiklah Fic. Terima
Keputusan yang tepat diambil oleh Ken saat ia mengusung anak istrinya untuk menempati rumah pribadinya dahulu.Tiga putra tampan milik Ken benar-benar membuat orang tuanya kewalahan. Bukan hanya lincah, gesit, super cerewet, namun nakal!Hari hari Ken dan Rimbun dibuat hampir menjerit setiap waktu."Khal, letakkan pot itu! Bahaya jika mengenai adik-adikmu!" Jerit Rimbun ketika Khale sang sulung mengangkat pot keramik tinggi-tinggi dan siap melemparnya ke arah Kimmy dan Keyan."Astaga Key!" Rimbun kembali menjerit saat Keyan malah mengambil sebuah sapu. Sambil merebut pot dari tangan Khale kecil, Rimbun berlari merebut sapu dari tangan si bungsu Keyan."Cepat masuk ke kamar!" Rimbun mengancam dengan gagang sapu kepada tiga bocah itu."Ampun Bu!" Ketiga bocah yang sudah berusia tujuh tahunan itu berlari ke kamar. Melihat itu, Rimbun tidak berhenti mengejar putra putranya untuk memberi hukuman karena sudah membuat Ruangan tengah berantakan.Ken yang baru saja datang seketika berlari mel