Setelah kelahiran Putri Glen Alazka, waktu terasa begitu cepat. Tetapi kebahagiaan tetap terjaga dan justru semakin membesar di antara kedua pasangan suami istri ini. Glen Alazka dan Daniah, serta Ken dan Rimbun.Mereka telah menjaga Putra dan Putri mereka dengan sangat baik dan mempersiapkan mereka dengan sebaik mungkin dari awal demi kelangsungan generasi penerus mereka.Di Rumah Besar Glen Alazka."Ellen, berhenti! Jangan membuat Ibu kesal!" Lengkingan Daniah terdengar memenuhi ruangan sambil menyusul lari kecil sang putri.Gadis kecil imut itu malah tertawa sambil terus berlari. "Ellen, kembali lah. Kamu harus makan!" Daniah kembali berteriak."Ayo tangkap Ellena, dulu Bu!" Dia melompat ke atas sofa dan melompat lagi ke sofa yang lain.Para pelayan hanya bisa menggeser kaki mereka sambil tersenyum menatap itu. Kemanisan Tuan Putri mereka begitu terlihat ketika sedang menjahili Ibunya.Dan itu selalu terjadi saat waktu makan Tuan Putri yang sangat payah.Para Pelayan pun sudah tida
Glen sedikit terkejut mendengar jawaban dari putrinya."Tapi Fic itu sudah seperti adik Ayah sendiri, Ellena," balas Glen berusaha memberitahu Ellena dengan lembut."Tapi Fic tidak pantas dipanggil Paman! Fic itu kan belum tua. Fic juga teman Ellena, Ayah! Sama seperti Khale, Kimmy dan juga Keyan." Jawab Ellena."Ellena!" "Tuan, tidak apa-apa." Fic cepat melerai perdebatan mereka."Tapi itu tidak sopan, Fic! Jangan biarkan Ellena terbiasa." Protes Glen."Glen, Ellena dan Fic memang sangat dekat. Biarkan saja selama Fic tidak keberatan." Kini Daniah yang berbicara."Kamu tidak keberatan kan, Fic?" Ellena bertanya pada Fic sambil mengguncang lengan Fic untuk meyakinkan."Ah iya. Nona Ellena boleh memanggilku apa saja, senyamannya Nona saja . Fic tidak keberatan. Bukankah dari dulu memang begitu?" Fic menepuk kepala Ellena dengan lembut. Ellena tersenyum puas.Glen hanya bisa pasrah."Maafkan Ellena, Fic.""Tidak apa-apa Tuan. Sungguh. Asal Nona bisa nyaman saja.""Baiklah Fic. Terima
Keputusan yang tepat diambil oleh Ken saat ia mengusung anak istrinya untuk menempati rumah pribadinya dahulu.Tiga putra tampan milik Ken benar-benar membuat orang tuanya kewalahan. Bukan hanya lincah, gesit, super cerewet, namun nakal!Hari hari Ken dan Rimbun dibuat hampir menjerit setiap waktu."Khal, letakkan pot itu! Bahaya jika mengenai adik-adikmu!" Jerit Rimbun ketika Khale sang sulung mengangkat pot keramik tinggi-tinggi dan siap melemparnya ke arah Kimmy dan Keyan."Astaga Key!" Rimbun kembali menjerit saat Keyan malah mengambil sebuah sapu. Sambil merebut pot dari tangan Khale kecil, Rimbun berlari merebut sapu dari tangan si bungsu Keyan."Cepat masuk ke kamar!" Rimbun mengancam dengan gagang sapu kepada tiga bocah itu."Ampun Bu!" Ketiga bocah yang sudah berusia tujuh tahunan itu berlari ke kamar. Melihat itu, Rimbun tidak berhenti mengejar putra putranya untuk memberi hukuman karena sudah membuat Ruangan tengah berantakan.Ken yang baru saja datang seketika berlari mel
Daniah menyusul langkah Ellena, membuka pintu kamar pribadi Tuan Putri untuk mengintip. Ellena terlihat duduk termenung di tepi ranjang dengan mendekap Guling.Gurat kemarahan bisa dilihat dari wajahnya yang tertekuk.Daniah berjalan pelan, kini duduk di sebelah putrinya."Putri ibu kenapa? Kenapa tiba-tiba marah dan pergi meninggalkan makanannya. Apa ada yang salah?"Ellena hanya melirik sebentar, kemudian membuang muka."Ellena, tidak baik seperti itu. Kamu ini akan menjadi seorang wanita yang tangguh untuk menggantikan Ayah. Memimpin Perusahaan. Kau harus bisa belajar bersikap sopan dan baik sejak dini. Meninggalkan makanan dengan marah, kemudian menepis kasar tangan Fic, itu perbuatan yang tidak sopan." tegur Daniah kembali.Ellena menoleh sedikit, kemudian menunduk. Wajah marahnya berubah sedih."Ellena , ada apa sebenarnya? Apa ada yang mengganggu pikiranmu? Cerita kepada ibu." Daniah masih saja merayu putrinya.Ellena kali ini mendongak."Fic akan menikah. Itu artinya, Fic akan
Glen dan Fic menoleh ke arah tangga ketika mendengar suara sedikit ribut.Triple K putra Ken sudah berlari kecil menyerbu. Disusul oleh Ken dan Rimbun di belakang."Paman!"Glen langsung berdiri merentangkan kedua tangannya."Haha.. Jagoan Ken datang rupanya!" Ketiga bocah itu berebut memeluk Glen."Di mana Tuan Putri Ellena Paman?" Khale bertanya."Ada di kamar. Cepat kalian temui Ellena Dia sedang merajuk. Ellena pasti akan senang melihat kalian datang." ketiga Putra Ken cepat berlari ke kamar Ellena. Rimbun juga segera mengikuti putra-putranya setelah menyapa Glen dan Fic."Nona Ellena sedang merajuk? Ada apa?" Ken masih berdiri."Duduklah Ken. Kamu perlu tau."Ketiganya terdengar tertawa ketika Glen selesai bercerita."Wajar saja. Fic yang menemani Nona muda sejak pertama lahir. Wajar jika Nona Ellena sangat takut kehilangan orang terdekatnya." ucap Ken."Ah ya. Kamu benar. Tapi aku merasa tidak enak hati pada Fic. Ia harus mengorbankan kebahagiaannya demi Ellena." ucap Glen."T
Bel terdengar berbunyi nyaring, tanda jam pelajaran telah usai. Para siswa dan siswi terlihat keluar dari kelas masing-masing. Ada yang langsung menuju parkiran untuk mereka yang membawa kendaraan sendiri. Ada yang cepat menghampiri seseorang yang sudah bersiap menjemput masing-masing mereka di gerbang depan sekolah.Ellena juga nampak diantara para siswa siswi itu. Berjalan sedikit terburu keluar gerbang.Berdiri disana sambil memutar kepalanya.Yang ia cari sepertinya tidak terlihat.Wajah cemberutnya langsung terlihat.Sebuah mobil mewah yang keluar dari Gerbang sekolah berhenti di dekat Ellena berdiri menunggu. Lalu pemuda seusianya yang juga mengenakan seragam SMA yang sama juga keluar dari mobil itu."Ellena?" Seorang siswa menyapanya.Ellena menoleh."Tidak ada yang menjemputmu?" Pemuda itu menghampiri."Ada, mungkin hanya sedang terlambat saja." jawab Ellena."Tapi kamu sudah lama menunggu disitu." Pemuda itu mendekat.Ellena hanya tersenyum simpul saja. Melirik beberapa teman
Fic masih berusaha untuk menghentikan tangisan Ellena. Tapi gadis itu malah semakin terisak."Nona! Berhentilah. Jika ada yang mendengar, nanti mereka mengira aku sudah menyakitimu." ucap Fic."Kamu memang sudah menyakitiku! Menyakiti hatiku, Fic!" Ellena menyandarkan kepalanya di dada Fic."Kamu pergi menemui seorang wanita? Kamu mau menikahinya, kan?" Ellena kini memukuli dada Fic sambil masih menangis."Aku tau kamu akan menikah. Kenapa Fic? Kenapa?" Ellena mendongak, mencengkeram kuat bahu Fic dan mendorongnya ke tembok."Nona. Berhentilah!""Jawab pertanyaanku! Apa Benar kamu akan menikah?" Ellena mengguncang kedua lengan Fic. Fic tidak menjawab, hanya menunduk menghindari tatapan Ellena."Fic! Jawab!""Bukan begitu. Tapi, Tapi. Ayah Nona, sudah menyuruhku untuk menikah. Aku tidak mungkin menentangnya. Nona sudah dewasa. Sudah saatnya, Fic tidak menemanimu lagi."Seketika mata Ellena membulat. Kini mendekatkan wajahnya pada wajah Fic, sangat dekat. Memegangi kedua pipi Fic. Sehin
Fic bertahan dengan satu tangan di sisi ranjang. Ia sedang berusaha melawan gemetar yang seketika menyerang tubuhnya. Dia melirik Ellena yang justru tersenyum tanpa beban.Gadis itu kemudian mempoles wajahnya dengan make up tipis. Setelah selesai, baru dia menghampiri Fic yang masih terpaku."Fic, aku sudah siap. Ayo kita berangkat!" Ellena menarik tangan Fic agar bangkit.Mereka sempat beradu mata sejenak. Bibir seksi berwarna pink itu kembali tersenyum. Sejenak Fic terpana, mengingat beberapa menit yang lalu, benda kenyal itu menyentuh bibirnya dengan sangat sengaja.Untung Fic masih mampu untuk menunduk."Ayo ke taman.""Hah, ke Taman? Ke taman mana?" Fic masih seperti linglung."Taman, tempatmu tadi pergi!""Oh , ya. Tapi sebenarnya untuk apa kita kesana?"tanya Fic, hanya untuk mengusir kecanggungan yang tiba-tiba saja menguasainya."Aku ingin tau, kamu duduk dimana disana? Jika benar kamu duduk sendirian, kamu tidak akan keberatan membawaku kesana kan?" tegas Ellena."Ah iya. Tap