Fic bertahan dengan satu tangan di sisi ranjang. Ia sedang berusaha melawan gemetar yang seketika menyerang tubuhnya. Dia melirik Ellena yang justru tersenyum tanpa beban.Gadis itu kemudian mempoles wajahnya dengan make up tipis. Setelah selesai, baru dia menghampiri Fic yang masih terpaku."Fic, aku sudah siap. Ayo kita berangkat!" Ellena menarik tangan Fic agar bangkit.Mereka sempat beradu mata sejenak. Bibir seksi berwarna pink itu kembali tersenyum. Sejenak Fic terpana, mengingat beberapa menit yang lalu, benda kenyal itu menyentuh bibirnya dengan sangat sengaja.Untung Fic masih mampu untuk menunduk."Ayo ke taman.""Hah, ke Taman? Ke taman mana?" Fic masih seperti linglung."Taman, tempatmu tadi pergi!""Oh , ya. Tapi sebenarnya untuk apa kita kesana?"tanya Fic, hanya untuk mengusir kecanggungan yang tiba-tiba saja menguasainya."Aku ingin tau, kamu duduk dimana disana? Jika benar kamu duduk sendirian, kamu tidak akan keberatan membawaku kesana kan?" tegas Ellena."Ah iya. Tap
"Jika benar begitu kenyataannya. Kurasa tidak ada yang salah. Fic itu Pria baik yang bisa dipercaya. Bukan hanya itu saja. Fic juga sudah mengabdikan seluruh hidupnya hanya untuk keluarga ini. Apalagi kita tau sendiri, jika Kebahagiaan Ellena sejak kecil, hanya jika dekat dengan Fic. Bahkan dari kecil, dia selalu menangis jika mendengar Fic akan menikah." ucap Daniah."Bukan Fic masalahnya, Daniah!""Aku tau Fic pria yang baik. Aku menyukainya dan mempercayainya. Tapi bagaimana dengan Ken?" Sambung Glen kembali."Kita sudah sepakat untuk menikahkan Ellena dengan salah satu Putra Ken! Apa yang akan kita katakan pada Ken jika kenyataannya Ellena malah menyukai Fic?""Hati tidak bisa dipaksakan, Glen! Apa kamu tidak ingat, bagaimana cara kita bertemu dulu? Bagaimana caramu mendapatkan aku? Apakah saat itu kamu bisa memilih? Bahkan kamu rela mengorbankan apapun untuk bisa bersamaku." kini Daniah mengungkit masa lalu mereka, membuat Glen bungkam seribu bahasa."Ah baiklah. Ini belum tentu
Fic masih memeluk erat tubuh Ellena yang masih meronta."Jahat! Kamu tega membohongiku! Lepaskan Fic!" Ellena berteriak."Aku tidak berbohong. Sungguh. Kamu hanya salah paham, Ellena! Berhentilah!" Sahut Fic."Kamu ingin mengajak ketemu wanita itu kan? Hanya saja karena wanita itu tidak mengangkat panggilanmu. Makanya kamu bisa sendirian disini. Jika tidak, kamu pasti sudah duduk berdua dengannya." Ellena melirik sadis. Fic terus menggeleng, tidak membenarkan tuduhan Ellena."Lalu apa yang akan kalian bahas? Tentang pernikahan kalian! Benar kan?""Cukup Nona! Tidak seperti itu!" Fic kini mendekap kepala Ellena. Menggesekkan pipinya pada pipi Ellena. Fic kini sudah bisa menebak dengan benar, jika saat ini Ellena sedang cemburu.Pikiran seketika resah.Benarkah Nona Ellena cemburu?Fic berusaha menenangkan pikirannya dahulu, sebelum menenangkan hati Ellena dengan terus menggesekkan pipinya pada Pipi Ellena."Berhenti menuduhku yang tidak kuperbuat, Nona!""Bohong! Kamu bohong!"Fic tid
"Nona. Seiring berjalannya waktu, cinta akan datang. Nona belum pernah mencoba bukan? Kalian belum pernah saling dekat. Jika kalian sudah dekat nanti, aku yakin salah satu dari mereka akan ada yang menempati hati Nona." Fic berkata dengan penuh percaya diri."Apa Nona tidak bisa melihat? Triple K, bukan hanya tampan, pria pria tangguh, baik hati dan bisa diandalkan. Menjadi idola para wanita.""Tapi bagiku tidak!" Seketika Ellena berdiri."Aku mencintaimu Fic! Dari dulu, bahkan dari aku kecil. Aku menunggu waktu dewasa hanya untuk mengatakan ini padamu. Aku sudah menunggu selama ini, Fic."Fic benar-benar terbelalak, dia tentu sangat terkejut dengan pengakuan terang-terangan dari Ellena. Meskipun sempat menduga, tapi dia tidak menyangka jika Ellena akan senekat ini mengatakan perasaannya."Kamu bicara apa? Kamu jangan membual Nona Ellena!" Fic juga berdiri. Menatap Ellena dengan jarak dekat."Siapa yang membual? Aku tidak pernah membual dan aku tidak pernah bermain main dengan perasa
Daniah sedikit terkejut saat melihat Ellena menangis."Ellena, ada apa?" Dia menghampiri Putrinya yang terisak di sudut Ranjang.Daniah segera memeluk Ellena."Sayang, kenapa? Apa yang terjadi? Cerita pada ibu." Daniah menepuk halus punggung Putrinya dengan rasa penasaran yang menumpuk. Selama ini tidak pernah ia melihat putrinya menangis tersedu seperti ini."Ibu. Fic!" Ellena mendongak, menatap ibunya dan bersuara.Daniah terbelalak, mengusap wajah Putrinya. Apa benar Fic yang telah membuat Ellena menangis? Tapi mana mungkin?"Kenapa dengan Fic, Ellena? Apa Fic melakukan sesuatu padamu?" Daniah seperti ingin menebak, tapi dia tidak bisa menebak.Ellena mengangguk, membuat Daniah terkejut."Katakan Ellena, apa yang dilakukan Fic sampai kamu menangis seperti ini? Jangan takut, cerita pada Ibu."Ellena mengusap air matanya. Masih dengan sesenggukan. "Fic menolak cinta Ellena."Seperti disambar petir, Daniah terkejut bulan main. Dan mengira bukan seperti ini ceritanya. Ia pikir, Fic tel
Fic merebahkan tubuhnya di ranjang, dengan perasaan yang begitu resah."Ellena." Fic berkali-kali menyebut nama Ellena.Hingga malam semakin larut, Fic belum juga bisa tidur. Fic kembali beranjak dari tempat tidurnya memasuki kamar mandi. Membasuh wajahnya berkali-kali. Baru saja ia keluar dari kamar mandi, pintunya diketuk seseorang.Fic melangkah untuk membuka."Nona!" Mata Fic terbelalak saat melihat Ellena sudah berdiri di depan pintu kamarnya."Fic.""Kenapa belum tidur? Ini sudah malam." Tanya Fic."Aku tidak bisa tidur." Ellena melangkah masuk, Fic mau tidak mau mengikutinya.Ellena duduk di ujung sofa."Ini sudah malam Nona. Kembalilah ke kamarmu.""Kamu mau mengantarku?" Ellena Menoleh pada Fic.Fic mengangguk. "Mari."Ellena pun berdiri kembali, mengikuti langkah Fic."Masuklah dan tidur. Jangan pikirkan apapun lagi." Fic membuka pintu kamar Ellena."Aku tidak bisa tidur Fic! Temani aku dulu, jika aku sudah tidur kamu boleh pergi." ucap Ellena sembari menarik tangan Fic."N
Pagi ini, seperti biasa Fic sudah menghentikan mobilnya di depan gerbang Sekolah.Fic belum terlihat bergerak, Tak ada suara, hingga Fic menoleh pada Ellena yang juga belum bersuara. Sejak bertemu pagi tadi, mereka belum berbicara sepatah kata pun.Kejadian yang semalam, benar-benar membuat Fic bungkam."Belajarlah yang benar. Sebentar lagi Nona ujian. Jika tidak, Nona tidak akan lulus." ucap Fic membuka suara."Hanya itu?" Ellena menoleh.Fic menarik nafas. Sudah mengerti maksud Ellena. Fic pun menggeser duduknya.Mengangkat wajah Ellena. Mencium sebentar bibir Ellena. Ellena tersenyum. Mengusap bibir Fic."Terima kasih."Fic kembali menarik nafas. Ada rasa perih di hatinya ketika Ellena mengucapkan Terima Kasih kepadanya.Sungguhkah aku ini, menjadi penyemangat bagimu Nona?"Fic. Terima kasih." kembali Ellena berucap.Fic tidak menjawab, namun tiba-tiba memeluk Ellena. Matanya berkaca-kaca. Sekuatnya Fic menahan agar tidak meneteskan air mata."Seharusnya Fic yang berterima kasih."
Pagi seperti hari-hari yang kemarin, Triple K berhenti di tempat biasa mereka menjemput Friya.Namun hari ini yang ditunggu merek tidak juga kelihatan batang hidungnya.Khale nampak mulai gelisah. Beberapa kali dia menghubungi nomor Friya. Namun tidak ada jawaban dari Friya."Tidak ada Jawaban?" Kimmy bertanya."Nomornya tidak aktif." jawab Khale."Coba kirim chat." Keyan menyarankan."Sudah dari tadi. Tapi masih contreng satu!" Khale menoleh pada Keyan yang duduk dibelakang.Ketiga pemuda itu menarik nafas. Ini tidak seperti biasa. Khale terlihat mulai resah."Sepuluh menit lagi masuk kelas. Apa kita akan tetap menunggu?"Khale mengusap wajahnya. Kemudian menghidupkan mesin mobil. Sesekali masih menoleh pada tempat dimana biasanya Friya berdiri melambaikan tangannya.Hingga mobil kembali melaju dan berhenti di Gerbang sekolah.Khale masih saja berkali kali menoleh pada Gerbang itu, saat mereka sudah memasuki gedung sekolahan.Sampai waktu jam pelajaran hingga usai. Friya benar ben
Fic tidak menyadari perasaan yang tumbuh di antara mereka. Orang lain juga sama, tidak ada yang tahu apa yang tersimpan di dalam hati Ellena. Namun, suatu saat Ellena tidak mampu menahan lagi dan mulai mengekspresikan perasaannya dengan lebih jelas. Fic hanya menganggap bahwa Ellena begitu karena belum dewasa dan belum mengerti perasaannya. Suatu hari, Ellena yang sudah bukan remaja lagi, mengungkapkan perasaan cinta yang selama ini terpendam.Fic merasa seolah tersambar petir dan sulit memahami apa yang sedang terjadi. "Mana mungkin?" batin Fic. "Aku hanya seorang kepala pelayan, dan usia kita terpaut jauh. Aku bahkan bisa jadi pamanmu, nona!" Namun, Ellena sama sekali tidak peduli dengan alasan tersebut. Ia nekad melakukan apapun untuk bisa bersama Fic. Perasaan Ellena semakin memuncak dan menghempas rasa ragu di hatinya. Fic kini terjebak dalam dilema, antara menerima perasaan Ellena atau tetap pada prinsipnya. Ketika akhirnya ia mulai merasakan getaran yang sama dalam hatinya, ia
"Diam!" Ellena bersikukuh, masih saja melanjutkan pekerjaannya. Lalu mengambil celana Fic dan meminta Fic untuk mengenakannya dengan sabar.Fic hanya bisa menurut. Ellena memakaikan kemeja putih pada Fic, mengancingkan baju itu."Ellena, aku bisa sendiri." menarik tangan Ellena hingga tubuh Ellena menabrak dadanya."Aku ingin melakukannya Fic. Dengan begitu, aku semakin bahagia." Ellena melepaskan tangan Fic, sekarang memasangkan dasi untuk Fic."Nona."Ellena masih belum selesai merapikan rambut, baju dan dasi Suaminya."Sudah rapi. Tinggal jas nya saja. Dipakai sekarang apa nanti saja?"Fic tak menjawab pertanyaan Ellena. Masih senantiasa menatap wajah Ellena."Fic.""Bisa menikahimu saja, sudah membuatku tak berhenti bersyukur. Jangan melakukan ini lagi. Itu membuatku merasa bersalah."Ellena dengan lembut menarik tengkuk Fic, menciumi wajahnya dengan penuh kasih sayang. "Aku ingin melakukan ini setiap pagi. Kau tidak boleh melarangku, atau aku akan mengadu pada Ayah. Kau sudah men
Fic menarik nafas dalam-dalam dan tersenyum, "Baiklah, Tuan. Jika Anda telah mempercayai saya, saya tidak ingin mengecewakan Anda. Tapi, bolehkah saya mencari pengganti diri saya sebagai Kepala Pelayan?""Ya. Tentu saja. Semua itu ku serahkan padamu. Siapapun yang kau pilih, aku yakin kau sudah memikirkannya dengan baik," jawab Glen dengan mata yang bersinar penuh keyakinan. Fic mengangguk mantap, memperkuat pernyataannya.Mereka kembali ke kamar masing-masing setelah obrolan itu selesai. Langkah mereka terasa lebih ringan, seolah sebuah keputusan besar telah berhasil dilewati bersama. Di balik pintu kamar, Fic tersenyum tipis, merasa yakin akan kebijaksanaan pilihan yang telah dipertimbangkan matang-matang.Malam mulai menggantikan siang. Fic melangkah perlahan, merangkak ke atas ranjang mengikuti Ellena yang sudah lebih dulu berbaring. Mata Fic tak henti memandangi wajah Ellena, tersenyum padanya dengan penuh kebahagiaan. Sejenak Fic merasa puas, menikmati momen itu. Setelah itu, p
"Ellena, ayo kemari, Nak." ajak Daniah ramah. Glen juga menoleh ke arah Fic dengan tatapan yang sama hangatnya, "Ayo Fic, ajak istrimu makan bersama kami."Fic mengangguk, menarik kursi untuk Ellena dan kemudian duduk di sebelahnya. Meskipun bukan pertama kalinya dia berada dalam situasi ini, bahkan seringkali dia makan bersama mereka di masa lalu, namun suasana kali ini terasa berbeda. Fic merasa canggung, jantungnya berdebar kencang. Dahulu, dia hanya duduk di sini sebagai kepala pelayan yang setia. Namun sekarang, perannya telah berganti. Menjadi seorang menantu keluarga ini.Dua orang di hadapannya adalah sosok yang ia segani dan hormati selama ini, tuan dan nyonyanya. Dan tak disangka, kini mereka telah menjadi mertuanya. Fic menelan ludah, mencoba menyembunyikan kegugupan yang menjalar di seluruh tubuhnya.Daniah bergerak mengambil piring untuk Glen dan dirinya, lalu mengayunkan tangan ke arah piring Ellena dan Fic. Namun, tiba-tiba Fic menahan tangan Daniah. "Nyonya, biar saya
Lebih dari dua minggu sudah, Fic dan Ellena tinggal di villa puncak ini. Dan Pagi ini, Fic terlihat sibuk berkemas. Ellena duduk di samping tempat tidur dengan wajah murung dan bahunya yang terkulai. Semalam, Fic mencoba meyakinkan Ellena untuk pulang, bukan karena ia tidak ingin memenuhi keinginan Ellena untuk berlama-lama di sini, melainkan karena kekhawatiran terhadap rumah yang ditinggalkannya. Fic tak bisa menepis rasa cemas, terutama tentang kesepian yang pasti dirasakan Daniah tanpa Ellena sang putri.Setelah berbagai usaha Fic untuk merasuk, akhirnya Ellena mau pulang dengan imbalan janji berbulan madu ke Kampung halaman Ilham. Walaupun tampak masih belum sepenuhnya ikhlas, Ellena bertanya, "Jadi, setelah ini kita akan pergi ke Lampung, ya Fic?"Fic hanya mengangguk sambil mencium pucuk kepala Ellena, mengekspresikan rasa sayangnya padanya. Mereka berdua duduk di belakang mobil yang melaju perlahan meninggalkan Villa Puncak, tempat yang menyimpan begitu banyak kenangan manis
"Dasar sialan! Arg..!" bentak Keyan kesal, lalu meninju lengan Kimmy dan Khale bergantian. Tapi, perlahan ia ikut tertawa juga. Mereka masih terdengar tertawa bahagia, saling bercanda, sampai melangkah ke kamar masing-masing. "Besok, aku tidak mau lagi satu mobil dengan kalian! Mulai besok, kita akan membawa mobil masing-masing!" seru Keyan, wajahnya merah padam, sebelum menutup pintu kamarnya dengan keras.Sementara di sisi lain.Menuju Villa Puncak,Fic dengan lembut menuntun Ellena, melewati batu-batu hitam kecil yang tersusun apik di jalan setapak. Mereka berada di taman, tepat di luar Villa Puncak. Fic mengajak Ellena menuju bangku khusus yang lengkap dengan meja bundar berisi buah-buahan segar dan minuman yang menggoda. Fic mempersilahkan Ellena duduk, layaknya mempersilahkan seorang putri kerajaan. "Silahkan Tuan Putri," ucapnya sambil membungkukkan tubuh.Ellena tergelak dan menutup mulutnya dengan tangan. Ia duduk dan melihat sekitarnya, merasakan keindahan sore itu. "Ah Fic
Saat ini di kediaman Ken, Khale dan Kimmy melangkahkan kaki mereka ke dalam rumah dengan langkah gontai. Keyan menyusul dari belakang, tetapi mulutnya tak berhenti mengomel, mengumpat dua kakaknya yang sama sekali tidak menggubrisnya. Ketiga pemuda itu menghempaskan bokong mereka ke sofa dengan kasar, tak peduli dengan tas yang belum mereka taruh. "Aku kesal!! Hari ini aku kesal dengan kalian berdua!" ujar Keyan kesal sambil menunjuk kedua kakaknya."Apa sih anak ini?" balas Khale sambil melotot."Tau tuh!" Kimmy ikut melotot dengan wajah tidak senang.Keyan sudah berdiri, marah, dan menggerakkan tangannya hendak memukul kepala Kimmy, namun ditangkap oleh Kimmy. "Haha.. Keyan rupanya iri kepada kita, Khal. Dia tidak bisa mendekati wanita incarannya, berbeda dengan kita." ejek Kimmy sambil melepaskan tangannya dari Keyan. Khale hanya menanggapi dengan senyuman sinis, menambah rasa kesal Keyan semakin mendalam."Siapa bilang iri? Aku cuma ngerasa tidak dianggap oleh kalian. Kalian s
Mereka baru saja selesai menikmati hidangan makan malam. Fic duduk bersandar di sofa sambil menggelar lengannya ke arah Ellena yang duduk didepannya tanpa jarak. Ellena menyandarkan punggungnya di dada Fic yang hangat. Kedua tangan Fic membelai perut Ellena seolah memberikan rasa nyaman pada istrinya ini, sementara lehernya dielusnya dengan lembut. "Fic, kenapa saat yang tadi itu kamu mendadak menjadi cerewet sih?" Ellena bertanya dengan nada iseng, sambil tangannya asyik mengutak-atik ponselnya.Fic tersenyum kecil. "Siapa yang cerewet? Aku?" dia menanggapi dengan nada bercanda."Padahal kamu sedang kesulitan bernafas, aku hanya peduli dan mencoba mengetahui penyebabnya." Jawab Ellena."Susah bernafas? Memang kenapa, ya? Apa aku menekan tubuhmu terlalu keras? Sepertinya tidak." Fic berkata sambil melanjutkan elusan lembutnya di leher Ellena, tangannya kadang bergerak meraba-raba sekilas membuat Ellena menggelinjang. "Ya... aku tidak tahu. Rasanya sesak saja," jawab Ellena, sambil ter
Fic melucuti pakaian Ellena. Sekali lagi mengamati tubuh indah itu sambil tangannya bergerak aktif. Menyentuh semua itu tanpa terlewat.Fic menyisir setiap bagian tubuh Ellena dengan bibirnya. Hingga sampai pada Area sensitif. Fic merenggangkan kedua paha Ellena. Dan memposisikan wajahnya. Ellena menggeliat bak cacing kepanasan karena ulah Fic. Meremas kuat rambut Fic hingga berantakan."Fic, berhenti." nafasnya tersengal sengal.Fic mendongak, menatap wajah Ellena yang sudah memerah. Fic tersenyum, menyambar bibir itu. Hanya sebentar, lagi lagi turun perlahan dan kembali lagi ke area sensitif.Ellena menegang, Fic belum berhenti. Masih berada disitu. Fic benar benar ingin membuat Ellena menggelinjang tak karuan. Hingga Ellena menggoyahkan tubuhnya tanda tak sanggup lagi."Ah, Fic. Berhentilah. Ku mohon." Mendorong kepala Fic.Fic akhirnya berhenti , memandangi tubuh yang terus menggeliat itu."Fic. Kamu menyiksaku!"Fic hanya tersenyum, kembali menyerang wajah leher dan dada Ellena,