Hari berganti, dan berganti lagi.Fic terus berupaya untuk membuat jarak dengan Ellena.Ujian Nasional tiba bertepatan untuk mendukung usaha Fic. Hanya itu alasan yang dapat digunakan Fic."Jika Nona peduli dengan Fic, selesaikan Ujian Nasional ini dengan nilai yang bagus. Karena Fic bertanggung jawab atas keberhasilan Nona. ""Kenapa begitu?" Tanya Ellena seperti tidak terima dengan perintah Fic."Fic yang mengatur semua jadwal waktu Nona Ellena. Belajar dengan baik atau tidak, Fic yang mengamati. Jadi Fokuslah! Jika Fic gagal, maka besar kemungkinan Tuan Glen akan menggantikan Fic dengan orang lain yang lebih bisa dipercaya.""Akan ku buktikan padamu Fic, jika otakku masih berfungsi dengan baik meskipun sudah dipenuhi olehmu!" Ellena menunjuk dada Fic dengan ibu jari, kemudian meninggalkan Fic melangkah ke kamarnya.Fic hanya bisa menelan ludah kasar. "Maafkan aku, Ellena." hanya ini atau satunya cara yang bisa Fic ambil.Meskipun tidak bisa dipungkiri oleh Fic, perasaan di hatinya
Ellena sudah meninggalkan kamar Fic setelah pria itu harus berkali-kali membujuk Ellena.Sepeninggal Ellena, Fic seharusnya bahagia dan berbunga bunga hatinya seperti halnya orang lain yang sedang dilanda kasmaran pada umumnya.Namun Fic tidak.Tiap kali mengingat perlakuannya tadi pada Ellena, tiap itu juga Fic membenturkan kepala ke meja."Seharusnya aku mencegah agar tidak kembali terjadi. Seharusnya aku membuat Nona Ellen membenciku. Seharusnya, aku bisa menghindarinya. Tapi kenapa malah seperti ini? Perasaan kami jadi semakin dalam." tubuh Fic gemetaran. Dia memeluk dirinya sendiri. Berusaha mengusir semua bayangan tadi.Namun lagi lagi Fic gagal! Yang ada malah bayangan saat ia mencumbu Ellena."Arg... Sial! Kenapa kamu ceroboh Fic!"Seharusnya, seharusnya, dan seharusnya! Namun semua sudah terjadi. Tanpa jawaban dari Fic, tentu Ellena sudah bisa mengambil kesimpulan jika Fic juga merasakan seperti apa yang ia rasakan.Ellena merasa sangat bahagia. Hatinya dipenuhi bunga bunga b
Fic akhirnya mengangguk, perlahan bangun dan menghampiri meja, dimana Daniah tengah menyiapkan sarapan untuk Ellena ke sebuah nampan.Daniah mengisi dua piring.Fic melihat itu."Kamu sekalian sarapan juga, Fic. Kamu belum sarapan kan?" tanya Daniah mengulurkan Nampan.Fic mengangkat nampan, sekali lagi menoleh pada Glen.Glen hanya mengangguk dengan senyuman tipis.Lalu menoleh pada Daniah."Pergilah Fic. Kamu harus memikirkan kesehatan Ellena, bukan?" ucap Daniah diiringi gelak kecil dari Glen."Istriku benar, anak itu bisa masuk angin jika terlambat sarapan."Fic hanya bisa mengangguk. Kemudian melangkah.Mungkin jika orang lain, ini sudah termasuk lampu hijau yang diberikan Glen dan Daniah pada Fic. Tapi untuk Fic, justru ini seperti semakin menyesatkan langkahnya.Fic tidak bisa lagi berpikir untuk saat ini, kecuali Ellena sarapan. Anak itu sudah sering sekali terlambat makan bahkan jarang makan jika sedang merajuk. Dan lagi lagi merajuknya hanya karena kesalahan Fic.Fic mengetu
Hari kembali berganti lagi, begitu cepat hingga tidak terasa.Pagi ini, Ellena sudah berdandan dengan rapi. Cepat menemui Fic yang sedang menunggunya di ruang tengah."Fic, aku sudah siap!" Ellena tersenyum kearah Fic yang menunduk ke arahnya.Fic belum juga bergerak dari kakinya berdiri. Hingga Ellena yang berjalan menghampiri."Ayo!" Ellena meraih tangan Fic."Ah, Nona. Ada Tuan muda Khale dibawah."Ellena cepat menoleh. "Khale?aku apa kesini?"Fic mengangguk. "Triple K. Anda harus pergi ke Fakultas bersama mereka."Ellena melepaskan tangannya ketika mendengar suara langkah kaki mendekat."Nona Ellena, ada kamu sudah siap?" Khale menghampiri."Ah iya. Aku sudah siap!""Kalau begitu, ayo kita berangkat." ajak Khale.Ellena tidak segera menjawab, menoleh dulu pada Fic."Mari Nona." Fic mempersilahkan Ellena untuk melangkah. Ellena pun melangkahkan setelah memastikan Fic mengikutinya dari belakang.Sampai di depan, Ellena dapat melihat dua saudara Khale yang duduk manis di dalam mobil
Di sebuah Rumah,"Tuan Fic sedang menuju kemari. Cepatlah kamu berganti pakaian yang rapi untuk menyambutnya." ucap Sang Ayah pada putri semata wayangnya.Elfa berdiri, menoleh pada Ayahnya dengan tatapan sedikit panik. Tapi kemudian tersenyum senang. "Benarkah begitu? Kalau begitu aku akan bersiap dulu." Dengan girang gadis itu segera berlari ke kamar. Sejenak memandangi wajahnya di cermin. Lalu cepat-cepat berganti dan tak lupa memoles wajahnya. Setelah merasa pas dengan penampilan, lalu dia keluar lagi menghampiri sang Ayah sambil menarik koper."Ayah, nanti apa yang harus aku lakukan disana?" tiba tiba Elfa merasa sangat gugup."Jungkir balik. Setelah itu, kamu bisa terjun dari jembatan!" Ayahnya berkata demikian sambil melotot.Elfa langsung cemberut, meninju lengan Ayahnya dengan kesal."Ayah. Aku bertanya serius! Malah bercanda. Tidak lucu!""Ya memangnya mau bagaimana? Bekerja dengan baik dan jangan mengecewakan Tuan Fic. Lalu cari kesempatan untuk mendekatinya. Begitu saja t
Setelah beberapa lama melaju, Fic menghentikan mobilnya. Menyuruh Elfa turun dan mengajaknya masuk. Fic memperkenalkan dulu Elfa pada Daniah.Daniah menyambut mereka dengan hangat. Sementara Glen saat ini sedang berada di kantor. Namun baik Glen maupun Daniah sendiri sudah mengerti maksud dan tujuan Fic membawa Elfa ke rumah ini. Mereka setuju saja, selain karena sudah mengenal Ayah dari Elfa, Mereka mendukung usaha Fic untuk membuat Ellena sedikit mau lepas darinya meskipun ragu jika usaha Fic kali ini akan berhasil."Selamat datang di Rumah kami Elfa. Semoga kamu betah dan bisa bekerja sama dengan baik disini bersama kami." Ucap Daniah, menyambut dengan ramah kedatangan Elfa."Iya Nyonya. Terima kasih.""Nyonya, aku akan mengantar Elfa ke kamarnya dulu. Setelah itu, aku akan memberitahunya apa saja yang harus diketahui olehnya tentang Nona Ellena." ucap Fic."Ah, iya Fic. Silahkan."Baru saja Fic hendak melangkah, Deringan hp miliknya terdengar. Fic merogoh hpnya dahulu."Tuan Muda
Fic sudah mencapai mobil, memasukan Ellena ke dalam mobil. Lalu Fic cepat menyusul.Fic belum menghidupkan mobilnya, dia menoleh dahulu pada Ellena yang beringsut ke sudut pintu.Fic terdengar mendengus. Meraih botol air mineral. "Minum dulu." Dia mengulurkan pada Ellena. Gadis itu menerimanya dan meneguk beberapa kali lalu mengulurkannya kembali pada Fic.Fic masih menatap Ellena yang kini menunduk."Maafkan aku, Fic. Aku lupa, sungguh." ucap Ellena meremas jari jemarinya sendiri. Dia tau, Fic sedang kesal padanya.Fic hanya tersenyum, mengulurkan tangannya untuk membelai kepala Ellena."Aku membuatmu repot. Maaf!" Ellena kembali berbicara, tetap tanpa menoleh pada Fic.Fic kembali tersenyum, "Tidak apa-apa. Jangan dipikirkan.""Tapi jaketmu bagaimana?""Ah, nanti bisa dicuci." Fic masih membelai kepala Ellena."Kalau begitu, biar aku yang akan mencucinya." Ellena meraih tangan Fic."Fic bisa sendiri. Tangan Nona nanti bisa sakit kalau untuk mencuci." Fic menggenggam tangan Ellena."
"Ellena, bukan begitu sayang?" Daniah menurunkan nada suaranya."Lalu?""Ellena." Suara Daniah sekarang penuh kelembutan. Meraih kedua lengan Ellena. Namun, Ellena langsung menepisnya. Perasaan Ellena mulai campur aduk, kecewa dan marah yang terus memuncak. "Ibu tidak pernah memikirkan perasaan Ellena dan Fic. Harusnya ibu tau bagaimana perasaan kami. Ellena mencintai Fic, Bu. Sungguh, cinta yang tulus dan dalam. Ellena tidak ingin berpisah dari Fic. Tolong jangan halangi kami. Ellena rela tidak menjadi Penerus Perusahaan Ayah. Biar Khale saja yang menjadi Penerusnya." Hatinya merasa terpukul, lalu terbesit pikiran, "Apa yang akan terjadi pada masa depan kami? Apakah benar-benar harus berakhir seperti ini?" Ellena menambahkan dengan suara yang semakin serak,"Ellena akan ikut Fic, kemana pun Fic akan pergi nanti jika diusir oleh kalian." Ucapan terakhirnya diakhiri dengan mata yang sudah berkaca-kaca, merasakan hancurnya dunianya dalam sekejap."Ellena, kamu tidak mengerti, nak? Buka
Fic tidak menyadari perasaan yang tumbuh di antara mereka. Orang lain juga sama, tidak ada yang tahu apa yang tersimpan di dalam hati Ellena. Namun, suatu saat Ellena tidak mampu menahan lagi dan mulai mengekspresikan perasaannya dengan lebih jelas. Fic hanya menganggap bahwa Ellena begitu karena belum dewasa dan belum mengerti perasaannya. Suatu hari, Ellena yang sudah bukan remaja lagi, mengungkapkan perasaan cinta yang selama ini terpendam.Fic merasa seolah tersambar petir dan sulit memahami apa yang sedang terjadi. "Mana mungkin?" batin Fic. "Aku hanya seorang kepala pelayan, dan usia kita terpaut jauh. Aku bahkan bisa jadi pamanmu, nona!" Namun, Ellena sama sekali tidak peduli dengan alasan tersebut. Ia nekad melakukan apapun untuk bisa bersama Fic. Perasaan Ellena semakin memuncak dan menghempas rasa ragu di hatinya. Fic kini terjebak dalam dilema, antara menerima perasaan Ellena atau tetap pada prinsipnya. Ketika akhirnya ia mulai merasakan getaran yang sama dalam hatinya, ia
"Diam!" Ellena bersikukuh, masih saja melanjutkan pekerjaannya. Lalu mengambil celana Fic dan meminta Fic untuk mengenakannya dengan sabar.Fic hanya bisa menurut. Ellena memakaikan kemeja putih pada Fic, mengancingkan baju itu."Ellena, aku bisa sendiri." menarik tangan Ellena hingga tubuh Ellena menabrak dadanya."Aku ingin melakukannya Fic. Dengan begitu, aku semakin bahagia." Ellena melepaskan tangan Fic, sekarang memasangkan dasi untuk Fic."Nona."Ellena masih belum selesai merapikan rambut, baju dan dasi Suaminya."Sudah rapi. Tinggal jas nya saja. Dipakai sekarang apa nanti saja?"Fic tak menjawab pertanyaan Ellena. Masih senantiasa menatap wajah Ellena."Fic.""Bisa menikahimu saja, sudah membuatku tak berhenti bersyukur. Jangan melakukan ini lagi. Itu membuatku merasa bersalah."Ellena dengan lembut menarik tengkuk Fic, menciumi wajahnya dengan penuh kasih sayang. "Aku ingin melakukan ini setiap pagi. Kau tidak boleh melarangku, atau aku akan mengadu pada Ayah. Kau sudah men
Fic menarik nafas dalam-dalam dan tersenyum, "Baiklah, Tuan. Jika Anda telah mempercayai saya, saya tidak ingin mengecewakan Anda. Tapi, bolehkah saya mencari pengganti diri saya sebagai Kepala Pelayan?""Ya. Tentu saja. Semua itu ku serahkan padamu. Siapapun yang kau pilih, aku yakin kau sudah memikirkannya dengan baik," jawab Glen dengan mata yang bersinar penuh keyakinan. Fic mengangguk mantap, memperkuat pernyataannya.Mereka kembali ke kamar masing-masing setelah obrolan itu selesai. Langkah mereka terasa lebih ringan, seolah sebuah keputusan besar telah berhasil dilewati bersama. Di balik pintu kamar, Fic tersenyum tipis, merasa yakin akan kebijaksanaan pilihan yang telah dipertimbangkan matang-matang.Malam mulai menggantikan siang. Fic melangkah perlahan, merangkak ke atas ranjang mengikuti Ellena yang sudah lebih dulu berbaring. Mata Fic tak henti memandangi wajah Ellena, tersenyum padanya dengan penuh kebahagiaan. Sejenak Fic merasa puas, menikmati momen itu. Setelah itu, p
"Ellena, ayo kemari, Nak." ajak Daniah ramah. Glen juga menoleh ke arah Fic dengan tatapan yang sama hangatnya, "Ayo Fic, ajak istrimu makan bersama kami."Fic mengangguk, menarik kursi untuk Ellena dan kemudian duduk di sebelahnya. Meskipun bukan pertama kalinya dia berada dalam situasi ini, bahkan seringkali dia makan bersama mereka di masa lalu, namun suasana kali ini terasa berbeda. Fic merasa canggung, jantungnya berdebar kencang. Dahulu, dia hanya duduk di sini sebagai kepala pelayan yang setia. Namun sekarang, perannya telah berganti. Menjadi seorang menantu keluarga ini.Dua orang di hadapannya adalah sosok yang ia segani dan hormati selama ini, tuan dan nyonyanya. Dan tak disangka, kini mereka telah menjadi mertuanya. Fic menelan ludah, mencoba menyembunyikan kegugupan yang menjalar di seluruh tubuhnya.Daniah bergerak mengambil piring untuk Glen dan dirinya, lalu mengayunkan tangan ke arah piring Ellena dan Fic. Namun, tiba-tiba Fic menahan tangan Daniah. "Nyonya, biar saya
Lebih dari dua minggu sudah, Fic dan Ellena tinggal di villa puncak ini. Dan Pagi ini, Fic terlihat sibuk berkemas. Ellena duduk di samping tempat tidur dengan wajah murung dan bahunya yang terkulai. Semalam, Fic mencoba meyakinkan Ellena untuk pulang, bukan karena ia tidak ingin memenuhi keinginan Ellena untuk berlama-lama di sini, melainkan karena kekhawatiran terhadap rumah yang ditinggalkannya. Fic tak bisa menepis rasa cemas, terutama tentang kesepian yang pasti dirasakan Daniah tanpa Ellena sang putri.Setelah berbagai usaha Fic untuk merasuk, akhirnya Ellena mau pulang dengan imbalan janji berbulan madu ke Kampung halaman Ilham. Walaupun tampak masih belum sepenuhnya ikhlas, Ellena bertanya, "Jadi, setelah ini kita akan pergi ke Lampung, ya Fic?"Fic hanya mengangguk sambil mencium pucuk kepala Ellena, mengekspresikan rasa sayangnya padanya. Mereka berdua duduk di belakang mobil yang melaju perlahan meninggalkan Villa Puncak, tempat yang menyimpan begitu banyak kenangan manis
"Dasar sialan! Arg..!" bentak Keyan kesal, lalu meninju lengan Kimmy dan Khale bergantian. Tapi, perlahan ia ikut tertawa juga. Mereka masih terdengar tertawa bahagia, saling bercanda, sampai melangkah ke kamar masing-masing. "Besok, aku tidak mau lagi satu mobil dengan kalian! Mulai besok, kita akan membawa mobil masing-masing!" seru Keyan, wajahnya merah padam, sebelum menutup pintu kamarnya dengan keras.Sementara di sisi lain.Menuju Villa Puncak,Fic dengan lembut menuntun Ellena, melewati batu-batu hitam kecil yang tersusun apik di jalan setapak. Mereka berada di taman, tepat di luar Villa Puncak. Fic mengajak Ellena menuju bangku khusus yang lengkap dengan meja bundar berisi buah-buahan segar dan minuman yang menggoda. Fic mempersilahkan Ellena duduk, layaknya mempersilahkan seorang putri kerajaan. "Silahkan Tuan Putri," ucapnya sambil membungkukkan tubuh.Ellena tergelak dan menutup mulutnya dengan tangan. Ia duduk dan melihat sekitarnya, merasakan keindahan sore itu. "Ah Fic
Saat ini di kediaman Ken, Khale dan Kimmy melangkahkan kaki mereka ke dalam rumah dengan langkah gontai. Keyan menyusul dari belakang, tetapi mulutnya tak berhenti mengomel, mengumpat dua kakaknya yang sama sekali tidak menggubrisnya. Ketiga pemuda itu menghempaskan bokong mereka ke sofa dengan kasar, tak peduli dengan tas yang belum mereka taruh. "Aku kesal!! Hari ini aku kesal dengan kalian berdua!" ujar Keyan kesal sambil menunjuk kedua kakaknya."Apa sih anak ini?" balas Khale sambil melotot."Tau tuh!" Kimmy ikut melotot dengan wajah tidak senang.Keyan sudah berdiri, marah, dan menggerakkan tangannya hendak memukul kepala Kimmy, namun ditangkap oleh Kimmy. "Haha.. Keyan rupanya iri kepada kita, Khal. Dia tidak bisa mendekati wanita incarannya, berbeda dengan kita." ejek Kimmy sambil melepaskan tangannya dari Keyan. Khale hanya menanggapi dengan senyuman sinis, menambah rasa kesal Keyan semakin mendalam."Siapa bilang iri? Aku cuma ngerasa tidak dianggap oleh kalian. Kalian s
Mereka baru saja selesai menikmati hidangan makan malam. Fic duduk bersandar di sofa sambil menggelar lengannya ke arah Ellena yang duduk didepannya tanpa jarak. Ellena menyandarkan punggungnya di dada Fic yang hangat. Kedua tangan Fic membelai perut Ellena seolah memberikan rasa nyaman pada istrinya ini, sementara lehernya dielusnya dengan lembut. "Fic, kenapa saat yang tadi itu kamu mendadak menjadi cerewet sih?" Ellena bertanya dengan nada iseng, sambil tangannya asyik mengutak-atik ponselnya.Fic tersenyum kecil. "Siapa yang cerewet? Aku?" dia menanggapi dengan nada bercanda."Padahal kamu sedang kesulitan bernafas, aku hanya peduli dan mencoba mengetahui penyebabnya." Jawab Ellena."Susah bernafas? Memang kenapa, ya? Apa aku menekan tubuhmu terlalu keras? Sepertinya tidak." Fic berkata sambil melanjutkan elusan lembutnya di leher Ellena, tangannya kadang bergerak meraba-raba sekilas membuat Ellena menggelinjang. "Ya... aku tidak tahu. Rasanya sesak saja," jawab Ellena, sambil ter
Fic melucuti pakaian Ellena. Sekali lagi mengamati tubuh indah itu sambil tangannya bergerak aktif. Menyentuh semua itu tanpa terlewat.Fic menyisir setiap bagian tubuh Ellena dengan bibirnya. Hingga sampai pada Area sensitif. Fic merenggangkan kedua paha Ellena. Dan memposisikan wajahnya. Ellena menggeliat bak cacing kepanasan karena ulah Fic. Meremas kuat rambut Fic hingga berantakan."Fic, berhenti." nafasnya tersengal sengal.Fic mendongak, menatap wajah Ellena yang sudah memerah. Fic tersenyum, menyambar bibir itu. Hanya sebentar, lagi lagi turun perlahan dan kembali lagi ke area sensitif.Ellena menegang, Fic belum berhenti. Masih berada disitu. Fic benar benar ingin membuat Ellena menggelinjang tak karuan. Hingga Ellena menggoyahkan tubuhnya tanda tak sanggup lagi."Ah, Fic. Berhentilah. Ku mohon." Mendorong kepala Fic.Fic akhirnya berhenti , memandangi tubuh yang terus menggeliat itu."Fic. Kamu menyiksaku!"Fic hanya tersenyum, kembali menyerang wajah leher dan dada Ellena,