Fic menahan Daniah. "Nyonya, Tenanglah.""Bagaimana aku bisa tenang? Kamu tidak mendengar putriku terus berteriak seperti itu! Dia akan nekat Fic. Dia akan nekat.Tolong dia. Dia bisa mencelakai dirinya sendiri. Aku takut!" Daniah memukuli dada Fic dengan terisak."Kamu harus bertanggung jawab. Ellena seperti itu karena kamu! Dia menggilaimu Fic. Dia menggilaimu. Tolong Putriku! Ku mohon. Hanya kamu yang bisa membuatnya tenang.""Nyonya tenanglah. Aku akan bertanggung jawab. Aku akan bertanggung jawab." Fic kembali mendudukkan Daniah di sofa."Pelayan!" Fic memangil pelayan.Dua pelayan berlari menghampiri."Bawa Nyonya ke kamarnya!" perintah Fic." Aku tidak mau Fic! Aku khawatir dengan Ellena. Biarkan aku disini.""Nyonya. Pergilah ke kamar. Jika Tuan Glen pulang dan melihatmu seperti ini, maka dia akan marah." ucap Fic."Tapi Ellena bagaimana?""Aku akan menenangkan Nona Ellena. Percayalah padaku." sahut Fic."Benar?"Fic mengangguk. Akhirnya Daniah menurut ketika dua pelayan wanita
Dua pelayan wanita berada di kamar Ellena atas perintah Fic, dan mereka terkejut melihat keadaan kamar yang berantakan bak kapal pecah. Mereka bergegas membereskan semuanya, namun tak berani mengajukan pertanyaan sedikit pun, meski penasaran dalam hati. Apakah ada yang terjadi? Apakah Putri Ellena marah besar? Mengapa?Selama ini, Ellena dikenal sebagai gadis yang ceria dan manja oleh para pelayan. Ia selalu bersikap manis, meskipun terkadang kekeraskepalaannya membuatnya sering merajuk. Namun, tak ada tindakan berlebihan yang pernah Ellena lakukan, kecuali hanya mogok makan dan mengurung diri dalam kamar seharian.Dengan sigap, para pelayan melanjutkan pekerjaan mereka, sambil sesekali mencuri pandang pada Ellena yang masih bersandar di ranjang, tampak murung dan berbeda dari biasanya.Fic pergi dan kembali dengan membawa nampan makan siang, meskipun terlambat beberapa jam karena hampir sore. Ia meletakkan nampan di atas meja dan melirik seorang pelayan yang menghampirinya. "Apakah a
Fic menunduk, matanya berkaca-kaca. "Tentu saja, Tuan," bisiknya lirih. "Apa kau berani bersumpah untuk itu?" pertanyaan itu membuat Fic menelan ludah, ia ragu untuk menjawab.Daniah merasa kecanggungan di antara mereka dan segera menepuk punggung suaminya, menawarkan solusi. "Bicaralah di luar. Ellena akan terganggu mendengar suara kalian. Aku akan menemani putrimu malam ini." Glen mengangguk, mengatur nafas, lalu berdiri tegap. "Ada yang ingin kubicarakan denganmu. Ayo ikutlah," perintahnya sambil melirik Fic yang masih terdiam. Fic menoleh pada Daniah, mencari persetujuan dari matanya. Daniah tersenyum lembut dan mengangguk, memberi dukungan. Fic pun menghela napas dan mengikuti langkah Glen..Kini mereka berdua sudah duduk berhadapan, suasana tegang membungkus mereka. Mereka terdiam, tak ada yang saling menatap, menahan harapan dan kekecewaan masing-masing. Terhening cukup lama, hingga suara Glen yang serak memecah kesunyian yang menindih di antara mereka."Aku ingin bertanya p
Bukan hanya hati Fic saja yang saat ini tengah Jedah jedug tak karuan memikirkan hubungannya dengan Ellena yang akan dibawa kemana.Glen dan Daniah pun sama saja. Mereka tidak bisa untuk tenang dan menganggap hal ini sepele. Hanya saja, mereka menutupi dengan rapih di depan Ellena. Seolah tidak ada yang perlu dikhawatirkan.Ellena tersenyum senang dan bahagia. Mereka pun tidak pernah ada yang tau, jika jauh di lubuk hati Ellena terselip keraguan yang cukup besar atas keberhasilan hubungannya dengan Fic.Ellena hanya berpura pura tenang? Tentu saja. Ellena tetap berusaha menyuguhkan senyuman termanisnya, baik di depan Fic ataupun Ayah dan Ibunya.Ellena tau, Ayah dan Ibunya cukup mencemaskan hal ini. Ellena tau, jika Fic pun mengkhawatirkan ini. Tapi satu hal yang membuat Ellena yakin, dan tidak bisa tergoyahkan lagi. Cinta! Cinta diantara dia dan Fic yang begitu besar dan tulus, akan mengalahkan segalanya.Hari berganti, Ellena tidak mau lagi untuk kembali ke kampus. Dan memutuskan un
"Argh..... Menyebalkan! Menyebalkan sekali!" teriak Elfa. Ia sedang melenggang di jalanan."Bekerja di Rumah itu hanya makan hati!""Berniat untuk mendekati Kak Fic! Yang ada hatiku tercabik cabik. Kalau begitu caranya, mana mungkin aku bisa menang bersaing dengan Nona Ellena. Huh! Mundur teratur iya." menggerutu sambil menendang botol minuman bekas."Kak Fic memang sangat tampan. Wajar kalau Nona Ellena menggilainya. Nona Ellena juga sangat cantik. Mana mungkin Kak Fic menolaknya. Pasangan yang serasi. Sama sama Cantik dan Tampan, sama sama saling mencintai. HM...!" Elfa tersentak sendiri dengan ucapannya. Cepat cepat menutup mulutnya."Bicara apa aku ini. Kenapa malah mendukung mereka? Ah, aku kan berniat untuk mendapatkan hati Kak Fic. Semangat dong, Elfa." Dia akhirnya menyemangati diri sendiri."Hihi.. Aku ini. Apalah aku, Kak Fic saja tidak pernah melirikku sedikitpun." Elfa kembali merasa hancur. Kembali putus asa."Ayah...! Kamu benar-benar ya! Kamu sudah menjerumuskan aku ke
Brak!Elfa membuka pintu dengan kasar, lalu berjalan dengan cepat dan membanting bokongnya di sofa."Heh! Apa apaan kamu ini?" seru Sang Ayah yang kaget melihat kedatangan Anaknya dengan cara seperti itu.Ayah mendekati, menunjuk kening Elfa yang bersungut-sungut."Kenapa pulang? Kamu bandel sekali Elfa. Izin tidak tadi hah?"Elfa menepis tangan Ayahnya dengan kqsar. "Aku tidak mau bekerja disana lagi!""Hah! Apa kamu bilang?" Ayah melotot."Aku tidak mau bekerja disana lagi, Ayah! Dengar tidak sih? Aku hanya makan hati saja! Tidak mau!"Ayah makin melotot melihat anaknya seperti itu ."Memang kenapa? Apa kamu disiksa disana?" pertanyaan Ayah malah seperti menghakimi."Bukan disiksa, tapi tersiksa!""Hiks.. Hiks... Ayah! Aku sedih sekali." Elfa menangis, memeluk Ayahnya."Mana bisa aku mendekati Kak Fic?"Ayah kini membelai dengan lembut kepala Elfa."Hus, jangan begitu Elfa. Kan kamu baru saja berusaha. Harus bersabar dong. Usaha itu perlu waktu, butuh proses. Dan itu tidak mungkin a
"Ee, Ya sudah ya sudah. Baiklah." Ayah mendorong tubuh Elfa agar masuk ke dalam Taksi."Begitu dong, sekali kali Ayah yang menurutnya, jangan aku terus yang disuruh menurut.""Ah, baiklah. Hati hati ya Nak. Ingat pesan Ayah.""HM.." Elfa menyambut tangan Ayahnya , sebelum akhirnya sang taksi pun melaju."Dasar Anak Muda jaman sekarang. Susah jika sudah urusan hati. Hem... Tidak seperti aku dulu. Cus , ketemu langsung lamar dan nikah. Tidak seribet Anak jaman sekarang." Ayah menggeleng gelengkan kepala, melangkah untuk kembali ke rumah.Sementara di kediaman Glen Alazka.Ellena sedang duduk di ruangan tengah. Tentu saja ada Fic yang senantiasa di sisinya selalu. Mana bisa Fic tidak ada. Ellena pasti akan berteriak.Fic menghela nafas, seperti sedang merangkai kata untuk memulai bicara. Ellena mengerti itu. Tapi sengaja tidak ingin bertanya."Nona!" Fic akhirnya membuka suara."Em.." Ellena mendekatkan wajahnya."Apa? Mau bicara apa? Gelisah sekali?"Fic tersenyum, hanya bisa memandang
Khale membawa Ellena duduk di bangku panjang yang dekat dengan api unggun.Melirik dua saudaranya yang sibuk menyantap Barbeque dan jagung bakar."Apa kamu senang berada di Villa ini?" tanya Khale, hanya sekedar basa basi."Tentu saja. Aku sudah lama tidak menghirup udara segar Villa ini. Setelah hampir sepuluh tahun lamanya.""Kamu benar. Dulu kita sering kemari bersama orang tua kita. Apa kau ingat, bagaimana kamu begitu nakal dulu?""Kamu yang nakal Khal, sampai aku membencimu dan kedua saudaramu itu." sangkal Ellena melirik Keyan dan Kimmy yang melempar senyuman padanya.Khale terbahak."Itu kan dulu. Karena kita semua masih kecil. Sekarang berbeda. Lihatlah, mereka berdua sudah dewasa dan begitu tampan. Begitu juga denganku."Ellena tergelak mendengar itu. "Kamu benar. Kalian sudah dewasa dan Tampan. Tapi sayang , masih saja nakal." Ellena meninju lengan Khale yang langsung menangkap tangannya.Fic bisa melihat itu dari kejauhan. Mendengar keduanya tertawa bahagia.Fic memejamkan
Fic tidak menyadari perasaan yang tumbuh di antara mereka. Orang lain juga sama, tidak ada yang tahu apa yang tersimpan di dalam hati Ellena. Namun, suatu saat Ellena tidak mampu menahan lagi dan mulai mengekspresikan perasaannya dengan lebih jelas. Fic hanya menganggap bahwa Ellena begitu karena belum dewasa dan belum mengerti perasaannya. Suatu hari, Ellena yang sudah bukan remaja lagi, mengungkapkan perasaan cinta yang selama ini terpendam.Fic merasa seolah tersambar petir dan sulit memahami apa yang sedang terjadi. "Mana mungkin?" batin Fic. "Aku hanya seorang kepala pelayan, dan usia kita terpaut jauh. Aku bahkan bisa jadi pamanmu, nona!" Namun, Ellena sama sekali tidak peduli dengan alasan tersebut. Ia nekad melakukan apapun untuk bisa bersama Fic. Perasaan Ellena semakin memuncak dan menghempas rasa ragu di hatinya. Fic kini terjebak dalam dilema, antara menerima perasaan Ellena atau tetap pada prinsipnya. Ketika akhirnya ia mulai merasakan getaran yang sama dalam hatinya, ia
"Diam!" Ellena bersikukuh, masih saja melanjutkan pekerjaannya. Lalu mengambil celana Fic dan meminta Fic untuk mengenakannya dengan sabar.Fic hanya bisa menurut. Ellena memakaikan kemeja putih pada Fic, mengancingkan baju itu."Ellena, aku bisa sendiri." menarik tangan Ellena hingga tubuh Ellena menabrak dadanya."Aku ingin melakukannya Fic. Dengan begitu, aku semakin bahagia." Ellena melepaskan tangan Fic, sekarang memasangkan dasi untuk Fic."Nona."Ellena masih belum selesai merapikan rambut, baju dan dasi Suaminya."Sudah rapi. Tinggal jas nya saja. Dipakai sekarang apa nanti saja?"Fic tak menjawab pertanyaan Ellena. Masih senantiasa menatap wajah Ellena."Fic.""Bisa menikahimu saja, sudah membuatku tak berhenti bersyukur. Jangan melakukan ini lagi. Itu membuatku merasa bersalah."Ellena dengan lembut menarik tengkuk Fic, menciumi wajahnya dengan penuh kasih sayang. "Aku ingin melakukan ini setiap pagi. Kau tidak boleh melarangku, atau aku akan mengadu pada Ayah. Kau sudah men
Fic menarik nafas dalam-dalam dan tersenyum, "Baiklah, Tuan. Jika Anda telah mempercayai saya, saya tidak ingin mengecewakan Anda. Tapi, bolehkah saya mencari pengganti diri saya sebagai Kepala Pelayan?""Ya. Tentu saja. Semua itu ku serahkan padamu. Siapapun yang kau pilih, aku yakin kau sudah memikirkannya dengan baik," jawab Glen dengan mata yang bersinar penuh keyakinan. Fic mengangguk mantap, memperkuat pernyataannya.Mereka kembali ke kamar masing-masing setelah obrolan itu selesai. Langkah mereka terasa lebih ringan, seolah sebuah keputusan besar telah berhasil dilewati bersama. Di balik pintu kamar, Fic tersenyum tipis, merasa yakin akan kebijaksanaan pilihan yang telah dipertimbangkan matang-matang.Malam mulai menggantikan siang. Fic melangkah perlahan, merangkak ke atas ranjang mengikuti Ellena yang sudah lebih dulu berbaring. Mata Fic tak henti memandangi wajah Ellena, tersenyum padanya dengan penuh kebahagiaan. Sejenak Fic merasa puas, menikmati momen itu. Setelah itu, p
"Ellena, ayo kemari, Nak." ajak Daniah ramah. Glen juga menoleh ke arah Fic dengan tatapan yang sama hangatnya, "Ayo Fic, ajak istrimu makan bersama kami."Fic mengangguk, menarik kursi untuk Ellena dan kemudian duduk di sebelahnya. Meskipun bukan pertama kalinya dia berada dalam situasi ini, bahkan seringkali dia makan bersama mereka di masa lalu, namun suasana kali ini terasa berbeda. Fic merasa canggung, jantungnya berdebar kencang. Dahulu, dia hanya duduk di sini sebagai kepala pelayan yang setia. Namun sekarang, perannya telah berganti. Menjadi seorang menantu keluarga ini.Dua orang di hadapannya adalah sosok yang ia segani dan hormati selama ini, tuan dan nyonyanya. Dan tak disangka, kini mereka telah menjadi mertuanya. Fic menelan ludah, mencoba menyembunyikan kegugupan yang menjalar di seluruh tubuhnya.Daniah bergerak mengambil piring untuk Glen dan dirinya, lalu mengayunkan tangan ke arah piring Ellena dan Fic. Namun, tiba-tiba Fic menahan tangan Daniah. "Nyonya, biar saya
Lebih dari dua minggu sudah, Fic dan Ellena tinggal di villa puncak ini. Dan Pagi ini, Fic terlihat sibuk berkemas. Ellena duduk di samping tempat tidur dengan wajah murung dan bahunya yang terkulai. Semalam, Fic mencoba meyakinkan Ellena untuk pulang, bukan karena ia tidak ingin memenuhi keinginan Ellena untuk berlama-lama di sini, melainkan karena kekhawatiran terhadap rumah yang ditinggalkannya. Fic tak bisa menepis rasa cemas, terutama tentang kesepian yang pasti dirasakan Daniah tanpa Ellena sang putri.Setelah berbagai usaha Fic untuk merasuk, akhirnya Ellena mau pulang dengan imbalan janji berbulan madu ke Kampung halaman Ilham. Walaupun tampak masih belum sepenuhnya ikhlas, Ellena bertanya, "Jadi, setelah ini kita akan pergi ke Lampung, ya Fic?"Fic hanya mengangguk sambil mencium pucuk kepala Ellena, mengekspresikan rasa sayangnya padanya. Mereka berdua duduk di belakang mobil yang melaju perlahan meninggalkan Villa Puncak, tempat yang menyimpan begitu banyak kenangan manis
"Dasar sialan! Arg..!" bentak Keyan kesal, lalu meninju lengan Kimmy dan Khale bergantian. Tapi, perlahan ia ikut tertawa juga. Mereka masih terdengar tertawa bahagia, saling bercanda, sampai melangkah ke kamar masing-masing. "Besok, aku tidak mau lagi satu mobil dengan kalian! Mulai besok, kita akan membawa mobil masing-masing!" seru Keyan, wajahnya merah padam, sebelum menutup pintu kamarnya dengan keras.Sementara di sisi lain.Menuju Villa Puncak,Fic dengan lembut menuntun Ellena, melewati batu-batu hitam kecil yang tersusun apik di jalan setapak. Mereka berada di taman, tepat di luar Villa Puncak. Fic mengajak Ellena menuju bangku khusus yang lengkap dengan meja bundar berisi buah-buahan segar dan minuman yang menggoda. Fic mempersilahkan Ellena duduk, layaknya mempersilahkan seorang putri kerajaan. "Silahkan Tuan Putri," ucapnya sambil membungkukkan tubuh.Ellena tergelak dan menutup mulutnya dengan tangan. Ia duduk dan melihat sekitarnya, merasakan keindahan sore itu. "Ah Fic
Saat ini di kediaman Ken, Khale dan Kimmy melangkahkan kaki mereka ke dalam rumah dengan langkah gontai. Keyan menyusul dari belakang, tetapi mulutnya tak berhenti mengomel, mengumpat dua kakaknya yang sama sekali tidak menggubrisnya. Ketiga pemuda itu menghempaskan bokong mereka ke sofa dengan kasar, tak peduli dengan tas yang belum mereka taruh. "Aku kesal!! Hari ini aku kesal dengan kalian berdua!" ujar Keyan kesal sambil menunjuk kedua kakaknya."Apa sih anak ini?" balas Khale sambil melotot."Tau tuh!" Kimmy ikut melotot dengan wajah tidak senang.Keyan sudah berdiri, marah, dan menggerakkan tangannya hendak memukul kepala Kimmy, namun ditangkap oleh Kimmy. "Haha.. Keyan rupanya iri kepada kita, Khal. Dia tidak bisa mendekati wanita incarannya, berbeda dengan kita." ejek Kimmy sambil melepaskan tangannya dari Keyan. Khale hanya menanggapi dengan senyuman sinis, menambah rasa kesal Keyan semakin mendalam."Siapa bilang iri? Aku cuma ngerasa tidak dianggap oleh kalian. Kalian s
Mereka baru saja selesai menikmati hidangan makan malam. Fic duduk bersandar di sofa sambil menggelar lengannya ke arah Ellena yang duduk didepannya tanpa jarak. Ellena menyandarkan punggungnya di dada Fic yang hangat. Kedua tangan Fic membelai perut Ellena seolah memberikan rasa nyaman pada istrinya ini, sementara lehernya dielusnya dengan lembut. "Fic, kenapa saat yang tadi itu kamu mendadak menjadi cerewet sih?" Ellena bertanya dengan nada iseng, sambil tangannya asyik mengutak-atik ponselnya.Fic tersenyum kecil. "Siapa yang cerewet? Aku?" dia menanggapi dengan nada bercanda."Padahal kamu sedang kesulitan bernafas, aku hanya peduli dan mencoba mengetahui penyebabnya." Jawab Ellena."Susah bernafas? Memang kenapa, ya? Apa aku menekan tubuhmu terlalu keras? Sepertinya tidak." Fic berkata sambil melanjutkan elusan lembutnya di leher Ellena, tangannya kadang bergerak meraba-raba sekilas membuat Ellena menggelinjang. "Ya... aku tidak tahu. Rasanya sesak saja," jawab Ellena, sambil ter
Fic melucuti pakaian Ellena. Sekali lagi mengamati tubuh indah itu sambil tangannya bergerak aktif. Menyentuh semua itu tanpa terlewat.Fic menyisir setiap bagian tubuh Ellena dengan bibirnya. Hingga sampai pada Area sensitif. Fic merenggangkan kedua paha Ellena. Dan memposisikan wajahnya. Ellena menggeliat bak cacing kepanasan karena ulah Fic. Meremas kuat rambut Fic hingga berantakan."Fic, berhenti." nafasnya tersengal sengal.Fic mendongak, menatap wajah Ellena yang sudah memerah. Fic tersenyum, menyambar bibir itu. Hanya sebentar, lagi lagi turun perlahan dan kembali lagi ke area sensitif.Ellena menegang, Fic belum berhenti. Masih berada disitu. Fic benar benar ingin membuat Ellena menggelinjang tak karuan. Hingga Ellena menggoyahkan tubuhnya tanda tak sanggup lagi."Ah, Fic. Berhentilah. Ku mohon." Mendorong kepala Fic.Fic akhirnya berhenti , memandangi tubuh yang terus menggeliat itu."Fic. Kamu menyiksaku!"Fic hanya tersenyum, kembali menyerang wajah leher dan dada Ellena,