Ellena sudah meninggalkan kamar Fic setelah pria itu harus berkali-kali membujuk Ellena.Sepeninggal Ellena, Fic seharusnya bahagia dan berbunga bunga hatinya seperti halnya orang lain yang sedang dilanda kasmaran pada umumnya.Namun Fic tidak.Tiap kali mengingat perlakuannya tadi pada Ellena, tiap itu juga Fic membenturkan kepala ke meja."Seharusnya aku mencegah agar tidak kembali terjadi. Seharusnya aku membuat Nona Ellen membenciku. Seharusnya, aku bisa menghindarinya. Tapi kenapa malah seperti ini? Perasaan kami jadi semakin dalam." tubuh Fic gemetaran. Dia memeluk dirinya sendiri. Berusaha mengusir semua bayangan tadi.Namun lagi lagi Fic gagal! Yang ada malah bayangan saat ia mencumbu Ellena."Arg... Sial! Kenapa kamu ceroboh Fic!"Seharusnya, seharusnya, dan seharusnya! Namun semua sudah terjadi. Tanpa jawaban dari Fic, tentu Ellena sudah bisa mengambil kesimpulan jika Fic juga merasakan seperti apa yang ia rasakan.Ellena merasa sangat bahagia. Hatinya dipenuhi bunga bunga b
Fic akhirnya mengangguk, perlahan bangun dan menghampiri meja, dimana Daniah tengah menyiapkan sarapan untuk Ellena ke sebuah nampan.Daniah mengisi dua piring.Fic melihat itu."Kamu sekalian sarapan juga, Fic. Kamu belum sarapan kan?" tanya Daniah mengulurkan Nampan.Fic mengangkat nampan, sekali lagi menoleh pada Glen.Glen hanya mengangguk dengan senyuman tipis.Lalu menoleh pada Daniah."Pergilah Fic. Kamu harus memikirkan kesehatan Ellena, bukan?" ucap Daniah diiringi gelak kecil dari Glen."Istriku benar, anak itu bisa masuk angin jika terlambat sarapan."Fic hanya bisa mengangguk. Kemudian melangkah.Mungkin jika orang lain, ini sudah termasuk lampu hijau yang diberikan Glen dan Daniah pada Fic. Tapi untuk Fic, justru ini seperti semakin menyesatkan langkahnya.Fic tidak bisa lagi berpikir untuk saat ini, kecuali Ellena sarapan. Anak itu sudah sering sekali terlambat makan bahkan jarang makan jika sedang merajuk. Dan lagi lagi merajuknya hanya karena kesalahan Fic.Fic mengetu
Hari kembali berganti lagi, begitu cepat hingga tidak terasa.Pagi ini, Ellena sudah berdandan dengan rapi. Cepat menemui Fic yang sedang menunggunya di ruang tengah."Fic, aku sudah siap!" Ellena tersenyum kearah Fic yang menunduk ke arahnya.Fic belum juga bergerak dari kakinya berdiri. Hingga Ellena yang berjalan menghampiri."Ayo!" Ellena meraih tangan Fic."Ah, Nona. Ada Tuan muda Khale dibawah."Ellena cepat menoleh. "Khale?aku apa kesini?"Fic mengangguk. "Triple K. Anda harus pergi ke Fakultas bersama mereka."Ellena melepaskan tangannya ketika mendengar suara langkah kaki mendekat."Nona Ellena, ada kamu sudah siap?" Khale menghampiri."Ah iya. Aku sudah siap!""Kalau begitu, ayo kita berangkat." ajak Khale.Ellena tidak segera menjawab, menoleh dulu pada Fic."Mari Nona." Fic mempersilahkan Ellena untuk melangkah. Ellena pun melangkahkan setelah memastikan Fic mengikutinya dari belakang.Sampai di depan, Ellena dapat melihat dua saudara Khale yang duduk manis di dalam mobil
Di sebuah Rumah,"Tuan Fic sedang menuju kemari. Cepatlah kamu berganti pakaian yang rapi untuk menyambutnya." ucap Sang Ayah pada putri semata wayangnya.Elfa berdiri, menoleh pada Ayahnya dengan tatapan sedikit panik. Tapi kemudian tersenyum senang. "Benarkah begitu? Kalau begitu aku akan bersiap dulu." Dengan girang gadis itu segera berlari ke kamar. Sejenak memandangi wajahnya di cermin. Lalu cepat-cepat berganti dan tak lupa memoles wajahnya. Setelah merasa pas dengan penampilan, lalu dia keluar lagi menghampiri sang Ayah sambil menarik koper."Ayah, nanti apa yang harus aku lakukan disana?" tiba tiba Elfa merasa sangat gugup."Jungkir balik. Setelah itu, kamu bisa terjun dari jembatan!" Ayahnya berkata demikian sambil melotot.Elfa langsung cemberut, meninju lengan Ayahnya dengan kesal."Ayah. Aku bertanya serius! Malah bercanda. Tidak lucu!""Ya memangnya mau bagaimana? Bekerja dengan baik dan jangan mengecewakan Tuan Fic. Lalu cari kesempatan untuk mendekatinya. Begitu saja t
Setelah beberapa lama melaju, Fic menghentikan mobilnya. Menyuruh Elfa turun dan mengajaknya masuk. Fic memperkenalkan dulu Elfa pada Daniah.Daniah menyambut mereka dengan hangat. Sementara Glen saat ini sedang berada di kantor. Namun baik Glen maupun Daniah sendiri sudah mengerti maksud dan tujuan Fic membawa Elfa ke rumah ini. Mereka setuju saja, selain karena sudah mengenal Ayah dari Elfa, Mereka mendukung usaha Fic untuk membuat Ellena sedikit mau lepas darinya meskipun ragu jika usaha Fic kali ini akan berhasil."Selamat datang di Rumah kami Elfa. Semoga kamu betah dan bisa bekerja sama dengan baik disini bersama kami." Ucap Daniah, menyambut dengan ramah kedatangan Elfa."Iya Nyonya. Terima kasih.""Nyonya, aku akan mengantar Elfa ke kamarnya dulu. Setelah itu, aku akan memberitahunya apa saja yang harus diketahui olehnya tentang Nona Ellena." ucap Fic."Ah, iya Fic. Silahkan."Baru saja Fic hendak melangkah, Deringan hp miliknya terdengar. Fic merogoh hpnya dahulu."Tuan Muda
Fic sudah mencapai mobil, memasukan Ellena ke dalam mobil. Lalu Fic cepat menyusul.Fic belum menghidupkan mobilnya, dia menoleh dahulu pada Ellena yang beringsut ke sudut pintu.Fic terdengar mendengus. Meraih botol air mineral. "Minum dulu." Dia mengulurkan pada Ellena. Gadis itu menerimanya dan meneguk beberapa kali lalu mengulurkannya kembali pada Fic.Fic masih menatap Ellena yang kini menunduk."Maafkan aku, Fic. Aku lupa, sungguh." ucap Ellena meremas jari jemarinya sendiri. Dia tau, Fic sedang kesal padanya.Fic hanya tersenyum, mengulurkan tangannya untuk membelai kepala Ellena."Aku membuatmu repot. Maaf!" Ellena kembali berbicara, tetap tanpa menoleh pada Fic.Fic kembali tersenyum, "Tidak apa-apa. Jangan dipikirkan.""Tapi jaketmu bagaimana?""Ah, nanti bisa dicuci." Fic masih membelai kepala Ellena."Kalau begitu, biar aku yang akan mencucinya." Ellena meraih tangan Fic."Fic bisa sendiri. Tangan Nona nanti bisa sakit kalau untuk mencuci." Fic menggenggam tangan Ellena."
"Ellena, bukan begitu sayang?" Daniah menurunkan nada suaranya."Lalu?""Ellena." Suara Daniah sekarang penuh kelembutan. Meraih kedua lengan Ellena. Namun, Ellena langsung menepisnya. Perasaan Ellena mulai campur aduk, kecewa dan marah yang terus memuncak. "Ibu tidak pernah memikirkan perasaan Ellena dan Fic. Harusnya ibu tau bagaimana perasaan kami. Ellena mencintai Fic, Bu. Sungguh, cinta yang tulus dan dalam. Ellena tidak ingin berpisah dari Fic. Tolong jangan halangi kami. Ellena rela tidak menjadi Penerus Perusahaan Ayah. Biar Khale saja yang menjadi Penerusnya." Hatinya merasa terpukul, lalu terbesit pikiran, "Apa yang akan terjadi pada masa depan kami? Apakah benar-benar harus berakhir seperti ini?" Ellena menambahkan dengan suara yang semakin serak,"Ellena akan ikut Fic, kemana pun Fic akan pergi nanti jika diusir oleh kalian." Ucapan terakhirnya diakhiri dengan mata yang sudah berkaca-kaca, merasakan hancurnya dunianya dalam sekejap."Ellena, kamu tidak mengerti, nak? Buka
Fic menahan Daniah. "Nyonya, Tenanglah.""Bagaimana aku bisa tenang? Kamu tidak mendengar putriku terus berteriak seperti itu! Dia akan nekat Fic. Dia akan nekat.Tolong dia. Dia bisa mencelakai dirinya sendiri. Aku takut!" Daniah memukuli dada Fic dengan terisak."Kamu harus bertanggung jawab. Ellena seperti itu karena kamu! Dia menggilaimu Fic. Dia menggilaimu. Tolong Putriku! Ku mohon. Hanya kamu yang bisa membuatnya tenang.""Nyonya tenanglah. Aku akan bertanggung jawab. Aku akan bertanggung jawab." Fic kembali mendudukkan Daniah di sofa."Pelayan!" Fic memangil pelayan.Dua pelayan berlari menghampiri."Bawa Nyonya ke kamarnya!" perintah Fic." Aku tidak mau Fic! Aku khawatir dengan Ellena. Biarkan aku disini.""Nyonya. Pergilah ke kamar. Jika Tuan Glen pulang dan melihatmu seperti ini, maka dia akan marah." ucap Fic."Tapi Ellena bagaimana?""Aku akan menenangkan Nona Ellena. Percayalah padaku." sahut Fic."Benar?"Fic mengangguk. Akhirnya Daniah menurut ketika dua pelayan wanita