Hari kembali berganti lagi, begitu cepat hingga tidak terasa.Pagi ini, Ellena sudah berdandan dengan rapi. Cepat menemui Fic yang sedang menunggunya di ruang tengah."Fic, aku sudah siap!" Ellena tersenyum kearah Fic yang menunduk ke arahnya.Fic belum juga bergerak dari kakinya berdiri. Hingga Ellena yang berjalan menghampiri."Ayo!" Ellena meraih tangan Fic."Ah, Nona. Ada Tuan muda Khale dibawah."Ellena cepat menoleh. "Khale?aku apa kesini?"Fic mengangguk. "Triple K. Anda harus pergi ke Fakultas bersama mereka."Ellena melepaskan tangannya ketika mendengar suara langkah kaki mendekat."Nona Ellena, ada kamu sudah siap?" Khale menghampiri."Ah iya. Aku sudah siap!""Kalau begitu, ayo kita berangkat." ajak Khale.Ellena tidak segera menjawab, menoleh dulu pada Fic."Mari Nona." Fic mempersilahkan Ellena untuk melangkah. Ellena pun melangkahkan setelah memastikan Fic mengikutinya dari belakang.Sampai di depan, Ellena dapat melihat dua saudara Khale yang duduk manis di dalam mobil
Di sebuah Rumah,"Tuan Fic sedang menuju kemari. Cepatlah kamu berganti pakaian yang rapi untuk menyambutnya." ucap Sang Ayah pada putri semata wayangnya.Elfa berdiri, menoleh pada Ayahnya dengan tatapan sedikit panik. Tapi kemudian tersenyum senang. "Benarkah begitu? Kalau begitu aku akan bersiap dulu." Dengan girang gadis itu segera berlari ke kamar. Sejenak memandangi wajahnya di cermin. Lalu cepat-cepat berganti dan tak lupa memoles wajahnya. Setelah merasa pas dengan penampilan, lalu dia keluar lagi menghampiri sang Ayah sambil menarik koper."Ayah, nanti apa yang harus aku lakukan disana?" tiba tiba Elfa merasa sangat gugup."Jungkir balik. Setelah itu, kamu bisa terjun dari jembatan!" Ayahnya berkata demikian sambil melotot.Elfa langsung cemberut, meninju lengan Ayahnya dengan kesal."Ayah. Aku bertanya serius! Malah bercanda. Tidak lucu!""Ya memangnya mau bagaimana? Bekerja dengan baik dan jangan mengecewakan Tuan Fic. Lalu cari kesempatan untuk mendekatinya. Begitu saja t
Setelah beberapa lama melaju, Fic menghentikan mobilnya. Menyuruh Elfa turun dan mengajaknya masuk. Fic memperkenalkan dulu Elfa pada Daniah.Daniah menyambut mereka dengan hangat. Sementara Glen saat ini sedang berada di kantor. Namun baik Glen maupun Daniah sendiri sudah mengerti maksud dan tujuan Fic membawa Elfa ke rumah ini. Mereka setuju saja, selain karena sudah mengenal Ayah dari Elfa, Mereka mendukung usaha Fic untuk membuat Ellena sedikit mau lepas darinya meskipun ragu jika usaha Fic kali ini akan berhasil."Selamat datang di Rumah kami Elfa. Semoga kamu betah dan bisa bekerja sama dengan baik disini bersama kami." Ucap Daniah, menyambut dengan ramah kedatangan Elfa."Iya Nyonya. Terima kasih.""Nyonya, aku akan mengantar Elfa ke kamarnya dulu. Setelah itu, aku akan memberitahunya apa saja yang harus diketahui olehnya tentang Nona Ellena." ucap Fic."Ah, iya Fic. Silahkan."Baru saja Fic hendak melangkah, Deringan hp miliknya terdengar. Fic merogoh hpnya dahulu."Tuan Muda
Fic sudah mencapai mobil, memasukan Ellena ke dalam mobil. Lalu Fic cepat menyusul.Fic belum menghidupkan mobilnya, dia menoleh dahulu pada Ellena yang beringsut ke sudut pintu.Fic terdengar mendengus. Meraih botol air mineral. "Minum dulu." Dia mengulurkan pada Ellena. Gadis itu menerimanya dan meneguk beberapa kali lalu mengulurkannya kembali pada Fic.Fic masih menatap Ellena yang kini menunduk."Maafkan aku, Fic. Aku lupa, sungguh." ucap Ellena meremas jari jemarinya sendiri. Dia tau, Fic sedang kesal padanya.Fic hanya tersenyum, mengulurkan tangannya untuk membelai kepala Ellena."Aku membuatmu repot. Maaf!" Ellena kembali berbicara, tetap tanpa menoleh pada Fic.Fic kembali tersenyum, "Tidak apa-apa. Jangan dipikirkan.""Tapi jaketmu bagaimana?""Ah, nanti bisa dicuci." Fic masih membelai kepala Ellena."Kalau begitu, biar aku yang akan mencucinya." Ellena meraih tangan Fic."Fic bisa sendiri. Tangan Nona nanti bisa sakit kalau untuk mencuci." Fic menggenggam tangan Ellena."
"Ellena, bukan begitu sayang?" Daniah menurunkan nada suaranya."Lalu?""Ellena." Suara Daniah sekarang penuh kelembutan. Meraih kedua lengan Ellena. Namun, Ellena langsung menepisnya. Perasaan Ellena mulai campur aduk, kecewa dan marah yang terus memuncak. "Ibu tidak pernah memikirkan perasaan Ellena dan Fic. Harusnya ibu tau bagaimana perasaan kami. Ellena mencintai Fic, Bu. Sungguh, cinta yang tulus dan dalam. Ellena tidak ingin berpisah dari Fic. Tolong jangan halangi kami. Ellena rela tidak menjadi Penerus Perusahaan Ayah. Biar Khale saja yang menjadi Penerusnya." Hatinya merasa terpukul, lalu terbesit pikiran, "Apa yang akan terjadi pada masa depan kami? Apakah benar-benar harus berakhir seperti ini?" Ellena menambahkan dengan suara yang semakin serak,"Ellena akan ikut Fic, kemana pun Fic akan pergi nanti jika diusir oleh kalian." Ucapan terakhirnya diakhiri dengan mata yang sudah berkaca-kaca, merasakan hancurnya dunianya dalam sekejap."Ellena, kamu tidak mengerti, nak? Buka
Fic menahan Daniah. "Nyonya, Tenanglah.""Bagaimana aku bisa tenang? Kamu tidak mendengar putriku terus berteriak seperti itu! Dia akan nekat Fic. Dia akan nekat.Tolong dia. Dia bisa mencelakai dirinya sendiri. Aku takut!" Daniah memukuli dada Fic dengan terisak."Kamu harus bertanggung jawab. Ellena seperti itu karena kamu! Dia menggilaimu Fic. Dia menggilaimu. Tolong Putriku! Ku mohon. Hanya kamu yang bisa membuatnya tenang.""Nyonya tenanglah. Aku akan bertanggung jawab. Aku akan bertanggung jawab." Fic kembali mendudukkan Daniah di sofa."Pelayan!" Fic memangil pelayan.Dua pelayan berlari menghampiri."Bawa Nyonya ke kamarnya!" perintah Fic." Aku tidak mau Fic! Aku khawatir dengan Ellena. Biarkan aku disini.""Nyonya. Pergilah ke kamar. Jika Tuan Glen pulang dan melihatmu seperti ini, maka dia akan marah." ucap Fic."Tapi Ellena bagaimana?""Aku akan menenangkan Nona Ellena. Percayalah padaku." sahut Fic."Benar?"Fic mengangguk. Akhirnya Daniah menurut ketika dua pelayan wanita
Dua pelayan wanita berada di kamar Ellena atas perintah Fic, dan mereka terkejut melihat keadaan kamar yang berantakan bak kapal pecah. Mereka bergegas membereskan semuanya, namun tak berani mengajukan pertanyaan sedikit pun, meski penasaran dalam hati. Apakah ada yang terjadi? Apakah Putri Ellena marah besar? Mengapa?Selama ini, Ellena dikenal sebagai gadis yang ceria dan manja oleh para pelayan. Ia selalu bersikap manis, meskipun terkadang kekeraskepalaannya membuatnya sering merajuk. Namun, tak ada tindakan berlebihan yang pernah Ellena lakukan, kecuali hanya mogok makan dan mengurung diri dalam kamar seharian.Dengan sigap, para pelayan melanjutkan pekerjaan mereka, sambil sesekali mencuri pandang pada Ellena yang masih bersandar di ranjang, tampak murung dan berbeda dari biasanya.Fic pergi dan kembali dengan membawa nampan makan siang, meskipun terlambat beberapa jam karena hampir sore. Ia meletakkan nampan di atas meja dan melirik seorang pelayan yang menghampirinya. "Apakah a
Fic menunduk, matanya berkaca-kaca. "Tentu saja, Tuan," bisiknya lirih. "Apa kau berani bersumpah untuk itu?" pertanyaan itu membuat Fic menelan ludah, ia ragu untuk menjawab.Daniah merasa kecanggungan di antara mereka dan segera menepuk punggung suaminya, menawarkan solusi. "Bicaralah di luar. Ellena akan terganggu mendengar suara kalian. Aku akan menemani putrimu malam ini." Glen mengangguk, mengatur nafas, lalu berdiri tegap. "Ada yang ingin kubicarakan denganmu. Ayo ikutlah," perintahnya sambil melirik Fic yang masih terdiam. Fic menoleh pada Daniah, mencari persetujuan dari matanya. Daniah tersenyum lembut dan mengangguk, memberi dukungan. Fic pun menghela napas dan mengikuti langkah Glen..Kini mereka berdua sudah duduk berhadapan, suasana tegang membungkus mereka. Mereka terdiam, tak ada yang saling menatap, menahan harapan dan kekecewaan masing-masing. Terhening cukup lama, hingga suara Glen yang serak memecah kesunyian yang menindih di antara mereka."Aku ingin bertanya p