Daniah menyusul langkah Ellena, membuka pintu kamar pribadi Tuan Putri untuk mengintip. Ellena terlihat duduk termenung di tepi ranjang dengan mendekap Guling.Gurat kemarahan bisa dilihat dari wajahnya yang tertekuk.Daniah berjalan pelan, kini duduk di sebelah putrinya."Putri ibu kenapa? Kenapa tiba-tiba marah dan pergi meninggalkan makanannya. Apa ada yang salah?"Ellena hanya melirik sebentar, kemudian membuang muka."Ellena, tidak baik seperti itu. Kamu ini akan menjadi seorang wanita yang tangguh untuk menggantikan Ayah. Memimpin Perusahaan. Kau harus bisa belajar bersikap sopan dan baik sejak dini. Meninggalkan makanan dengan marah, kemudian menepis kasar tangan Fic, itu perbuatan yang tidak sopan." tegur Daniah kembali.Ellena menoleh sedikit, kemudian menunduk. Wajah marahnya berubah sedih."Ellena , ada apa sebenarnya? Apa ada yang mengganggu pikiranmu? Cerita kepada ibu." Daniah masih saja merayu putrinya.Ellena kali ini mendongak."Fic akan menikah. Itu artinya, Fic akan
Glen dan Fic menoleh ke arah tangga ketika mendengar suara sedikit ribut.Triple K putra Ken sudah berlari kecil menyerbu. Disusul oleh Ken dan Rimbun di belakang."Paman!"Glen langsung berdiri merentangkan kedua tangannya."Haha.. Jagoan Ken datang rupanya!" Ketiga bocah itu berebut memeluk Glen."Di mana Tuan Putri Ellena Paman?" Khale bertanya."Ada di kamar. Cepat kalian temui Ellena Dia sedang merajuk. Ellena pasti akan senang melihat kalian datang." ketiga Putra Ken cepat berlari ke kamar Ellena. Rimbun juga segera mengikuti putra-putranya setelah menyapa Glen dan Fic."Nona Ellena sedang merajuk? Ada apa?" Ken masih berdiri."Duduklah Ken. Kamu perlu tau."Ketiganya terdengar tertawa ketika Glen selesai bercerita."Wajar saja. Fic yang menemani Nona muda sejak pertama lahir. Wajar jika Nona Ellena sangat takut kehilangan orang terdekatnya." ucap Ken."Ah ya. Kamu benar. Tapi aku merasa tidak enak hati pada Fic. Ia harus mengorbankan kebahagiaannya demi Ellena." ucap Glen."T
Bel terdengar berbunyi nyaring, tanda jam pelajaran telah usai. Para siswa dan siswi terlihat keluar dari kelas masing-masing. Ada yang langsung menuju parkiran untuk mereka yang membawa kendaraan sendiri. Ada yang cepat menghampiri seseorang yang sudah bersiap menjemput masing-masing mereka di gerbang depan sekolah.Ellena juga nampak diantara para siswa siswi itu. Berjalan sedikit terburu keluar gerbang.Berdiri disana sambil memutar kepalanya.Yang ia cari sepertinya tidak terlihat.Wajah cemberutnya langsung terlihat.Sebuah mobil mewah yang keluar dari Gerbang sekolah berhenti di dekat Ellena berdiri menunggu. Lalu pemuda seusianya yang juga mengenakan seragam SMA yang sama juga keluar dari mobil itu."Ellena?" Seorang siswa menyapanya.Ellena menoleh."Tidak ada yang menjemputmu?" Pemuda itu menghampiri."Ada, mungkin hanya sedang terlambat saja." jawab Ellena."Tapi kamu sudah lama menunggu disitu." Pemuda itu mendekat.Ellena hanya tersenyum simpul saja. Melirik beberapa teman
Fic masih berusaha untuk menghentikan tangisan Ellena. Tapi gadis itu malah semakin terisak."Nona! Berhentilah. Jika ada yang mendengar, nanti mereka mengira aku sudah menyakitimu." ucap Fic."Kamu memang sudah menyakitiku! Menyakiti hatiku, Fic!" Ellena menyandarkan kepalanya di dada Fic."Kamu pergi menemui seorang wanita? Kamu mau menikahinya, kan?" Ellena kini memukuli dada Fic sambil masih menangis."Aku tau kamu akan menikah. Kenapa Fic? Kenapa?" Ellena mendongak, mencengkeram kuat bahu Fic dan mendorongnya ke tembok."Nona. Berhentilah!""Jawab pertanyaanku! Apa Benar kamu akan menikah?" Ellena mengguncang kedua lengan Fic. Fic tidak menjawab, hanya menunduk menghindari tatapan Ellena."Fic! Jawab!""Bukan begitu. Tapi, Tapi. Ayah Nona, sudah menyuruhku untuk menikah. Aku tidak mungkin menentangnya. Nona sudah dewasa. Sudah saatnya, Fic tidak menemanimu lagi."Seketika mata Ellena membulat. Kini mendekatkan wajahnya pada wajah Fic, sangat dekat. Memegangi kedua pipi Fic. Sehin
Fic bertahan dengan satu tangan di sisi ranjang. Ia sedang berusaha melawan gemetar yang seketika menyerang tubuhnya. Dia melirik Ellena yang justru tersenyum tanpa beban.Gadis itu kemudian mempoles wajahnya dengan make up tipis. Setelah selesai, baru dia menghampiri Fic yang masih terpaku."Fic, aku sudah siap. Ayo kita berangkat!" Ellena menarik tangan Fic agar bangkit.Mereka sempat beradu mata sejenak. Bibir seksi berwarna pink itu kembali tersenyum. Sejenak Fic terpana, mengingat beberapa menit yang lalu, benda kenyal itu menyentuh bibirnya dengan sangat sengaja.Untung Fic masih mampu untuk menunduk."Ayo ke taman.""Hah, ke Taman? Ke taman mana?" Fic masih seperti linglung."Taman, tempatmu tadi pergi!""Oh , ya. Tapi sebenarnya untuk apa kita kesana?"tanya Fic, hanya untuk mengusir kecanggungan yang tiba-tiba saja menguasainya."Aku ingin tau, kamu duduk dimana disana? Jika benar kamu duduk sendirian, kamu tidak akan keberatan membawaku kesana kan?" tegas Ellena."Ah iya. Tap
"Jika benar begitu kenyataannya. Kurasa tidak ada yang salah. Fic itu Pria baik yang bisa dipercaya. Bukan hanya itu saja. Fic juga sudah mengabdikan seluruh hidupnya hanya untuk keluarga ini. Apalagi kita tau sendiri, jika Kebahagiaan Ellena sejak kecil, hanya jika dekat dengan Fic. Bahkan dari kecil, dia selalu menangis jika mendengar Fic akan menikah." ucap Daniah."Bukan Fic masalahnya, Daniah!""Aku tau Fic pria yang baik. Aku menyukainya dan mempercayainya. Tapi bagaimana dengan Ken?" Sambung Glen kembali."Kita sudah sepakat untuk menikahkan Ellena dengan salah satu Putra Ken! Apa yang akan kita katakan pada Ken jika kenyataannya Ellena malah menyukai Fic?""Hati tidak bisa dipaksakan, Glen! Apa kamu tidak ingat, bagaimana cara kita bertemu dulu? Bagaimana caramu mendapatkan aku? Apakah saat itu kamu bisa memilih? Bahkan kamu rela mengorbankan apapun untuk bisa bersamaku." kini Daniah mengungkit masa lalu mereka, membuat Glen bungkam seribu bahasa."Ah baiklah. Ini belum tentu
Fic masih memeluk erat tubuh Ellena yang masih meronta."Jahat! Kamu tega membohongiku! Lepaskan Fic!" Ellena berteriak."Aku tidak berbohong. Sungguh. Kamu hanya salah paham, Ellena! Berhentilah!" Sahut Fic."Kamu ingin mengajak ketemu wanita itu kan? Hanya saja karena wanita itu tidak mengangkat panggilanmu. Makanya kamu bisa sendirian disini. Jika tidak, kamu pasti sudah duduk berdua dengannya." Ellena melirik sadis. Fic terus menggeleng, tidak membenarkan tuduhan Ellena."Lalu apa yang akan kalian bahas? Tentang pernikahan kalian! Benar kan?""Cukup Nona! Tidak seperti itu!" Fic kini mendekap kepala Ellena. Menggesekkan pipinya pada pipi Ellena. Fic kini sudah bisa menebak dengan benar, jika saat ini Ellena sedang cemburu.Pikiran seketika resah.Benarkah Nona Ellena cemburu?Fic berusaha menenangkan pikirannya dahulu, sebelum menenangkan hati Ellena dengan terus menggesekkan pipinya pada Pipi Ellena."Berhenti menuduhku yang tidak kuperbuat, Nona!""Bohong! Kamu bohong!"Fic tid
"Nona. Seiring berjalannya waktu, cinta akan datang. Nona belum pernah mencoba bukan? Kalian belum pernah saling dekat. Jika kalian sudah dekat nanti, aku yakin salah satu dari mereka akan ada yang menempati hati Nona." Fic berkata dengan penuh percaya diri."Apa Nona tidak bisa melihat? Triple K, bukan hanya tampan, pria pria tangguh, baik hati dan bisa diandalkan. Menjadi idola para wanita.""Tapi bagiku tidak!" Seketika Ellena berdiri."Aku mencintaimu Fic! Dari dulu, bahkan dari aku kecil. Aku menunggu waktu dewasa hanya untuk mengatakan ini padamu. Aku sudah menunggu selama ini, Fic."Fic benar-benar terbelalak, dia tentu sangat terkejut dengan pengakuan terang-terangan dari Ellena. Meskipun sempat menduga, tapi dia tidak menyangka jika Ellena akan senekat ini mengatakan perasaannya."Kamu bicara apa? Kamu jangan membual Nona Ellena!" Fic juga berdiri. Menatap Ellena dengan jarak dekat."Siapa yang membual? Aku tidak pernah membual dan aku tidak pernah bermain main dengan perasa
Fic tidak menyadari perasaan yang tumbuh di antara mereka. Orang lain juga sama, tidak ada yang tahu apa yang tersimpan di dalam hati Ellena. Namun, suatu saat Ellena tidak mampu menahan lagi dan mulai mengekspresikan perasaannya dengan lebih jelas. Fic hanya menganggap bahwa Ellena begitu karena belum dewasa dan belum mengerti perasaannya. Suatu hari, Ellena yang sudah bukan remaja lagi, mengungkapkan perasaan cinta yang selama ini terpendam.Fic merasa seolah tersambar petir dan sulit memahami apa yang sedang terjadi. "Mana mungkin?" batin Fic. "Aku hanya seorang kepala pelayan, dan usia kita terpaut jauh. Aku bahkan bisa jadi pamanmu, nona!" Namun, Ellena sama sekali tidak peduli dengan alasan tersebut. Ia nekad melakukan apapun untuk bisa bersama Fic. Perasaan Ellena semakin memuncak dan menghempas rasa ragu di hatinya. Fic kini terjebak dalam dilema, antara menerima perasaan Ellena atau tetap pada prinsipnya. Ketika akhirnya ia mulai merasakan getaran yang sama dalam hatinya, ia
"Diam!" Ellena bersikukuh, masih saja melanjutkan pekerjaannya. Lalu mengambil celana Fic dan meminta Fic untuk mengenakannya dengan sabar.Fic hanya bisa menurut. Ellena memakaikan kemeja putih pada Fic, mengancingkan baju itu."Ellena, aku bisa sendiri." menarik tangan Ellena hingga tubuh Ellena menabrak dadanya."Aku ingin melakukannya Fic. Dengan begitu, aku semakin bahagia." Ellena melepaskan tangan Fic, sekarang memasangkan dasi untuk Fic."Nona."Ellena masih belum selesai merapikan rambut, baju dan dasi Suaminya."Sudah rapi. Tinggal jas nya saja. Dipakai sekarang apa nanti saja?"Fic tak menjawab pertanyaan Ellena. Masih senantiasa menatap wajah Ellena."Fic.""Bisa menikahimu saja, sudah membuatku tak berhenti bersyukur. Jangan melakukan ini lagi. Itu membuatku merasa bersalah."Ellena dengan lembut menarik tengkuk Fic, menciumi wajahnya dengan penuh kasih sayang. "Aku ingin melakukan ini setiap pagi. Kau tidak boleh melarangku, atau aku akan mengadu pada Ayah. Kau sudah men
Fic menarik nafas dalam-dalam dan tersenyum, "Baiklah, Tuan. Jika Anda telah mempercayai saya, saya tidak ingin mengecewakan Anda. Tapi, bolehkah saya mencari pengganti diri saya sebagai Kepala Pelayan?""Ya. Tentu saja. Semua itu ku serahkan padamu. Siapapun yang kau pilih, aku yakin kau sudah memikirkannya dengan baik," jawab Glen dengan mata yang bersinar penuh keyakinan. Fic mengangguk mantap, memperkuat pernyataannya.Mereka kembali ke kamar masing-masing setelah obrolan itu selesai. Langkah mereka terasa lebih ringan, seolah sebuah keputusan besar telah berhasil dilewati bersama. Di balik pintu kamar, Fic tersenyum tipis, merasa yakin akan kebijaksanaan pilihan yang telah dipertimbangkan matang-matang.Malam mulai menggantikan siang. Fic melangkah perlahan, merangkak ke atas ranjang mengikuti Ellena yang sudah lebih dulu berbaring. Mata Fic tak henti memandangi wajah Ellena, tersenyum padanya dengan penuh kebahagiaan. Sejenak Fic merasa puas, menikmati momen itu. Setelah itu, p
"Ellena, ayo kemari, Nak." ajak Daniah ramah. Glen juga menoleh ke arah Fic dengan tatapan yang sama hangatnya, "Ayo Fic, ajak istrimu makan bersama kami."Fic mengangguk, menarik kursi untuk Ellena dan kemudian duduk di sebelahnya. Meskipun bukan pertama kalinya dia berada dalam situasi ini, bahkan seringkali dia makan bersama mereka di masa lalu, namun suasana kali ini terasa berbeda. Fic merasa canggung, jantungnya berdebar kencang. Dahulu, dia hanya duduk di sini sebagai kepala pelayan yang setia. Namun sekarang, perannya telah berganti. Menjadi seorang menantu keluarga ini.Dua orang di hadapannya adalah sosok yang ia segani dan hormati selama ini, tuan dan nyonyanya. Dan tak disangka, kini mereka telah menjadi mertuanya. Fic menelan ludah, mencoba menyembunyikan kegugupan yang menjalar di seluruh tubuhnya.Daniah bergerak mengambil piring untuk Glen dan dirinya, lalu mengayunkan tangan ke arah piring Ellena dan Fic. Namun, tiba-tiba Fic menahan tangan Daniah. "Nyonya, biar saya
Lebih dari dua minggu sudah, Fic dan Ellena tinggal di villa puncak ini. Dan Pagi ini, Fic terlihat sibuk berkemas. Ellena duduk di samping tempat tidur dengan wajah murung dan bahunya yang terkulai. Semalam, Fic mencoba meyakinkan Ellena untuk pulang, bukan karena ia tidak ingin memenuhi keinginan Ellena untuk berlama-lama di sini, melainkan karena kekhawatiran terhadap rumah yang ditinggalkannya. Fic tak bisa menepis rasa cemas, terutama tentang kesepian yang pasti dirasakan Daniah tanpa Ellena sang putri.Setelah berbagai usaha Fic untuk merasuk, akhirnya Ellena mau pulang dengan imbalan janji berbulan madu ke Kampung halaman Ilham. Walaupun tampak masih belum sepenuhnya ikhlas, Ellena bertanya, "Jadi, setelah ini kita akan pergi ke Lampung, ya Fic?"Fic hanya mengangguk sambil mencium pucuk kepala Ellena, mengekspresikan rasa sayangnya padanya. Mereka berdua duduk di belakang mobil yang melaju perlahan meninggalkan Villa Puncak, tempat yang menyimpan begitu banyak kenangan manis
"Dasar sialan! Arg..!" bentak Keyan kesal, lalu meninju lengan Kimmy dan Khale bergantian. Tapi, perlahan ia ikut tertawa juga. Mereka masih terdengar tertawa bahagia, saling bercanda, sampai melangkah ke kamar masing-masing. "Besok, aku tidak mau lagi satu mobil dengan kalian! Mulai besok, kita akan membawa mobil masing-masing!" seru Keyan, wajahnya merah padam, sebelum menutup pintu kamarnya dengan keras.Sementara di sisi lain.Menuju Villa Puncak,Fic dengan lembut menuntun Ellena, melewati batu-batu hitam kecil yang tersusun apik di jalan setapak. Mereka berada di taman, tepat di luar Villa Puncak. Fic mengajak Ellena menuju bangku khusus yang lengkap dengan meja bundar berisi buah-buahan segar dan minuman yang menggoda. Fic mempersilahkan Ellena duduk, layaknya mempersilahkan seorang putri kerajaan. "Silahkan Tuan Putri," ucapnya sambil membungkukkan tubuh.Ellena tergelak dan menutup mulutnya dengan tangan. Ia duduk dan melihat sekitarnya, merasakan keindahan sore itu. "Ah Fic
Saat ini di kediaman Ken, Khale dan Kimmy melangkahkan kaki mereka ke dalam rumah dengan langkah gontai. Keyan menyusul dari belakang, tetapi mulutnya tak berhenti mengomel, mengumpat dua kakaknya yang sama sekali tidak menggubrisnya. Ketiga pemuda itu menghempaskan bokong mereka ke sofa dengan kasar, tak peduli dengan tas yang belum mereka taruh. "Aku kesal!! Hari ini aku kesal dengan kalian berdua!" ujar Keyan kesal sambil menunjuk kedua kakaknya."Apa sih anak ini?" balas Khale sambil melotot."Tau tuh!" Kimmy ikut melotot dengan wajah tidak senang.Keyan sudah berdiri, marah, dan menggerakkan tangannya hendak memukul kepala Kimmy, namun ditangkap oleh Kimmy. "Haha.. Keyan rupanya iri kepada kita, Khal. Dia tidak bisa mendekati wanita incarannya, berbeda dengan kita." ejek Kimmy sambil melepaskan tangannya dari Keyan. Khale hanya menanggapi dengan senyuman sinis, menambah rasa kesal Keyan semakin mendalam."Siapa bilang iri? Aku cuma ngerasa tidak dianggap oleh kalian. Kalian s
Mereka baru saja selesai menikmati hidangan makan malam. Fic duduk bersandar di sofa sambil menggelar lengannya ke arah Ellena yang duduk didepannya tanpa jarak. Ellena menyandarkan punggungnya di dada Fic yang hangat. Kedua tangan Fic membelai perut Ellena seolah memberikan rasa nyaman pada istrinya ini, sementara lehernya dielusnya dengan lembut. "Fic, kenapa saat yang tadi itu kamu mendadak menjadi cerewet sih?" Ellena bertanya dengan nada iseng, sambil tangannya asyik mengutak-atik ponselnya.Fic tersenyum kecil. "Siapa yang cerewet? Aku?" dia menanggapi dengan nada bercanda."Padahal kamu sedang kesulitan bernafas, aku hanya peduli dan mencoba mengetahui penyebabnya." Jawab Ellena."Susah bernafas? Memang kenapa, ya? Apa aku menekan tubuhmu terlalu keras? Sepertinya tidak." Fic berkata sambil melanjutkan elusan lembutnya di leher Ellena, tangannya kadang bergerak meraba-raba sekilas membuat Ellena menggelinjang. "Ya... aku tidak tahu. Rasanya sesak saja," jawab Ellena, sambil ter
Fic melucuti pakaian Ellena. Sekali lagi mengamati tubuh indah itu sambil tangannya bergerak aktif. Menyentuh semua itu tanpa terlewat.Fic menyisir setiap bagian tubuh Ellena dengan bibirnya. Hingga sampai pada Area sensitif. Fic merenggangkan kedua paha Ellena. Dan memposisikan wajahnya. Ellena menggeliat bak cacing kepanasan karena ulah Fic. Meremas kuat rambut Fic hingga berantakan."Fic, berhenti." nafasnya tersengal sengal.Fic mendongak, menatap wajah Ellena yang sudah memerah. Fic tersenyum, menyambar bibir itu. Hanya sebentar, lagi lagi turun perlahan dan kembali lagi ke area sensitif.Ellena menegang, Fic belum berhenti. Masih berada disitu. Fic benar benar ingin membuat Ellena menggelinjang tak karuan. Hingga Ellena menggoyahkan tubuhnya tanda tak sanggup lagi."Ah, Fic. Berhentilah. Ku mohon." Mendorong kepala Fic.Fic akhirnya berhenti , memandangi tubuh yang terus menggeliat itu."Fic. Kamu menyiksaku!"Fic hanya tersenyum, kembali menyerang wajah leher dan dada Ellena,