Bel terdengar berbunyi nyaring, tanda jam pelajaran telah usai. Para siswa dan siswi terlihat keluar dari kelas masing-masing. Ada yang langsung menuju parkiran untuk mereka yang membawa kendaraan sendiri. Ada yang cepat menghampiri seseorang yang sudah bersiap menjemput masing-masing mereka di gerbang depan sekolah.Ellena juga nampak diantara para siswa siswi itu. Berjalan sedikit terburu keluar gerbang.Berdiri disana sambil memutar kepalanya.Yang ia cari sepertinya tidak terlihat.Wajah cemberutnya langsung terlihat.Sebuah mobil mewah yang keluar dari Gerbang sekolah berhenti di dekat Ellena berdiri menunggu. Lalu pemuda seusianya yang juga mengenakan seragam SMA yang sama juga keluar dari mobil itu."Ellena?" Seorang siswa menyapanya.Ellena menoleh."Tidak ada yang menjemputmu?" Pemuda itu menghampiri."Ada, mungkin hanya sedang terlambat saja." jawab Ellena."Tapi kamu sudah lama menunggu disitu." Pemuda itu mendekat.Ellena hanya tersenyum simpul saja. Melirik beberapa teman
Fic masih berusaha untuk menghentikan tangisan Ellena. Tapi gadis itu malah semakin terisak."Nona! Berhentilah. Jika ada yang mendengar, nanti mereka mengira aku sudah menyakitimu." ucap Fic."Kamu memang sudah menyakitiku! Menyakiti hatiku, Fic!" Ellena menyandarkan kepalanya di dada Fic."Kamu pergi menemui seorang wanita? Kamu mau menikahinya, kan?" Ellena kini memukuli dada Fic sambil masih menangis."Aku tau kamu akan menikah. Kenapa Fic? Kenapa?" Ellena mendongak, mencengkeram kuat bahu Fic dan mendorongnya ke tembok."Nona. Berhentilah!""Jawab pertanyaanku! Apa Benar kamu akan menikah?" Ellena mengguncang kedua lengan Fic. Fic tidak menjawab, hanya menunduk menghindari tatapan Ellena."Fic! Jawab!""Bukan begitu. Tapi, Tapi. Ayah Nona, sudah menyuruhku untuk menikah. Aku tidak mungkin menentangnya. Nona sudah dewasa. Sudah saatnya, Fic tidak menemanimu lagi."Seketika mata Ellena membulat. Kini mendekatkan wajahnya pada wajah Fic, sangat dekat. Memegangi kedua pipi Fic. Sehin
Fic bertahan dengan satu tangan di sisi ranjang. Ia sedang berusaha melawan gemetar yang seketika menyerang tubuhnya. Dia melirik Ellena yang justru tersenyum tanpa beban.Gadis itu kemudian mempoles wajahnya dengan make up tipis. Setelah selesai, baru dia menghampiri Fic yang masih terpaku."Fic, aku sudah siap. Ayo kita berangkat!" Ellena menarik tangan Fic agar bangkit.Mereka sempat beradu mata sejenak. Bibir seksi berwarna pink itu kembali tersenyum. Sejenak Fic terpana, mengingat beberapa menit yang lalu, benda kenyal itu menyentuh bibirnya dengan sangat sengaja.Untung Fic masih mampu untuk menunduk."Ayo ke taman.""Hah, ke Taman? Ke taman mana?" Fic masih seperti linglung."Taman, tempatmu tadi pergi!""Oh , ya. Tapi sebenarnya untuk apa kita kesana?"tanya Fic, hanya untuk mengusir kecanggungan yang tiba-tiba saja menguasainya."Aku ingin tau, kamu duduk dimana disana? Jika benar kamu duduk sendirian, kamu tidak akan keberatan membawaku kesana kan?" tegas Ellena."Ah iya. Tap
"Jika benar begitu kenyataannya. Kurasa tidak ada yang salah. Fic itu Pria baik yang bisa dipercaya. Bukan hanya itu saja. Fic juga sudah mengabdikan seluruh hidupnya hanya untuk keluarga ini. Apalagi kita tau sendiri, jika Kebahagiaan Ellena sejak kecil, hanya jika dekat dengan Fic. Bahkan dari kecil, dia selalu menangis jika mendengar Fic akan menikah." ucap Daniah."Bukan Fic masalahnya, Daniah!""Aku tau Fic pria yang baik. Aku menyukainya dan mempercayainya. Tapi bagaimana dengan Ken?" Sambung Glen kembali."Kita sudah sepakat untuk menikahkan Ellena dengan salah satu Putra Ken! Apa yang akan kita katakan pada Ken jika kenyataannya Ellena malah menyukai Fic?""Hati tidak bisa dipaksakan, Glen! Apa kamu tidak ingat, bagaimana cara kita bertemu dulu? Bagaimana caramu mendapatkan aku? Apakah saat itu kamu bisa memilih? Bahkan kamu rela mengorbankan apapun untuk bisa bersamaku." kini Daniah mengungkit masa lalu mereka, membuat Glen bungkam seribu bahasa."Ah baiklah. Ini belum tentu
Fic masih memeluk erat tubuh Ellena yang masih meronta."Jahat! Kamu tega membohongiku! Lepaskan Fic!" Ellena berteriak."Aku tidak berbohong. Sungguh. Kamu hanya salah paham, Ellena! Berhentilah!" Sahut Fic."Kamu ingin mengajak ketemu wanita itu kan? Hanya saja karena wanita itu tidak mengangkat panggilanmu. Makanya kamu bisa sendirian disini. Jika tidak, kamu pasti sudah duduk berdua dengannya." Ellena melirik sadis. Fic terus menggeleng, tidak membenarkan tuduhan Ellena."Lalu apa yang akan kalian bahas? Tentang pernikahan kalian! Benar kan?""Cukup Nona! Tidak seperti itu!" Fic kini mendekap kepala Ellena. Menggesekkan pipinya pada pipi Ellena. Fic kini sudah bisa menebak dengan benar, jika saat ini Ellena sedang cemburu.Pikiran seketika resah.Benarkah Nona Ellena cemburu?Fic berusaha menenangkan pikirannya dahulu, sebelum menenangkan hati Ellena dengan terus menggesekkan pipinya pada Pipi Ellena."Berhenti menuduhku yang tidak kuperbuat, Nona!""Bohong! Kamu bohong!"Fic tid
"Nona. Seiring berjalannya waktu, cinta akan datang. Nona belum pernah mencoba bukan? Kalian belum pernah saling dekat. Jika kalian sudah dekat nanti, aku yakin salah satu dari mereka akan ada yang menempati hati Nona." Fic berkata dengan penuh percaya diri."Apa Nona tidak bisa melihat? Triple K, bukan hanya tampan, pria pria tangguh, baik hati dan bisa diandalkan. Menjadi idola para wanita.""Tapi bagiku tidak!" Seketika Ellena berdiri."Aku mencintaimu Fic! Dari dulu, bahkan dari aku kecil. Aku menunggu waktu dewasa hanya untuk mengatakan ini padamu. Aku sudah menunggu selama ini, Fic."Fic benar-benar terbelalak, dia tentu sangat terkejut dengan pengakuan terang-terangan dari Ellena. Meskipun sempat menduga, tapi dia tidak menyangka jika Ellena akan senekat ini mengatakan perasaannya."Kamu bicara apa? Kamu jangan membual Nona Ellena!" Fic juga berdiri. Menatap Ellena dengan jarak dekat."Siapa yang membual? Aku tidak pernah membual dan aku tidak pernah bermain main dengan perasa
Daniah sedikit terkejut saat melihat Ellena menangis."Ellena, ada apa?" Dia menghampiri Putrinya yang terisak di sudut Ranjang.Daniah segera memeluk Ellena."Sayang, kenapa? Apa yang terjadi? Cerita pada ibu." Daniah menepuk halus punggung Putrinya dengan rasa penasaran yang menumpuk. Selama ini tidak pernah ia melihat putrinya menangis tersedu seperti ini."Ibu. Fic!" Ellena mendongak, menatap ibunya dan bersuara.Daniah terbelalak, mengusap wajah Putrinya. Apa benar Fic yang telah membuat Ellena menangis? Tapi mana mungkin?"Kenapa dengan Fic, Ellena? Apa Fic melakukan sesuatu padamu?" Daniah seperti ingin menebak, tapi dia tidak bisa menebak.Ellena mengangguk, membuat Daniah terkejut."Katakan Ellena, apa yang dilakukan Fic sampai kamu menangis seperti ini? Jangan takut, cerita pada Ibu."Ellena mengusap air matanya. Masih dengan sesenggukan. "Fic menolak cinta Ellena."Seperti disambar petir, Daniah terkejut bulan main. Dan mengira bukan seperti ini ceritanya. Ia pikir, Fic tel
Fic merebahkan tubuhnya di ranjang, dengan perasaan yang begitu resah."Ellena." Fic berkali-kali menyebut nama Ellena.Hingga malam semakin larut, Fic belum juga bisa tidur. Fic kembali beranjak dari tempat tidurnya memasuki kamar mandi. Membasuh wajahnya berkali-kali. Baru saja ia keluar dari kamar mandi, pintunya diketuk seseorang.Fic melangkah untuk membuka."Nona!" Mata Fic terbelalak saat melihat Ellena sudah berdiri di depan pintu kamarnya."Fic.""Kenapa belum tidur? Ini sudah malam." Tanya Fic."Aku tidak bisa tidur." Ellena melangkah masuk, Fic mau tidak mau mengikutinya.Ellena duduk di ujung sofa."Ini sudah malam Nona. Kembalilah ke kamarmu.""Kamu mau mengantarku?" Ellena Menoleh pada Fic.Fic mengangguk. "Mari."Ellena pun berdiri kembali, mengikuti langkah Fic."Masuklah dan tidur. Jangan pikirkan apapun lagi." Fic membuka pintu kamar Ellena."Aku tidak bisa tidur Fic! Temani aku dulu, jika aku sudah tidur kamu boleh pergi." ucap Ellena sembari menarik tangan Fic."N