Tidak tahu jam berapa sekarang. Tidak ingat semalam terjaga sampai jam berapa. Mulai tidur juga jam berapa. Tidak ada jam yang bisa di lihat. Hp juga tidak ada yang di dekat mereka.Hanya remangnya lampu tidur saja yang terlihat, menandakan jika pagi belum datang.Rimbun menggeliat, merasakan sesuatu merayap di bagian tubuhnya. Dia mengerjapkan matanya berkali-kali. Antara sadar dan tidak. Tapi seperti nyata. Ingin membuka mata, namun kantuk begitu menguasai matanya.Seperti sedang bermimpi tapi terasa nyata. Sentuhan demi sentuhan langsung di kulitnya membuatnya merinding. Namun seperti ingin merasakannya lagi dan lagi. Geli, tapi kok enak.Rimbun memaksa untuk membuka matanya."Eh, tuan Ken. Kita sudah menikah ya. Aku lupa." kembali dia memejamkan matanya.Walau matanya di kuasai kantuk yang sangat, tapi otaknya masih bisa bekerja dibawah alam sadarnya. Rasa geli di dadanya perlahan berubah, menjadi rasa yang gimana gitu. Rimbun Menggeliat, lalu terdengar mengeluh. Lagi, kemudian la
"Aku ini sekarang suamimu sayang, kenapa masih menunjuk keningku? Itu tidak sopan." Ken menarik tangan Rimbun, merapatkan kening mereka."Eh, iya. Maaf." mendorong pelan wajah Ken, dan mengusap keningnya."Aku tidak bermaksud membuatmu seperti ini. Sungguh. Maafkan aku." kembali mendekap Rimbun yang sudah mulai beranjak duduk dari belakang."Maaf ya?" kembali memasang wajah memelas."Iya. Tidak apa-apa." Rimbun tersenyum, mengusap wajah Ken."Benar tidak apa-apa? Tapi kamu sakit." tangannya mulai meraba kembali."Tidak apa-apa. Semua orang bilang, kalau pertama memang begini. Nanti kalau sudah terbiasa juga tidak." menahan tangan Ken yang sudah mendekat ke arah bagian sensitifnya lagi."Kalau begitu, kita harus sering-sering melakukannya agar cepat terbiasa." Ken menaruh mulutnya dileher Rimbun.Deru nafas Ken membuat Rimbun kembali merinding."Sekarang saja ya?" tangan Ken meraba lengan Rimbun sambil menciumi leher Rimbun."Ken!" mata Rimbun sudah hampir lepas. Ken begidik melihat it
Bulan rupanya sudah berganti.Hari demi hari yang dilewati dua pasangan Suami istri, si Bos dan Sekretarisnya berjalan dengan keindahan dan kebahagiaan yang hakiki.Satu bulan sudah Ken menikahi Rimbun. Dan kini mereka sudah tinggal dirumah Glen sesuai kesepakatan bersama.Rimbun senang, karena dia tidak akan kesepian saat Ken pergi. Begitu juga dengan Daniah.Ken,Pria itu lebih merasa lega saat harus meninggalkan istrinya.Waktunya berjalan begitu sempurna. Tiap nafasnya dipenuhi bunga bunga bermekaran yang indah ibaratnya.Saat pulang, disambut senyuman manis si Jelek yang semakin hari semakin terlihat manis dan seksi di mata Ken.Suatu sore, Rimbun bertanya kepada Ken yang sudah duduk manis di Sofa. Rimbun mendekat, merebahkan kepalanya di dada Ken."Saat kita menikah, kamu tidak mengucapkan janji pernikahan seperti yang Tuan Glen lakukan?"Ken menunduk, sedikit mengangkat dagu Rimbun. Mengecup bibir mungil itu."Aku mengucapkan.""Dalam hati?"Ken tergelak."Tebakan yang baik."
Yang pucat saat ini bukan hanya Daniah dan Rimbun lagi, tapi Glen juga sudah mulai memucat.Bagaimana tidak!Ketika dia menoleh kesini, Daniah terus mengurut pelipisnya dengan sesekali muntah ke dalam Tong sampah.Waktu dia melirik ke sana, di kamar mandi Rimbun pun sama. Sudah bersandar lemas di sisi pintu kamar mandi.Glen kali ini yang memijat pelipisnya.'Ken kemana? Kamu kemana bodoh? Lama sekali!' mengumpat dalam hati.Sekarang Glen menghampiri Rimbun, membawanya ke sisi tempat tidur. Lalu duduk di tengah tengah dua wanita itu.Daniah merebahkan kepalanya di pahanya. Terdengar suara Rintihan Daniah.Rimbun, tergeletak di kasur dengan kepala yang hampir tak berjarak dengan bokong Glen. Terdengar merintih juga.Glen menarik nafas panjang penuh kekhawatiran. Menatap dua wanita itu secara bergantian. Terbesit perasaan takut luar biasa.Bagaimana jika mereka benar keracunan? Bagaimana jika tidak selamat?Pikirannya sudah kemana mana."Glen. Kepala ku rasanya mau pecah." rintihan dar
Fic, hanya bisa melirik dua Bos nya itu dengan perasaan yang tentu saja cemas. Bagaimana tidak cemas? Jika benar dua Nona di dalam ternyata keracunan, sudah pasti Fic sebagai kepala pelayan yang harus menanggung semua konsekuensinya.Beruntung kecemasan itu tak berlangsung lama ketika Dokter sudah membuka pintu dan mempersilahkan Glen dan Ken untuk masuk.Senyum berkembang di bibir Dokter sudah bisa diartikan sebagai pertanda baik bagi Fic.Tapi untuk para Suami, itu belum membuat mereka berhenti cemas.Mereka melirik dua wanita yang duduk di tepi ranjang itu, juga tersenyum ke arah mereka.Apa ini? Mereka tersenyum?Semakin tak sabar menunggu Dokter menjelaskan. Jantung mereka sudah jedag jedug duluan.Jangan-jangan!"Tidak perlu terlalu cemas Tuan. Istri istri anda, bukan sedang keracunan seperti yang anda khawatirkan." Dokter melangkah mendekat."Lalu apa? Kenapa dengan mereka? Apa benar mereka sedang hamil?" Glen tak sabar, segera menebak.Dokter kembali tersenyum.Membuat Glen ge
Glen menyeret langkahnya untuk keluar rumah. Wajah terpaksa tergambar begitu jelas .Tapi demi istri tercinta, ia tetap melakukannya.Seorang Penjaga menyapa. " Tuan Glen, Anda akan keluar?""Ah, iya.""Tapi ini sudah malam." heran."Aku tau kalau ini sudah malam!" melotot."Ah, maksudnya. Apa tidak sebaiknya, Tuan Glen di temani seseorang? Tuan Ken mungkin?"Glen hanya mendengus, sedikit melirik pintu kemudian menghampiri mobilnya.'Lebih baik, aku mengajak Ken saja.'Baru saja hendak menghubungi Ken, orang yang dimaksud sudah berjalan sedikit terburu ke arah mobil yang lain."Ken!"Tangan yang hampir membuka pintu mobil itu berhenti, lalu menoleh. "Tuan Glen?""Malam-malam begini kamu mau kemana?" menghampiri."Kamu sendiri mau kemana?" Glen balik bertanya.Ken mendengus. Menekuk wajah sedihnya. Menyandarkan punggungnya di badan mobil."Rimbun, ingin makan otak-otak." menoleh pada Glen yang tergelak."Belikan Ken. wanita ngidam harus dituruti. Hanya otak-otak ini." ucap Glen."Masal
Ken berziarah ke makam kedua orangtuanya.Duduk bersimpuh diantara dua batu nisan. Terdengar Khusuk memanjatkan doa doa.Cukup lama, hingga kemudian mengusap kedua nisan itu."Ayah , Ibu. Lihatlah! Kami sudah berhasil. Perusahaan Alazka, jaya di tangan kami. Maju dengan begitu pesat atas perjuangan kami." terdengar Ken berucap."Aku berdiri di sisi tuan Glen, bukan hanya sebagai pelayannya saja. Melainkan sebagai sahabat sekaligus saudara. Kalian tidak perlu khawatir. Aku akan menemaninya sampai batas usiaku."Ken terlihat berdiri."Aku pulang ya? Aku akan sering-sering mengunjungi kalian." kemudian memutar tubuhnya untuk melangkah keluar dari pemakaman umum itu.Baru saja hendak mendekati mobil, Ken menoleh. Mendengar suara isakan tangis seseorang di ujung sana.Anak laki laki itu sedang terisak di atas gundukan tanah yang masih memerah. Pertanda jika kuburan itu baru."Ayah. Kenapa kamu juga harus pergi? Kemarin Ibu, sekarang Ayah. Lalu, aku harus hidup dengan siapa? Kenapa tidak me
Bulan sudah berganti, kemudian berganti lagi. Kesusahan dan kerepotan dua pria hebat itu sudah terlewatkan.Tiga bulan ini sudah berlalu, kini mereka bisa bernafas dengan lega. Daniah dan Rimbun sama-sama sudah tidak rewel lagi. Masa mengidam mereka sudah berakhir ternyata.Baik Glen maupun Ken telah terbebas sekarang. Bisa kembali ke Perusahaan lagi, pagi dan sore kembali.Fic tentu juga bernafas lega, kembali menjadi kepala pelayan seutuhnya. Tidak seperti hari-hari kemarin yang berat. Dua pekerjaan dobel yang berat harus ia tanggung. Perusahaan dan juga rumah besar Glen.Daniah terlihat segar bugar, dengan wajah semakin cerah dan badan sedikit mulai menggemuk.Glen sungguh menyukai perubahan itu. Tiap kali ingin memeluk istrinya. "Kamu montok sekarang sayang. Aku jadi ingin terus memelukmu.""Kamu meledakku ya?" mata Daniah sudah melotot."Meledek bagaimana? Aku sedang memujimu, Daniah!""Pria itu kebanyakan suka wanita bertubuh seksi, yang langsing bukan yang gemuk seperti ini!""