Bab 151. Malu sendiri.Hari sudah berganti hari. Sudah lebih dari sepekan Rimbun tinggal bersama keluarganya."Kamu senang tinggal bersama kami?" tanya Kakek."Ah iya Kek. Tentu aku senang." jawab Rimbun."Bahagianya hati Kakek Rimbun. Akhirnya cucu perempuan Kakek bisa kembali pada Kakek." Kakek mengusap usap punggung tangan Rimbun."Rimbun, Rimbun. Sesuai dengan kemauanku, saat kamu lahir. Memberimu nama Rimbun yang artinya teduh. Kamu meneduhkan hati semua orang yang ada di sekitarmu. Sejuk, damai rasanya jika ada kamu seperti ini." ucap Kakek, masih mengusap usap punggung telapak tangan Rimbun."Ck, kenapa bisa secocok itu pendapat kalian. Ayah dan ibu juga pernah berkata demikian. Bahkan mereka tidak pernah mau memanggilnya nama panjangku. Rimbun. Rimbun. Selalu itu.""Haha.. Ternyata, orang tua angkatmu peka juga. Melihat namamu di dalam kalung itu. Dan memiliki pemikiran yang sama dengan kita.""Tapi kek, aku jadi penasaran dengan kalung itu. Sebesar apa sih kalungnya? Kok muat
"Glen!" Tiba-tiba Daniah datang menghampiri mereka."Kalian mau kemana?""Daniah . Sebaiknya kamu ke kamar saja. Kami harus pergi sekarang juga!" Glen cepat menghampiri istrinya."Pergi? Kemana? Ini kan hari Minggu. Aku ikut ya?""Eh, tidak tidak. Ini bahaya." cegah Ken."Bahaya? Apa maksudnya?""Daniah sayang. Benar kata Ken. Ini bahaya. Kami akan pergi menyelamatkan Rimbun." ucap Glen."Hah! Rimbun. Bukankah Rimbun sudah menemukan keluarga kandungnya? Apa Rimbun diculik?" Daniah pun terkejut sekali."Bisa jadi. Bisa jadi, Rimbun di culik dengan mereka yang mengaku sebagai keluarga Kandungnya itu. Karena sampai saat ini, Rimbun tidak bisa dihubungi dan tidak bisa ditemui.""Hah! Yang benar?" Daniah langsung panik."Kalau begitu, cepat selamat Rimbun Glen, Ken. Kalian harus bisa menemukan Rimbun dan membawanya kemari.""Tentu Daniah. Tenang lah. Kami akan mendapatkan Rimbun dan membawanya kemari.""Iya. Cepat lah." Ucap Daniah."Em. Kami pergi ya?" tak lupa Glen mencium kening Dania
"Aku sangat merindukanmu, Jelek. Kamu tidak merasakan itu." Ken menyentuh bibir Rimbun, dengan satu tangan menahan kepala Rimbun.Rimbun ingin bersuara, tapi kerongkongan nya seperti tercekik saja. Hanya bisa menatap kedua mata Ken. Dengan jantung yang sudah tak karuan."Apa sedikit pun, kamu tidak merindukan aku?" tanya Ken, tanpa melepaskan pandangannya."Aku, aku merindukan mu, jika tidak, mana mungkin aku kemari untuk menemui mu." jawab Rimbun, juga masih tak melepaskan pandangannya."Sungguh?"Rimbun hanya mengangguk."Bukan Rindu untuk memukulku?"Rimbun menggeleng."Bukan Rindu, untuk bertengkar denganku?"Rimbun kembali menggeleng."Kamu Rindu pelukanku?"Rimbun mengangguk kecil."Kamu Rindu ciumanku?" tangan Ken kembali menyentuh bibir Rimbun.Rimbun kembali mengangguk kecil. "Aku merindukan semuanya."Hati Ken mendadak berbunga bunga. Dada pria itu hampir meledak dibuat oleh jawaban Rimbun kali ini."Sungguh?"Rimbun mengangguk kembali."Kalau begitu, aku ingin mencium mu. K
Tidak seperti biasa. Hari ini Daniah terlihat sibuk bebenah di kamarnya. Melihat Glen masih mendengkur disiang bolong pada hari Minggu ini, Daniah ingin mengisi waktunya untuk merapihkan Lemari. Sedari kemarin, Daniah ingin merapihkan itu. Untuk meminta pelayan mengerjakan Daniah enggan.Daniah juga sedang tidak ingin mengusik istirahat sang suami yang terlihat lelah , mungkin aktivitas tambahan yang akhir akhir ini sering Glen lakukan tanpa henti membuat Glen terlihat lebih cepat lelah.Daniah paham itu, tersenyum menatap suaminya. Sempat menciumi kening Glen sambil berbisik."Aku bahagia sekali, bisa menikah denganmu Glen. Aku sungguh beruntung." kemudian melangkah menghampiri lemari. Mulai membongkar satu persatu pakaian dan merapihkan nya."Apa ini?" Daniah menemukan sebuah pakaian di dalam sebuah laci.Daniah mengeluarkannya."Astaga!" hati Daniahmemekik, saat memeriksa baju yang terkoyak itu.Sambil meremas baju itu, Daniah menoleh pada Glen yang masih tertidur."Glen." air m
"Benarkah?""Sella itu, salah satu dari teman Al'. Ya mungkin, dia banyak bercerita tentang aku pada Al'. Itu sebabnya, Al' jadi membenciku." jelas Ken.Glen kali ini tergelak."Kenapa tertawa?" Ken langsung melotot."Tidak. Aku hanya sedikit khawatir. Masa lalu mu akan membuatmu kesulitan dalam mendapatkan hati keluarga Rimbun.""Itu tidak penting Tuan. Yang terpenting adalah, Rimbun sudah mau menerima aku. Dan masalah masa lalu ku, Rimbun sudah tau sejak awal. Dia sudah tau alasanku punya banyak pacar." jelas Ken."Ah iya. Kamu benar Ken. Yang terpenting adalah Rimbun sendiri. Jika dia menerima mu apa adanya, maka itu tidak akan sulit.""Baiklah. Jika tidak butuh persiapan khusus, maka malam ini kita akan pergi ke Rumah keluarga Rimbun untuk melamarnya."Mendengar ucapan serius dari Glen, Daniah dan Rimbun menghentikan obrolan tidak penting mereka. Kini menoleh pada Kedua pria di samping mereka itu." Jadi ini serius Glen Kita akan melamar Rimbun malam ini juga?" tanya Glen."Iya s
Setelah Daniah sudah menyampaikan maksudnya kepada Ayah begitu juga dengan Glen dan Ken. Mereka sepakat untuk berangkat langsung ke rumah keluarga Rimbun malam ini juga.Dengan mengendarai dua mobil yang berbeda. Daniah bersama Glen dan Ayah, menggunakan sopir tentunya. Ken bersama Rimbun, tanpa seorang Sopir.Terdengar suara nafas Glen yang kasar."Glen, kamu kenapa?" tanya Daniah seperti menangkap kegelisahan di wajah suaminya."Aku hanya sedang memikirkan Ken. Bisa-bisanya melamar seorang gadis dengan tangan kosong tanpa persiapan apapun. Kamu tau Daniah, Keluarga Fiandi itu, termasuk Keluarga terpandang di kota ini. Apa itu tidak memalukan?""Aku juga tidak mengerti, apa mungkin setelah ini Ken akan mengirim hadiah untuk keluarga Rimbun? Kita juga tidak tau kan?""Haha.. mana ada seperti itu. Yang namanya hadiah lamaran, datang bersama orang yang melamar. Masa iya menyusul?" bantah Glen."Mungkin, Ken takut di tolak. Jadi, menyiapkan apapun akan percuma." jawab Daniah."Kamu benar
Hanya selang satu hari saja dari hari dimana Ken resmi melamar Rimbun. Acara pernikahan mereka pun benar benar akan dilaksanakan.Tanpa ada persiapan khusus atau pun pesta meriah.Bahkan tidak menyebar undangan satu pun entah dari pihak Keluarga Rimbun ataupun dari Pihak Ken sendiri. Hanya kerabat dekat saja yang diundang secara langsung untuk datang.Bukan tanpa alasan, semua itu keinginan dari Rimbun yang meminta langsung pada Ken sendiri. Meskipun awalnya dapat penolakan keras dari Kakek ataupun dari pihak Ken.Sehari sebelum hari itu dimulai."Rimbun tidak ingin ada pesta Kek, untuk apa sih? Toh semua orang tidak ada yang Rimbun kenal. Dan tidak ada yang kenal dengan Rimbun." ucap Rimbun, ketika mereka sedang berkumpul untuk membahas perihal pernikahan."Justru itu Rim, kita perlu mengadakan pesta besar agar kau mengenal dunia sekelilingmu sekarang itu seperti apa, dan Mereka mengenal siapa kamu sebenarnya. Bukan hanya para Pemulung saja yang mengenalmu!" tegas Ken."Tidak perlu.
Ini belum terlalu malam, masih sekitar pukul Delapan. Tapi Rumah besar Keluarga Fiandi sudah terlihat sepi dari keramaian sanak saudara tadi.Rupanya setelah akad nikah Ken dan Rimbun usai, mereka langsung bubar. Pulang ke rumah masing masing karena tidak ada lagi yang harus di tunggu. Menunggu pesta? Masih tahun depan. Itu pun baru rencana.Saat ini Ken sudah membawa Rimbun ke tempat yang semestinya. Itu sudah pasti Villa milik Ken. Ini rencana Ken memang, tapi Ken sempat lupa saking senengnya."Ken, kamu mau pulang kemana?" tanya Glen, saat mereka sudah siap di depan mobil masing-masing."Hah! Kemana? Maksudnya?" Ken seperti masih linglung, menoleh pada Glen dan kemudian kepada Rimbun yang menggenggam erat tangannya."Tuan Glen bertanya, kita mau kemana ini?" Rimbun kali ini yang bertanya sambil menarik tangan Ken.Ken masih belum menjawab, mengangkat kedua bahunya."Kamu sendiri mau pulang kemana?" Ken balik bertanya pada Rimbun."Tidak tau. Aku kan tidak punya Rumah. Ini rumah Kel
Fic tidak menyadari perasaan yang tumbuh di antara mereka. Orang lain juga sama, tidak ada yang tahu apa yang tersimpan di dalam hati Ellena. Namun, suatu saat Ellena tidak mampu menahan lagi dan mulai mengekspresikan perasaannya dengan lebih jelas. Fic hanya menganggap bahwa Ellena begitu karena belum dewasa dan belum mengerti perasaannya. Suatu hari, Ellena yang sudah bukan remaja lagi, mengungkapkan perasaan cinta yang selama ini terpendam.Fic merasa seolah tersambar petir dan sulit memahami apa yang sedang terjadi. "Mana mungkin?" batin Fic. "Aku hanya seorang kepala pelayan, dan usia kita terpaut jauh. Aku bahkan bisa jadi pamanmu, nona!" Namun, Ellena sama sekali tidak peduli dengan alasan tersebut. Ia nekad melakukan apapun untuk bisa bersama Fic. Perasaan Ellena semakin memuncak dan menghempas rasa ragu di hatinya. Fic kini terjebak dalam dilema, antara menerima perasaan Ellena atau tetap pada prinsipnya. Ketika akhirnya ia mulai merasakan getaran yang sama dalam hatinya, ia
"Diam!" Ellena bersikukuh, masih saja melanjutkan pekerjaannya. Lalu mengambil celana Fic dan meminta Fic untuk mengenakannya dengan sabar.Fic hanya bisa menurut. Ellena memakaikan kemeja putih pada Fic, mengancingkan baju itu."Ellena, aku bisa sendiri." menarik tangan Ellena hingga tubuh Ellena menabrak dadanya."Aku ingin melakukannya Fic. Dengan begitu, aku semakin bahagia." Ellena melepaskan tangan Fic, sekarang memasangkan dasi untuk Fic."Nona."Ellena masih belum selesai merapikan rambut, baju dan dasi Suaminya."Sudah rapi. Tinggal jas nya saja. Dipakai sekarang apa nanti saja?"Fic tak menjawab pertanyaan Ellena. Masih senantiasa menatap wajah Ellena."Fic.""Bisa menikahimu saja, sudah membuatku tak berhenti bersyukur. Jangan melakukan ini lagi. Itu membuatku merasa bersalah."Ellena dengan lembut menarik tengkuk Fic, menciumi wajahnya dengan penuh kasih sayang. "Aku ingin melakukan ini setiap pagi. Kau tidak boleh melarangku, atau aku akan mengadu pada Ayah. Kau sudah men
Fic menarik nafas dalam-dalam dan tersenyum, "Baiklah, Tuan. Jika Anda telah mempercayai saya, saya tidak ingin mengecewakan Anda. Tapi, bolehkah saya mencari pengganti diri saya sebagai Kepala Pelayan?""Ya. Tentu saja. Semua itu ku serahkan padamu. Siapapun yang kau pilih, aku yakin kau sudah memikirkannya dengan baik," jawab Glen dengan mata yang bersinar penuh keyakinan. Fic mengangguk mantap, memperkuat pernyataannya.Mereka kembali ke kamar masing-masing setelah obrolan itu selesai. Langkah mereka terasa lebih ringan, seolah sebuah keputusan besar telah berhasil dilewati bersama. Di balik pintu kamar, Fic tersenyum tipis, merasa yakin akan kebijaksanaan pilihan yang telah dipertimbangkan matang-matang.Malam mulai menggantikan siang. Fic melangkah perlahan, merangkak ke atas ranjang mengikuti Ellena yang sudah lebih dulu berbaring. Mata Fic tak henti memandangi wajah Ellena, tersenyum padanya dengan penuh kebahagiaan. Sejenak Fic merasa puas, menikmati momen itu. Setelah itu, p
"Ellena, ayo kemari, Nak." ajak Daniah ramah. Glen juga menoleh ke arah Fic dengan tatapan yang sama hangatnya, "Ayo Fic, ajak istrimu makan bersama kami."Fic mengangguk, menarik kursi untuk Ellena dan kemudian duduk di sebelahnya. Meskipun bukan pertama kalinya dia berada dalam situasi ini, bahkan seringkali dia makan bersama mereka di masa lalu, namun suasana kali ini terasa berbeda. Fic merasa canggung, jantungnya berdebar kencang. Dahulu, dia hanya duduk di sini sebagai kepala pelayan yang setia. Namun sekarang, perannya telah berganti. Menjadi seorang menantu keluarga ini.Dua orang di hadapannya adalah sosok yang ia segani dan hormati selama ini, tuan dan nyonyanya. Dan tak disangka, kini mereka telah menjadi mertuanya. Fic menelan ludah, mencoba menyembunyikan kegugupan yang menjalar di seluruh tubuhnya.Daniah bergerak mengambil piring untuk Glen dan dirinya, lalu mengayunkan tangan ke arah piring Ellena dan Fic. Namun, tiba-tiba Fic menahan tangan Daniah. "Nyonya, biar saya
Lebih dari dua minggu sudah, Fic dan Ellena tinggal di villa puncak ini. Dan Pagi ini, Fic terlihat sibuk berkemas. Ellena duduk di samping tempat tidur dengan wajah murung dan bahunya yang terkulai. Semalam, Fic mencoba meyakinkan Ellena untuk pulang, bukan karena ia tidak ingin memenuhi keinginan Ellena untuk berlama-lama di sini, melainkan karena kekhawatiran terhadap rumah yang ditinggalkannya. Fic tak bisa menepis rasa cemas, terutama tentang kesepian yang pasti dirasakan Daniah tanpa Ellena sang putri.Setelah berbagai usaha Fic untuk merasuk, akhirnya Ellena mau pulang dengan imbalan janji berbulan madu ke Kampung halaman Ilham. Walaupun tampak masih belum sepenuhnya ikhlas, Ellena bertanya, "Jadi, setelah ini kita akan pergi ke Lampung, ya Fic?"Fic hanya mengangguk sambil mencium pucuk kepala Ellena, mengekspresikan rasa sayangnya padanya. Mereka berdua duduk di belakang mobil yang melaju perlahan meninggalkan Villa Puncak, tempat yang menyimpan begitu banyak kenangan manis
"Dasar sialan! Arg..!" bentak Keyan kesal, lalu meninju lengan Kimmy dan Khale bergantian. Tapi, perlahan ia ikut tertawa juga. Mereka masih terdengar tertawa bahagia, saling bercanda, sampai melangkah ke kamar masing-masing. "Besok, aku tidak mau lagi satu mobil dengan kalian! Mulai besok, kita akan membawa mobil masing-masing!" seru Keyan, wajahnya merah padam, sebelum menutup pintu kamarnya dengan keras.Sementara di sisi lain.Menuju Villa Puncak,Fic dengan lembut menuntun Ellena, melewati batu-batu hitam kecil yang tersusun apik di jalan setapak. Mereka berada di taman, tepat di luar Villa Puncak. Fic mengajak Ellena menuju bangku khusus yang lengkap dengan meja bundar berisi buah-buahan segar dan minuman yang menggoda. Fic mempersilahkan Ellena duduk, layaknya mempersilahkan seorang putri kerajaan. "Silahkan Tuan Putri," ucapnya sambil membungkukkan tubuh.Ellena tergelak dan menutup mulutnya dengan tangan. Ia duduk dan melihat sekitarnya, merasakan keindahan sore itu. "Ah Fic
Saat ini di kediaman Ken, Khale dan Kimmy melangkahkan kaki mereka ke dalam rumah dengan langkah gontai. Keyan menyusul dari belakang, tetapi mulutnya tak berhenti mengomel, mengumpat dua kakaknya yang sama sekali tidak menggubrisnya. Ketiga pemuda itu menghempaskan bokong mereka ke sofa dengan kasar, tak peduli dengan tas yang belum mereka taruh. "Aku kesal!! Hari ini aku kesal dengan kalian berdua!" ujar Keyan kesal sambil menunjuk kedua kakaknya."Apa sih anak ini?" balas Khale sambil melotot."Tau tuh!" Kimmy ikut melotot dengan wajah tidak senang.Keyan sudah berdiri, marah, dan menggerakkan tangannya hendak memukul kepala Kimmy, namun ditangkap oleh Kimmy. "Haha.. Keyan rupanya iri kepada kita, Khal. Dia tidak bisa mendekati wanita incarannya, berbeda dengan kita." ejek Kimmy sambil melepaskan tangannya dari Keyan. Khale hanya menanggapi dengan senyuman sinis, menambah rasa kesal Keyan semakin mendalam."Siapa bilang iri? Aku cuma ngerasa tidak dianggap oleh kalian. Kalian s
Mereka baru saja selesai menikmati hidangan makan malam. Fic duduk bersandar di sofa sambil menggelar lengannya ke arah Ellena yang duduk didepannya tanpa jarak. Ellena menyandarkan punggungnya di dada Fic yang hangat. Kedua tangan Fic membelai perut Ellena seolah memberikan rasa nyaman pada istrinya ini, sementara lehernya dielusnya dengan lembut. "Fic, kenapa saat yang tadi itu kamu mendadak menjadi cerewet sih?" Ellena bertanya dengan nada iseng, sambil tangannya asyik mengutak-atik ponselnya.Fic tersenyum kecil. "Siapa yang cerewet? Aku?" dia menanggapi dengan nada bercanda."Padahal kamu sedang kesulitan bernafas, aku hanya peduli dan mencoba mengetahui penyebabnya." Jawab Ellena."Susah bernafas? Memang kenapa, ya? Apa aku menekan tubuhmu terlalu keras? Sepertinya tidak." Fic berkata sambil melanjutkan elusan lembutnya di leher Ellena, tangannya kadang bergerak meraba-raba sekilas membuat Ellena menggelinjang. "Ya... aku tidak tahu. Rasanya sesak saja," jawab Ellena, sambil ter
Fic melucuti pakaian Ellena. Sekali lagi mengamati tubuh indah itu sambil tangannya bergerak aktif. Menyentuh semua itu tanpa terlewat.Fic menyisir setiap bagian tubuh Ellena dengan bibirnya. Hingga sampai pada Area sensitif. Fic merenggangkan kedua paha Ellena. Dan memposisikan wajahnya. Ellena menggeliat bak cacing kepanasan karena ulah Fic. Meremas kuat rambut Fic hingga berantakan."Fic, berhenti." nafasnya tersengal sengal.Fic mendongak, menatap wajah Ellena yang sudah memerah. Fic tersenyum, menyambar bibir itu. Hanya sebentar, lagi lagi turun perlahan dan kembali lagi ke area sensitif.Ellena menegang, Fic belum berhenti. Masih berada disitu. Fic benar benar ingin membuat Ellena menggelinjang tak karuan. Hingga Ellena menggoyahkan tubuhnya tanda tak sanggup lagi."Ah, Fic. Berhentilah. Ku mohon." Mendorong kepala Fic.Fic akhirnya berhenti , memandangi tubuh yang terus menggeliat itu."Fic. Kamu menyiksaku!"Fic hanya tersenyum, kembali menyerang wajah leher dan dada Ellena,