Share

Anak Jendral dan Desa Penyamun
Anak Jendral dan Desa Penyamun
Penulis: Betzy viona

Bara, si Anak Jendral

Penulis: Betzy viona
last update Terakhir Diperbarui: 2024-01-14 19:53:38

Bara Hadiwijaya, seorang pemuda tampan dengan tubuh atletis, duduk di balkon rumahnya sambil menatap sekeliling. Sambil menatap sekeliling dengan pandangan tajamnya, dia merasa gelisah dan terombang-ambing dalam gelombang kebosanan rutinitas sehari-hari yang begitu monoton dan membosankan.

Setiap harinya, dia terjebak dalam siklus yang sama, tanpa ada perubahan yang signifikan yang bisa menggoyahkan hidupnya yang terasa terikat. Ia melihat buku-buku bacaannya yang tergeletak rapi di meja, pikirannya melayang jauh mencari makna sejati dari hidup yang penuh tanda tanya.

Tiba-tiba, Ningsih, seorang wanita paruh baya yang telah lama mengabdi pada keluarga itu, datang membawa secangkir teh hangat.

"Permisi, Den. Ini tehnya. Tadi ada pesan dari Tuan, bahwa setelah selesai membaca buku, temuilah Tuan di bawah," ucap Ningsih dengan lembut, membuyarkan pikiran Bara yang kalut

Bara menoleh dan menghela napas. Kemudian, tanpa banyak bicara, ia pun beranjak dari balkon rumahnya

“Masih tertarik dengan dunia kriminal?” Bara mencibir tajam ke arah ayahnya.

Bara menuruni tangga dengan langkah berat sambil memandangi ayahnya yang sedang sibuk membaca koran kriminal. Ekspresinya penuh ketegangan terpancar dari matanya.

Ayahnya, Darma Hadiwijaya, purnawirawan Jenderal Polisi, mengangkat kepalanya dari koran dan menatap tajam ke arah Bara. Ada keheningan yang mencekam di udara, seolah petir siap menyambar kapan saja.

Bara memang tidak terlalu dekat dengan ayahnya sejak awal, kecintaan ayahnya terhadap profesi membuat ia tak punya banyak waktu untuk mengenal kepribadian putranya sendiri.

"Masih banyak kasus yang sulit diselesaikan oleh polisi, berbeda dengan saat Ayah masih aktif," ucap Darma dengan nada serius, suaranya menusuk hati Bara.

Bara menghela nafas panjang, berusaha menahan emosi yang melonjak dalam dirinya. Jantungnya berdebar kencang, keinginannya untuk menyuarakan ketidaksetujuannya semakin kuat.

"Cukup Ayah. Sebaiknya Ayah sekarang menikmati masa pensiun dengan pikiran tenang. Dari pada terus membahas masalah kriminal," ucap Bara dengan suara gemetar, berusaha menahan amarah yang meluap-luap dalam dirinya.

Namun ayahnya menurunkan kacamata yang dikenakannya, matanya terlihat serius. "Bagaimana dengan tawaran posisi yang diajukan Pak Amir padamu? Apakah kamu sudah memutuskannya?" tanya sang ayah dengan nada tajam, seolah menantang Bara untuk memberikan jawaban yang memuaskan.

"Iya, Ayah. Aku sudah memutuskan untuk tidak menerima tawaran itu," jawab Bara tegas, suaranya mulai terdengar lebih lantang dan penuh haru.

"Aku ingin merantau, hidup mandiri. Di rumah ini, semua yang aku lakukan dan keputusan yang aku ambil harus diatur oleh Ayah. Ini hidupku, dan aku punya hak untuk mengontrol semua yang aku lakukan!" ucap Bara dengan suara meninggi, emosinya sulit dibendung lagi.

Tiba-tiba, suara nyaring bergema di ruangan itu. Koran yang dipegang ayahnya terlempar dengan kasar ke atas meja hingga menimbulkan bunyi gedebuk yang mengguncang suasana.

"Aku adalah Ayahmu! Aku lebih tahu apa yang baik dan apa yang buruk. Jangan bodoh seperti kamu yang mengira kamu hidup lebih lama dariku!" bentak Ayahnya dengan nada melengking, wajahnya dipenuhi amarah yang membara.

"Ayah, aku tidak bisa terus-terusan diperlakukan seperti ini! Aku bukan boneka yang bisa Ayah kendalikan sesuka hati. Aku punya hak untuk mengekspresikan diriku dan mengejar impianku sendiri! Bara berdiri tegak, menantang Ayah dengan tatapan yang penuh keberanian, tangannya terkepal erat sebagai simbol ketegasan dan keberanian yang mengalir dalam dirinya.

Namun, belum sempat Bara meluapkan kemarahannya dengan tindakan yang mungkin akan menyakiti hati orang-orang disekitarnya, tiba-tiba ibunya datang dengan langkah cepat, memasuki ruangan dengan tatapan penuh kekhawatiran.

"Nak, hentikan! Jangan biarkan amarah menguasai dirimu," seru Ibunya dengan suara lembut, berusaha menghentikan Bara sebelum terlambat.

Bara menatap ayahnya dengan tatapan penuh keberanian. Wajahnya dipenuhi tekad yang kuat, meski jantungnya berdebar kencang. Ayahnya dengan raut wajah yang keras dan tegas kembali menatap Bara dengan tatapan tidak setuju.

“Bara, kamu tidak mengerti betapa berharganya profesi yang aku perjuangkan selama ini,” ucap sang ayah dengan suara penuh kekecewaan. “Aku telah melihat banyak kejahatan dan penderitaan, dan Aku tidak ingin kamu terjebak di dunia gelap itu.”

Bara menghela nafas panjang, berusaha menenangkan diri.

"Ayah, aku menghargai perjuanganmu sebagai polisi. Tapi aku juga harus mengejar impianku dan menemukan identitasku sendiri. Aku tidak bisa hidup dalam bayang-bayangmu sepanjang hidupku. Semua yang ku lakukan selalu melekat dengan identitasmu, aku bosan berdiri dibalik nama besarmu"

Ayahnya menggelengkan kepalanya dengan kuat. "Jangan naif! Kamu terlalu muda, bodoh, dan belum berpengalaman. Kamu tidak tahu apa yang kamu hadapi di luar sana. Aku hanya ingin melindungimu."

Bara merasakan api gairah membara dalam dirinya. Dia telah mempersiapkan diri untuk momen ini.

Dengan suara mantap, ia berkata, "Ayah, aku menghargai mu sebagai ayahku, tapi aku juga harus menghargai diriku sendiri. Aku harus menemukan jalan hidupku sendiri, meskipun itu berarti meninggalkan rumah ini."

Ayahnya menatapnya dengan tatapan yang melukiskan kekecewaan yang mendalam dan kemarahan yang membara. Mata Ayah yang biasanya penuh cinta dan kehangatan, kini terlihat terbakar oleh api amarah yang tak terbendung.

"Jika itu yang kau inginkan, maka pergilah! Pergi dan jangan pernah kembali!" suaranya terdengar terengah-engah, penuh dengan keputusasaan dan kekecewaan yang tak terucapkan sebelumnya.

Ibu Bara, yang selama ini diam memperhatikan percakapan mereka dengan hati yang hancur, mencoba menghentikan situasi yang semakin memanas.

"Darma, tenanglah. Mari kita bicarakan dengan kepala dingin. Kita bisa mencari solusi yang baik untuk semua," ucapnya dengan suara yang lembut namun penuh dengan kekuatan dan ketegasan.

Namun, kata-kata ibunya yang penuh kebaikan dan kebijaksanaan tidak mampu menahan amarah yang membara dalam diri Ayah Bara. Dengan suara yang penuh dengan keputusasaan dan kemarahan yang tak terbendung, Ayah Bara mengeluarkan kalimat yang menusuk langsung ke hati.

"Pergilah, Bara! Aku tidak ingin melihatmu lagi!" suaranya bergema di ruangan, menciptakan keheningan yang mencekam.

Bara merasakan hatinya hancur oleh kata-kata yang terlontar dengan kejam dari mulut ayahnya. Air mata mulai mengalir di pipinya, tetapi dia menahan diri dengan gigih agar tidak menunjukkan kelemahannya.

Dalam keheningan yang terasa begitu berat, dengan tekad yang kuat yang mengalir dalam setiap serat tubuhnya, dia menatap ayahnya dengan tatapan yang mencerminkan keberanian dan kegigihan.

Dalam suara yang penuh dengan ketegasan dan keberanian, dia berkata, "Baiklah, Ayah. Jika itu yang kau inginkan, aku akan pergi. Aku akan mencari hidupku sendiri dan membuktikan bahwa aku bisa sukses dengan caraku sendiri."

Kata-kata itu terdengar seperti seruan kebebasan yang terlontar dari hati yang terluka, mencerminkan tekad yang tak tergoyahkan untuk mengejar impian dan membuktikan nilai dirinya.

Dengan hati yang berat, Bara meninggalkan ruangan itu dan naik ke kamarnya.

Langkahnya terdengar berat dan terhenti sesaat saat dia memandang kembali ke arah ayahnya yang masih dipenuhi oleh emosi yang meledak-ledak, serta ibunya yang berusaha keras menenangkan hati sang ayah.

Dalam keheningan kamarnya, Bara merasakan kekosongan yang mendalam, namun dia teguh dengan keputusannya untuk pergi dan mengejar impiannya sendiri.

Bab terkait

  • Anak Jendral dan Desa Penyamun   Perjalanan mencari jati diri

    Tok..tok!!!"Siapa?" teriak Bara, masih dalam keadaan terbakar emosi."Ini Ibundamu, boleh Bunda masuk, Nak?" suara yang lembut menjawab teriakan Bara itu."Iya, Bunda," jawab Bara dengan suara yang agak reda, merasa sedikit lega mendengar suara ibunya.Sartika, Nyonya rumah itu, seorang wanita yang terlihat anggun dan begitu lemah lembut, memasuki kamar anak tunggalnya. Meskipun usianya sudah tidak muda lagi, kecantikannya masih terpancar dengan gemilang. Wajahnya yang lembut dan senyumnya yang hangat membuat siapa pun merasa nyaman di dekatnya."Kalau tidak mau mengambil jabatan itu, kamu mau jadi apa, Nak? Kamu bilang mau merantau, mau kemana kamu? Disini, hidupmu dekat dengan orang tua, semua fasilitas yang kamu butuhkan tersedia. Koneksi Ayahandamu lebih dari cukup untuk kamu bisa menjadi orang sukses. Apa yang kamu cari, Nak?" Runtutan pertanyaan itu menyerbu Bara, menciptakan keheningan yang tegang di dalam kamar.Bara menatap Ibunda yang selalu ada di sisinya, selalu membelany

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-14
  • Anak Jendral dan Desa Penyamun   Pria tua, Pemilik warung

    Bara melanjutkan perjalanannya dengan sepeda motornya hingga hari mulai gelap. Sinar matahari perlahan tenggelam di cakrawala, mewarnai langit dengan nuansa oranye yang memukau. Perutnya mulai keroncongan, mengingatkannya bahwa waktunya untuk mencari tempat persinggahan..Tepat di samping jalan yang dilalui, Bara melihat sebuah warung kecil yang cukup ramai dengan orang orang. Cahaya lampu warung yang hangat menyambutnya, menciptakan suasana yang mengundang. Tanpa ragu, dia memutuskan untuk berhenti sejenak dan menemukan hidangan yang lezat untuk makan malamnya.Ketika Bara memasuki warung, pemiliknya, seorang pria tua dengan wajah berkeriput namun penuh dengan kehangatan, menyambutnya dengan senyuman hangat. "Selamat malam, Nak. Apa yang bisa saya bantu?" tanya pria tua itu dengan ramah, suaranya terdengar lembut seperti embun pagi yang menyapa.Bara menjawab dengan sopan, "Selamat malam, Pak. Saya pesan kopinya satu gelas dan gorengannya, jika boleh." Suara Bara terdengar lembut na

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-14
  • Anak Jendral dan Desa Penyamun   Dimana ini ?

    Bara melanjutkan perjalanannya di jalur yang sepi. Meskipun sudah malam, dia berharap bisa menemui kendaraan lain yang lewat. Namun, semakin dia berkendara, semakin terkejut dia dengan keadaan sekitarnya. Tidak ada satu pun kendaraan yang lewat di jalur tersebut. Pikirannya mulai dipenuhi dengan kebingungan.Bara memperhatikan sekelilingnya dengan seksama. 'Hah, apakah aku tersesat? atau memang jalan ini terlihat sama' batin BaraPohon dan rambu jalan yang berapa di tempat yang sama membuat Bara keheranan, 'Aku sudah melewati pohon yang patah ini 3 kali, tidak mungkin setiap jalan pohonnya patah!'Dia merasa seperti terjebak dalam lingkaran yang tak berujung. Kekhawatirannya semakin bertambah ketika gerimis mulai turun, membuat pandangan ke arah jalan menjadi sedikit tidak jelas."Yang benar saja langit! Aku tidak berpikir harus membawa jas hujan" Bara menepuk dahinyaAkhirnya, Bara memutuskan untuk berbalik arah dan kembali ke warung tempat dia bertemu dengan pria tua yang ramah sebel

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-14
  • Anak Jendral dan Desa Penyamun   Percakapan tentang Desa

    Setelah bangun dan merasa lapar, Bara memutuskan untuk mencari makan siang di desa tersebut. Dia melihat banyak warung makan kecil di sekitar desa, dan berharap bisa menemukan tempat yang cocok untuk makan. Namun, saat dia mendekati salah satu warung, dia melihat wajah pemilik warung yang tiba-tiba berubah menjadi ketakutan. Mereka dengan cepat menutup gorden dan pintu warung mereka.'Apa yang terjadi' Bara merasa bingung dan heran dengan reaksi pemilik warung tersebut. Dia mencoba menghampiri warung lain, tetapi situasinya sama.Para pemilik warung terlihat takut dan menutup pintu mereka ketika melihat Bara mendekat. Bara merasa semakin lapar dan kebingungan. Dia terus berjalan berkeliling desa, mencari warung yang menerima pembeli dari luar.Namun, setelah sepuluh menit berkeliling, Bara menyadari bahwa semua warung di desa tersebut memperlakukannya dengan sikap yang sama. Dia merasa frustasi dan kecewa. Perutnya semakin keroncongan, tetapi tidak ada tempat untuk membeli makanan.Ak

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-14
  • Anak Jendral dan Desa Penyamun   Jadi siapa itu Pria itu?

    Keesokan harinya, Bara terbangun dengan kicauan burung yang merdu. Matanya terbuka perlahan, semalam dia tertidur sangat lelap.Bara membuka jendela kamarnya melihat pemandangan yang menakjubkan hamparan sawah yang asri, aliran air yang gemericik tenang membuat pagi itu terasa sangat lengkap, dia meregangkan tubuhnya sebentar mencuci mukanya di kamar mandi, lalu mengambil kaos biru yang dia gantung di belakang pintu kemudian memakainya dan beranjak ke luar. 'Cuacanya sangat bagus, sayang kalau tidak dinikmati'"Selamat pagi Sekar" Bara menyapa wanita itu yang sedang sibuk di taman bunganyasekar menoleh dengan tersenyum, "Selamat pagi Prajurit" balasnya dengan tawa kecil"Ada ada saja kamu, oh iya hari ini menunya apa?" tanya Bara yang nampak begitu penasaran "Hmm, yang pasti semua yang disediakan takan pernah kamu dapatkan di tempat lain, karena disini kami memasak dengan penuh cinta" Sekar menjawab dengan menggambar bentuk hati di langit"Wihhh, baiklah chef yang memasak dengan cint

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-15
  • Anak Jendral dan Desa Penyamun   Pesona Kenanga si Gadis Desa

    Setelah perbincangan yang hangat tadi, Bara kembali ke kamarnya dan mulai sibuk menulis jurnalnya perjalanannya. Sudah beberapa jam ia asyik mencatat pengalaman-pengalaman dan pikiran-pikirannya. Tiba-tiba, ia mendengar suara ketukan yang datang dari pintu kamarnya. Bara mengernyit heran, karena ia tidak sedang mengharapkan kedatangan siapapun.Dengan hati-hati, Bara membuka pintu dan terkejut melihat seorang wanita cantik berdiri di hadapannya. Wanita itu tersenyum manis, "Maaf menganggu Mas. Saya Kenanga, cucu dari Nenek Lastri yang tadi Mas tolong""Oh iya, saya Bara" Bara keluar dari kamar dan berdiri berhadapan dengan Kenanga"Ini Mas, saya bawa makanan. Bentuk ucapan terima kasih saya karena Mas Bara sudah mau membantu Nenek saya tadi" Kenanga menyodorkan sebuah rantang berisi makanan yang terlihat lezat. Bara merasa senang dan terharu dengan perhatian Kenanga. "Wah, saya sangat berterima kasih." Bara menerima makanan itu dengan wajah yang bahagia"Baiklah Mas, saya balik dulu.

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-15
  • Anak Jendral dan Desa Penyamun   Keputusan yang membingungkan

    Bara berjalan kembali ke Penginapan setelah mendapat jawaban dari Kenanga. Desa itu terasa begitu akrab dan hangat baginya tapi kata kata Kenanga ada benarnya juga.Ketika ia hampir sampai di persimpangan menuju Penginapan, Bara berpapasan dengan seorang pemuda yang tampak terkejut melihatnya. Pemuda itu dengan terburu-buru berkata, "Mas, apapun tujuanmu, segeralah pergi dari desa ini. Auramu terlalu terang, Mas." Tanpa menunggu jawaban dari Bara, pemuda itu berlalu dengan cepat.Bara terdiam, memandang pemuda yang menjauh dengan kebingungan. 'Apa maksud dari kata-kata pemuda itu? Aura terang, apa maksudnya?'Keanehan-keanehan yang terjadi di desa ini semakin membuatnya bimbang apakah ia harus tetap tinggal atau pergi."Loh Mas, dari mana?" tanya seorang yang lewat, Bapak itu adalah penjual bensin eceran yang awalnya menunjukkan jalan untuk Bara"Eh ini Pak saya mau balik ke Penginapan, tapi sebelum itu apa Bapak tau mungkin ada tetua di kampung ini?. Kebetulan saya mau ketemu beliau."

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-15
  • Anak Jendral dan Desa Penyamun   Ternyata, Desa itu?

    Bara melanjutkan perjalanannya setelah berpamitan dengan Ki Sugeng. Saat berkendara di sepanjang jalan yang sunyi dan sepi, dia tak sengaja melihat sebuah warung kecil yang terletak di pinggir jalan. Rasa haus yang menghampirinya membuatnya memutuskan untuk singgah sejenak dan mengisi ulang energi.Dengan hati yang penuh harap, Bara menghampiri warung itu dan memesan segelas kopi hangat. Pemilik warung, seorang pria paruh baya berumur sekitar 50 tahunan, menyambut kedatangannya dengan senyuman hangat. "Mas dari mana dan mau ke mana ?" tanya sang pemilik warung dengan rasa ingin tahu yang tulus.Bara tersenyum ramah dan menjawab dengan penuh keceriaan, "Saya hanya sedang berkelana, Pak. Beberapa hari yang lalu, saya sempat menginap di salah satu Penginapan di desa Kendra. Dan sekarang, saya melanjutkan perjalanan lagi untuk menjelajahi tempat-tempat baru."Pemilik warung terkejut mendengar nama desa Kendra yang disebutkan oleh Bara. Tatapannya penuh keheranan dan penasaran. "Desa Kendr

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-15

Bab terbaru

  • Anak Jendral dan Desa Penyamun   Mulai dipercaya

    Beberapa hari berlalu, Bara yang dalam masa pemulihan kini sudah bisa berjalan walau dengan langkah agak pincang, dia berjalan ke arah depan teras rumah itu dan duduk disana.Aisyah terlihat lari ke luar menuju arah depan, matanya menatap ke kiri dan kanan seperti mencari seseorang, "Syah? cari siapa?" seru Bara dari depan terasAisyah menoleh, seketika kekhawatiran yang terlihat di wajahnya berubah jadi cemberut"Ah, kalau keluar bilang dong. Aku pikir kamu di culik anak buah Sapto" bentak Aisyah"Aduh jangan marah marah, saya di dalam tadi pegel banget tiduran terus jadi saya keluar dan duduk disini" jelas Bara Aisyah hanya menggeleng kepala dan masuk ke dalam, membiarkan Bara menikmati ketenangan di depan teras ituSaat sedang asyik merenung Bara di kejutkan dengan selongsong peluru yang menembus kursi karena meleset se inci dari pundaknya"Bangsat!" teriak Bara, nafasnya berderu kencang, jantungnya mungkin berhenti berdetak sebentar saat mendengar dentuman peluru ituDalam waktu

  • Anak Jendral dan Desa Penyamun    Dikeroyok

    Bara turun ke area lobby penginapan. Waktu menunjukkan pukul 6.12 pagi. Wajahnya terlihat begitu kesal, alisnya mengkerut saat dia berjalan menuju meja resepsionis."Mbak, saya tahu ini penginapan, tapi semalam saya tidak bisa tidur. Saya terus-menerus terganggu oleh suara dari kamar-kamar di sebelah saya," keluh Bara pada resepsionis yang cantik itu."Mas, begini ya. Di penginapan desa ini, semua kamar digunakan untuk aktivitas yang kurang pantas. Mungkin hanya Mas saja yang datang ke sini untuk menginap. Saya juga tidak bisa berbuat apa-apa," jelas resepsionis itu dengan wajah yang penuh penyesalan.Dengan emosi, Bara memukul meja di depannya. "Halah, tidak jelas."Bara menghela nafas. Nampak sekali emosinya tak bisa tertahan saat dia bergegas pergi keluar mencari makan. Dengan mata yang berat, dia melangkah keluar dengan perasaan kesal. Perutnya lapar, dan dia merasa seperti orang bodoh saat ini."Pak, tolong satu porsi nasi ikan goreng dan air mineral," pinta Bara sambil langsung

  • Anak Jendral dan Desa Penyamun   Penginapan ecek ecek

    Bara bangun dengan keadaan kepala yang pusing dan sedikit berkunang-kunang. Dia menatap ke arah jam tangannya yang menunjukkan pukul 03.18. Dia bangun dan duduk di samping kasurnya, mencoba mengumpulkan tenaga untuk pergi ke kamar mandi. Rasanya dia ingin muntah, mungkin karena semalam dia memang terlalu banyak minum.Bara yang berjalan ke kamar mandi segera membuka kran wastafel dan membasuh wajahnya. Kepalanya masih terasa berat. "Sepertinya memang harus kembali tidur," pikirnya saat melihat bayangan dirinya di cermin.Dia kembali ke kasurnya lalu perlahan merebahkan diri, mencari posisi yang enak untuk tertidur. Saat pikirannya sudah setengah sadar, tiba-tiba dia mendengar suara yang sangat menganggu dari kamar di sebelahnya."Hm. ahh. uhh" suara desahan yang begitu jelas terdengar di telinga Bara."Sialan!" ujar Bara sambil menutup kedua telinganya dengan bantal.Seperti yang kita ketahui, saat mencapai puncak suara itu akan lebih kencang dan cepat. Bara yang emosi mendengarnya me

  • Anak Jendral dan Desa Penyamun   Metropolis adalah saksi bisu

    "Kok diam?" tanya pria itu, saat melihat Bara yang kaku tak bersuara. Mata Bara masih melirik pistol itu.Pria di sampingnya langsung menjabat tangan Bara dengan senyum menyeringai, "Aku Alex, santai saja, tak perlu kamu khawatir dengan apa yang kamu lihat."Mendengar ucapan pria itu, Bara langsung mengangguk. Perasaannya sedikit tenang, walaupun sebenarnya masih ada rasa khawatir yang menyelimutinyaBara, yang adalah anak satu-satunya di keluarga, sebenarnya punya hak yang istimewa untuk menikmati semua akses, terutama karena dia adalah anak seorang jenderal. Tentu banyak hal yang diinginkan Bara bisa dia dapatkan, misalnya pergi ke tempat-tempat seperti Metropolis ini.Namun, saat masih di rumahnya, Bara hanya sibuk dengan buku dan semua hal tentang pengetahuan. Memang sesekali Bara pernah ke bar di kotanya, itupun saat diajak paman atau sepupunya. Itulah sebabnya Bara tak terlalu nyaman berada di tempat ini.Dentuman dan lampu yang berkedip-kedip itu membuat semua orang di sana sep

  • Anak Jendral dan Desa Penyamun   Desa Baru

    Setelah pemberhentian terakhirnya, Bara melanjutkan perjalanan melewati beberapa desa. Sebenarnya, dalam hati ia ingin berhenti sejenak untuk menikmati makanan khas desa tersebut atau bahkan menginap di salah satu desa tersebut. Namun, dengan pertimbangan yang matang, Bara memutuskan untuk terus melanjutkan perjalanan dan berhenti di desa yang benar-benar ingin ia tinggali.Beberapa menit kemudian dari kejauhan, Bara memperhatikan sebuah mobil Kijang yang terparkir di bahu jalan. Seorang pria dengan kaos hitam dan celana jeans terlihat sangat frustasi saat menendang-nendang bagian tengah mobil tersebut, dan membuka kap mobil. Bara perlahan memperlambat laju motornya dan berhenti tepat di samping mobil tersebut, ingin memberikan pertolongan yang diperlukan."Mobilnya kenapa, Pak?" tanya Bara sambil melepas helmnya, memperhatikan dengan seksama kerusakan yang ada.Pria tersebut menatap ke arah Bara dengan pandangan campuran antara harapan dan kekecewaan. "Ndak tau ini, Mas. Tiba-tiba m

  • Anak Jendral dan Desa Penyamun   Ternyata, Desa itu?

    Bara melanjutkan perjalanannya setelah berpamitan dengan Ki Sugeng. Saat berkendara di sepanjang jalan yang sunyi dan sepi, dia tak sengaja melihat sebuah warung kecil yang terletak di pinggir jalan. Rasa haus yang menghampirinya membuatnya memutuskan untuk singgah sejenak dan mengisi ulang energi.Dengan hati yang penuh harap, Bara menghampiri warung itu dan memesan segelas kopi hangat. Pemilik warung, seorang pria paruh baya berumur sekitar 50 tahunan, menyambut kedatangannya dengan senyuman hangat. "Mas dari mana dan mau ke mana ?" tanya sang pemilik warung dengan rasa ingin tahu yang tulus.Bara tersenyum ramah dan menjawab dengan penuh keceriaan, "Saya hanya sedang berkelana, Pak. Beberapa hari yang lalu, saya sempat menginap di salah satu Penginapan di desa Kendra. Dan sekarang, saya melanjutkan perjalanan lagi untuk menjelajahi tempat-tempat baru."Pemilik warung terkejut mendengar nama desa Kendra yang disebutkan oleh Bara. Tatapannya penuh keheranan dan penasaran. "Desa Kendr

  • Anak Jendral dan Desa Penyamun   Keputusan yang membingungkan

    Bara berjalan kembali ke Penginapan setelah mendapat jawaban dari Kenanga. Desa itu terasa begitu akrab dan hangat baginya tapi kata kata Kenanga ada benarnya juga.Ketika ia hampir sampai di persimpangan menuju Penginapan, Bara berpapasan dengan seorang pemuda yang tampak terkejut melihatnya. Pemuda itu dengan terburu-buru berkata, "Mas, apapun tujuanmu, segeralah pergi dari desa ini. Auramu terlalu terang, Mas." Tanpa menunggu jawaban dari Bara, pemuda itu berlalu dengan cepat.Bara terdiam, memandang pemuda yang menjauh dengan kebingungan. 'Apa maksud dari kata-kata pemuda itu? Aura terang, apa maksudnya?'Keanehan-keanehan yang terjadi di desa ini semakin membuatnya bimbang apakah ia harus tetap tinggal atau pergi."Loh Mas, dari mana?" tanya seorang yang lewat, Bapak itu adalah penjual bensin eceran yang awalnya menunjukkan jalan untuk Bara"Eh ini Pak saya mau balik ke Penginapan, tapi sebelum itu apa Bapak tau mungkin ada tetua di kampung ini?. Kebetulan saya mau ketemu beliau."

  • Anak Jendral dan Desa Penyamun   Pesona Kenanga si Gadis Desa

    Setelah perbincangan yang hangat tadi, Bara kembali ke kamarnya dan mulai sibuk menulis jurnalnya perjalanannya. Sudah beberapa jam ia asyik mencatat pengalaman-pengalaman dan pikiran-pikirannya. Tiba-tiba, ia mendengar suara ketukan yang datang dari pintu kamarnya. Bara mengernyit heran, karena ia tidak sedang mengharapkan kedatangan siapapun.Dengan hati-hati, Bara membuka pintu dan terkejut melihat seorang wanita cantik berdiri di hadapannya. Wanita itu tersenyum manis, "Maaf menganggu Mas. Saya Kenanga, cucu dari Nenek Lastri yang tadi Mas tolong""Oh iya, saya Bara" Bara keluar dari kamar dan berdiri berhadapan dengan Kenanga"Ini Mas, saya bawa makanan. Bentuk ucapan terima kasih saya karena Mas Bara sudah mau membantu Nenek saya tadi" Kenanga menyodorkan sebuah rantang berisi makanan yang terlihat lezat. Bara merasa senang dan terharu dengan perhatian Kenanga. "Wah, saya sangat berterima kasih." Bara menerima makanan itu dengan wajah yang bahagia"Baiklah Mas, saya balik dulu.

  • Anak Jendral dan Desa Penyamun   Jadi siapa itu Pria itu?

    Keesokan harinya, Bara terbangun dengan kicauan burung yang merdu. Matanya terbuka perlahan, semalam dia tertidur sangat lelap.Bara membuka jendela kamarnya melihat pemandangan yang menakjubkan hamparan sawah yang asri, aliran air yang gemericik tenang membuat pagi itu terasa sangat lengkap, dia meregangkan tubuhnya sebentar mencuci mukanya di kamar mandi, lalu mengambil kaos biru yang dia gantung di belakang pintu kemudian memakainya dan beranjak ke luar. 'Cuacanya sangat bagus, sayang kalau tidak dinikmati'"Selamat pagi Sekar" Bara menyapa wanita itu yang sedang sibuk di taman bunganyasekar menoleh dengan tersenyum, "Selamat pagi Prajurit" balasnya dengan tawa kecil"Ada ada saja kamu, oh iya hari ini menunya apa?" tanya Bara yang nampak begitu penasaran "Hmm, yang pasti semua yang disediakan takan pernah kamu dapatkan di tempat lain, karena disini kami memasak dengan penuh cinta" Sekar menjawab dengan menggambar bentuk hati di langit"Wihhh, baiklah chef yang memasak dengan cint

DMCA.com Protection Status