Bara melanjutkan perjalanannya di jalur yang sepi. Meskipun sudah malam, dia berharap bisa menemui kendaraan lain yang lewat. Namun, semakin dia berkendara, semakin terkejut dia dengan keadaan sekitarnya. Tidak ada satu pun kendaraan yang lewat di jalur tersebut. Pikirannya mulai dipenuhi dengan kebingungan.
Bara memperhatikan sekelilingnya dengan seksama. 'Hah, apakah aku tersesat? atau memang jalan ini terlihat sama' batin BaraPohon dan rambu jalan yang berapa di tempat yang sama membuat Bara keheranan, 'Aku sudah melewati pohon yang patah ini 3 kali, tidak mungkin setiap jalan pohonnya patah!'Dia merasa seperti terjebak dalam lingkaran yang tak berujung. Kekhawatirannya semakin bertambah ketika gerimis mulai turun, membuat pandangan ke arah jalan menjadi sedikit tidak jelas."Yang benar saja langit! Aku tidak berpikir harus membawa jas hujan" Bara menepuk dahinyaAkhirnya, Bara memutuskan untuk berbalik arah dan kembali ke warung tempat dia bertemu dengan pria tua yang ramah sebelumnya. Dia berharap bisa mendapatkan petunjuk atau bantuan dari pria tua tersebut. Ketika dia tiba di warung, dia melihat pria tua itu sudah menunggunya dengan dua gelas kopi yang tersedia di meja."Halo, Bara. Kembali lagi?" sapa pria tua itu dengan senyuman hangat.Bara terkejut. "Bagaimana Bapak bisa tahu nama saya?"Pria tua itu tertawa. "Aku tahu banyak hal, termasuk nama-nama orang yang pernah datang ke warungku. Silakan, duduklah. Saya sudah menyiapkan kopi untukmu."Bara duduk di meja yang sama dengan pria tua itu, merasa lega bisa kembali ke warung yang hangat ini. Dia mengambil salah satu gelas kopi dan menghirup aromanya yang menggugah selera."Maaf, Pak, saya benar-benar bingung dengan jalur yang saya lewati tadi. Tidak ada satu pun kendaraan yang lewat, dan saya merasa seperti terjebak dalam lingkaran yang tak berujung," kata Bara dengan raut wajah penuh kebingungan.Pria tua itu tersenyum bijak. "Kamu tidak sendirian dalam pengalaman itu, Bara. Jalur ini memiliki reputasi sebagai jalur yang misterius. Beberapa orang pernah mengalami hal yang sama seperti yang kamu alami."Bara menjadi semakin penasaran. "Apa yang sebenarnya terjadi di jalur ini, Pak?"Pria tua itu menjelaskan, "Konon, jalur ini memiliki kekuatan magis yang membuat pengendara terjebak dalam lingkaran yang tak berujung. Beberapa orang percaya bahwa itu adalah permainan roh jahat yang ingin menguji ketahanan dan tekad kita."Bara terkejut mendengar penjelasan itu. "Lalu, apa yang harus saya lakukan?"Pria tua itu menyeruput kopi pelan-pelan sebelum menjawab, "Ada beberapa teori yang mengatakan bahwa dengan mengubah arah perjalanan dan kembali ke titik awal, kita bisa keluar dari lingkaran tersebut. Namun, tidak semua orang berhasil melakukannya. Hanya mereka yang memiliki tekad kuat dan keyakinan yang tulus yang bisa keluar dari jalur ini."Bara merenung sejenak. Dia merasa bahwa dia tidak boleh menyerah begitu saja. Dia harus mencoba untuk keluar dari lingkaran ini dan melanjutkan perjalanannya."Pak, saya harus gimana selanjutnya?" tanya Bara dengan harap."Beristirahatlah Nak, besok baru kamu lanjutkan perjalananmu. Terlalu beresiko jika malam ini kamu pergi" ujar Pria tua ituBara mengangguk setuju, kemudian masuk dan beristirahat di dalam.***Fajar mulai menyingsing, melunturkan embun embun malam dari dedaunan yang kemudian menetes di wajah Bara."Hah apa yang terjadi padaku?" betapa terkejut dia saat membuka mata dan menyadari bahwa dia berada di bawah pohon beringin besar dengan daun dan ranting yang lebat. Tadi malam seingatnya dia beristirahat di warung kopi milik seorang pria tua.Bara menatap sekeliling, tas ranselnya masih ada di samping, motornya masih terparkir dengan posisi sama seperti semalam. Namun, Bara merasa bingung dan tidak tahu bagaimana dia bisa berakhir di tempat ini.'Ah.. kenapa kepalaku pusing' Bara mencoba mengingat kembali apa yang terjadi semalam. Dia ingat bahwa dia berbincang dengan pria tua itu, kemudian gerimis mulai turun dan pandangan ke arah jalan menjadi tidak jelas. Setelah itu, ingatannya menjadi kabur.Saat dia sedang mencoba memahami situasinya, seorang pengendara lewat dan menyapanya. Bara dengan cepat menghampiri pengendara itu dan bertanya, "Maaf, bisa Anda memberitahu saya di mana saya berada?"Pengendara itu tersenyum ramah. "Tentu saja. Kamu berada di sekitar area hutan Kendra. Desa terdekat hanya setengah jam perjalanan dari sini."Bara merasa lega mendengar informasi tersebut. "Terima kasih banyak! Saya benar-benar bingung dengan apa yang terjadi."Pengendara itu mengangguk paham. "Mungkin kamu tersesat semalam, banyak orang yang sering tersesat di jalan ini jika melaluinya saat gelap. Tapi jangan khawatir, desa Kendra tidak terlalu jauh dari sini."Bara mengucapkan terima kasih kepada pengendara itu atas bantuannya. Dia merasa lega bahwa dia tidak sendirian dalam situasi ini. Dengan semangat baru, Bara melanjutkan perjalanannya menuju desa Kendra"Indah sekali .. " hanya kata - kata itu yang mampu keluar dari mulut Bara saat melihat keindahan pemandangan dalam perjalanannya menuju Desa pertama yang akan dia temuiSetelah setengah jam perjalanan yang penuh harap, Bara akhirnya tiba di desa Kendra. Desa itu terlihat sederhana dengan rumah-rumah tradisional dan penduduk yang ramah. Bara segera mencari penjual bensin eceran untuk mengisi bahan bakar motornya dan mencari penginapan untuk beristirahat.Bara yang baru saja mampir melihat si pemilik bensin eceran itu sedang asik memoles ukiran kayu di tangannya. Dia menghampiri pria itu, "Permisi, Pak bensinnya tiga botol yah. Pak, apakah ada penginapan disekitar sini?Pria itu tersenyum dan menjawab, "Tentu saja Mas. Ada beberapa penginapan di sekitar sini. Ada beberapa penginapan disini, yang paling dekat namanya Pondok Ayu Kendra, itu adalah salah satu penginapan di desa ini."Bara merasa lega mendengar informasi tersebut. "Terima kasih Pak. Apakah Anda tahu di mana lokasinya?"Pria itu memberikan petunjuk dengan jelas, "Kamu hanya perlu mengikuti jalan ini dan belok kanan di pertigaan berikutnya. Pondok Ayu Kendra akan berada di sebelah kiri jalan."Bara mengucapkan terima kasih kepada pria itu atas bantuannya. Dia merasa beruntung telah menemukan seseorang yang ramah dan bisa membantunya saat baru masuk ke desa ini. Dengan semangat baru, Bara melanjutkan perjalanannya menuju Pondok ituSesampainya di Pondok tersebut, Bara disambut dengan hangat oleh pemilik penginapan. "Selamat pagi Tuan, saya Sekar Ayu. Pemilik penginapan ini" wanita itu sangat cantik dengan kebaya putih yang pas di badannya."Saya Bara Hadiwijaya. Panggil saja Bara, jangan Tuan. Saya mau menginap beberapa hari disini. Apakah ada kamar yang masih kosong?" Bara bertanya dengan sopan, hatinya memuji kecantikan Sekar"Masih ada satu kamar di ujung, mari saya antarkan" Sekar berjalan lebih dulu, langkahnya anggun seperti wanita keraton yang begitu cantik. Wanita yang lemah lembut itu mengantarkan Bara ke depan kamarnya."Silahkan, jika ada keperluan bisa cari saya di depan" Sekar pamit dan membiarkan Bara beristirahat.Bara merasa dia bisa berbaring dengan nyaman, 'Nah, kalau ini beneran kasur' gumamnya sambil tersenyum memikirkan kejadian semalamDi dalam kamar, Bara merenung tentang petualangannya yang tak terduga. Meskipun dia masih tidak tahu bagaimana dia bisa berakhir di bawah pohon beringin tadi, dia merasa bersyukur karena masih dalam keadaan baik dan telah menemukan tempatnya bisa beristirahat.Setelah bangun dan merasa lapar, Bara memutuskan untuk mencari makan siang di desa tersebut. Dia melihat banyak warung makan kecil di sekitar desa, dan berharap bisa menemukan tempat yang cocok untuk makan. Namun, saat dia mendekati salah satu warung, dia melihat wajah pemilik warung yang tiba-tiba berubah menjadi ketakutan. Mereka dengan cepat menutup gorden dan pintu warung mereka.'Apa yang terjadi' Bara merasa bingung dan heran dengan reaksi pemilik warung tersebut. Dia mencoba menghampiri warung lain, tetapi situasinya sama.Para pemilik warung terlihat takut dan menutup pintu mereka ketika melihat Bara mendekat. Bara merasa semakin lapar dan kebingungan. Dia terus berjalan berkeliling desa, mencari warung yang menerima pembeli dari luar.Namun, setelah sepuluh menit berkeliling, Bara menyadari bahwa semua warung di desa tersebut memperlakukannya dengan sikap yang sama. Dia merasa frustasi dan kecewa. Perutnya semakin keroncongan, tetapi tidak ada tempat untuk membeli makanan.Ak
Keesokan harinya, Bara terbangun dengan kicauan burung yang merdu. Matanya terbuka perlahan, semalam dia tertidur sangat lelap.Bara membuka jendela kamarnya melihat pemandangan yang menakjubkan hamparan sawah yang asri, aliran air yang gemericik tenang membuat pagi itu terasa sangat lengkap, dia meregangkan tubuhnya sebentar mencuci mukanya di kamar mandi, lalu mengambil kaos biru yang dia gantung di belakang pintu kemudian memakainya dan beranjak ke luar. 'Cuacanya sangat bagus, sayang kalau tidak dinikmati'"Selamat pagi Sekar" Bara menyapa wanita itu yang sedang sibuk di taman bunganyasekar menoleh dengan tersenyum, "Selamat pagi Prajurit" balasnya dengan tawa kecil"Ada ada saja kamu, oh iya hari ini menunya apa?" tanya Bara yang nampak begitu penasaran "Hmm, yang pasti semua yang disediakan takan pernah kamu dapatkan di tempat lain, karena disini kami memasak dengan penuh cinta" Sekar menjawab dengan menggambar bentuk hati di langit"Wihhh, baiklah chef yang memasak dengan cint
Setelah perbincangan yang hangat tadi, Bara kembali ke kamarnya dan mulai sibuk menulis jurnalnya perjalanannya. Sudah beberapa jam ia asyik mencatat pengalaman-pengalaman dan pikiran-pikirannya. Tiba-tiba, ia mendengar suara ketukan yang datang dari pintu kamarnya. Bara mengernyit heran, karena ia tidak sedang mengharapkan kedatangan siapapun.Dengan hati-hati, Bara membuka pintu dan terkejut melihat seorang wanita cantik berdiri di hadapannya. Wanita itu tersenyum manis, "Maaf menganggu Mas. Saya Kenanga, cucu dari Nenek Lastri yang tadi Mas tolong""Oh iya, saya Bara" Bara keluar dari kamar dan berdiri berhadapan dengan Kenanga"Ini Mas, saya bawa makanan. Bentuk ucapan terima kasih saya karena Mas Bara sudah mau membantu Nenek saya tadi" Kenanga menyodorkan sebuah rantang berisi makanan yang terlihat lezat. Bara merasa senang dan terharu dengan perhatian Kenanga. "Wah, saya sangat berterima kasih." Bara menerima makanan itu dengan wajah yang bahagia"Baiklah Mas, saya balik dulu.
Bara berjalan kembali ke Penginapan setelah mendapat jawaban dari Kenanga. Desa itu terasa begitu akrab dan hangat baginya tapi kata kata Kenanga ada benarnya juga.Ketika ia hampir sampai di persimpangan menuju Penginapan, Bara berpapasan dengan seorang pemuda yang tampak terkejut melihatnya. Pemuda itu dengan terburu-buru berkata, "Mas, apapun tujuanmu, segeralah pergi dari desa ini. Auramu terlalu terang, Mas." Tanpa menunggu jawaban dari Bara, pemuda itu berlalu dengan cepat.Bara terdiam, memandang pemuda yang menjauh dengan kebingungan. 'Apa maksud dari kata-kata pemuda itu? Aura terang, apa maksudnya?'Keanehan-keanehan yang terjadi di desa ini semakin membuatnya bimbang apakah ia harus tetap tinggal atau pergi."Loh Mas, dari mana?" tanya seorang yang lewat, Bapak itu adalah penjual bensin eceran yang awalnya menunjukkan jalan untuk Bara"Eh ini Pak saya mau balik ke Penginapan, tapi sebelum itu apa Bapak tau mungkin ada tetua di kampung ini?. Kebetulan saya mau ketemu beliau."
Bara melanjutkan perjalanannya setelah berpamitan dengan Ki Sugeng. Saat berkendara di sepanjang jalan yang sunyi dan sepi, dia tak sengaja melihat sebuah warung kecil yang terletak di pinggir jalan. Rasa haus yang menghampirinya membuatnya memutuskan untuk singgah sejenak dan mengisi ulang energi.Dengan hati yang penuh harap, Bara menghampiri warung itu dan memesan segelas kopi hangat. Pemilik warung, seorang pria paruh baya berumur sekitar 50 tahunan, menyambut kedatangannya dengan senyuman hangat. "Mas dari mana dan mau ke mana ?" tanya sang pemilik warung dengan rasa ingin tahu yang tulus.Bara tersenyum ramah dan menjawab dengan penuh keceriaan, "Saya hanya sedang berkelana, Pak. Beberapa hari yang lalu, saya sempat menginap di salah satu Penginapan di desa Kendra. Dan sekarang, saya melanjutkan perjalanan lagi untuk menjelajahi tempat-tempat baru."Pemilik warung terkejut mendengar nama desa Kendra yang disebutkan oleh Bara. Tatapannya penuh keheranan dan penasaran. "Desa Kendr
Setelah pemberhentian terakhirnya, Bara melanjutkan perjalanan melewati beberapa desa. Sebenarnya, dalam hati ia ingin berhenti sejenak untuk menikmati makanan khas desa tersebut atau bahkan menginap di salah satu desa tersebut. Namun, dengan pertimbangan yang matang, Bara memutuskan untuk terus melanjutkan perjalanan dan berhenti di desa yang benar-benar ingin ia tinggali.Beberapa menit kemudian dari kejauhan, Bara memperhatikan sebuah mobil Kijang yang terparkir di bahu jalan. Seorang pria dengan kaos hitam dan celana jeans terlihat sangat frustasi saat menendang-nendang bagian tengah mobil tersebut, dan membuka kap mobil. Bara perlahan memperlambat laju motornya dan berhenti tepat di samping mobil tersebut, ingin memberikan pertolongan yang diperlukan."Mobilnya kenapa, Pak?" tanya Bara sambil melepas helmnya, memperhatikan dengan seksama kerusakan yang ada.Pria tersebut menatap ke arah Bara dengan pandangan campuran antara harapan dan kekecewaan. "Ndak tau ini, Mas. Tiba-tiba m
"Kok diam?" tanya pria itu, saat melihat Bara yang kaku tak bersuara. Mata Bara masih melirik pistol itu.Pria di sampingnya langsung menjabat tangan Bara dengan senyum menyeringai, "Aku Alex, santai saja, tak perlu kamu khawatir dengan apa yang kamu lihat."Mendengar ucapan pria itu, Bara langsung mengangguk. Perasaannya sedikit tenang, walaupun sebenarnya masih ada rasa khawatir yang menyelimutinyaBara, yang adalah anak satu-satunya di keluarga, sebenarnya punya hak yang istimewa untuk menikmati semua akses, terutama karena dia adalah anak seorang jenderal. Tentu banyak hal yang diinginkan Bara bisa dia dapatkan, misalnya pergi ke tempat-tempat seperti Metropolis ini.Namun, saat masih di rumahnya, Bara hanya sibuk dengan buku dan semua hal tentang pengetahuan. Memang sesekali Bara pernah ke bar di kotanya, itupun saat diajak paman atau sepupunya. Itulah sebabnya Bara tak terlalu nyaman berada di tempat ini.Dentuman dan lampu yang berkedip-kedip itu membuat semua orang di sana sep
Bara bangun dengan keadaan kepala yang pusing dan sedikit berkunang-kunang. Dia menatap ke arah jam tangannya yang menunjukkan pukul 03.18. Dia bangun dan duduk di samping kasurnya, mencoba mengumpulkan tenaga untuk pergi ke kamar mandi. Rasanya dia ingin muntah, mungkin karena semalam dia memang terlalu banyak minum.Bara yang berjalan ke kamar mandi segera membuka kran wastafel dan membasuh wajahnya. Kepalanya masih terasa berat. "Sepertinya memang harus kembali tidur," pikirnya saat melihat bayangan dirinya di cermin.Dia kembali ke kasurnya lalu perlahan merebahkan diri, mencari posisi yang enak untuk tertidur. Saat pikirannya sudah setengah sadar, tiba-tiba dia mendengar suara yang sangat menganggu dari kamar di sebelahnya."Hm. ahh. uhh" suara desahan yang begitu jelas terdengar di telinga Bara."Sialan!" ujar Bara sambil menutup kedua telinganya dengan bantal.Seperti yang kita ketahui, saat mencapai puncak suara itu akan lebih kencang dan cepat. Bara yang emosi mendengarnya me
Beberapa hari berlalu, Bara yang dalam masa pemulihan kini sudah bisa berjalan walau dengan langkah agak pincang, dia berjalan ke arah depan teras rumah itu dan duduk disana.Aisyah terlihat lari ke luar menuju arah depan, matanya menatap ke kiri dan kanan seperti mencari seseorang, "Syah? cari siapa?" seru Bara dari depan terasAisyah menoleh, seketika kekhawatiran yang terlihat di wajahnya berubah jadi cemberut"Ah, kalau keluar bilang dong. Aku pikir kamu di culik anak buah Sapto" bentak Aisyah"Aduh jangan marah marah, saya di dalam tadi pegel banget tiduran terus jadi saya keluar dan duduk disini" jelas Bara Aisyah hanya menggeleng kepala dan masuk ke dalam, membiarkan Bara menikmati ketenangan di depan teras ituSaat sedang asyik merenung Bara di kejutkan dengan selongsong peluru yang menembus kursi karena meleset se inci dari pundaknya"Bangsat!" teriak Bara, nafasnya berderu kencang, jantungnya mungkin berhenti berdetak sebentar saat mendengar dentuman peluru ituDalam waktu
Bara turun ke area lobby penginapan. Waktu menunjukkan pukul 6.12 pagi. Wajahnya terlihat begitu kesal, alisnya mengkerut saat dia berjalan menuju meja resepsionis."Mbak, saya tahu ini penginapan, tapi semalam saya tidak bisa tidur. Saya terus-menerus terganggu oleh suara dari kamar-kamar di sebelah saya," keluh Bara pada resepsionis yang cantik itu."Mas, begini ya. Di penginapan desa ini, semua kamar digunakan untuk aktivitas yang kurang pantas. Mungkin hanya Mas saja yang datang ke sini untuk menginap. Saya juga tidak bisa berbuat apa-apa," jelas resepsionis itu dengan wajah yang penuh penyesalan.Dengan emosi, Bara memukul meja di depannya. "Halah, tidak jelas."Bara menghela nafas. Nampak sekali emosinya tak bisa tertahan saat dia bergegas pergi keluar mencari makan. Dengan mata yang berat, dia melangkah keluar dengan perasaan kesal. Perutnya lapar, dan dia merasa seperti orang bodoh saat ini."Pak, tolong satu porsi nasi ikan goreng dan air mineral," pinta Bara sambil langsung
Bara bangun dengan keadaan kepala yang pusing dan sedikit berkunang-kunang. Dia menatap ke arah jam tangannya yang menunjukkan pukul 03.18. Dia bangun dan duduk di samping kasurnya, mencoba mengumpulkan tenaga untuk pergi ke kamar mandi. Rasanya dia ingin muntah, mungkin karena semalam dia memang terlalu banyak minum.Bara yang berjalan ke kamar mandi segera membuka kran wastafel dan membasuh wajahnya. Kepalanya masih terasa berat. "Sepertinya memang harus kembali tidur," pikirnya saat melihat bayangan dirinya di cermin.Dia kembali ke kasurnya lalu perlahan merebahkan diri, mencari posisi yang enak untuk tertidur. Saat pikirannya sudah setengah sadar, tiba-tiba dia mendengar suara yang sangat menganggu dari kamar di sebelahnya."Hm. ahh. uhh" suara desahan yang begitu jelas terdengar di telinga Bara."Sialan!" ujar Bara sambil menutup kedua telinganya dengan bantal.Seperti yang kita ketahui, saat mencapai puncak suara itu akan lebih kencang dan cepat. Bara yang emosi mendengarnya me
"Kok diam?" tanya pria itu, saat melihat Bara yang kaku tak bersuara. Mata Bara masih melirik pistol itu.Pria di sampingnya langsung menjabat tangan Bara dengan senyum menyeringai, "Aku Alex, santai saja, tak perlu kamu khawatir dengan apa yang kamu lihat."Mendengar ucapan pria itu, Bara langsung mengangguk. Perasaannya sedikit tenang, walaupun sebenarnya masih ada rasa khawatir yang menyelimutinyaBara, yang adalah anak satu-satunya di keluarga, sebenarnya punya hak yang istimewa untuk menikmati semua akses, terutama karena dia adalah anak seorang jenderal. Tentu banyak hal yang diinginkan Bara bisa dia dapatkan, misalnya pergi ke tempat-tempat seperti Metropolis ini.Namun, saat masih di rumahnya, Bara hanya sibuk dengan buku dan semua hal tentang pengetahuan. Memang sesekali Bara pernah ke bar di kotanya, itupun saat diajak paman atau sepupunya. Itulah sebabnya Bara tak terlalu nyaman berada di tempat ini.Dentuman dan lampu yang berkedip-kedip itu membuat semua orang di sana sep
Setelah pemberhentian terakhirnya, Bara melanjutkan perjalanan melewati beberapa desa. Sebenarnya, dalam hati ia ingin berhenti sejenak untuk menikmati makanan khas desa tersebut atau bahkan menginap di salah satu desa tersebut. Namun, dengan pertimbangan yang matang, Bara memutuskan untuk terus melanjutkan perjalanan dan berhenti di desa yang benar-benar ingin ia tinggali.Beberapa menit kemudian dari kejauhan, Bara memperhatikan sebuah mobil Kijang yang terparkir di bahu jalan. Seorang pria dengan kaos hitam dan celana jeans terlihat sangat frustasi saat menendang-nendang bagian tengah mobil tersebut, dan membuka kap mobil. Bara perlahan memperlambat laju motornya dan berhenti tepat di samping mobil tersebut, ingin memberikan pertolongan yang diperlukan."Mobilnya kenapa, Pak?" tanya Bara sambil melepas helmnya, memperhatikan dengan seksama kerusakan yang ada.Pria tersebut menatap ke arah Bara dengan pandangan campuran antara harapan dan kekecewaan. "Ndak tau ini, Mas. Tiba-tiba m
Bara melanjutkan perjalanannya setelah berpamitan dengan Ki Sugeng. Saat berkendara di sepanjang jalan yang sunyi dan sepi, dia tak sengaja melihat sebuah warung kecil yang terletak di pinggir jalan. Rasa haus yang menghampirinya membuatnya memutuskan untuk singgah sejenak dan mengisi ulang energi.Dengan hati yang penuh harap, Bara menghampiri warung itu dan memesan segelas kopi hangat. Pemilik warung, seorang pria paruh baya berumur sekitar 50 tahunan, menyambut kedatangannya dengan senyuman hangat. "Mas dari mana dan mau ke mana ?" tanya sang pemilik warung dengan rasa ingin tahu yang tulus.Bara tersenyum ramah dan menjawab dengan penuh keceriaan, "Saya hanya sedang berkelana, Pak. Beberapa hari yang lalu, saya sempat menginap di salah satu Penginapan di desa Kendra. Dan sekarang, saya melanjutkan perjalanan lagi untuk menjelajahi tempat-tempat baru."Pemilik warung terkejut mendengar nama desa Kendra yang disebutkan oleh Bara. Tatapannya penuh keheranan dan penasaran. "Desa Kendr
Bara berjalan kembali ke Penginapan setelah mendapat jawaban dari Kenanga. Desa itu terasa begitu akrab dan hangat baginya tapi kata kata Kenanga ada benarnya juga.Ketika ia hampir sampai di persimpangan menuju Penginapan, Bara berpapasan dengan seorang pemuda yang tampak terkejut melihatnya. Pemuda itu dengan terburu-buru berkata, "Mas, apapun tujuanmu, segeralah pergi dari desa ini. Auramu terlalu terang, Mas." Tanpa menunggu jawaban dari Bara, pemuda itu berlalu dengan cepat.Bara terdiam, memandang pemuda yang menjauh dengan kebingungan. 'Apa maksud dari kata-kata pemuda itu? Aura terang, apa maksudnya?'Keanehan-keanehan yang terjadi di desa ini semakin membuatnya bimbang apakah ia harus tetap tinggal atau pergi."Loh Mas, dari mana?" tanya seorang yang lewat, Bapak itu adalah penjual bensin eceran yang awalnya menunjukkan jalan untuk Bara"Eh ini Pak saya mau balik ke Penginapan, tapi sebelum itu apa Bapak tau mungkin ada tetua di kampung ini?. Kebetulan saya mau ketemu beliau."
Setelah perbincangan yang hangat tadi, Bara kembali ke kamarnya dan mulai sibuk menulis jurnalnya perjalanannya. Sudah beberapa jam ia asyik mencatat pengalaman-pengalaman dan pikiran-pikirannya. Tiba-tiba, ia mendengar suara ketukan yang datang dari pintu kamarnya. Bara mengernyit heran, karena ia tidak sedang mengharapkan kedatangan siapapun.Dengan hati-hati, Bara membuka pintu dan terkejut melihat seorang wanita cantik berdiri di hadapannya. Wanita itu tersenyum manis, "Maaf menganggu Mas. Saya Kenanga, cucu dari Nenek Lastri yang tadi Mas tolong""Oh iya, saya Bara" Bara keluar dari kamar dan berdiri berhadapan dengan Kenanga"Ini Mas, saya bawa makanan. Bentuk ucapan terima kasih saya karena Mas Bara sudah mau membantu Nenek saya tadi" Kenanga menyodorkan sebuah rantang berisi makanan yang terlihat lezat. Bara merasa senang dan terharu dengan perhatian Kenanga. "Wah, saya sangat berterima kasih." Bara menerima makanan itu dengan wajah yang bahagia"Baiklah Mas, saya balik dulu.
Keesokan harinya, Bara terbangun dengan kicauan burung yang merdu. Matanya terbuka perlahan, semalam dia tertidur sangat lelap.Bara membuka jendela kamarnya melihat pemandangan yang menakjubkan hamparan sawah yang asri, aliran air yang gemericik tenang membuat pagi itu terasa sangat lengkap, dia meregangkan tubuhnya sebentar mencuci mukanya di kamar mandi, lalu mengambil kaos biru yang dia gantung di belakang pintu kemudian memakainya dan beranjak ke luar. 'Cuacanya sangat bagus, sayang kalau tidak dinikmati'"Selamat pagi Sekar" Bara menyapa wanita itu yang sedang sibuk di taman bunganyasekar menoleh dengan tersenyum, "Selamat pagi Prajurit" balasnya dengan tawa kecil"Ada ada saja kamu, oh iya hari ini menunya apa?" tanya Bara yang nampak begitu penasaran "Hmm, yang pasti semua yang disediakan takan pernah kamu dapatkan di tempat lain, karena disini kami memasak dengan penuh cinta" Sekar menjawab dengan menggambar bentuk hati di langit"Wihhh, baiklah chef yang memasak dengan cint