Beranda / Pendekar / Anak Jendral dan Desa Penyamun / Pesona Kenanga si Gadis Desa

Share

Pesona Kenanga si Gadis Desa

Penulis: Betzy viona
last update Terakhir Diperbarui: 2024-01-15 08:08:33

Setelah perbincangan yang hangat tadi, Bara kembali ke kamarnya dan mulai sibuk menulis jurnalnya perjalanannya. Sudah beberapa jam ia asyik mencatat pengalaman-pengalaman dan pikiran-pikirannya. Tiba-tiba, ia mendengar suara ketukan yang datang dari pintu kamarnya. Bara mengernyit heran, karena ia tidak sedang mengharapkan kedatangan siapapun.

Dengan hati-hati, Bara membuka pintu dan terkejut melihat seorang wanita cantik berdiri di hadapannya. Wanita itu tersenyum manis, "Maaf menganggu Mas. Saya Kenanga, cucu dari Nenek Lastri yang tadi Mas tolong"

"Oh iya, saya Bara" Bara keluar dari kamar dan berdiri berhadapan dengan Kenanga

"Ini Mas, saya bawa makanan. Bentuk ucapan terima kasih saya karena Mas Bara sudah mau membantu Nenek saya tadi"

Kenanga menyodorkan sebuah rantang berisi makanan yang terlihat lezat. Bara merasa senang dan terharu dengan perhatian Kenanga.

"Wah, saya sangat berterima kasih." Bara menerima makanan itu dengan wajah yang bahagia

"Baiklah Mas, saya balik dulu. Mari!" Pamit Kenanga dengan suara yang lembut. Bara masih terpana dengan kecantikan Kenanga, tak bisa berbicara apa-apa. Ia hanya bisa terdiam sambil memperhatikan kecantikan wanita itu.

Sekar, melihat kejadian itu dari depan Pondok. Ia mendekati Bara dengan senyum menggoda di wajahnya. "Aku tau apa yang kamu pikirkan, Bara," ujar Sekar dengan nada jenaka. "Itulah sebabnya kenapa lelaki susah menahan nafsunya ketika melihat gadis-gadis cantik di desa ini."

"Ah, Sekar, kamu selalu saja bercanda," kata Bara sambil terkekeh.

Bara segera memalingkan pandangannya, merasa sedikit malu. Ia tersenyum dan masuk ke dalam kamarnya, mencoba mengalihkan perhatiannya kembali ke jurnal yang sedang ia tulis.

Namun, dalam hatinya, Bara merasa terpesona dengan kecantikan Kenanga. 'Tidak mungkin aku jatuh cinta dengan orang yang baru aku lihat sekali, itupun tak selang beberapa menit' Bara membantah pikirannya

Bara melanjutkan menulis jurnalnya, tetapi pikirannya terus melayang pada Kenanga. Ia merasa tertarik untuk mengenal Kenanga lebih jauh.

Tok..tok..

Mbok Marni mengetok pintu kamar Bara, "Mas, permisi makanan sudah siap, mari mas"

Bara keluar dan menuju arah dapur bersama Mbok Marni, di tangan Bara masih menenteng rantang yang berisi makanan pemberian Kenanga tadi.

"Mbok, hari ini ada yang di bawakan bekal loh sama seseorang" kata Sekar sambil senyum senyum

"Wah, sama siapa Mas? sudah punya teman di sini?" Mbok Marni menimpali

"Kayaknya bakal jadi teman deket deh" Sekar menatap Bara

"Hahah.. waduh jangan salah paham ini tadi cuma sebagai ungkapan terima kasih, karena tadi pagi saya bantuin neneknya" Bantah Bara saat memperlihatkan rantang itu di meja makan.

"Baiklah, kalau begitu mari makan." ajak Sekar.

Saat mereka menyantap hidangan di meja, Bara baru menyadari tak ada penghuni lain yang ikut makan bersamanya. Di meja itu yang duduk hanya dia, Sekar dan Mbok Marni. Bara mengunyah pelan makanannya, seolah sistem pencernaannya tak menerima makanan itu.

"Waduh Mas, nanti kembung loh." Mbok Marni menegur Bara yang sedari tadi makan, minum, makan, minum secara bergantian

"Heheh iya Mbok, ga tau kenapa tenggorokanku kayak kering" jawab Bara yang masih terus meminum air di gelasnya

"Oh iya, gelang kamu bagus. Dapat dari mana?" Sekar melirik pergelangan Bara

"Ini pemberian Bi Ningsih, pelayan di rumahku. Katanya biar aku selalu ingat pulang" Sekar yang mendengarnya , malah menatap datar ke arah Mbok Marni.

Saat sedang makan Bara malah merasakan kantuk yang tak tertahankan, matanya menjadi berat.

"Makanannya enak sekali, saya sampai ngantuk nih" Bara menyudahi makannya. "Saya pamit istirahat dulu yah" kemudian langsung menuju ke kamarnya.

Jam berganti begitu cepat, waktu itu hari sudah sore Bara memutuskan pergi ke rumah nenek dan Kenanga untuk mengembalikan rantang yang telah mereka berikan. Ia berharap bisa bertemu dengan Kenanga lagi dan berbincang-bincang dengannya.

"Permisi, Nek?. Kenanga?" Bara memanggil penghuni rumah itu dari luar

Nenek membukakan pintu, "Ada apa Nak? Mari masuk!" Nenek Itu cukup kaget dengan kedatangan Bara

"Tidak usah Nek, saya kesini untuk balikin rantang yang tadi Kenanga bawa aja" Bara menyerahkan Rantang yang sudah bersih itu pada nenek

Saat sedang mengobrol dengan Nenek, Bara melihat Kenanga di dalam rumah itu. "Hai, Kenanga! Aku datang untuk mengembalikan rantang dan mengucapkan terima kasih atas makanannya," sapa Bara dengan senyum hangat.

Tiba-tiba, wajah Kenanga menjadi serius. Dia langsung memotong pembicaraan Bara sebelum ia sempat mengucapkan hal yang lain "Bara, jangan lama-lama di desa ini. Jika kamu melakukannya, mungkin kamu tidak akan pernah bisa pergi," ucapnya dengan nada misterius.

Bara terkejut mendengar kata-kata Kenanga. Kebingungan meliputi pikirannya, dan ia tidak bisa memahami arti dari peringatan tersebut. Sebelum ia sempat bertanya untuk penjelasan lebih lanjut, Kenanga langsung tersenyum dan masuk ke dalam rumah, menutup pintu di rumah itu.

Bara berdiri di sana, bingung dan tidak yakin dengan apa yang baru saja terjadi. Ia berpikir untuk mengetuk pintu dan mencari penjelasan, tetapi sesuatu menghalanginya. Ia memutuskan untuk menghormati tindakan Kenanga dan perlahan-lahan berjalan kembali ke pondok.

Saat ia berjalan pulang, Bara tidak bisa menghilangkan ingatan akan peringatan Kenanga. Pertanyaan-pertanyaan berputar di kepalanya, dan ia tidak bisa menemukan jawaban yang memuaskan.

Saat kembali ke Penginapan, Bara bertemu dengan Sekar. Mereka duduk di bangku dekat sungai, samping Penginapan itu, menikmati suasana yang tenang.

"Sekar, sesuatu yang aneh terjadi ketika aku pergi mengembalikan rantang ke rumah Kenanga," Bara memulai, suaranya penuh dengan rasa ingin tahu.

"Kenanga mengatakan padaku untuk tidak lama-lama di desa ini atau aku mungkin tidak akan pernah bisa pergi. Apa yang menurutmu maksudnya?"

Sekar merenung sejenak sebelum memberikan penjelasan. "Nah, Bara, desa ini memiliki reputasi karena keindahannya yang memikat dan lingkungannya yang tenang," jelasnya. "Beberapa orang yang datang ke sini merasa sulit untuk pergi karena mereka terpesona oleh pesonanya. Mungkin Kenanga hanya memberimu peringatan tentang hal itu."

Bara mengangguk, mencerna penjelasan Sekar. Dia menyadari bahwa pesona desa bisa membuat orang terjebak, sulit untuk melepaskan diri dan mengejar impian di tempat lain dalam hidup.

Hari berganti minggu, dan Bara tidak bisa menghilangkan ingatan akan peringatan Kenanga. Ia merasa dorongan yang kuat untuk mencari jawaban dan memahami rahasia desa tersebut. Ia memutuskan untuk kembali mengunjungi Kenanga, dengan harapan bisa mendapatkan kejelasan.

Ketika Bara tiba di rumah Kenanga sekali lagi, ia mengambil napas dalam-dalam dan mengetuk pintu. Kenanga membukanya dengan senyum hangat, seolah-olah sudah menantikan kedatangannya.

"Bara, aku senang kamu kembali," ucap Kenanga dengan lembut. "Aku tahu kamu pasti punya banyak pertanyaan."

Bara melihatnya dengan campuran antara rasa ingin tahu dan antisipasi. "Kenanga, apa yang kamu maksud dengan tidak bisa pergi dari desa ini? Bisa jelaskan padaku?"

Kenanga mengisyaratkan agar Bara masuk ke dalam rumah. Mereka duduk di ruang tamu, dan Kenanga mulai menceritakan kisah desa tersebut.

"Bara, desa ini memiliki pesona yang kuat. Ia bisa memikat hati orang-orang dan membuat mereka ingin tinggal selamanya," Kenanga menjelaskan. "Banyak yang datang ke sini dengan impian dan harapan, tapi mereka akhirnya terjebak dalam pesona desa dan sulit untuk pergi."

Bara mendengarkan dengan penuh perhatian, hatinya berdebar-debar dengan perpaduan antara ketertarikan dan kewaspadaan. Ia menyadari bahwa ada lebih banyak hal di balik desa ini daripada yang terlihat. Ia bertekad untuk mengungkap rahasia-rahasia tersebut.

"Aku memberimu peringatan karena aku melihat sesuatu yang berbeda dalam dirimu, Bara," sambung Kenanga.

Bab terkait

  • Anak Jendral dan Desa Penyamun   Keputusan yang membingungkan

    Bara berjalan kembali ke Penginapan setelah mendapat jawaban dari Kenanga. Desa itu terasa begitu akrab dan hangat baginya tapi kata kata Kenanga ada benarnya juga.Ketika ia hampir sampai di persimpangan menuju Penginapan, Bara berpapasan dengan seorang pemuda yang tampak terkejut melihatnya. Pemuda itu dengan terburu-buru berkata, "Mas, apapun tujuanmu, segeralah pergi dari desa ini. Auramu terlalu terang, Mas." Tanpa menunggu jawaban dari Bara, pemuda itu berlalu dengan cepat.Bara terdiam, memandang pemuda yang menjauh dengan kebingungan. 'Apa maksud dari kata-kata pemuda itu? Aura terang, apa maksudnya?'Keanehan-keanehan yang terjadi di desa ini semakin membuatnya bimbang apakah ia harus tetap tinggal atau pergi."Loh Mas, dari mana?" tanya seorang yang lewat, Bapak itu adalah penjual bensin eceran yang awalnya menunjukkan jalan untuk Bara"Eh ini Pak saya mau balik ke Penginapan, tapi sebelum itu apa Bapak tau mungkin ada tetua di kampung ini?. Kebetulan saya mau ketemu beliau."

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-15
  • Anak Jendral dan Desa Penyamun   Ternyata, Desa itu?

    Bara melanjutkan perjalanannya setelah berpamitan dengan Ki Sugeng. Saat berkendara di sepanjang jalan yang sunyi dan sepi, dia tak sengaja melihat sebuah warung kecil yang terletak di pinggir jalan. Rasa haus yang menghampirinya membuatnya memutuskan untuk singgah sejenak dan mengisi ulang energi.Dengan hati yang penuh harap, Bara menghampiri warung itu dan memesan segelas kopi hangat. Pemilik warung, seorang pria paruh baya berumur sekitar 50 tahunan, menyambut kedatangannya dengan senyuman hangat. "Mas dari mana dan mau ke mana ?" tanya sang pemilik warung dengan rasa ingin tahu yang tulus.Bara tersenyum ramah dan menjawab dengan penuh keceriaan, "Saya hanya sedang berkelana, Pak. Beberapa hari yang lalu, saya sempat menginap di salah satu Penginapan di desa Kendra. Dan sekarang, saya melanjutkan perjalanan lagi untuk menjelajahi tempat-tempat baru."Pemilik warung terkejut mendengar nama desa Kendra yang disebutkan oleh Bara. Tatapannya penuh keheranan dan penasaran. "Desa Kendr

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-15
  • Anak Jendral dan Desa Penyamun   Desa Baru

    Setelah pemberhentian terakhirnya, Bara melanjutkan perjalanan melewati beberapa desa. Sebenarnya, dalam hati ia ingin berhenti sejenak untuk menikmati makanan khas desa tersebut atau bahkan menginap di salah satu desa tersebut. Namun, dengan pertimbangan yang matang, Bara memutuskan untuk terus melanjutkan perjalanan dan berhenti di desa yang benar-benar ingin ia tinggali.Beberapa menit kemudian dari kejauhan, Bara memperhatikan sebuah mobil Kijang yang terparkir di bahu jalan. Seorang pria dengan kaos hitam dan celana jeans terlihat sangat frustasi saat menendang-nendang bagian tengah mobil tersebut, dan membuka kap mobil. Bara perlahan memperlambat laju motornya dan berhenti tepat di samping mobil tersebut, ingin memberikan pertolongan yang diperlukan."Mobilnya kenapa, Pak?" tanya Bara sambil melepas helmnya, memperhatikan dengan seksama kerusakan yang ada.Pria tersebut menatap ke arah Bara dengan pandangan campuran antara harapan dan kekecewaan. "Ndak tau ini, Mas. Tiba-tiba m

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-28
  • Anak Jendral dan Desa Penyamun   Metropolis adalah saksi bisu

    "Kok diam?" tanya pria itu, saat melihat Bara yang kaku tak bersuara. Mata Bara masih melirik pistol itu.Pria di sampingnya langsung menjabat tangan Bara dengan senyum menyeringai, "Aku Alex, santai saja, tak perlu kamu khawatir dengan apa yang kamu lihat."Mendengar ucapan pria itu, Bara langsung mengangguk. Perasaannya sedikit tenang, walaupun sebenarnya masih ada rasa khawatir yang menyelimutinyaBara, yang adalah anak satu-satunya di keluarga, sebenarnya punya hak yang istimewa untuk menikmati semua akses, terutama karena dia adalah anak seorang jenderal. Tentu banyak hal yang diinginkan Bara bisa dia dapatkan, misalnya pergi ke tempat-tempat seperti Metropolis ini.Namun, saat masih di rumahnya, Bara hanya sibuk dengan buku dan semua hal tentang pengetahuan. Memang sesekali Bara pernah ke bar di kotanya, itupun saat diajak paman atau sepupunya. Itulah sebabnya Bara tak terlalu nyaman berada di tempat ini.Dentuman dan lampu yang berkedip-kedip itu membuat semua orang di sana sep

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-30
  • Anak Jendral dan Desa Penyamun   Penginapan ecek ecek

    Bara bangun dengan keadaan kepala yang pusing dan sedikit berkunang-kunang. Dia menatap ke arah jam tangannya yang menunjukkan pukul 03.18. Dia bangun dan duduk di samping kasurnya, mencoba mengumpulkan tenaga untuk pergi ke kamar mandi. Rasanya dia ingin muntah, mungkin karena semalam dia memang terlalu banyak minum.Bara yang berjalan ke kamar mandi segera membuka kran wastafel dan membasuh wajahnya. Kepalanya masih terasa berat. "Sepertinya memang harus kembali tidur," pikirnya saat melihat bayangan dirinya di cermin.Dia kembali ke kasurnya lalu perlahan merebahkan diri, mencari posisi yang enak untuk tertidur. Saat pikirannya sudah setengah sadar, tiba-tiba dia mendengar suara yang sangat menganggu dari kamar di sebelahnya."Hm. ahh. uhh" suara desahan yang begitu jelas terdengar di telinga Bara."Sialan!" ujar Bara sambil menutup kedua telinganya dengan bantal.Seperti yang kita ketahui, saat mencapai puncak suara itu akan lebih kencang dan cepat. Bara yang emosi mendengarnya me

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-31
  • Anak Jendral dan Desa Penyamun    Dikeroyok

    Bara turun ke area lobby penginapan. Waktu menunjukkan pukul 6.12 pagi. Wajahnya terlihat begitu kesal, alisnya mengkerut saat dia berjalan menuju meja resepsionis."Mbak, saya tahu ini penginapan, tapi semalam saya tidak bisa tidur. Saya terus-menerus terganggu oleh suara dari kamar-kamar di sebelah saya," keluh Bara pada resepsionis yang cantik itu."Mas, begini ya. Di penginapan desa ini, semua kamar digunakan untuk aktivitas yang kurang pantas. Mungkin hanya Mas saja yang datang ke sini untuk menginap. Saya juga tidak bisa berbuat apa-apa," jelas resepsionis itu dengan wajah yang penuh penyesalan.Dengan emosi, Bara memukul meja di depannya. "Halah, tidak jelas."Bara menghela nafas. Nampak sekali emosinya tak bisa tertahan saat dia bergegas pergi keluar mencari makan. Dengan mata yang berat, dia melangkah keluar dengan perasaan kesal. Perutnya lapar, dan dia merasa seperti orang bodoh saat ini."Pak, tolong satu porsi nasi ikan goreng dan air mineral," pinta Bara sambil langsung

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-29
  • Anak Jendral dan Desa Penyamun   Mulai dipercaya

    Beberapa hari berlalu, Bara yang dalam masa pemulihan kini sudah bisa berjalan walau dengan langkah agak pincang, dia berjalan ke arah depan teras rumah itu dan duduk disana.Aisyah terlihat lari ke luar menuju arah depan, matanya menatap ke kiri dan kanan seperti mencari seseorang, "Syah? cari siapa?" seru Bara dari depan terasAisyah menoleh, seketika kekhawatiran yang terlihat di wajahnya berubah jadi cemberut"Ah, kalau keluar bilang dong. Aku pikir kamu di culik anak buah Sapto" bentak Aisyah"Aduh jangan marah marah, saya di dalam tadi pegel banget tiduran terus jadi saya keluar dan duduk disini" jelas Bara Aisyah hanya menggeleng kepala dan masuk ke dalam, membiarkan Bara menikmati ketenangan di depan teras ituSaat sedang asyik merenung Bara di kejutkan dengan selongsong peluru yang menembus kursi karena meleset se inci dari pundaknya"Bangsat!" teriak Bara, nafasnya berderu kencang, jantungnya mungkin berhenti berdetak sebentar saat mendengar dentuman peluru ituDalam waktu

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-01
  • Anak Jendral dan Desa Penyamun   Bara, si Anak Jendral

    Bara Hadiwijaya, seorang pemuda tampan dengan tubuh atletis, duduk di balkon rumahnya sambil menatap sekeliling. Sambil menatap sekeliling dengan pandangan tajamnya, dia merasa gelisah dan terombang-ambing dalam gelombang kebosanan rutinitas sehari-hari yang begitu monoton dan membosankan. Setiap harinya, dia terjebak dalam siklus yang sama, tanpa ada perubahan yang signifikan yang bisa menggoyahkan hidupnya yang terasa terikat. Ia melihat buku-buku bacaannya yang tergeletak rapi di meja, pikirannya melayang jauh mencari makna sejati dari hidup yang penuh tanda tanya.Tiba-tiba, Ningsih, seorang wanita paruh baya yang telah lama mengabdi pada keluarga itu, datang membawa secangkir teh hangat. "Permisi, Den. Ini tehnya. Tadi ada pesan dari Tuan, bahwa setelah selesai membaca buku, temuilah Tuan di bawah," ucap Ningsih dengan lembut, membuyarkan pikiran Bara yang kalutBara menoleh dan menghela napas. Kemudian, tanpa banyak bicara, ia pun beranjak dari balkon rumahnya“Masih tertarik

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-14

Bab terbaru

  • Anak Jendral dan Desa Penyamun   Mulai dipercaya

    Beberapa hari berlalu, Bara yang dalam masa pemulihan kini sudah bisa berjalan walau dengan langkah agak pincang, dia berjalan ke arah depan teras rumah itu dan duduk disana.Aisyah terlihat lari ke luar menuju arah depan, matanya menatap ke kiri dan kanan seperti mencari seseorang, "Syah? cari siapa?" seru Bara dari depan terasAisyah menoleh, seketika kekhawatiran yang terlihat di wajahnya berubah jadi cemberut"Ah, kalau keluar bilang dong. Aku pikir kamu di culik anak buah Sapto" bentak Aisyah"Aduh jangan marah marah, saya di dalam tadi pegel banget tiduran terus jadi saya keluar dan duduk disini" jelas Bara Aisyah hanya menggeleng kepala dan masuk ke dalam, membiarkan Bara menikmati ketenangan di depan teras ituSaat sedang asyik merenung Bara di kejutkan dengan selongsong peluru yang menembus kursi karena meleset se inci dari pundaknya"Bangsat!" teriak Bara, nafasnya berderu kencang, jantungnya mungkin berhenti berdetak sebentar saat mendengar dentuman peluru ituDalam waktu

  • Anak Jendral dan Desa Penyamun    Dikeroyok

    Bara turun ke area lobby penginapan. Waktu menunjukkan pukul 6.12 pagi. Wajahnya terlihat begitu kesal, alisnya mengkerut saat dia berjalan menuju meja resepsionis."Mbak, saya tahu ini penginapan, tapi semalam saya tidak bisa tidur. Saya terus-menerus terganggu oleh suara dari kamar-kamar di sebelah saya," keluh Bara pada resepsionis yang cantik itu."Mas, begini ya. Di penginapan desa ini, semua kamar digunakan untuk aktivitas yang kurang pantas. Mungkin hanya Mas saja yang datang ke sini untuk menginap. Saya juga tidak bisa berbuat apa-apa," jelas resepsionis itu dengan wajah yang penuh penyesalan.Dengan emosi, Bara memukul meja di depannya. "Halah, tidak jelas."Bara menghela nafas. Nampak sekali emosinya tak bisa tertahan saat dia bergegas pergi keluar mencari makan. Dengan mata yang berat, dia melangkah keluar dengan perasaan kesal. Perutnya lapar, dan dia merasa seperti orang bodoh saat ini."Pak, tolong satu porsi nasi ikan goreng dan air mineral," pinta Bara sambil langsung

  • Anak Jendral dan Desa Penyamun   Penginapan ecek ecek

    Bara bangun dengan keadaan kepala yang pusing dan sedikit berkunang-kunang. Dia menatap ke arah jam tangannya yang menunjukkan pukul 03.18. Dia bangun dan duduk di samping kasurnya, mencoba mengumpulkan tenaga untuk pergi ke kamar mandi. Rasanya dia ingin muntah, mungkin karena semalam dia memang terlalu banyak minum.Bara yang berjalan ke kamar mandi segera membuka kran wastafel dan membasuh wajahnya. Kepalanya masih terasa berat. "Sepertinya memang harus kembali tidur," pikirnya saat melihat bayangan dirinya di cermin.Dia kembali ke kasurnya lalu perlahan merebahkan diri, mencari posisi yang enak untuk tertidur. Saat pikirannya sudah setengah sadar, tiba-tiba dia mendengar suara yang sangat menganggu dari kamar di sebelahnya."Hm. ahh. uhh" suara desahan yang begitu jelas terdengar di telinga Bara."Sialan!" ujar Bara sambil menutup kedua telinganya dengan bantal.Seperti yang kita ketahui, saat mencapai puncak suara itu akan lebih kencang dan cepat. Bara yang emosi mendengarnya me

  • Anak Jendral dan Desa Penyamun   Metropolis adalah saksi bisu

    "Kok diam?" tanya pria itu, saat melihat Bara yang kaku tak bersuara. Mata Bara masih melirik pistol itu.Pria di sampingnya langsung menjabat tangan Bara dengan senyum menyeringai, "Aku Alex, santai saja, tak perlu kamu khawatir dengan apa yang kamu lihat."Mendengar ucapan pria itu, Bara langsung mengangguk. Perasaannya sedikit tenang, walaupun sebenarnya masih ada rasa khawatir yang menyelimutinyaBara, yang adalah anak satu-satunya di keluarga, sebenarnya punya hak yang istimewa untuk menikmati semua akses, terutama karena dia adalah anak seorang jenderal. Tentu banyak hal yang diinginkan Bara bisa dia dapatkan, misalnya pergi ke tempat-tempat seperti Metropolis ini.Namun, saat masih di rumahnya, Bara hanya sibuk dengan buku dan semua hal tentang pengetahuan. Memang sesekali Bara pernah ke bar di kotanya, itupun saat diajak paman atau sepupunya. Itulah sebabnya Bara tak terlalu nyaman berada di tempat ini.Dentuman dan lampu yang berkedip-kedip itu membuat semua orang di sana sep

  • Anak Jendral dan Desa Penyamun   Desa Baru

    Setelah pemberhentian terakhirnya, Bara melanjutkan perjalanan melewati beberapa desa. Sebenarnya, dalam hati ia ingin berhenti sejenak untuk menikmati makanan khas desa tersebut atau bahkan menginap di salah satu desa tersebut. Namun, dengan pertimbangan yang matang, Bara memutuskan untuk terus melanjutkan perjalanan dan berhenti di desa yang benar-benar ingin ia tinggali.Beberapa menit kemudian dari kejauhan, Bara memperhatikan sebuah mobil Kijang yang terparkir di bahu jalan. Seorang pria dengan kaos hitam dan celana jeans terlihat sangat frustasi saat menendang-nendang bagian tengah mobil tersebut, dan membuka kap mobil. Bara perlahan memperlambat laju motornya dan berhenti tepat di samping mobil tersebut, ingin memberikan pertolongan yang diperlukan."Mobilnya kenapa, Pak?" tanya Bara sambil melepas helmnya, memperhatikan dengan seksama kerusakan yang ada.Pria tersebut menatap ke arah Bara dengan pandangan campuran antara harapan dan kekecewaan. "Ndak tau ini, Mas. Tiba-tiba m

  • Anak Jendral dan Desa Penyamun   Ternyata, Desa itu?

    Bara melanjutkan perjalanannya setelah berpamitan dengan Ki Sugeng. Saat berkendara di sepanjang jalan yang sunyi dan sepi, dia tak sengaja melihat sebuah warung kecil yang terletak di pinggir jalan. Rasa haus yang menghampirinya membuatnya memutuskan untuk singgah sejenak dan mengisi ulang energi.Dengan hati yang penuh harap, Bara menghampiri warung itu dan memesan segelas kopi hangat. Pemilik warung, seorang pria paruh baya berumur sekitar 50 tahunan, menyambut kedatangannya dengan senyuman hangat. "Mas dari mana dan mau ke mana ?" tanya sang pemilik warung dengan rasa ingin tahu yang tulus.Bara tersenyum ramah dan menjawab dengan penuh keceriaan, "Saya hanya sedang berkelana, Pak. Beberapa hari yang lalu, saya sempat menginap di salah satu Penginapan di desa Kendra. Dan sekarang, saya melanjutkan perjalanan lagi untuk menjelajahi tempat-tempat baru."Pemilik warung terkejut mendengar nama desa Kendra yang disebutkan oleh Bara. Tatapannya penuh keheranan dan penasaran. "Desa Kendr

  • Anak Jendral dan Desa Penyamun   Keputusan yang membingungkan

    Bara berjalan kembali ke Penginapan setelah mendapat jawaban dari Kenanga. Desa itu terasa begitu akrab dan hangat baginya tapi kata kata Kenanga ada benarnya juga.Ketika ia hampir sampai di persimpangan menuju Penginapan, Bara berpapasan dengan seorang pemuda yang tampak terkejut melihatnya. Pemuda itu dengan terburu-buru berkata, "Mas, apapun tujuanmu, segeralah pergi dari desa ini. Auramu terlalu terang, Mas." Tanpa menunggu jawaban dari Bara, pemuda itu berlalu dengan cepat.Bara terdiam, memandang pemuda yang menjauh dengan kebingungan. 'Apa maksud dari kata-kata pemuda itu? Aura terang, apa maksudnya?'Keanehan-keanehan yang terjadi di desa ini semakin membuatnya bimbang apakah ia harus tetap tinggal atau pergi."Loh Mas, dari mana?" tanya seorang yang lewat, Bapak itu adalah penjual bensin eceran yang awalnya menunjukkan jalan untuk Bara"Eh ini Pak saya mau balik ke Penginapan, tapi sebelum itu apa Bapak tau mungkin ada tetua di kampung ini?. Kebetulan saya mau ketemu beliau."

  • Anak Jendral dan Desa Penyamun   Pesona Kenanga si Gadis Desa

    Setelah perbincangan yang hangat tadi, Bara kembali ke kamarnya dan mulai sibuk menulis jurnalnya perjalanannya. Sudah beberapa jam ia asyik mencatat pengalaman-pengalaman dan pikiran-pikirannya. Tiba-tiba, ia mendengar suara ketukan yang datang dari pintu kamarnya. Bara mengernyit heran, karena ia tidak sedang mengharapkan kedatangan siapapun.Dengan hati-hati, Bara membuka pintu dan terkejut melihat seorang wanita cantik berdiri di hadapannya. Wanita itu tersenyum manis, "Maaf menganggu Mas. Saya Kenanga, cucu dari Nenek Lastri yang tadi Mas tolong""Oh iya, saya Bara" Bara keluar dari kamar dan berdiri berhadapan dengan Kenanga"Ini Mas, saya bawa makanan. Bentuk ucapan terima kasih saya karena Mas Bara sudah mau membantu Nenek saya tadi" Kenanga menyodorkan sebuah rantang berisi makanan yang terlihat lezat. Bara merasa senang dan terharu dengan perhatian Kenanga. "Wah, saya sangat berterima kasih." Bara menerima makanan itu dengan wajah yang bahagia"Baiklah Mas, saya balik dulu.

  • Anak Jendral dan Desa Penyamun   Jadi siapa itu Pria itu?

    Keesokan harinya, Bara terbangun dengan kicauan burung yang merdu. Matanya terbuka perlahan, semalam dia tertidur sangat lelap.Bara membuka jendela kamarnya melihat pemandangan yang menakjubkan hamparan sawah yang asri, aliran air yang gemericik tenang membuat pagi itu terasa sangat lengkap, dia meregangkan tubuhnya sebentar mencuci mukanya di kamar mandi, lalu mengambil kaos biru yang dia gantung di belakang pintu kemudian memakainya dan beranjak ke luar. 'Cuacanya sangat bagus, sayang kalau tidak dinikmati'"Selamat pagi Sekar" Bara menyapa wanita itu yang sedang sibuk di taman bunganyasekar menoleh dengan tersenyum, "Selamat pagi Prajurit" balasnya dengan tawa kecil"Ada ada saja kamu, oh iya hari ini menunya apa?" tanya Bara yang nampak begitu penasaran "Hmm, yang pasti semua yang disediakan takan pernah kamu dapatkan di tempat lain, karena disini kami memasak dengan penuh cinta" Sekar menjawab dengan menggambar bentuk hati di langit"Wihhh, baiklah chef yang memasak dengan cint

DMCA.com Protection Status