Beranda / Pendekar / Anak Jendral dan Desa Penyamun / Perjalanan mencari jati diri

Share

Perjalanan mencari jati diri

Penulis: Betzy viona
last update Terakhir Diperbarui: 2024-01-14 20:59:05

Tok..tok!!!

"Siapa?" teriak Bara, masih dalam keadaan terbakar emosi.

"Ini Ibundamu, boleh Bunda masuk, Nak?" suara yang lembut menjawab teriakan Bara itu.

"Iya, Bunda," jawab Bara dengan suara yang agak reda, merasa sedikit lega mendengar suara ibunya.

Sartika, Nyonya rumah itu, seorang wanita yang terlihat anggun dan begitu lemah lembut, memasuki kamar anak tunggalnya. Meskipun usianya sudah tidak muda lagi, kecantikannya masih terpancar dengan gemilang. Wajahnya yang lembut dan senyumnya yang hangat membuat siapa pun merasa nyaman di dekatnya.

"Kalau tidak mau mengambil jabatan itu, kamu mau jadi apa, Nak? Kamu bilang mau merantau, mau kemana kamu? Disini, hidupmu dekat dengan orang tua, semua fasilitas yang kamu butuhkan tersedia. Koneksi Ayahandamu lebih dari cukup untuk kamu bisa menjadi orang sukses. Apa yang kamu cari, Nak?" Runtutan pertanyaan itu menyerbu Bara, menciptakan keheningan yang tegang di dalam kamar.

Bara menatap Ibunda yang selalu ada di sisinya, selalu membelanya, dan terlihat begitu sangat khawatir atas keputusan anaknya itu. Ia merasakan beban yang berat di pundaknya, merasa ditantang untuk menjelaskan apa yang ada di dalam hatinya.

"Pikirkanlah baik-baik, Nak. Setiap keputusan yang kamu buat hari ini adalah sesuatu yang akan kamu terima di kemudian hari," lanjut Sartika dengan suara lembut namun penuh kebijaksanaan. Ia kemudian meninggalkan kamar anaknya, memberikan waktu dan ruang bagi Bara untuk merenungkan kata-kata yang baru saja disampaikan.

***

Hari itu tanggal 2 Juni 2019, suasana di rumah Bara terasa tegang. Bara, yang sudah mengemasi barang-barangnya, turun ke bawah hendak berpamitan. Di ruang tamu, terlihat kedua orangtuanya yang sedang berbincang. Tiba-tiba, mereka terhenti dan menatap Bara dengan ekspresi campuran dari keheranan, kekhawatiran, dan mungkin juga sedikit kekecewaan.

"Heh... Jadi, mantap sekali langkahmu keluar dari rumah ini?" tanya Ayahnya dengan nada remeh.

"Nak, sudah yakin dengan keputusanmu?" Ibunya menimpali dengan suara lembut namun penuh kekhawatiran.

Bara mengangguk mantap, memberikan jawaban yang jelas atas pertanyaan-pertanyaan itu. Dia mendekati Ibunya, berlutut di depannya, memohon restu atas perjalanannya yang belum pasti tujuannya, namun yang pasti adalah keinginannya untuk keluar dari rasa bosan yang telah menghantuinya selama ini.

""Jangan membuat keputusan ketika sedang emosi, Nak. Urungkanlah niatmu untuk pergi," pinta Ibunya dengan suara yang penuh kelembutan, mencium pucuk kepala Bara dengan penuh kasih sayang.

Bara yang masih berlutut di hadapan Ibunya menatap mata wanita yang begitu ia cintai. "Bunda, aku sudah dewasa dan telah mencapai saatnya untuk mencari jalan hidupku sendiri. Aku mohon restumu, Bunda," kata Bara dengan suara yang penuh rasa harap, lalu ia bersujud dan mencium lembut kaki Ibunya sebagai tanda penghormatan dan permohonan.

Melihat hal tersebut, Ibunya pundak Bara dengan penuh kasih sayang, merasakan getaran keberanian dan tekad dalam genggaman itu. "Hati-hati ya, Nak. Jaga dirimu dengan baik, dan pulanglah dengan selamat," ucap Ibunya dengan nada yang penuh kekhawatiran, tak bisa menyembunyikan perasaannya yang cemas di raut wajahnya yang penuh kasih.

Ibunya menatap sang Ayah dengan harapan yang dalam, berharap suaminya mengucapkan sesuatu yang bisa merubah keputusan Bara, agar anak semata wayang mereka tak jadi meninggalkan rumah. Namun, Ayahnya tetap teguh pada pendiriannya, tak bergeming sedikit pun. Keputusan Bara untuk pergi tampaknya tak bisa digoyahkan oleh apapun, termasuk oleh kerasnya sang Ayah

"Cepat pergilah, aku muak melihat anak pembangkang sepertimu! Pergi dan jangan pernah menginjakan kaki lagi di rumah ini!" Suara ayahnya terdengar memenuhi ruangan, bergema seiring dengan tangis yang pecah dari bibir sang ibu. Tangisnya mencerminkan kepedihan dan kehancuran yang dirasakan oleh kedua orang tua Bara dalam momen yang sulit ini.

Bara berdiri menatap ayahnya dengan berani, menunjukkan bahwa dia adalah laki laki yang bertanggung jawab pada perkataannya. Kemudian dia menatap ibunya, "Terima kasih sudah percaya padaku,Bun" kata Bara dengan suara yang penuh rasa terima kasih. Ia mencium punggung tangan Ibunya sebagai tanda penghormatan dan kasih sayang. Kemudian, dengan langkah mantap, ia melangkah keluar rumah menuju motornya yang sudah siap menemani perjalanan barunya. Lambaian tangan Ibunya mengiringi kepergian Bara, memberikan dukungan dan doa yang tak terucapkan secara langsung.

"Den... Den..." suara yang cukup familiar terdengar memanggil Bara, membuatnya menghentikan motornya dan mencari sumber suara itu dengan penuh keingintahuan. Dari kejauhan, terlihat Ningsih berlari terseok-seok dengan nafas terengah-engah, tampaknya ada sesuatu yang penting yang ingin dia sampaikan kepada Bara.

Dengan cepat, Bara melambaikan tangannya dengan penuh kekhawatiran, memberi sinyal bahwa ia melihat Ningsih dan siap mendengarkan apa yang ingin disampaikannya. "Ada apa, Bi? Astaga!" Bara memegang pundak wanita itu dengan sigap, khawatir dengan keadaannya yang tampak kelelahan dan terengah-engah.

"Ini, Den... hah... huhh..." Ningsih mencoba mengatur nafasnya yang terseret oleh kecepatan larinya. Dalam genggaman tangannya, terlihat sebuah gelang yang tampak berkilauan dan memiliki makna yang mendalam.

Bara memperhatikan gelang yang hendak diberikan oleh Ningsih, matanya penuh dengan rasa penasaran dan keingintahuan. "Apa ini, Bi?" tanyanya dengan suara yang penuh antusiasme, penasaran dengan objek yang dipegang oleh Ningsih dan ingin mengetahui arti di baliknya.

"Ini adalah gelang dari saya, Den. Saya berharap agar Den Bara selalu dilindungi sepanjang perjalanan ini," ucap Ningsih dengan suara yang penuh harap dan mata yang berkaca-kaca, menunjukkan betapa pentingnya gelang itu bagi Bara dan betapa besar harapannya untuk keselamatan dan keberhasilan Bara dalam perjalanannya.

Bara tersenyum, merasa tersentuh dengan tindakan dan harapan yang tulus dari Ningsih. "Terima kasih, Bi," ujarnya dengan suara yang penuh dengan rasa terima kasih dan juga kehangatan. Sambil memakai gelang itu di pergelangan tangannya. Gelang itu terlihat sangat pas dan memberikan semacam perlindungan dan dukungan tak terlihat bagi Bara, mengingatkannya bahwa dia tidak sendirian dalam perjalanan hidupnya.

Kemudian, setelah berpamitan dengan Ningsih, Bara melanjutkan perjalanan. Namun, dalam perjalanan itu, perkataan Ayahnya terus terngiang-ngiang di telinganya. Kata-kata itu memberikan dorongan dan menambah keberanian dalam dirinya.

Dalam perjalanan yang dilaluinya, Bara merasakan beban berat yang terletak di dadanya. Kata-kata yang terlontar dari ayahnya saat mengusirnya dari rumah masih terus menghantui pikirannya, mematahkan hatinya yang penuh dengan kerinduan dan keinginan untuk diterima. Namun, dalam keheningan malam yang gelap, Bara membulatkan tekadnya untuk terus berjalan, mencari jati dirinya yang sejati.

Setiap jalan yang diambilnya adalah langkah menuju kebebasan dan kehidupan yang sesuai dengan nilai-nilai dan impian yang menggelora dalam dirinya. Meskipun hatinya terasa hancur, Bara menemukan kekuatan baru dalam dirinya untuk terus maju, memperjuangkan haknya untuk menentukan nasibnya sendiri. Dalam perjalanan yang penuh tantangan dan ketidakpastian, Bara berjanji pada dirinya sendiri bahwa dia akan membuktikan kepada dunia dan terutama kepada ayahnya bahwa dia mampu meraih kebahagiaan dan kesuksesan dengan caranya sendiri. Dengan tekad yang tak tergoyahkan dan semangat yang membara, Bara melangkah maju, siap menghadapi segala rintangan dan menemukan jati dirinya yang sejati di tengah perjalanan hidup yang menantang.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
acbcdefghijkala
semangat torr
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Anak Jendral dan Desa Penyamun   Pria tua, Pemilik warung

    Bara melanjutkan perjalanannya dengan sepeda motornya hingga hari mulai gelap. Sinar matahari perlahan tenggelam di cakrawala, mewarnai langit dengan nuansa oranye yang memukau. Perutnya mulai keroncongan, mengingatkannya bahwa waktunya untuk mencari tempat persinggahan..Tepat di samping jalan yang dilalui, Bara melihat sebuah warung kecil yang cukup ramai dengan orang orang. Cahaya lampu warung yang hangat menyambutnya, menciptakan suasana yang mengundang. Tanpa ragu, dia memutuskan untuk berhenti sejenak dan menemukan hidangan yang lezat untuk makan malamnya.Ketika Bara memasuki warung, pemiliknya, seorang pria tua dengan wajah berkeriput namun penuh dengan kehangatan, menyambutnya dengan senyuman hangat. "Selamat malam, Nak. Apa yang bisa saya bantu?" tanya pria tua itu dengan ramah, suaranya terdengar lembut seperti embun pagi yang menyapa.Bara menjawab dengan sopan, "Selamat malam, Pak. Saya pesan kopinya satu gelas dan gorengannya, jika boleh." Suara Bara terdengar lembut na

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-14
  • Anak Jendral dan Desa Penyamun   Dimana ini ?

    Bara melanjutkan perjalanannya di jalur yang sepi. Meskipun sudah malam, dia berharap bisa menemui kendaraan lain yang lewat. Namun, semakin dia berkendara, semakin terkejut dia dengan keadaan sekitarnya. Tidak ada satu pun kendaraan yang lewat di jalur tersebut. Pikirannya mulai dipenuhi dengan kebingungan.Bara memperhatikan sekelilingnya dengan seksama. 'Hah, apakah aku tersesat? atau memang jalan ini terlihat sama' batin BaraPohon dan rambu jalan yang berapa di tempat yang sama membuat Bara keheranan, 'Aku sudah melewati pohon yang patah ini 3 kali, tidak mungkin setiap jalan pohonnya patah!'Dia merasa seperti terjebak dalam lingkaran yang tak berujung. Kekhawatirannya semakin bertambah ketika gerimis mulai turun, membuat pandangan ke arah jalan menjadi sedikit tidak jelas."Yang benar saja langit! Aku tidak berpikir harus membawa jas hujan" Bara menepuk dahinyaAkhirnya, Bara memutuskan untuk berbalik arah dan kembali ke warung tempat dia bertemu dengan pria tua yang ramah sebel

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-14
  • Anak Jendral dan Desa Penyamun   Percakapan tentang Desa

    Setelah bangun dan merasa lapar, Bara memutuskan untuk mencari makan siang di desa tersebut. Dia melihat banyak warung makan kecil di sekitar desa, dan berharap bisa menemukan tempat yang cocok untuk makan. Namun, saat dia mendekati salah satu warung, dia melihat wajah pemilik warung yang tiba-tiba berubah menjadi ketakutan. Mereka dengan cepat menutup gorden dan pintu warung mereka.'Apa yang terjadi' Bara merasa bingung dan heran dengan reaksi pemilik warung tersebut. Dia mencoba menghampiri warung lain, tetapi situasinya sama.Para pemilik warung terlihat takut dan menutup pintu mereka ketika melihat Bara mendekat. Bara merasa semakin lapar dan kebingungan. Dia terus berjalan berkeliling desa, mencari warung yang menerima pembeli dari luar.Namun, setelah sepuluh menit berkeliling, Bara menyadari bahwa semua warung di desa tersebut memperlakukannya dengan sikap yang sama. Dia merasa frustasi dan kecewa. Perutnya semakin keroncongan, tetapi tidak ada tempat untuk membeli makanan.Ak

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-14
  • Anak Jendral dan Desa Penyamun   Jadi siapa itu Pria itu?

    Keesokan harinya, Bara terbangun dengan kicauan burung yang merdu. Matanya terbuka perlahan, semalam dia tertidur sangat lelap.Bara membuka jendela kamarnya melihat pemandangan yang menakjubkan hamparan sawah yang asri, aliran air yang gemericik tenang membuat pagi itu terasa sangat lengkap, dia meregangkan tubuhnya sebentar mencuci mukanya di kamar mandi, lalu mengambil kaos biru yang dia gantung di belakang pintu kemudian memakainya dan beranjak ke luar. 'Cuacanya sangat bagus, sayang kalau tidak dinikmati'"Selamat pagi Sekar" Bara menyapa wanita itu yang sedang sibuk di taman bunganyasekar menoleh dengan tersenyum, "Selamat pagi Prajurit" balasnya dengan tawa kecil"Ada ada saja kamu, oh iya hari ini menunya apa?" tanya Bara yang nampak begitu penasaran "Hmm, yang pasti semua yang disediakan takan pernah kamu dapatkan di tempat lain, karena disini kami memasak dengan penuh cinta" Sekar menjawab dengan menggambar bentuk hati di langit"Wihhh, baiklah chef yang memasak dengan cint

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-15
  • Anak Jendral dan Desa Penyamun   Pesona Kenanga si Gadis Desa

    Setelah perbincangan yang hangat tadi, Bara kembali ke kamarnya dan mulai sibuk menulis jurnalnya perjalanannya. Sudah beberapa jam ia asyik mencatat pengalaman-pengalaman dan pikiran-pikirannya. Tiba-tiba, ia mendengar suara ketukan yang datang dari pintu kamarnya. Bara mengernyit heran, karena ia tidak sedang mengharapkan kedatangan siapapun.Dengan hati-hati, Bara membuka pintu dan terkejut melihat seorang wanita cantik berdiri di hadapannya. Wanita itu tersenyum manis, "Maaf menganggu Mas. Saya Kenanga, cucu dari Nenek Lastri yang tadi Mas tolong""Oh iya, saya Bara" Bara keluar dari kamar dan berdiri berhadapan dengan Kenanga"Ini Mas, saya bawa makanan. Bentuk ucapan terima kasih saya karena Mas Bara sudah mau membantu Nenek saya tadi" Kenanga menyodorkan sebuah rantang berisi makanan yang terlihat lezat. Bara merasa senang dan terharu dengan perhatian Kenanga. "Wah, saya sangat berterima kasih." Bara menerima makanan itu dengan wajah yang bahagia"Baiklah Mas, saya balik dulu.

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-15
  • Anak Jendral dan Desa Penyamun   Keputusan yang membingungkan

    Bara berjalan kembali ke Penginapan setelah mendapat jawaban dari Kenanga. Desa itu terasa begitu akrab dan hangat baginya tapi kata kata Kenanga ada benarnya juga.Ketika ia hampir sampai di persimpangan menuju Penginapan, Bara berpapasan dengan seorang pemuda yang tampak terkejut melihatnya. Pemuda itu dengan terburu-buru berkata, "Mas, apapun tujuanmu, segeralah pergi dari desa ini. Auramu terlalu terang, Mas." Tanpa menunggu jawaban dari Bara, pemuda itu berlalu dengan cepat.Bara terdiam, memandang pemuda yang menjauh dengan kebingungan. 'Apa maksud dari kata-kata pemuda itu? Aura terang, apa maksudnya?'Keanehan-keanehan yang terjadi di desa ini semakin membuatnya bimbang apakah ia harus tetap tinggal atau pergi."Loh Mas, dari mana?" tanya seorang yang lewat, Bapak itu adalah penjual bensin eceran yang awalnya menunjukkan jalan untuk Bara"Eh ini Pak saya mau balik ke Penginapan, tapi sebelum itu apa Bapak tau mungkin ada tetua di kampung ini?. Kebetulan saya mau ketemu beliau."

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-15
  • Anak Jendral dan Desa Penyamun   Ternyata, Desa itu?

    Bara melanjutkan perjalanannya setelah berpamitan dengan Ki Sugeng. Saat berkendara di sepanjang jalan yang sunyi dan sepi, dia tak sengaja melihat sebuah warung kecil yang terletak di pinggir jalan. Rasa haus yang menghampirinya membuatnya memutuskan untuk singgah sejenak dan mengisi ulang energi.Dengan hati yang penuh harap, Bara menghampiri warung itu dan memesan segelas kopi hangat. Pemilik warung, seorang pria paruh baya berumur sekitar 50 tahunan, menyambut kedatangannya dengan senyuman hangat. "Mas dari mana dan mau ke mana ?" tanya sang pemilik warung dengan rasa ingin tahu yang tulus.Bara tersenyum ramah dan menjawab dengan penuh keceriaan, "Saya hanya sedang berkelana, Pak. Beberapa hari yang lalu, saya sempat menginap di salah satu Penginapan di desa Kendra. Dan sekarang, saya melanjutkan perjalanan lagi untuk menjelajahi tempat-tempat baru."Pemilik warung terkejut mendengar nama desa Kendra yang disebutkan oleh Bara. Tatapannya penuh keheranan dan penasaran. "Desa Kendr

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-15
  • Anak Jendral dan Desa Penyamun   Desa Baru

    Setelah pemberhentian terakhirnya, Bara melanjutkan perjalanan melewati beberapa desa. Sebenarnya, dalam hati ia ingin berhenti sejenak untuk menikmati makanan khas desa tersebut atau bahkan menginap di salah satu desa tersebut. Namun, dengan pertimbangan yang matang, Bara memutuskan untuk terus melanjutkan perjalanan dan berhenti di desa yang benar-benar ingin ia tinggali.Beberapa menit kemudian dari kejauhan, Bara memperhatikan sebuah mobil Kijang yang terparkir di bahu jalan. Seorang pria dengan kaos hitam dan celana jeans terlihat sangat frustasi saat menendang-nendang bagian tengah mobil tersebut, dan membuka kap mobil. Bara perlahan memperlambat laju motornya dan berhenti tepat di samping mobil tersebut, ingin memberikan pertolongan yang diperlukan."Mobilnya kenapa, Pak?" tanya Bara sambil melepas helmnya, memperhatikan dengan seksama kerusakan yang ada.Pria tersebut menatap ke arah Bara dengan pandangan campuran antara harapan dan kekecewaan. "Ndak tau ini, Mas. Tiba-tiba m

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-28

Bab terbaru

  • Anak Jendral dan Desa Penyamun   Mulai dipercaya

    Beberapa hari berlalu, Bara yang dalam masa pemulihan kini sudah bisa berjalan walau dengan langkah agak pincang, dia berjalan ke arah depan teras rumah itu dan duduk disana.Aisyah terlihat lari ke luar menuju arah depan, matanya menatap ke kiri dan kanan seperti mencari seseorang, "Syah? cari siapa?" seru Bara dari depan terasAisyah menoleh, seketika kekhawatiran yang terlihat di wajahnya berubah jadi cemberut"Ah, kalau keluar bilang dong. Aku pikir kamu di culik anak buah Sapto" bentak Aisyah"Aduh jangan marah marah, saya di dalam tadi pegel banget tiduran terus jadi saya keluar dan duduk disini" jelas Bara Aisyah hanya menggeleng kepala dan masuk ke dalam, membiarkan Bara menikmati ketenangan di depan teras ituSaat sedang asyik merenung Bara di kejutkan dengan selongsong peluru yang menembus kursi karena meleset se inci dari pundaknya"Bangsat!" teriak Bara, nafasnya berderu kencang, jantungnya mungkin berhenti berdetak sebentar saat mendengar dentuman peluru ituDalam waktu

  • Anak Jendral dan Desa Penyamun    Dikeroyok

    Bara turun ke area lobby penginapan. Waktu menunjukkan pukul 6.12 pagi. Wajahnya terlihat begitu kesal, alisnya mengkerut saat dia berjalan menuju meja resepsionis."Mbak, saya tahu ini penginapan, tapi semalam saya tidak bisa tidur. Saya terus-menerus terganggu oleh suara dari kamar-kamar di sebelah saya," keluh Bara pada resepsionis yang cantik itu."Mas, begini ya. Di penginapan desa ini, semua kamar digunakan untuk aktivitas yang kurang pantas. Mungkin hanya Mas saja yang datang ke sini untuk menginap. Saya juga tidak bisa berbuat apa-apa," jelas resepsionis itu dengan wajah yang penuh penyesalan.Dengan emosi, Bara memukul meja di depannya. "Halah, tidak jelas."Bara menghela nafas. Nampak sekali emosinya tak bisa tertahan saat dia bergegas pergi keluar mencari makan. Dengan mata yang berat, dia melangkah keluar dengan perasaan kesal. Perutnya lapar, dan dia merasa seperti orang bodoh saat ini."Pak, tolong satu porsi nasi ikan goreng dan air mineral," pinta Bara sambil langsung

  • Anak Jendral dan Desa Penyamun   Penginapan ecek ecek

    Bara bangun dengan keadaan kepala yang pusing dan sedikit berkunang-kunang. Dia menatap ke arah jam tangannya yang menunjukkan pukul 03.18. Dia bangun dan duduk di samping kasurnya, mencoba mengumpulkan tenaga untuk pergi ke kamar mandi. Rasanya dia ingin muntah, mungkin karena semalam dia memang terlalu banyak minum.Bara yang berjalan ke kamar mandi segera membuka kran wastafel dan membasuh wajahnya. Kepalanya masih terasa berat. "Sepertinya memang harus kembali tidur," pikirnya saat melihat bayangan dirinya di cermin.Dia kembali ke kasurnya lalu perlahan merebahkan diri, mencari posisi yang enak untuk tertidur. Saat pikirannya sudah setengah sadar, tiba-tiba dia mendengar suara yang sangat menganggu dari kamar di sebelahnya."Hm. ahh. uhh" suara desahan yang begitu jelas terdengar di telinga Bara."Sialan!" ujar Bara sambil menutup kedua telinganya dengan bantal.Seperti yang kita ketahui, saat mencapai puncak suara itu akan lebih kencang dan cepat. Bara yang emosi mendengarnya me

  • Anak Jendral dan Desa Penyamun   Metropolis adalah saksi bisu

    "Kok diam?" tanya pria itu, saat melihat Bara yang kaku tak bersuara. Mata Bara masih melirik pistol itu.Pria di sampingnya langsung menjabat tangan Bara dengan senyum menyeringai, "Aku Alex, santai saja, tak perlu kamu khawatir dengan apa yang kamu lihat."Mendengar ucapan pria itu, Bara langsung mengangguk. Perasaannya sedikit tenang, walaupun sebenarnya masih ada rasa khawatir yang menyelimutinyaBara, yang adalah anak satu-satunya di keluarga, sebenarnya punya hak yang istimewa untuk menikmati semua akses, terutama karena dia adalah anak seorang jenderal. Tentu banyak hal yang diinginkan Bara bisa dia dapatkan, misalnya pergi ke tempat-tempat seperti Metropolis ini.Namun, saat masih di rumahnya, Bara hanya sibuk dengan buku dan semua hal tentang pengetahuan. Memang sesekali Bara pernah ke bar di kotanya, itupun saat diajak paman atau sepupunya. Itulah sebabnya Bara tak terlalu nyaman berada di tempat ini.Dentuman dan lampu yang berkedip-kedip itu membuat semua orang di sana sep

  • Anak Jendral dan Desa Penyamun   Desa Baru

    Setelah pemberhentian terakhirnya, Bara melanjutkan perjalanan melewati beberapa desa. Sebenarnya, dalam hati ia ingin berhenti sejenak untuk menikmati makanan khas desa tersebut atau bahkan menginap di salah satu desa tersebut. Namun, dengan pertimbangan yang matang, Bara memutuskan untuk terus melanjutkan perjalanan dan berhenti di desa yang benar-benar ingin ia tinggali.Beberapa menit kemudian dari kejauhan, Bara memperhatikan sebuah mobil Kijang yang terparkir di bahu jalan. Seorang pria dengan kaos hitam dan celana jeans terlihat sangat frustasi saat menendang-nendang bagian tengah mobil tersebut, dan membuka kap mobil. Bara perlahan memperlambat laju motornya dan berhenti tepat di samping mobil tersebut, ingin memberikan pertolongan yang diperlukan."Mobilnya kenapa, Pak?" tanya Bara sambil melepas helmnya, memperhatikan dengan seksama kerusakan yang ada.Pria tersebut menatap ke arah Bara dengan pandangan campuran antara harapan dan kekecewaan. "Ndak tau ini, Mas. Tiba-tiba m

  • Anak Jendral dan Desa Penyamun   Ternyata, Desa itu?

    Bara melanjutkan perjalanannya setelah berpamitan dengan Ki Sugeng. Saat berkendara di sepanjang jalan yang sunyi dan sepi, dia tak sengaja melihat sebuah warung kecil yang terletak di pinggir jalan. Rasa haus yang menghampirinya membuatnya memutuskan untuk singgah sejenak dan mengisi ulang energi.Dengan hati yang penuh harap, Bara menghampiri warung itu dan memesan segelas kopi hangat. Pemilik warung, seorang pria paruh baya berumur sekitar 50 tahunan, menyambut kedatangannya dengan senyuman hangat. "Mas dari mana dan mau ke mana ?" tanya sang pemilik warung dengan rasa ingin tahu yang tulus.Bara tersenyum ramah dan menjawab dengan penuh keceriaan, "Saya hanya sedang berkelana, Pak. Beberapa hari yang lalu, saya sempat menginap di salah satu Penginapan di desa Kendra. Dan sekarang, saya melanjutkan perjalanan lagi untuk menjelajahi tempat-tempat baru."Pemilik warung terkejut mendengar nama desa Kendra yang disebutkan oleh Bara. Tatapannya penuh keheranan dan penasaran. "Desa Kendr

  • Anak Jendral dan Desa Penyamun   Keputusan yang membingungkan

    Bara berjalan kembali ke Penginapan setelah mendapat jawaban dari Kenanga. Desa itu terasa begitu akrab dan hangat baginya tapi kata kata Kenanga ada benarnya juga.Ketika ia hampir sampai di persimpangan menuju Penginapan, Bara berpapasan dengan seorang pemuda yang tampak terkejut melihatnya. Pemuda itu dengan terburu-buru berkata, "Mas, apapun tujuanmu, segeralah pergi dari desa ini. Auramu terlalu terang, Mas." Tanpa menunggu jawaban dari Bara, pemuda itu berlalu dengan cepat.Bara terdiam, memandang pemuda yang menjauh dengan kebingungan. 'Apa maksud dari kata-kata pemuda itu? Aura terang, apa maksudnya?'Keanehan-keanehan yang terjadi di desa ini semakin membuatnya bimbang apakah ia harus tetap tinggal atau pergi."Loh Mas, dari mana?" tanya seorang yang lewat, Bapak itu adalah penjual bensin eceran yang awalnya menunjukkan jalan untuk Bara"Eh ini Pak saya mau balik ke Penginapan, tapi sebelum itu apa Bapak tau mungkin ada tetua di kampung ini?. Kebetulan saya mau ketemu beliau."

  • Anak Jendral dan Desa Penyamun   Pesona Kenanga si Gadis Desa

    Setelah perbincangan yang hangat tadi, Bara kembali ke kamarnya dan mulai sibuk menulis jurnalnya perjalanannya. Sudah beberapa jam ia asyik mencatat pengalaman-pengalaman dan pikiran-pikirannya. Tiba-tiba, ia mendengar suara ketukan yang datang dari pintu kamarnya. Bara mengernyit heran, karena ia tidak sedang mengharapkan kedatangan siapapun.Dengan hati-hati, Bara membuka pintu dan terkejut melihat seorang wanita cantik berdiri di hadapannya. Wanita itu tersenyum manis, "Maaf menganggu Mas. Saya Kenanga, cucu dari Nenek Lastri yang tadi Mas tolong""Oh iya, saya Bara" Bara keluar dari kamar dan berdiri berhadapan dengan Kenanga"Ini Mas, saya bawa makanan. Bentuk ucapan terima kasih saya karena Mas Bara sudah mau membantu Nenek saya tadi" Kenanga menyodorkan sebuah rantang berisi makanan yang terlihat lezat. Bara merasa senang dan terharu dengan perhatian Kenanga. "Wah, saya sangat berterima kasih." Bara menerima makanan itu dengan wajah yang bahagia"Baiklah Mas, saya balik dulu.

  • Anak Jendral dan Desa Penyamun   Jadi siapa itu Pria itu?

    Keesokan harinya, Bara terbangun dengan kicauan burung yang merdu. Matanya terbuka perlahan, semalam dia tertidur sangat lelap.Bara membuka jendela kamarnya melihat pemandangan yang menakjubkan hamparan sawah yang asri, aliran air yang gemericik tenang membuat pagi itu terasa sangat lengkap, dia meregangkan tubuhnya sebentar mencuci mukanya di kamar mandi, lalu mengambil kaos biru yang dia gantung di belakang pintu kemudian memakainya dan beranjak ke luar. 'Cuacanya sangat bagus, sayang kalau tidak dinikmati'"Selamat pagi Sekar" Bara menyapa wanita itu yang sedang sibuk di taman bunganyasekar menoleh dengan tersenyum, "Selamat pagi Prajurit" balasnya dengan tawa kecil"Ada ada saja kamu, oh iya hari ini menunya apa?" tanya Bara yang nampak begitu penasaran "Hmm, yang pasti semua yang disediakan takan pernah kamu dapatkan di tempat lain, karena disini kami memasak dengan penuh cinta" Sekar menjawab dengan menggambar bentuk hati di langit"Wihhh, baiklah chef yang memasak dengan cint

DMCA.com Protection Status