"Mas, sampai kapan kamu berpura-pura jadi suami dan ayah baik?" lirih Ariana pening.
Selama menanti kehadiran anak dan suaminya pulang, suasana hatinya sangat buruk.Berulang kali, dia memijat kening. Namun, sepertinya ujian Ariana belum berhenti.
Suara perempuan yang merupakan teman dari Ariana datang dengan panik. "Ariana! Cepat kemari!"
Teriakan Sania itu membuat Ariana berlari dengan cepat membuka pintu.
Di sana, Sania sudah berdiri dengan wajah cemas.
"Ada apa, Sania?" tanya Ariana cepat."Kamu udah tahu belum? Suami kamu kecelakaan, loh. Tadi dia ngendarain motornya ngebut banget, makanya dia nabrak mobil. Ayo!" ucap Sania dengan tatapan tegas."Astaghfirullah! Ayo, Sania," kata Ariana dengan wajah sedih.
Mereka berdua bergegas ke jalanan. Di sana, Ariana melihat segerombolan orang yang tengah menolong suaminya. Ariana juga melihat sang pemilik mobil keluar dari mobil dan berjalan dengan tatapan sinis.
"Anda punya mata nggak, sih?! Lain kali, kalo mau berkendara itu hati-hati, Pak! Lihat, mobil saya penyok gara-gara kelakuan Anda! Saya nggak mau tahu, ya! Anda harus ganti rugi!" pekik lelaki itu dengan suara lantang.Ariana yang melihat itu, berlari kecil ke arah sang pemilik mobil. Beberapa warga membantu suami Devan sembari menepikan motornya."Mohon maaf, Pak. Jika Anda ingin berdiskusi dengan Bapak ini, tolong bicarakan baik-baik, ya. Nggak enak dilihat para warga yang lain," ucap Pak Ahmad yang merupakan seorang pemimpin di perkampungan Ariana. Sang pemilik mobil dengan setelan jas hitamnya, hanya diam dan membuang muka.Di satu sisi, Ariana segera menghampiri Devan. Dia terkejut ketika melihat Devan bersama dengan salah satu temannya.Teman Devan nampak seperti orang linglung--tak membantu sama sekali.
Ariana seketika menghela nafas panjang. Ia malas jika melihat Devan bersama dengan teman-temannya yang tidak jelas itu.
"Mas, dia siapa?" tanya Ariana dengan suara pelan. Devan yang berada di samping Ariana merasa kesal."Kamu itu! Suaminya kecelakaan kok malah nanya in orang lain! Dasar Istri gak tahu diri! Bantu aku, Ma!" pekik Devan dengan nada tinggi.Semua orang sontak memperhatikan Ariana, hingga membuatnya merasa malu.
Ia bahkan mendengar beberapa orang menjadikan dirinya sebagai topik pembicaraan.
Berbeda dengan Sania yang membantu menenangkan Ariana, ia tahu benar bahwa Ariana seringkali mendapat perlakuan tidak adil dari suami Ariana. Sehingga, dia tidak menyalahkan sikap Ariana yang bertanya kepada suaminya.Kembali pada Ariana, dia membantu sang suami dengan hati-hati. Untung saja Devan tidak terluka parah, hanya kaki bagian bawahnya saja yang luka dan mengalami lebam.Selang beberapa saat kemudian, sang pemilik mobil datang dan berjalan ke arah mereka berdua."Heh! Kamu yang tadi nabrak mobil saya, kan?! Saya gak mau tahu, ya! Kamu harus ganti rugi! Totalnya lima ratus ribu! Dan harus kamu bayar sekarang juga! Saya gak mau tahu!" pekik lelaki itu dengan suara lantang.Ariana mengerutkan dahi sembari menoleh ke arah Devan. "Gimana, Mas? Kamu ada uang, nggak?"
Dengan berhati-hati, Ariana bertanya pada sang suami. Namun, muka Devan justru semakin merah.
"Ya udah pasti nggak, lah! Kamu pakek nanya lagi, dasar Istri tolol!" jawab Devan sembari berbisik tepat di telinga istrinya.Ariana mengepalkan tangannya kesal. Rasanya, ingin dia berteriak. Namun, dia kembali menenangkan dirinya.
Dengan pelan, Ariana berkata kepada sang pemilik mobil, "Mohon maaf, Pak. Bisakah saya meminta keringanan waktu untuk membayar kerugian atas mobil Bapak?"
Nadanya memohon--meminta pengertian. Namun, pria berjas itu tampak tak tersentuh.
"Nggak ada ceritanya dibayar nanti! Kamu pikir, ini shoope pay later, apa?! Cepat! Bayar sekarang juga! Kalo nggak, motormu yang saya buat ganti rugi!" pekik sang pemilik mobil.Siana yang melihat hal itu seketika terenyuh melihat sahabatnya diperlakukan kasar. Lantas, ia pun berjalan ke arah mereka berdua.
Setelah itu, dia mengambil uang dari dompetnya dan memberikan uang lima ratus ribu kepada sang pemilik mobil."Mohon maaf, Pak. Ini uangnya, biar saya yang ganti rugi," ucap Siana sembari tersenyum."Gitu, dong! Gak usah banyak alasan! Saya juga males urusan sama orang kaya begitu." Sang pemilik mobil itu merasa senang. Ia pun mengambil uang itu tanpa berterima kasih dan segera pergi dari mereka berdua.
Ariana terkejut setengah mati.
"Siana, kamu nggak seharusnya ngelakuin itu," ucap Ariana dengan suara lirih.Namun, Siana hanya tersenyum sembari menggenggam kedua tangan Ariana.
"Nggak apa-apa, Ariana. Kamu bisa ganti kapan aja. Aku cuman mau bantu kamu," ucap Siana sembari tersenyum.Ariana lantas tersentuh dengan apa yang dilakukan temannya.
"Terima kasih, Siana. Tanpa kamu, aku nggak tahu lagi apa yang harus aku lakukan." Ariana pun memeluk Siana.Devan yang melihat itu merasa jijik dengan tingkah Ariana. Menurutnya, Ariana terlalu melebih-lebihkan hal yang ada di hadapannya.
"Ah, udah beres kan, masalahnya? Kalo gitu, aku pergi dulu, Ma. Kamu jaga rumah aja. Ayo, Din," ajak Devan.
Lelaki itu berdiri dengan wajah tanpa dosa. Namun, dia berdiri dengan kaki pincang. Di satu sisi, Udin yang merupakan teman Devan, mengangguk pelan.
Ariana dan Siana melihat Udin yang memiliki tato di bagian wajah. Mereka berdua juga bisa melihat sosok Udin yang memakai tindik di telinganya. Ariana yang melihat itu, bergidik ngeri. Tadi Jarot, sekarang Udin.Siapa lagi nanti?
Dengan cepat, Ariana pun segera mencegahnya. "Mas, kamu nggak mau berterima kasih sama Siana, Mas?! Dia udah bantuin kamu, lho," ucap Ariana dengan wajah kesal.Hanya saja, Devan justru menatap Ariana kesal. Dia menarik tangan kanannya dari genggaman Ariana.
"Oh, iya. Siana, makasih banyak, ya. Uangnya nanti bakalan aku ganti," kata Devan sembari tersenyum lembut.Siana menganggukkan kepala tanpa tersenyum. Justru sebaliknya, ia menatap wajah Devan dengan tatapan sinis.
Perempuan itu tahu benar kelakuan Devan. Rasanya, ingin menyuruh Ariana untuk berpisah. Namun, Ariana tak bisa.
Melihat itu, Ariana menghela nafas panjang."Mas, kamu mau pergi ke mana memangnya?" tanya Ariana berusaha tenang."Alah, kamu kok pakek nanya, sih?! Jelas-jelas kita ini mau kerja, Ariana!" jawab Devan dengan suara lantang.Siana yang melihat itu, mengepalkan tangannya, kesal. Melihat itu, Ariana berusaha menenangkan temannya.
"Kerja apa, Mas? Jangan bilang, kamu mau nongkrong sama temen-temen kamu ..." ucap Ariana semakin lama, semakin pelan, "... yang nggak jelas itu.""Kamu ini ngomong apa, sih?! Kamu nggak malu?! Di sini ada Siana, Ma! Cepetan pulang sana!" pekik Devan tak kalah lantang. Siana yang melihatnya, seketika mencoba menenangkan keduanya. "Sudah-sudah, lebih baik kalian berdua menyelesaikan permasalahan ini di rumah. Nggak baik kalo diselesaikan di jalan begini, nanti dilihat orang-orang," ucap Sania dengan suara lirih. "Ikut aku pulang, Mas! Jangan main sama temen kamu!" pekik Ariana dengan suara lantang. "Ok! Kalo itu maumu! Aku bakal turutin keinginanmu!" teriak Devan dengan suara lantang. Devan akhirnya berpamitan dengan Udin. Ia tersenyum dan berpelukan dengan sahabatnya itu. Setelah itu, dia berjalan ke motornya. Devan menyuruh Ariana menaiki motornya. "Ariana, kalo ada apa-apa, kamu hubungin aku aja, ya," ucap Siana sebelum mereka berpisah. Ariana menganggukkan kepala. Selama perjalanan, Devan mengendarai motornya dengan kencang. Degup jantung Ariana berdetak kencang."Mas, kamu jangan kenceng-kenceng dong kalo ngendarain m
Deg!"Mas, yang nabrak mobil orang itu kamu, kenapa aku yang disuruh balikin uangnya? Kamu nggak tahu terima kasih, ya?" tanya Ariana dengan suara lantang. Devan menoleh ke arah Ariana sembari menaikkan tangannya ke atas, ia telah siap menampar istrinya. "Apa, Mas? Kamu mau nampar aku lagi?! Asal kamu tahu, Mas! Aku itu gampang jantungan! Kamu mau aku mati muda gara-gara tingkahmu yang kejam, Mas?!" tanya Ariana, ia berusaha memberi tahu Devan. Berusaha agar suaminya mengerti keadaannya. Devan menurunkan tangannya dan meninggalkan Ariana tanpa melontarkan sebuah makian atau hal buruk lainnya. Sementara itu, Ariana masih memikirkan perkataan Devan."Aduh, gimana kalo Mas Devan beneran nggak bisa bayar utangnya ke Sania, ya?" batin Ariana. Wanita itu sama sekali tak tenang. Akhirnya, setelah dia membereskan pecahan gelas itu. Ariana berusaha mencari lowongan pekerjaan melalui ponselnya. Namun, ia sama sekali tak menemukan apa-apa."Haduh, ini kenapa lowongannya udah penuh, ya? Gimana
Devan melotot ke arah Ariana. Ia tak menyangka perempuan itu berani menyulut emosinya. Ia mencengkeram tangan istrinya dan berjalan membawanya masuk ke kamar. Tak akan ada ampunan untuk wanita itu hari ini, pikirnya. “Vasya, kamu tunggu sini dulu, ya. Ayah mau bicara sama Mama kamu!” bentak Devan dengan nada tinggi. Tidak masalah jika Ariana terkena serangan jantung atau hal lainnya sekarang. Wanita itu hanya ingin tahu di mana hati nurani suaminya. “Masuk kamu, Ma!” pekik Devan sambil membanting tubuh Ariana ke dinding kamar, tanpa peduli nanti istrinya terluka atau tidak.Setelahnya, ia menutup pintu dengan kencang dan menguncinya. Devan langsung menjambak rambut Ariana. “Puas kamu, Ma?! Kenapa kamu bersikap kurang ajar di hadapan temenku, Ma?!” tanya Devan. Ia sengaja berteriak di samping kanan telinga Ariana. Ia melepaskan diri dari suaminya dan menyadari bahwa telinganya memerah akibat perlakuan kejam suaminya.“Mas! Ngaku, deh! Kamu kan yang udah bikin anak kita jatuh dari
"Dasar Istri BEJAT!" pekik Devan dengan nada tinggi. Lelaki itu memukul meja tongkrongan dengan gusar. "Sabar, Devan. Sabar," ucap Udin sembari mengelus punggung temannya. "Gimana aku bisa sabar, Din?! Istriku itu kayak setan! Dia gak pernah nurut sama aku! Bisanya cuman nyinyir di hadepanku! Gak pernah ngomong baik ke aku! Kurang ajar banget kan, Din?! Kenapa dulu aku mau menikah sama perempuan goblok kayak dia?! Nyesel aku!" pekik Devan, ia mengepalkan tinjunya. Habis sudah kesabaran Udin karena perilaku istri Devan. Dia mengerti apa yang dirasakan oleh temannya itu."Sabar, Devan. Kamu bisa pulangin dia sementara ke orang tuanya. Toh itu juga rumah kamu, kamu bisa usir dia dari sana," Udin mengatakannya sambil tersenyum licik. Devan merenung, benar juga apa yang dikatakan Udin. "Iya, Din! Aku setuju sama kamu! Memangnya dia siapa?! Dia itu cuman numpang hidup di rumah pemberian orang tuaku! Untung aja aku sabar! Kali ini aku harus teges sama dia, Din! Biar dia tahu, siapa pemim
"Devan! Ini Pak Robi! Buka pintunya, Devan!" Robi mengetuk pintu berkali-kali. Deg!Devan yang hampir saja berada di alam mimpi, seketika terbangun. "Aduh, kenapa Pak Rt bisa ke sini, sih?" tanyanya dalam hati. Dengan berat hati, dia berjalan ke arah pintu dan membuka pintunya. "Iya, Pak Rt?" Devan tersenyum kikuk. Ini pasti kerjaan Ariana, kan? pikirnya lagi. "Jangan senyam-senyum di hadapan saya, Devan! Saya dengar, kamu-""Loh, Ariana, kenapa kamu nangis, Sayang?" tanya Devan, lelaki itu menggenggam kedua tangan sang istri dengan wajah cemas. Ariana berusaha melepaskan tangannya, namun Devan semakin mengencangkan genggamannya. Ia merasa jijik ketika suaminya berpura-pura baik di hadapan orang lain. "Mas, lepasin tangan aku. Aku mau masuk," ucap Ariana dengan tatapan sinis. Devan menempelkan tangan kanannya ke kening Ariana. "Sayang, kamu ngapain di luar, sih? Lihat, badan kamu jadi panas, ayo ke dalam," Devan langsung memegang pundak Ariana. Meski risih, Ariana memilih untuk
"Jaga omongan kamu ya, Mas! Aku nggak terima kalo Vasya kamu jelek-jelekkin! Dia itu anak baik," wanita itu menekankan perkataannya dengan tegas. "Terserah apa katamu, lah! Ini kuncinya! Mendingan, kamu bawa dia ke kamar! Sekalian ajarin sopan santun tuh anak kamu! Biar nggak ngelawan sama orang tua!" teriak Devan dengan nada mengancam. Ia melemparkan kunci ke Ariana. Wanita itu menggenggam kunci dan berlari ke gudang bagian belakang. "Vasya, tunggu Mama, ya. Mama bakalan buka pintu ini," ucap Ariana, hati wanita itu tersentuh ketika berhadapan dengan sang anak. "Mama! Vasya takut, Ma!" teriak Vasya dari dalam ruangan. Gadis mungil itu mulai menangis. Dia tidak tahan berada di dalam gudang sendirian.Setelah pintu terbuka, Ariana berlari kecil ke gudang. Brak!Seketika, pintu tertutup dengan keras. "Ma--Mas?" Ariana berteriak kencang dari dalam pintu. Devan melotot ke arah Ariana dan Vasya sambil tertawa puas. "Rasain kalian berdua! Main sana sama tikus! Hahaha!" pekik Devan sa
"Mbak Ariana, akhirnya kamu dateng. Aduh, maaf banget, ya. Ini rumah saya berantakan, jadi nggak enak saya," ucap Bu Fira dengan wajah kikuk. Ariana menganggukkan kepalanya pelan. Ia bisa melihat tumpukan karung berisi camilan kering dan beberapa karung lainnya di sepanjang ruangan. "Nggak papa kok, Bu Fira. Saya paham," ucap perempuan itu sembari tertawa lirih. Ariana bergegas ke dalam dan mengerjakan pekerjaannya. Di sela-sela pekerjaannya, Bu Fira berbincang-bincang dengan Ariana. "Eh, Ariana. Apa benar kemarin malam kamu diusir sama suami kamu?" tanya Bu Fira dengan wajah gelisah. Ia menelan ludahnya sendiri karena tak enak menanyakan hal itu. "Hah? I.. Ibu tau dari mana?" Ariana mengerutkan dahi. Wanita itu tak menyangka bila aibnya diketahui oleh Bu Fira. "Ya ampun, masa kamu nggak tahu, sih? Berita soal kamu itu udah nyebar loh, Ariana. Kemarin malam, Siana yang nyebarin video itu. Dia diem-diem ngambil video kamu dan nyebarin ke grup paguyuban warga kampung ini," ucap Bu
Sesampainya di rumah, Ariana dihadang oleh Devan dan beberapa temannya. Wanita itu sudah cukup geram dengan suaminya yang berlebihan. Dan sekarang? Dia dibuat marah karena kehadiran teman-teman Devan. "Ma, kamu dari mana?" tanya Devan dengan suara lirih sembari menghisap putung rokok. Ariana dengan santai menjawab."Aku, Mas? Aku habis selingkuh sama orang lain!" jawab Ariana sembari tersenyum sinis. Ia memancing emosi suaminya. "Tuh, kan?! Bener apa kataku! Lihat?! Siapa orang yang mau punya Istri tukang selingkuh, hah?!" pekik Devan, ia berdiri di hadapan teman-temannya sambil tersenyum sinis. Tak lupa dengan kebanggan besar yang dia miliki. "Kamu kok bisa sih Ma, ngelakuin itu semua?!" tanya Devan. Ariana tertawa, ia memang sengaja membuat suaminya merasa bangga, sebelum dia menghancurkan suaminya dengan sebuah realita. "Mas, aku belum selesai ngomong tadi!" ucap Ariana dengan santai, ia melempar pandangan ke sekitar dengan tatapan tajam. Ia mengingat semua hal yang terjadi di