"Baik buruknya seorang anak itu tergantung bagaimana didikan orang tuanya Jadi siapa yang harus aku salahkan?" Prabu menatap Dave dengan tatapan mata tajam. "Tidak ada yang salah dengan orang tua saya, Tuan. Karena sebagai orang tua mereka telah memberikan terbaik kepada saya hanya saja mungkin sikap saya terlalu cuek kepada orang lain. Itu semua karena tak pernah mendapatkan sikap ramah dari orang-orang di sekitar saya. Waktu kecil ketika Saya hendak bermain dengan mereka pun orang tua mereka selalu melarang padahal saya tidak memiliki niat jahat buruk sekalipun pada mereka. Sejak saat itu saya tak pernah peduli dengan orang lain, hati saya kosong dan dingin kepada siapapun," Dave menatap Murni ya sekarang berdiri di samping Papanya," Tapi semenjak mengenal Putri Anda saya mengerti. Saya mengubah pandangan saya dan saya mulai peduli kepada orang lain terutama kepada putri anda. Walaupun dia telah mengkhianati saya dengan menikah dengan laki-laki lain tetapi saya tetap peduli padanya
Papa suka sama orang yang rapi Dave, dia tidak suka lelaki yang kelihatan kotor. Kamu harus memotong rambut kamu supaya kelihatan rapi," Dave saat itu memiliki rambut yang panjang dan sedikit tidak terurus," lalu kamu juga harus mencukur jambang dan kumis kamu," lanjut Murni karena saat itu walaupun usianya masih belia dia juga memiliki jambang dan kumis sehingga wajahnya terkesan kotor," baju kamu juga yang rapi jangan pakai baju seperti ini. Nanti aku belikan, ok."Dia waktu itu hanya merespon dengan mengangguk datar. Tapi, ketika datang ke rumah Murni dia tidak melakukan apa yang diucapkan oleh Murni. Dia yang sudah di wanti-wanti oleh Murni supaya bersikap sopan saat bertemu dengan orang tuanya. Justru bersikap arogan dan terkesan tidak sopan kepada Prabu. Karena itulah Prabu sangat membenci Dave dan meminta Murni untuk memutuskan Dave waktu itu juga. Dave yang tak ingin berpisah dari Murni justru mengajak Murni untuk pergi. Namun, sayang saat Dave menepati janjinya dengan menungg
Dave mengangguk lalu meraih tangan Murni."Tidak ada laki-laki manapun yang bisa menjaga kamu seperti aku menjaga kamu Murni. Menikahlah denganku dan aku berjanji akan selalu menjagamu, mungkin aku pria yang tidak sempurna tapi aku akan berusaha untuk membahagiakan kamu."Murni diam, dia dalam dilema antara menerima tawaran Dave atau tidak. Ditempat lain tepatnya disebuah rumah tua yang ada di dekat sungai. Tampak seorang laki-laki tua sedang berjalan bersama dengan seorang anak kecil. "Kakek sebenarnya Ibuku ada dimana? Apa benar Ibu ku sudah meninggal?" tanya anak kecil itu sambil menggandeng tangan keriput yang sedang memikul kayu bakar dan cangkul. Mereka berdua sepertinya baru pulang dari kebun. Kakek itu berhenti sejenak lalu menatap gadis kecil yang menatapnya penuh harap. Tiba-tiba ingatan sang kakek tertuju kejadian beberapa bulan yang lalu. Dia yang bingung mencari lauk akhirnya memutuskan untuk memancing di dekat sungai. Pada saat itulah dia melihat tubuh kecil yang meng
Kamu dari mana Dave?" tanya Murni yang saat itu sedang duduk di taman. Sekarang murni berusaha melupakan Aida, dia tidak ingin lagi mengingat-ingat tentang kejadian tragis yang menimpa anaknya walaupun itu sulit. Murni tidak terus menerus terpuruk, walau bagaimanapun hidup harus tetap diteruskan. Walaupun terkadang murni merasa bahwa Aida masih hidup dan berada di suatu tempat. Dave tersenyum," aku ada urusan sebentar. Kenapa tanya? Kamu kangen sama aku ya," goda lelaki itu. Dia hendak memeluk Murni. Namun, Murni menolak."Kita bukan mahram Dave," ucap Murni dan memang walaupun mereka tinggal satu rumah Murni selalu menjaga jarak dengan Dave. "Iya maaf," jawab Dave."Dave, Aku ingin mengadakan yasinan untuk Aida. Aku akan mengundang beberapa anak yatim untuk mengirimkan doa padanya," ucap Murni pelan. Dada wanita itu sesak saat menyebut nama Aida. Air mata hampir tak bisa dibendung. "Besok malam saja. Aku janji. Karena nanti malam aku sedang mempersiapkan sesuatu untuk kamu." Dave
Dave merasa resah apalagi mengingat hubungannya dengan Prabu tidak pernah baik. Mereka memiliki bisnis yang berseberangan sehingga membuat hubungan mereka tidak baik."Papa, Aida.." Murni tak kuasa meneruskan ucapannya. Kemarin dia sudah tegar tapi di depan kekasih pertamanya itu dia kembali lemah. Wanita itu menangis dalam dekapan papanya."Kamu dari dulu tidak pernah berubah. Kamu tidak memiliki adat dan sopan santun, itu kenapa dari dulu aku tidak pernah rela jika anakku kamu nikahi! Bukan karena kamu anak orang miskin tapi karena kamu tidak memiliki sopan santun. Aku masih ingat saat Murni membawamu datang ke rumah, kamu masuk dan melewati aku begitu saja tanpa permisi dan tanpa mau mengucapkan salam. Mulai saat itu aku membencimu dan memberi kamu label sebagai anak yang tidak pernah dididik oleh orang tuanya. Jadi aku mulai mencari tahu tentang orang tuamu dan ketika aku tahu bagaimana latar orang tuamu aku sadar, keputusan aku untuk menjauhkan Murni darimu itu sudah benar ."Dav
Ku Kembalikan Uang Suamiku "Bu sepatu Aida sobek, Aida malu Bu," adu anakku yang masih 2 SD . Wajar saja dia malu, sepatunya sobek seperti mulut buaya di depan. Bukannya aku tak peduli dengan anakku, tapi, mau bagaimana lagi aku hanya IRT yang tak punya kerjaan. Dulu aku kerja bantu-bantu tetangga tapi, begitu suami dan mertuaku tahu, pulangnya aku kena marah dan parahnya lagi orang yang memperkerjakan aku dilabrak habis-habisan oleh mertuaku."Maaf Murni, bukannya ibu gak mau bantu kamu lagi, tapi ibu malu. Kemarin mertua kamu datang ke sini dan memaki ibu, katanya ibu syok kaya padahal hutang ibu banyak. Ibu berlagak katanya sok-sokan nyari pembantu. Padahal kamu tahu, ibu sebenarnya juga gak begitu membutuhkan tenaga kamu, hanya karena ibu kasihan makanya ibu ajak kamu bantu-bantu di sini," ujar Bu Sintia dengan wajah sendu. Aku tahu sifat mertuaku pasti dia telah bicara macam-macam pada Bu Sintia.Kutarik napas dalam lalu setelah kejadian itu tak lagi kerja di tempat Bu Sintia.
Bab 2 Aku Bukan GembelTak lama kemudian notifikasi m Bankingku berbunyi dan sejumlah uang yang aku minta telah masuk ke rekeningku. Sebenarnya aku selalu mendapat transferan tiap bulan dari papaku. Tapi, aku sengaja pura-pura miskin di depan suamiku untuk menguji tanggung jawab Mas Dirga, aku mencoba bertahan walaupun hanya dijatah sisa gaji yang tak seberapa olehnya.Semua aku lakukan untuk menguji sejauh mana tanggung jawab suamiku, bisakah dia menjadi lelaki yang bertanggung jawab atau tidak. Namun, kali ini kesabaranku telah habis, mas Dirga sudah keterlaluan dengan melempar uang diwajah ku, padahal aku hanya meminta hakku saja."Bu, dapat?" tanya anakku dengan mata yang berbinar. Sepertinya dia berharap akan memakai sepatu baru esok hari agar teman-temannya tak lagi mengejeknya. maklum anak disini reseh dan usil jadi saat melihat anakku memakai sepatu bolong pasti akan menjadi bahan ejekan bagi mereka.Aku tersenyum dan kuusap lembut kepalanya."Dapat, habis ini kita pergi ke mal
Bab 3 "Awas ya kalau sampai nanti kalian gak bisa bayar, jangan harap aku mau memberikan uang untuk bayar belanja!" Teriak Mas Dirga yang membuat aku seketika menghentikan langkah. Memutar tubuh dan aku lihat Mas Dirga tersenyum mengejek."Takut kan, kalian pikir barang-barang di mall itu murah hingga PD bener mau beli ke sana! Heh, mall itu sepatu mahal, kalaupun ada yang murah itu juga sejuta, terus kalian dapat daripada uang segitu. Mau minta aku?" Mas Dirga menaikkan sebelah bibirnya," jangan harap!"Aku menarik nafas lalu mencoba tersenyum walaupun rasanya getir dan hati sakit."Jangan kuatir aku gak akan minta uang kok sama Mas Dirga karena aku tahu prioritas mas itu bukan kami tapi keluarga mas dan aku juga mau memberikan peringatan sama mas, nanti malam kamu kalau dingin jangan minta peluk istrimu lagi, kalau sakit dan gak bisa jalan juga jangan minta kami untuk ambil minum, mas suruh saja ibu sama kakak mas, termasuk kalau mas pingin, mas kelonin saja mereka," ucapku sengit