Dave mengangguk lalu meraih tangan Murni."Tidak ada laki-laki manapun yang bisa menjaga kamu seperti aku menjaga kamu Murni. Menikahlah denganku dan aku berjanji akan selalu menjagamu, mungkin aku pria yang tidak sempurna tapi aku akan berusaha untuk membahagiakan kamu."Murni diam, dia dalam dilema antara menerima tawaran Dave atau tidak. Ditempat lain tepatnya disebuah rumah tua yang ada di dekat sungai. Tampak seorang laki-laki tua sedang berjalan bersama dengan seorang anak kecil. "Kakek sebenarnya Ibuku ada dimana? Apa benar Ibu ku sudah meninggal?" tanya anak kecil itu sambil menggandeng tangan keriput yang sedang memikul kayu bakar dan cangkul. Mereka berdua sepertinya baru pulang dari kebun. Kakek itu berhenti sejenak lalu menatap gadis kecil yang menatapnya penuh harap. Tiba-tiba ingatan sang kakek tertuju kejadian beberapa bulan yang lalu. Dia yang bingung mencari lauk akhirnya memutuskan untuk memancing di dekat sungai. Pada saat itulah dia melihat tubuh kecil yang meng
Kamu dari mana Dave?" tanya Murni yang saat itu sedang duduk di taman. Sekarang murni berusaha melupakan Aida, dia tidak ingin lagi mengingat-ingat tentang kejadian tragis yang menimpa anaknya walaupun itu sulit. Murni tidak terus menerus terpuruk, walau bagaimanapun hidup harus tetap diteruskan. Walaupun terkadang murni merasa bahwa Aida masih hidup dan berada di suatu tempat. Dave tersenyum," aku ada urusan sebentar. Kenapa tanya? Kamu kangen sama aku ya," goda lelaki itu. Dia hendak memeluk Murni. Namun, Murni menolak."Kita bukan mahram Dave," ucap Murni dan memang walaupun mereka tinggal satu rumah Murni selalu menjaga jarak dengan Dave. "Iya maaf," jawab Dave."Dave, Aku ingin mengadakan yasinan untuk Aida. Aku akan mengundang beberapa anak yatim untuk mengirimkan doa padanya," ucap Murni pelan. Dada wanita itu sesak saat menyebut nama Aida. Air mata hampir tak bisa dibendung. "Besok malam saja. Aku janji. Karena nanti malam aku sedang mempersiapkan sesuatu untuk kamu." Dave
Dave merasa resah apalagi mengingat hubungannya dengan Prabu tidak pernah baik. Mereka memiliki bisnis yang berseberangan sehingga membuat hubungan mereka tidak baik. "Papa, Aida.." Murni tak kuasa meneruskan ucapannya. Kemarin dia sudah tegar tapi di depan kekasih pertamanya itu dia kembali lemah. Wanita itu menangis dalam dekapan papanya. "Kamu dari dulu tidak pernah berubah. Kamu tidak memiliki adat dan sopan santun, itu kenapa dari dulu aku tidak pernah rela jika anakku kamu nikahi! Bukan karena kamu anak orang miskin tapi karena kamu tidak memiliki sopan santun. Aku masih ingat saat Murni membawamu datang ke rumah, kamu masuk dan melewati aku begitu saja tanpa permisi dan tanpa mau mengucapkan salam. Mulai saat itu aku membencimu dan memberi kamu label sebagai anak yang tidak pernah dididik oleh orang tuanya. Jadi aku mulai mencari tahu tentang orang tuamu dan ketika aku tahu bagaimana latar orang tuamu aku sadar, keputusan aku untuk menjauhkan Murni darimu itu sudah benar ."
Kakek Abdullah panik, Mia tiba-tiba memberontak saat dia hendak memeluknya. Gadis itu berteriak, " aku bukan Mia, namakun Aida!" Membuat kakek Abdullah panik. Apalagi kini dia jadi pusat perhatian para warga yang ada di situ."Nanti Abdullah! Sebaiknya kakek pulang saja anak itu ke rumah orang tuanya. Kasihan orang tuanya pasti mencari dia," celetuk salah seorang warga. Sudah lama mereka curiga karena Mia cucu kakek Abdullah sudah meninggal."Benar Kek, coba bayangkan kalau anda jadi orang tuanya. Pasti saat ini sedang sedih karena kehilangan anak, bisa saja dia ini adalah anak perempuan satu-satunya. Sudahlah Kek, kami tahu kakek sedih telah kehilangan cucu kakek tapi dia bukan cucu kakek," warga yang lain menimpali. Perempuan yang memakai daster batik dan bejualan bawang merah. Sementara Mia yang tak lain adalah Aida kepalanya terus berputar. Memori itu terus berputar-putar di kepalanya, bayangan wajah Murni, lalu Dirga yang selalu membentaknya dan tak pernah baik juga wanita tua
Setelah memastikan penampilannya sempurna pria itu berjalan keluar kamar. "Tuan, mobilnya sudah siap," ucap pelayan. Mata pelayan itu berkedip sama sekali ketika menatap Dave. Pria itu tampak berbeda malam ini. Selanjutnya Dave berjalan ke halaman menuju mobilnya. "Aku akan menyetir mobilku sendiri," ucap Dave pada sopir pribadinya yang hendak mendekat hingga pria itu mundur beberapa langkah ke belakang. Dave masuk ke dalam mobil, mulai menghidupkan mesin dan melaju pelan membelah jalan raya. Jantung pria itu tak berhenti berdetak, badannya juga terasa panas dingin saat mobil mewah miliknya memasuki halaman rumah tiga tingkat dengan bangunan yang mirip rumah artis yang suaminya sekarang sedang tranding karena korupsi tambang timah.Begitu mobil terparkir di halaman, dua orang penjaga segera mendekat dan membuka pintu untuk Dave."Silahkan Tuan. Tuan Prabu dan Nona sudah menunggu anda di taman belakang." Dave mengangguk, lalu pria itu pun melangkah memutar menuju ke taman di rumah
Kamu memutuskan untuk keluar dari rumah dan memilih menikahi laki-laki miskin itu Papa anggap bahwa kamu telah mengambil keputusan untuk masa depan kamu. Untuk itulah papa lebih membiarkan kamu, walaupun Papa tahu kamu menderita. Bukan berarti Papa tega sama kamu, tidak. Orang tua manapun tidak akan tega biarkan anaknya hidup menderita. Tapi, Papa tidak ingin ikut campur dengan hidupmu Karena kamu telah memilih jalan Kamu sendiri. Walaupun pada akhirnya Papa juga tidak tahan melihat penderitaan kamu lalu Papa memilih menurunkan ego Papa untuk mencarimu."Murni tersenyum mendengar jawaban dari Prabu. Dia tahu Papanya memang sangat menyayangi dia tetapi dari kecil Prabu mengajarkan Murni untuk mandiri."Hatiku bergetar, bahkan seperti hendak pingsan rasanya tadi," ucap Dave saat Murni mengantarnya sampai ke depan mobil. "Kamu lebay Dave. Seperti anak ABG," jawab Murni. Jari lentiknya mencubit lengan Dave. "Memangnya kalau kita bukan ABG tidak boleh jatuh cinta. Cinta itu tidak memanda
Abdullah segera berjalan menuju ke kamar miliknya lalu lelaki itu segera mengintip ke bawah dipan yang digunakannya untuk tidur. Dengan tersenyum dia meraih celengan berbentuk ayam jago yang sudah lama disimpan di bawah dipan itu. Dulu dia memiliki beberapa ayam lalu setiap ayamnya bertelur dia selalu menjualnya ke pasar dan hasilnya dia tabung di dalam celengan itu ditambah beberapa hasil panen yang dia dapatkan. Sudah lama Abdullah menyimpan uang itu dia berpikir Mungkin suatu hari dia memerlukan uang-uang itu. "Ini lihat, uang kakek banyak. Dengan uang ini kamu bisa beli boneka dan juga membeli baju baru." Pria yang giginya telah ompong itu tersenyum, wajahnya tampak sumringah saat menunjukkan celengan itu kepada Aida. "Asyik," Aida berteriak girang. Tapi sebenarnya bukan karena dia akan mendapatkan boneka akan tetapi karena rencana yang telah disusun berjalan dengan mulus."Ayo sekarang kita pecahkan celengan ini lalu kita ambil uangnya."Aida mengangguk," iya kek."Aida segera
Kamu nggak papa?"tanya Abdullah ketika melihat wajah Aida yang pucat."Nggak apa-apa kok kek hanya sedikit pusing." Abdullah tampak cemas melihat Aida," apa kamu kurang sehat? Kalau kamu kurang sehat kita pergi lain kali saja sampai kamu merasa tidak pusing lagi." Tangan keriput Abdullah menyentuh kening Aida. "Aku nggak papa kok, kek. Kita lanjutkan saja rasanya Aida sudah enggak sabar ingin membeli boneka," ucap anak kecil itu meyakinkan sang kakek bagaimanapun dia tidak mau rencananya batal. Abdullah tersenyum dia senang melihat semangat Aida, Mereka pun melanjutkan perjalanan. Dari kampung tempat Abdullah menuju ke kota memakan waktu kurang lebih 2 jam dengan menggunakan angkot. Pusing dan sedikit mual Aida dengan sebisa mungkin menahan diri hingga sampailah mereka ke sebuah pasar yang cukup besar. Sampai di sana Aida sempat bingung, bagaimana caranya dia kabur agar bisa bertemu dengan ibunya. "Ayo kamu ingin beli apa?" tanya kakek Abdullah ketika sampai di sebuah deretan tok
Dirga menatap anaknya," apa setelah keluar dari rumah Papa, ibu kamu selalu mengajarkan kamu untuk masak sendiri atau ibu kamu terlalu sibuk bekerja sampai kamu harus masak sendiri?" Bocah itu menggeleng," pas keluar dari rumah Papa Aida ketemu sama Om Dave, tiap hari diajak main. Bahkan Aida pernah mau diajak main ke Singapura mau lihat patung singa. Tapi, sayang waktu itu Ibu nggak mau, padahal Aida kepingin banget ke sana." Mata anak kecil itu terlihat terus minar bahagia ketika bercerita tentang Dave membuat Dirga hanya mampu menelan salivanya jujur dia merasa cemburu karena melihat anaknya justru memuji orang lain yang bukan apa-apanya."Ya sudah kalau begitu Papa pergi dulu. Nanti papa pulang, Papa bawakan kamu makanan tapi kamu jangan masak makanan sendiri ya nanti tangan kamu kena minyak," pesan Dirga yang kemudian berjalan meninggalkan rumah. ________"Dirga, besok kamu mau mangkal nggak?" Dirga menoleh ke arah temannya. "Ya kan biasa kita mangkal di sini, memangnya ada ap
Aida," panggil Dirga," kenapa diam saja Nak?" tanya Dirga lembut sambil mengelus pucuk kepala putrinya."Ayo makan, ini rasanya pasti wangi," ucap Dirga mengambilkan sepotong martabak lalu hendak menyuapi Aida. Sungguh sampai umur anaknya hampir delapan tahun, inilah kali pertama dia hendak menyuapi anaknya."Nggak usah, Aida bisa makan sendiri kok," ucap anak kecil itu lalu kemudian mengambil sepotong martabak dan memakannya. Tak ada senyum di wajah anak itu seperti harapan Dirga."Ini, sate yang dulu selalu kamu minta. Ini juga enak loh, yang jualan masih sama kok nggak ada yang berubah," ucap.Dirga berharap mendapatkan senyuman Aida. Namun, tetap sama anak kecil itu tetap dingin. "Apa kamu rindu Ibu kamu, besok kita cari ibumu. Papa akan keliling kota untuk mencari keberadaan ibu kamu kalau perlu papa akan lapor polisi. Supaya kamu bisa bertemu dengan ibumu."Aida menggelengkan kepalanya," Aida mau pulang ke rumah Papa Dave," jawabnya membuat Dirga terdiam. Dia ingin protes bahwa
Dave: baik, kali ini aku ikuti permainan kamu. Tapi kamu harus ingat aku bukan orang yang mudah dipermainkan Jika kamu kembali mengancamku lagi maka Aku pastikan anak buahku akan mencarimu dan aku pasti kan kamu tidak akan bisa bernafas lagi!Pengacau: Baik. Kamu bisa pegang janjiku.Dave terpaksa mengikuti permainan si pengacau itu walaupun dia tahu ini sebenarnya adalah hal bodoh yang sepatutnya tidak dia lakukan. Tapi dia tidak memiliki pilihan lain. Pria itu segera turun lalu meletakkan amplop di tempat yang telah ditentukan oleh si pengacau dan setelahnya dia pun melajukan mobilnya meninggalkan tempat itu. Di tempat yang agak gelap Dave sengaja turun dari mobilnya lalu berusaha mengintai siapa gerangan si pengacau itu. Namun, sudah beberapa saat menunggu tidak ada satu orang pun yang datang. "Sial, kemana dia?" gumam Dave.Beberapa saat kemudian ponsel laki-laki itu berbunyi. Pengacau: Kamu pikir aku bodoh. Cepat pergi dari sini atau aku akan berubah pikiran. Jika bukti ini aku
Dave meletakkan jemari tengah ke bibir Murni," Tuhan tahu mana yang terbaik bagi kita walaupun terkadang itu rasanya sakit tetapi setiap apa yang diputuskan Tuhan untuk kita itulah yang terbaik."Cukup lama Murni termenung dihadapan makam itu bersama dengan Dave. Dia mengirimkan doa yang panjang kepada anaknya tanpa dia tahu sebenarnya Aida masih hidup dan sedang bersama dengan Dirga. Selesai berdoa dan memohon kepada Tuhan agar Aida diterima di sisinya Murni pun berdiri dibantu dengan Dev lalu mereka berdua melangkah bergandengan menuju mobil dan selanjutnya pergi meninggalkan pemakaman umum tersebut. "Kita berhenti dulu ya, makan di Cafe kebetulan ada menu favorit kamu di sana. Cah kangkung, sambal terasi, udang dan cumi crispy."Murni seketika menoleh ke arah lelaki tampan yang sedang asyik memandangi jalanan itu."Kamu masih ingat makanan kesukaan aku Dave?"tanya wanita itu sambil mengulas senyum. Dia tidak menyangka setelah bertahun-tahun berpisah lelaki itu masih mengingat mak
"Orang tua gak tau malu! Harusnya kamu itu tahu diri Mas sebentar lagi kamu itu akan punya cucu masih mikir mau nikah lagi." Wanita itu kelihatan geram apalagi ketika melihat wanita yang kemungkinan akan menjadi calon madunya.Dave menarik tangan Murni menjauh dari tempat itu. Mereka melanjutkan acara fitting baju mereka. "Jadi bagaimana, kamu mau pakai baju yang ada ini atau kamu mau pesan?"tanya Dave kepada Murni dengan suara lembut."Aku nggak masalah sih soalnya di pernikahan aku terdahulu..." Murni tidak melanjutkan ucapannya karena Dave meletakkan jarinya tepat di bibir Murni. Lelaki itu menggelengkan kepalanya," jangan samakan pernikahan kita dengan pernikahan kamu terdahulu, ini beda. Jika dulu kamu menikah secara koboi bersama dengan Dirga dan akhirnya tidak bahagia tapi di pernikahan ini kita menikah secara terang-terangan. Kita akan pamerkan kepada semua orang tentang kebahagiaan kita biar mereka mendoakan kita supaya kita bisa menjalani rumah tangga kita sampai akhir hay
Beberapa saat kemudian makanan yang dipesan oleh Dirga pun datang dan Aida pun makan dengan lahap. "Habiskan, Nak! Kamu pasti lapar," ucap Dirga. Untuk pertama kalinya tangan kekar laki-laki itu mengelus rambut anaknya. Aida bahkan sampai berhenti mengunyah, dia terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Dirga."Maafkan papa ya nak. Papa sadar Papa telah salah, sekarang setelah kamu dan ibumu pergi Papa merasa kesepian dan papa sadar ternyata kalian sangat berarti bagi Papa." Mata Dirga berkaca-kaca bahkan kemudian air matanya menetes sehingga membuat laki-laki itu buru-buru untuk menghapusnya. "Nak, boleh Papa tanya sama kamu?" tanya Dirga pelan setelah Aida selesai makan. "Mau tanya apa?" tanya gadis kecil itu. Walaupun berusaha bersikap baik padanya akhirnya tampak masih canggung dengan Dirga. "Kenapa kamu sendirian, ibu kamu ke mana?" Dirga menatap Aida dengan pertanyaan penuh di kepala. Sementara Aida menarik nafas dalam lalu dengan terbata-bata anak itu menceritakan semua yang
Semua mata tertuju pada insiden kecelakaan itu. Sesosok tubuh anak perempuan tertabrak mobil yang melaju dengan sangat kencang di jalan raya. Tubuhnya terlempar jauh ke sisi jalan dengan luka yang terlihat parah. Terlihat baju anak itu basah dan berwarna merah. Orang-orang yang ada disekitar situ heboh dan mulai bergerombol mendekat ke arah korban."Apa dia meninggal?"tanya salah seorang lelaki berpakaian sederhana memakai kaos oblong berwarna putih dan bercelana hitam. Dia berdiri sambil memperhatikan tubuh yang meringkuk di tepi jalan itu. "Biar aku periksa," jawab seorang pemuda yang berdiri di sampingnya. Namun, buru-buru tangannya dicekal oleh orang lain. "Jangan sentuh dulu! Kita tunggu polisi datang,"ucap lelaki berkulit sawo matang dan memiliki tahi lalat di bibirnya. "Tapi kasihan, bagaimana kalau dia masih hidup," bantah pemuda itu. Dia berpikir mungkin saja korban masih hidup dan harus secepatnya mendapatkan pertolongan. Tapi, para warga memiliki pikiran lain Mereka taku
Kamu nggak papa?"tanya Abdullah ketika melihat wajah Aida yang pucat."Nggak apa-apa kok kek hanya sedikit pusing." Abdullah tampak cemas melihat Aida," apa kamu kurang sehat? Kalau kamu kurang sehat kita pergi lain kali saja sampai kamu merasa tidak pusing lagi." Tangan keriput Abdullah menyentuh kening Aida. "Aku nggak papa kok, kek. Kita lanjutkan saja rasanya Aida sudah enggak sabar ingin membeli boneka," ucap anak kecil itu meyakinkan sang kakek bagaimanapun dia tidak mau rencananya batal. Abdullah tersenyum dia senang melihat semangat Aida, Mereka pun melanjutkan perjalanan. Dari kampung tempat Abdullah menuju ke kota memakan waktu kurang lebih 2 jam dengan menggunakan angkot. Pusing dan sedikit mual Aida dengan sebisa mungkin menahan diri hingga sampailah mereka ke sebuah pasar yang cukup besar. Sampai di sana Aida sempat bingung, bagaimana caranya dia kabur agar bisa bertemu dengan ibunya. "Ayo kamu ingin beli apa?" tanya kakek Abdullah ketika sampai di sebuah deretan tok
Abdullah segera berjalan menuju ke kamar miliknya lalu lelaki itu segera mengintip ke bawah dipan yang digunakannya untuk tidur. Dengan tersenyum dia meraih celengan berbentuk ayam jago yang sudah lama disimpan di bawah dipan itu. Dulu dia memiliki beberapa ayam lalu setiap ayamnya bertelur dia selalu menjualnya ke pasar dan hasilnya dia tabung di dalam celengan itu ditambah beberapa hasil panen yang dia dapatkan. Sudah lama Abdullah menyimpan uang itu dia berpikir Mungkin suatu hari dia memerlukan uang-uang itu. "Ini lihat, uang kakek banyak. Dengan uang ini kamu bisa beli boneka dan juga membeli baju baru." Pria yang giginya telah ompong itu tersenyum, wajahnya tampak sumringah saat menunjukkan celengan itu kepada Aida. "Asyik," Aida berteriak girang. Tapi sebenarnya bukan karena dia akan mendapatkan boneka akan tetapi karena rencana yang telah disusun berjalan dengan mulus."Ayo sekarang kita pecahkan celengan ini lalu kita ambil uangnya."Aida mengangguk," iya kek."Aida segera