Home / Romansa / Ambil Saja Suamiku / 19. Sentuhan Pertama

Share

19. Sentuhan Pertama

Author: dtyas
last update Last Updated: 2025-04-23 20:35:22

“Mah.”

Wanita yang dicari sedang asyik menonton tivi, Irwan langsung ikut duduk di sampingnya.

“Ditungguin dari kemarin, baru nongol.”

Irwan menyandarkan kepala sambil terpejam. “Masak apa mah?”

“Ck, bukannya bawa makanan malah tanya masak apa. Lihat aja tuh di meja. Eh, kamu sendiri, Luna mana?”

“Nggak ikut, dia sibuk,” jawab Irwan kemudian menegakan tubuh meski masih bersandar pada sofa. Mengeluarkan amplop dan menyerahkan pada wanita yang sudah melahirkannya. “Nih uangnya. Cuma bisa kasih segitu, itu juga pakai acara ngerayu dulu. Aku bilangnya pinjam, nanti udah kerja dibayar.”

“Astaga, istrimu begitu? Masa orangtua butuh harus pinjam, lagian mama minta sama kamu bukan sama dia. Selama kalian menikah kamu banyak kasih uang ke dia, nggak ada gitu mau bantu mama.”

“Ah, sudahlah Mah. Yang penting udah keluar uangnya. Pusing aku, di rumah sumpek kerja belum ada yang cocok.”

“MAma bilang juga apa, tinggal aja di sini, kamu masih punya orang tua dan kami terima kamu dengan tangan terbuk
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Ambil Saja Suamiku   20. Sentuhan Pertama (2)

    “Geser!” titah Sherin sambil mendorong tubuh Irwan menjauh.“Biarin aja mbak, paling minta sumbangan.” Wajah Irwan kembali mendekat, tapi tangan Sherin menahannya.“Dilihat dulu, mana tahu itu Ibu atau siapa. Aku nggak mau digerebek warga,” ucap Sherin lirih.Irwan beranjak dengan malas. Berdecak sambil merapikan pakaiannya dan menyadari bagian bawah tubuhnya sudah menegang dan menonjol.“Ganggu aja,” keluhnya lalu menuju pintu. Sebelum membuka, ia menggeser gorden mengecek siapa yang datang.Pagar rumah itu agak tinggi, terlihat kepala Pak RT dan salah satu warga. Masih berdiri di depan pagar dan terus memanggil Irwan. Menoleh ke arah ruang tengah memastikan Sherin sudah beranjak dari sana.“Eh, pak RT,” ujar Irwan saat membuka pintu dan berjalan cepat menuju pagar.“Pada kemana ini, sepi banget?”“Ketiduran saya, tadi dari rumah Mama. Luna kayaknya ke toko,” jawab Irwan dan mempersilahkan kedua tamu itu masuk.Duduk di kursi beranda, Irwan berusaha menyembunyikan bagian bawah tubuh

    Last Updated : 2025-04-24
  • Ambil Saja Suamiku   21. Tidak Jodoh

    Sherin sudah berpakaian, tapi Irwan masih polos dan berbaring dengan tangan menyilang di bawah kepala. Tersenyum menatap kakak iparnya. Tubuh yang sangat menggoda dan ia sudah melihat semua. Meski belum merasakan sepenuhnya, itu hanya masalah waktu.“Ngapain senyum?” Sherin mengibaskan rambutnya membuat Irwan semakin tergoda.“Kamu cantik mbak, seharusnya aku ketemu kamu sebelum kenal Luna ya. Mana tahu kita berjodoh.”“Kalau jodoh aku, kamu. Berarti yang menceraikan aku ya kamu,” ejek Sherin sambil mencibir.“Ya nggak akan mbak. Manalah saya ceraikan istri kayak kamu. Kurang apa coba, cantik dan seksi. Saya bisa bahagia siang malam dan betah di rumah.”“Halah, gombal. Laki-laki memang manis di mulut.”Irwan berdiri, masih dengan tubuh polos dan langsung memeluk Sherin.“Yang manis itu kamu, bukan mulut aku. Manisnya sampai bikin aku diabetes dan harus mendapatkan kasih sayang kamu mbak.”Sherin mencibir dan Irwan terkekeh. Terdengar suara barang dijatuhkan ke lantai.“Beni,” ucap She

    Last Updated : 2025-04-25
  • Ambil Saja Suamiku   Prolog

    Lelah, itulah yang Luna rasakan. Hampir sebulan ini ia harus pulang lebih lambat karena lembur. Ketika ada proyek selesai maka ia dan rekan satu tim akan sibuk mengaudit hasil laporan proyek.Sebenarnya ia hanya staf, tapi dua bulan lalu diangkat menjadi wakil manager. Tentu saja apa yang harus dikerjakan dan tanggung jawabnya semakin berat. Selama ia bekerja menjadi tulang punggung menggantikan suaminya yang masih pengangguran, hubungan mereka terasa hambar.Beruntung Irwan tidak menuntut untuk selalu dilayani karena saat tiba di rumah tubuhnya begitu letih. Hari ini ia izin untuk pulang lebih cepat dan kebetulan besok hari libur. Luna tersenyum membayangkan akan melakukan banyak hal dengan suaminya. Pergi berdua setelah cukup lama meluangkan waktu bersama, mungkin cek in di hotel yang harga kamarnya masih terjangkau dengan isi dompet atau makan malam romantis dan menonton. “Mas Irwan pasti kaget dengan kejutan aku.”Tiba di rumah, ia melihat motor suaminya terparkir artinya pria it

    Last Updated : 2025-02-09
  • Ambil Saja Suamiku   1. Jabatan Baru

    “Aku jalan ya mas,” pamit Luna lalu meraih tangan suaminya.“Hati-hati ya. Nanti malam, kamu lembur lagi?” tanya Irwan dengan raut wajah lesu.“Belum tau, mas.”“Eh Lun, kayaknya aku ke tempat mama aja ya. Nggak enak sama ibu kamu, jam segini belum berangkat pasti nggak ke toko.”Luna menghela pelan, padahal ibunya tidak masalah dengan kondisi mereka tapi Irwan yang minder dan malu sendiri.“Ya sudah terserah mas saja.” Ojek yang akan digunakan Luna ke kantor sudah menunggu di depan pagar. Menerima helm dan langsung ia pakai, motor pun melaju.Sudah hampir satu tahun Irwan menganggur karena di perusahaan tempat bekerjanya bangkrut dan diambil alih oleh perusahaan lain. Lamaran sudah dikirim ke mana pun, nyatanya belum ada yang berhasil sampai diterima. Ada orang dalam pun masih harus melewati tes dan wawancara.Katakan saja Irwan tidak kompeten karena selalu tidak berhasil setelah melakukan tes dan wawancara. Sampai akhirnya persediaan tabungan mereka menipis lalu Luna inisiatif untuk

    Last Updated : 2025-02-09
  • Ambil Saja Suamiku   2. Kedatangan Sherin

    “Telinga kamu masih berfungsi ‘kan?” tanya Sadam yang kini menyandarkan punggung dan bersedekap menatap Luna.“I-ya masih pak, jadi saya harus pilih antara jadi sekretaris wakil bapak?”“Hm.”Luna menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Pilihan yang sulit dan kedua posisi itu lebih baik dari tugasnya sekarang, sudah pasti penghasilannya pun berbeda. Kalau ia pilih tentu saja bisa lebih banyak mengumpulkan dana untuk modal usaha sang suami.“Bagaimana?” tanya Sadam karena Luna malah melamun.“Ehm, boleh saya pikirkan dulu, pak.”“Tidak, harus sekarang atau saya tawarkan ke yang lain.” Sadam masih bersedekap menatap Luna yang bingung dan ragu memilih menjadi sekretaris atau wakil Sadam. “Hei, pilih sekarang atau tidak!”“Satu jam pak, tolong beri saya waktu satu jam,” seru Luna sambil mengangkat jari telunjuknya.“Sekarang, saya hitung sampai lima. Satu, dua ….”“Pak Sadam, saya mau jadi wakil bapak, iya wakil bapak.” Luna memilih wakil manager daripada sebagai sekretaris. Yang iya tahu

    Last Updated : 2025-02-09
  • Ambil Saja Suamiku   3. Rumput Tetangga

    “Gue bilang juga apa, lo cocok jadi wakilnya Sadam,” bisik Ratna saat rapat berakhir.“Aku jadi nggak enak, kayaknya nggak semua tim setuju dengan keputusan Pak Sadam,” balas Luna yang juga berbisik.“Nggak usah lo pikirin. Siapa pun yang ada di posisi wakil Sadam mereka selalu kontra.”Luna menghela nafasnya. “Tapi, kenapa nggak kamu aja ya. Seharusnya, tadi pagi kamu yang serahkan laporan dan ….”“Nggak akan Lun, Sadam nggak akan tawarkan posisi itu ke gue.”“Kenapa?” tanya Luna heran dan Ratna hanya mengedikkan bahu.“Udah ah, kita makan yuk. Laper gue.”Namun, atensi kedua perempuan itu tertuju setelah mendengar suara Sadam.“Luna, ikut saya!”“Sekarang, pak?” tanya Luna setelah saling tatap dengan Ratna. Saat ini sudah jam makan siang, tapi Sadam malah minta dia ikut ke ruangan.“Menurutmu, kalau aku butuh kamu bulan depan apa harus aku panggil sekarang.” Sadam bicara dengan tangan berada di saku celananya. Ratna sempat terkikik lalu berdeham dan mengulum senyum.Tidak ingin memb

    Last Updated : 2025-02-09
  • Ambil Saja Suamiku   4. Tukang Ojek

    Luna sudah mendapat kabar kalau kakaknya akan pulang. Tidak sempat menyapa karena saat ia pulang, kamar Sherin sudah tertutup rapat. Bahkan Irwan juga sudah tidur.“Kamu sekarang kerja?” tanya Sherin setelah mereka berpelukan mengobati rindu.“Iya mbak.”“Aku juga mau kerja, tapi kasihan Beni.”Luna menghela nafasnya, ia paham bagaimana perasaan Sherin. Ia pun merasakan dilema dengan kondisinya. Bekerja, tapi peran sebagai istri kurang maksimal. Tidak bekerja, lalu bagaimana mereka makan. Tidak mungkin terus menerus menumpang pada ibunya.“Suami kamu mana?” tanya Sherin karena belum melihat Irwan di meja makan.“Paling bentar lagi juga keluar, tadi lagi mandi.” Luna meski sudah rapi dan siap berangkat, berusaha untuk melayani suaminya. Ia membuatkan kopi dan diletakan di atas meja.“Mas, mau sarapan sekarang?” tanya Luna saat melihat Irwan datang dan duduk di sampingnya, padahal ia baru saja memulai sarapan.“Nanti saja, belum lapar. Kamu habiskan itu, nanti kesiangan.” Irwan menunjuk

    Last Updated : 2025-02-09
  • Ambil Saja Suamiku   5. Dipeluk Dari Belakang

    Mata Irwan seakan terbelakak bahkan mungkin bola matanya siap meluncur keluar melihat penampilan Sherin. Dengan rambut dikuncir ekor kuda, membuat tengkuknya terekspos.Belum lagi kaos yang pas dibadan dan jeans model pensil, membuat tubuhnya terbentuk sempurna dan terlihat begitu seksi. Yang paling menarik adalah bagian depan tubuh wanita itu, begitu menonjol dan menantang meski sudah terbalut dengan kaos.Yang Irwan tahu kalau Sherin diceraikan oleh suaminya. Mereka sempat bertahan meski tahu sang suami sudah selingkuh dan akhirnya bercerai juga. Dalam pikirannya kenapa bisa Sherin sesempurna ini bisa diselingkuhi bahkan sampai diceraikan.“Irwan,” panggil Sherin.“Eh, iya mbak.”“Kamu melamun, kok diam aja.”“Maaf mbak, kita langsung jalan aja ya. Udah siang,” seru Irwan yang memang sejak tadi belum turun dari motor lalu menghidupkan kembali mesin motornya.“Saya nggak enak sama Luna, kamu pasti sibuk.”“Jangan gitu mbak, saya nggak masalah Luna juga sama. Lagian saya pengangguran,

    Last Updated : 2025-02-09

Latest chapter

  • Ambil Saja Suamiku   21. Tidak Jodoh

    Sherin sudah berpakaian, tapi Irwan masih polos dan berbaring dengan tangan menyilang di bawah kepala. Tersenyum menatap kakak iparnya. Tubuh yang sangat menggoda dan ia sudah melihat semua. Meski belum merasakan sepenuhnya, itu hanya masalah waktu.“Ngapain senyum?” Sherin mengibaskan rambutnya membuat Irwan semakin tergoda.“Kamu cantik mbak, seharusnya aku ketemu kamu sebelum kenal Luna ya. Mana tahu kita berjodoh.”“Kalau jodoh aku, kamu. Berarti yang menceraikan aku ya kamu,” ejek Sherin sambil mencibir.“Ya nggak akan mbak. Manalah saya ceraikan istri kayak kamu. Kurang apa coba, cantik dan seksi. Saya bisa bahagia siang malam dan betah di rumah.”“Halah, gombal. Laki-laki memang manis di mulut.”Irwan berdiri, masih dengan tubuh polos dan langsung memeluk Sherin.“Yang manis itu kamu, bukan mulut aku. Manisnya sampai bikin aku diabetes dan harus mendapatkan kasih sayang kamu mbak.”Sherin mencibir dan Irwan terkekeh. Terdengar suara barang dijatuhkan ke lantai.“Beni,” ucap She

  • Ambil Saja Suamiku   20. Sentuhan Pertama (2)

    “Geser!” titah Sherin sambil mendorong tubuh Irwan menjauh.“Biarin aja mbak, paling minta sumbangan.” Wajah Irwan kembali mendekat, tapi tangan Sherin menahannya.“Dilihat dulu, mana tahu itu Ibu atau siapa. Aku nggak mau digerebek warga,” ucap Sherin lirih.Irwan beranjak dengan malas. Berdecak sambil merapikan pakaiannya dan menyadari bagian bawah tubuhnya sudah menegang dan menonjol.“Ganggu aja,” keluhnya lalu menuju pintu. Sebelum membuka, ia menggeser gorden mengecek siapa yang datang.Pagar rumah itu agak tinggi, terlihat kepala Pak RT dan salah satu warga. Masih berdiri di depan pagar dan terus memanggil Irwan. Menoleh ke arah ruang tengah memastikan Sherin sudah beranjak dari sana.“Eh, pak RT,” ujar Irwan saat membuka pintu dan berjalan cepat menuju pagar.“Pada kemana ini, sepi banget?”“Ketiduran saya, tadi dari rumah Mama. Luna kayaknya ke toko,” jawab Irwan dan mempersilahkan kedua tamu itu masuk.Duduk di kursi beranda, Irwan berusaha menyembunyikan bagian bawah tubuh

  • Ambil Saja Suamiku   19. Sentuhan Pertama

    “Mah.”Wanita yang dicari sedang asyik menonton tivi, Irwan langsung ikut duduk di sampingnya.“Ditungguin dari kemarin, baru nongol.”Irwan menyandarkan kepala sambil terpejam. “Masak apa mah?”“Ck, bukannya bawa makanan malah tanya masak apa. Lihat aja tuh di meja. Eh, kamu sendiri, Luna mana?”“Nggak ikut, dia sibuk,” jawab Irwan kemudian menegakan tubuh meski masih bersandar pada sofa. Mengeluarkan amplop dan menyerahkan pada wanita yang sudah melahirkannya. “Nih uangnya. Cuma bisa kasih segitu, itu juga pakai acara ngerayu dulu. Aku bilangnya pinjam, nanti udah kerja dibayar.”“Astaga, istrimu begitu? Masa orangtua butuh harus pinjam, lagian mama minta sama kamu bukan sama dia. Selama kalian menikah kamu banyak kasih uang ke dia, nggak ada gitu mau bantu mama.”“Ah, sudahlah Mah. Yang penting udah keluar uangnya. Pusing aku, di rumah sumpek kerja belum ada yang cocok.”“MAma bilang juga apa, tinggal aja di sini, kamu masih punya orang tua dan kami terima kamu dengan tangan terbuk

  • Ambil Saja Suamiku   18. Akal Bulus Irwan

    “Mas sudah bangun?” Luna terbangun dan mendapati Irwan keluar dari kamar mandi sambil mengeringkan rambut. Mengabaikan pertanyaan istrinya dan langsung membuka lemari.“Mau kemana?” tanya Luna lagi karena Irwan memakai celana panjang dan kaos berkerah. Lebih rapi dari biasanya.“Mau cari uang. Orangtuaku butuh bantuan, aku anaknya harus berbakti. Cuma tiga juta, tapi kalau lagi kere begini rasanya kayak milyaran.”Luna menghela nafas. Ucapan Irwan sangat menyindir dirinya karena hanya bisa menyiapkan sebagian dari permintaan sang mertua.“Mas, kamu jangan gitu dong. Aku bukannya nggak mau bantu, tapi ….”“Tidak masalah, aku tidak minta bantuan kamu. Biar aku cari sendiri.”Irwan menyisir rambut dengan cepat, hendak segera keluar kamar. Namun, Luna menghalangi membuat mereka saling tatap.“Kita bicarakan dulu, jangan keluar dalam keadaan marah. Aku nggak mau masalah kita berlarut-larut.”“Masalah apa? Aku mau cari uang untuk orang tuaku, itu masalah?” cecar Irwan.“Tidak mas, tentu saj

  • Ambil Saja Suamiku   17. Harus Bagaimana

    Luna tersenyum saat turun dari kendaraan umum sudah ada Irwan menunggu. Sempat mengabari kalau ia dalam perjalanan pulang dan minta dijemput di halte. Tentu saja Irwan tidak bisa menolak, ibu mertuanya ada di rumah sejak tadi siang dan raut wajahnya terlihat tidak bersahabat.Dengan Sherin pun hanya bisa berkomunikasi lewat tatapan mata. Sangat tidak bisa diprediksi kondisi di rumah itu.“Malam mas,” sapa Luna meraih tangan Irwan dan mencium dengan takzim.“Hm. Naik, kita langsung pulang. Aku sampai dinyamukin nungguin kamu." Padahal Irwan baru datang, mengeluh seakan menunggu lama.Luna mengangguk dan gegas naik ke motor. Sempat menanyakan apa Irwan ingin sesuatu, rokok atau kebutuhan mereka yang lain. Namun, hanya dijawab dengan menggeleng. Sampai di rumah, Luna segera merapatkan pintu pagar. Tinggal mengunci dengan gembok, tidak ada rencana keluar lagi. Apalagi sudah jam tujuh malam.“Tante Luna, aku sudah kerjakan PR,” teriak Beni saat melihat Luna.“Wah, hebat.”“Nilai aku yang

  • Ambil Saja Suamiku   16. I'm coming

    Bab 16Irwan dan Sherin tiba di sekolah terlambat. Sudah lima belas menit Beni menunggu di depan ruang guru karena belum dijemput. Keasyikan ngobrol dan bercanda di taman, wali kelas Beni menghubungi Sherin karena Beni belum dijemput juga.“Sayang, lama nunggu ya?”“Bunda kenapa lambat jemput aku?”“Iya, maaf. Bunda lupa, tadi lewat pasar kena macet. Ayo, pulang!” Sherin mengambil alih tas Beni dan menuntunnya meninggalkan sekolah.Irwan masih menunggu di depan gerbang tanpa turun dari motor. Tidak ada ada percakapan dalam perjalanan pulang, apalagi bercanda. Beni sudah cukup mengerti dan bisa mengingat apa yang dia lihat dan dengar.“Mau jajan dulu nggak?” Tanya Irwan, sebelum belokan ke rumah ada minimarket.“Nggak Om, aku mau kerjain PR terus bobo. Tante Luna mau kasih aku jadi anak baik dan nilai aku bagus.”Irwan meringis mendengar Beni, apa hadiah yang akan diberikan Luna kalau ia menjadi suami yang baik. Ada rasa bersalah karena sudah menggoda Sherin.“Langsung pulang aja,” usu

  • Ambil Saja Suamiku   15. Tergoda

    “Ratna,” pekik Luna. Sedang mengantri lift ia malah ditarik ke toilet.“Cerita dong, gimana perjalanan kemarin sama duda ganteng?” tanya Ratna sambil menaik turunkan alisnya.“Apaan sih, biasa ajalah. Pengalaman pertama aku tugas luar, jadi fokus sama kerjaan. Ternyata banyak hal yang aku nggak tahu.”“Nggak ada kemana gitu, tempat wisata atau oleh-oleh?” tanya Ratna lagi dan Luna menggeleng dengan pasti. “Ih mana seru. Harusnya kalian manfaatkan waktu, mumpung lagi jauh dan Cuma berdua.”“Ngaco, aku masih setia sama pasangan aku ya.”“Eh iya, gimana kabar laki lo yang katro itu. Nggak bikin masalah sama iparnya ‘kan?”Luna menghela nafas dan mematut dirinya di cermin toilet memastikan penampilannya masih rapi.“Kalau diam berarti ada masalah. ‘iya ‘kan?”Daripada menanggapi Ratna dan berujung pada kegiatan ghibah. Gegas ia keluar dari toilet dan kembali antri lift.“Bener ‘kan, ada masalah?” tanya Ratna lagi, tapi Luna tidak menjawab. Ada Sadam berjalan ke arah mereka.“Selamat pagi,

  • Ambil Saja Suamiku   14. Aku Percaya, Mas

    Selama ini Luna sudah berusaha sabar dan menjaga ucapannya, tidak ingin sampai menyakiti Irwan. Dalam kondisi mereka, sudah pasti perasaan suaminya lebih sensitif. Meninggalkan rumah kontrakan karena tidak terbayar lalu menumpang di rumah orangtuanya, sampai harus berganti peran karena ia yang bekerja.Meskipun banyak alasan untuknya marah atau sekedar menyinggung sang suami. Kalau dipikir, Irwan malah semakin malas. Ada informasi lowongan kerja dari tetangga atau kerabatnya disambut biasa saja. Lokasi terlalu jauh, bukan bidangnya, tidak cocok, gaji tidak sesuai dan segala macam alasan lain.Rencana buka usaha pun harus dibarengi dengan modal. Tidak mungkin bisa terealisasi kalau hanya mengandalkan penghasilannya saja. Apalagi semua keperluan berdua, ia juga yang tanggung. Entah kapan terkumpul modal untuk buka usaha.Tuduhan Irwan kali ini sangat menyudutkan. Tidak terbersit dalam benak Luna ia merasa hebat dari suaminya. Ini hanya soal mau atau tidak mau berusaha, bukan siapa yang

  • Ambil Saja Suamiku   13. Numpang Hidup

    Selama di pesawat kembali ke Jakarta, tidak ada yang bicara baik Sadam ataupun Luna. Sama-sama lelah, ingin lekas sampai. Luna bahkan tertidur sedangkan Sadam hanya terpejam dan masih terjaga.Terdengar informasi kalau pesawat akan mendarat, Sadam menoleh menatap Luna yang masih tertidur.“Luna,” panggil Sadam pelan. Namun, tidak ada pergerakan. “Luna, kita hampir sampai. Kamu harus pakai safety belt,” ujar Sadam lagi kali ini sampai menepuk lengan Luna.“Eh, kenapa pak?”“Pakai safety belt, sebentar lagi kita mendarat. Nanti lanjut istirahat di rumah.”Luna hanya mengangguk dan langsung memakai safety belt. Keluar dari armada dan menunggu bagasi, ia sempat menguap dan ulahnya tidak luput dari perhatian Sadam.“Saya boleh langsung pulang, pak?” tanya Luna.“Hm. Kamu dijemput?” Sadam balik bertanya sambil menyeret koper mereka melewati gate kedatangan.“Nggak pak, paling naik taksi.”“Tidak usah, nanti ikut saya,” usul Sadam.Luna menghentikan langkahnya tidak enak dengan ajakan pria i

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status