Share

15. Tergoda

Penulis: dtyas
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-19 21:39:48

“Ratna,” pekik Luna. Sedang mengantri lift ia malah ditarik ke toilet.

“Cerita dong, gimana perjalanan kemarin sama duda ganteng?” tanya Ratna sambil menaik turunkan alisnya.

“Apaan sih, biasa ajalah. Pengalaman pertama aku tugas luar, jadi fokus sama kerjaan. Ternyata banyak hal yang aku nggak tahu.”

“Nggak ada kemana gitu, tempat wisata atau oleh-oleh?” tanya Ratna lagi dan Luna menggeleng dengan pasti. “Ih mana seru. Harusnya kalian manfaatkan waktu, mumpung lagi jauh dan Cuma berdua.”

“Ngaco, aku masih setia sama pasangan aku ya.”

“Eh iya, gimana kabar laki lo yang katro itu. Nggak bikin masalah sama iparnya ‘kan?”

Luna menghela nafas dan mematut dirinya di cermin toilet memastikan penampilannya masih rapi.

“Kalau diam berarti ada masalah. ‘iya ‘kan?”

Daripada menanggapi Ratna dan berujung pada kegiatan ghibah. Gegas ia keluar dari toilet dan kembali antri lift.

“Bener ‘kan, ada masalah?” tanya Ratna lagi, tapi Luna tidak menjawab. Ada Sadam berjalan ke arah mereka.

“Selamat pagi,
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Ambil Saja Suamiku   16. I'm coming

    Bab 16Irwan dan Sherin tiba di sekolah terlambat. Sudah lima belas menit Beni menunggu di depan ruang guru karena belum dijemput. Keasyikan ngobrol dan bercanda di taman, wali kelas Beni menghubungi Sherin karena Beni belum dijemput juga.“Sayang, lama nunggu ya?”“Bunda kenapa lambat jemput aku?”“Iya, maaf. Bunda lupa, tadi lewat pasar kena macet. Ayo, pulang!” Sherin mengambil alih tas Beni dan menuntunnya meninggalkan sekolah.Irwan masih menunggu di depan gerbang tanpa turun dari motor. Tidak ada ada percakapan dalam perjalanan pulang, apalagi bercanda. Beni sudah cukup mengerti dan bisa mengingat apa yang dia lihat dan dengar.“Mau jajan dulu nggak?” Tanya Irwan, sebelum belokan ke rumah ada minimarket.“Nggak Om, aku mau kerjain PR terus bobo. Tante Luna mau kasih aku jadi anak baik dan nilai aku bagus.”Irwan meringis mendengar Beni, apa hadiah yang akan diberikan Luna kalau ia menjadi suami yang baik. Ada rasa bersalah karena sudah menggoda Sherin.“Langsung pulang aja,” usu

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-20
  • Ambil Saja Suamiku   17. Harus Bagaimana

    Luna tersenyum saat turun dari kendaraan umum sudah ada Irwan menunggu. Sempat mengabari kalau ia dalam perjalanan pulang dan minta dijemput di halte. Tentu saja Irwan tidak bisa menolak, ibu mertuanya ada di rumah sejak tadi siang dan raut wajahnya terlihat tidak bersahabat.Dengan Sherin pun hanya bisa berkomunikasi lewat tatapan mata. Sangat tidak bisa diprediksi kondisi di rumah itu.“Malam mas,” sapa Luna meraih tangan Irwan dan mencium dengan takzim.“Hm. Naik, kita langsung pulang. Aku sampai dinyamukin nungguin kamu." Padahal Irwan baru datang, mengeluh seakan menunggu lama.Luna mengangguk dan gegas naik ke motor. Sempat menanyakan apa Irwan ingin sesuatu, rokok atau kebutuhan mereka yang lain. Namun, hanya dijawab dengan menggeleng. Sampai di rumah, Luna segera merapatkan pintu pagar. Tinggal mengunci dengan gembok, tidak ada rencana keluar lagi. Apalagi sudah jam tujuh malam.“Tante Luna, aku sudah kerjakan PR,” teriak Beni saat melihat Luna.“Wah, hebat.”“Nilai aku yang

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-21
  • Ambil Saja Suamiku   18. Akal Bulus Irwan

    “Mas sudah bangun?” Luna terbangun dan mendapati Irwan keluar dari kamar mandi sambil mengeringkan rambut. Mengabaikan pertanyaan istrinya dan langsung membuka lemari.“Mau kemana?” tanya Luna lagi karena Irwan memakai celana panjang dan kaos berkerah. Lebih rapi dari biasanya.“Mau cari uang. Orangtuaku butuh bantuan, aku anaknya harus berbakti. Cuma tiga juta, tapi kalau lagi kere begini rasanya kayak milyaran.”Luna menghela nafas. Ucapan Irwan sangat menyindir dirinya karena hanya bisa menyiapkan sebagian dari permintaan sang mertua.“Mas, kamu jangan gitu dong. Aku bukannya nggak mau bantu, tapi ….”“Tidak masalah, aku tidak minta bantuan kamu. Biar aku cari sendiri.”Irwan menyisir rambut dengan cepat, hendak segera keluar kamar. Namun, Luna menghalangi membuat mereka saling tatap.“Kita bicarakan dulu, jangan keluar dalam keadaan marah. Aku nggak mau masalah kita berlarut-larut.”“Masalah apa? Aku mau cari uang untuk orang tuaku, itu masalah?” cecar Irwan.“Tidak mas, tentu saj

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-22
  • Ambil Saja Suamiku   19. Sentuhan Pertama

    “Mah.”Wanita yang dicari sedang asyik menonton tivi, Irwan langsung ikut duduk di sampingnya.“Ditungguin dari kemarin, baru nongol.”Irwan menyandarkan kepala sambil terpejam. “Masak apa mah?”“Ck, bukannya bawa makanan malah tanya masak apa. Lihat aja tuh di meja. Eh, kamu sendiri, Luna mana?”“Nggak ikut, dia sibuk,” jawab Irwan kemudian menegakan tubuh meski masih bersandar pada sofa. Mengeluarkan amplop dan menyerahkan pada wanita yang sudah melahirkannya. “Nih uangnya. Cuma bisa kasih segitu, itu juga pakai acara ngerayu dulu. Aku bilangnya pinjam, nanti udah kerja dibayar.”“Astaga, istrimu begitu? Masa orangtua butuh harus pinjam, lagian mama minta sama kamu bukan sama dia. Selama kalian menikah kamu banyak kasih uang ke dia, nggak ada gitu mau bantu mama.”“Ah, sudahlah Mah. Yang penting udah keluar uangnya. Pusing aku, di rumah sumpek kerja belum ada yang cocok.”“MAma bilang juga apa, tinggal aja di sini, kamu masih punya orang tua dan kami terima kamu dengan tangan terbuk

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-23
  • Ambil Saja Suamiku   20. Sentuhan Pertama (2)

    “Geser!” titah Sherin sambil mendorong tubuh Irwan menjauh.“Biarin aja mbak, paling minta sumbangan.” Wajah Irwan kembali mendekat, tapi tangan Sherin menahannya.“Dilihat dulu, mana tahu itu Ibu atau siapa. Aku nggak mau digerebek warga,” ucap Sherin lirih.Irwan beranjak dengan malas. Berdecak sambil merapikan pakaiannya dan menyadari bagian bawah tubuhnya sudah menegang dan menonjol.“Ganggu aja,” keluhnya lalu menuju pintu. Sebelum membuka, ia menggeser gorden mengecek siapa yang datang.Pagar rumah itu agak tinggi, terlihat kepala Pak RT dan salah satu warga. Masih berdiri di depan pagar dan terus memanggil Irwan. Menoleh ke arah ruang tengah memastikan Sherin sudah beranjak dari sana.“Eh, pak RT,” ujar Irwan saat membuka pintu dan berjalan cepat menuju pagar.“Pada kemana ini, sepi banget?”“Ketiduran saya, tadi dari rumah Mama. Luna kayaknya ke toko,” jawab Irwan dan mempersilahkan kedua tamu itu masuk.Duduk di kursi beranda, Irwan berusaha menyembunyikan bagian bawah tubuh

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-24
  • Ambil Saja Suamiku   21. Tidak Jodoh

    Sherin sudah berpakaian, tapi Irwan masih polos dan berbaring dengan tangan menyilang di bawah kepala. Tersenyum menatap kakak iparnya. Tubuh yang sangat menggoda dan ia sudah melihat semua. Meski belum merasakan sepenuhnya, itu hanya masalah waktu.“Ngapain senyum?” Sherin mengibaskan rambutnya membuat Irwan semakin tergoda.“Kamu cantik mbak, seharusnya aku ketemu kamu sebelum kenal Luna ya. Mana tahu kita berjodoh.”“Kalau jodoh aku, kamu. Berarti yang menceraikan aku ya kamu,” ejek Sherin sambil mencibir.“Ya nggak akan mbak. Manalah saya ceraikan istri kayak kamu. Kurang apa coba, cantik dan seksi. Saya bisa bahagia siang malam dan betah di rumah.”“Halah, gombal. Laki-laki memang manis di mulut.”Irwan berdiri, masih dengan tubuh polos dan langsung memeluk Sherin.“Yang manis itu kamu, bukan mulut aku. Manisnya sampai bikin aku diabetes dan harus mendapatkan kasih sayang kamu mbak.”Sherin mencibir dan Irwan terkekeh. Terdengar suara barang dijatuhkan ke lantai.“Beni,” ucap She

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-25
  • Ambil Saja Suamiku   22. Aku Percaya

    Suasana di meja makan lebih hening dari biasanya. Luna menyempatkan sarapan di rumah, lebih leluasa karena bangun lebih awal. Beni sibuk dengan sarapannya, begitu juga dengan Ibu. Sherin dan Irwan mencuri pandang seakan bicara lewat tatapan matanya.“Kamu masih santai, nggak takut telat?” tanya Irwan karena Luna tidak terlihat tergesa seperti biasanya.“Oh, nggak mas. Masih pagi, nggak akan telat.”“Habiskan sarapanmu, biasakan makan di rumah,” ujar Ibu.Irwan langsung menghela, merasa apa yang dilakukannya salah padahal hanya mengingatkan sang istri. Luna yang mengerti perasaan Irwan mengusap paha pria itu untuk menenangkan seakan berkata, sabar mas.“Makannya cepat Beni, jemputan kamu sebentar lagi datang.”“Iya Bun.”“Sherin ikut ibu ke toko.” Ibu bicara tanpa memandang, fokus dengan cangkir teh dan menyesap pelan.“ke toko, bu?”“Hm.”“Tapi aku harus masak dan beres-beres rumah. Kalau Beni pulang –““Beni diantar ke toko, kamu bawakan ganti. Dia bisa belajar dan istirahat di sana.

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-26
  • Ambil Saja Suamiku   23. Ayo Cepat

    “Mbak, aku ke HRD ya, antar berkas ini.” Indah -- sekretaris Sadam sudah berdiri dengan tangan kiri memegang map dan tangan kanan membereskan dokumen di atas mejanya. “Sudah ditunggu!”“Hm,” jawab Luna masih fokus dengan layar laptop.“Kalau ada telpon bantu jawab ya mbak,” pinta Indah dan Luna lagi-lagi menjawab dengan dehaman.Terdengar langkah mendekat, Indah menoleh. seorang wanita paruh baya, tapi masih terlihat cantik dan elegan. Luna berdiri, Indah masih pun belum beranjak dari tempatnya.Luna bertanya-tanya siapa gerangan wanita itu. Kalau resepsionis memperbolehkan tamu sampai ke sini, berarti orang penting atau memang sudah ada janji. Namun, aneh karena Sadam tidak ada di tempat kalau memang wanita itu tamu dari Sadam.“Selamat sore,” sapa wanita itu.“Sore, Bu,” jawab Luna dengan senyum.Indah mengangguk sopan. “Ada yang bisa dibantu?” tanyanya.“Saya mau bertemu Sadam, dia ada?”Luna dan Indah menoleh saling tatap. Atasan mereka dipanggil dengan nama, bisa jadi wanita ini

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-27

Bab terbaru

  • Ambil Saja Suamiku   24. Rencana (2)

    Irwan sudah semangat, Sherin sepakat dengan penawarannya. Seakan gelap mata, tidak tahu tempat dan waktu.“Eh, mau ngapain?”“Yaelah pake nanya, aku mau lagi. Sekarang ya, nggak akan lama deh,” sahut Irwan.“Kamu mau kita kepergok. Sebentar lagi Ibu pulang, Beni juga ada di kamar. Pakai lagi celana kamu.”Meski kecewa, Irwan akhirnya pasrah untuk setuju dengan pendapat Sherin. Rasanya sudah diubun-ubun, tidak mungkin ia minta Luna melayaninya. Harga dirinya setinggi langit, sepertinya harus bermain solo.“Ck, udah nggak tahan nih,” keluh Irwan.“Sabar, nanti aku kasih yang spesial. Asal janjimu tidak palsu.”“Bener ya? Tenang aja, untuk kamu apa sih yang enggak.”Irwan menepuk bokongnya tepat di mana dompet berada, seakan mengatakan kalau dia punya banyak uang untuk mengabulkan permintaan sherin. Padahal ia ada uang boleh mengelabui Luna, saat menyisihkan untuk orangtuanya.Berjanji akan pasang badan dan siap mengabulkan apa saja yang Sherin minta selama ia bisa mendapatkan apa yang i

  • Ambil Saja Suamiku   23. Ayo Cepat

    “Mbak, aku ke HRD ya, antar berkas ini.” Indah -- sekretaris Sadam sudah berdiri dengan tangan kiri memegang map dan tangan kanan membereskan dokumen di atas mejanya. “Sudah ditunggu!”“Hm,” jawab Luna masih fokus dengan layar laptop.“Kalau ada telpon bantu jawab ya mbak,” pinta Indah dan Luna lagi-lagi menjawab dengan dehaman.Terdengar langkah mendekat, Indah menoleh. seorang wanita paruh baya, tapi masih terlihat cantik dan elegan. Luna berdiri, Indah masih pun belum beranjak dari tempatnya.Luna bertanya-tanya siapa gerangan wanita itu. Kalau resepsionis memperbolehkan tamu sampai ke sini, berarti orang penting atau memang sudah ada janji. Namun, aneh karena Sadam tidak ada di tempat kalau memang wanita itu tamu dari Sadam.“Selamat sore,” sapa wanita itu.“Sore, Bu,” jawab Luna dengan senyum.Indah mengangguk sopan. “Ada yang bisa dibantu?” tanyanya.“Saya mau bertemu Sadam, dia ada?”Luna dan Indah menoleh saling tatap. Atasan mereka dipanggil dengan nama, bisa jadi wanita ini

  • Ambil Saja Suamiku   22. Aku Percaya

    Suasana di meja makan lebih hening dari biasanya. Luna menyempatkan sarapan di rumah, lebih leluasa karena bangun lebih awal. Beni sibuk dengan sarapannya, begitu juga dengan Ibu. Sherin dan Irwan mencuri pandang seakan bicara lewat tatapan matanya.“Kamu masih santai, nggak takut telat?” tanya Irwan karena Luna tidak terlihat tergesa seperti biasanya.“Oh, nggak mas. Masih pagi, nggak akan telat.”“Habiskan sarapanmu, biasakan makan di rumah,” ujar Ibu.Irwan langsung menghela, merasa apa yang dilakukannya salah padahal hanya mengingatkan sang istri. Luna yang mengerti perasaan Irwan mengusap paha pria itu untuk menenangkan seakan berkata, sabar mas.“Makannya cepat Beni, jemputan kamu sebentar lagi datang.”“Iya Bun.”“Sherin ikut ibu ke toko.” Ibu bicara tanpa memandang, fokus dengan cangkir teh dan menyesap pelan.“ke toko, bu?”“Hm.”“Tapi aku harus masak dan beres-beres rumah. Kalau Beni pulang –““Beni diantar ke toko, kamu bawakan ganti. Dia bisa belajar dan istirahat di sana.

  • Ambil Saja Suamiku   21. Tidak Jodoh

    Sherin sudah berpakaian, tapi Irwan masih polos dan berbaring dengan tangan menyilang di bawah kepala. Tersenyum menatap kakak iparnya. Tubuh yang sangat menggoda dan ia sudah melihat semua. Meski belum merasakan sepenuhnya, itu hanya masalah waktu.“Ngapain senyum?” Sherin mengibaskan rambutnya membuat Irwan semakin tergoda.“Kamu cantik mbak, seharusnya aku ketemu kamu sebelum kenal Luna ya. Mana tahu kita berjodoh.”“Kalau jodoh aku, kamu. Berarti yang menceraikan aku ya kamu,” ejek Sherin sambil mencibir.“Ya nggak akan mbak. Manalah saya ceraikan istri kayak kamu. Kurang apa coba, cantik dan seksi. Saya bisa bahagia siang malam dan betah di rumah.”“Halah, gombal. Laki-laki memang manis di mulut.”Irwan berdiri, masih dengan tubuh polos dan langsung memeluk Sherin.“Yang manis itu kamu, bukan mulut aku. Manisnya sampai bikin aku diabetes dan harus mendapatkan kasih sayang kamu mbak.”Sherin mencibir dan Irwan terkekeh. Terdengar suara barang dijatuhkan ke lantai.“Beni,” ucap She

  • Ambil Saja Suamiku   20. Sentuhan Pertama (2)

    “Geser!” titah Sherin sambil mendorong tubuh Irwan menjauh.“Biarin aja mbak, paling minta sumbangan.” Wajah Irwan kembali mendekat, tapi tangan Sherin menahannya.“Dilihat dulu, mana tahu itu Ibu atau siapa. Aku nggak mau digerebek warga,” ucap Sherin lirih.Irwan beranjak dengan malas. Berdecak sambil merapikan pakaiannya dan menyadari bagian bawah tubuhnya sudah menegang dan menonjol.“Ganggu aja,” keluhnya lalu menuju pintu. Sebelum membuka, ia menggeser gorden mengecek siapa yang datang.Pagar rumah itu agak tinggi, terlihat kepala Pak RT dan salah satu warga. Masih berdiri di depan pagar dan terus memanggil Irwan. Menoleh ke arah ruang tengah memastikan Sherin sudah beranjak dari sana.“Eh, pak RT,” ujar Irwan saat membuka pintu dan berjalan cepat menuju pagar.“Pada kemana ini, sepi banget?”“Ketiduran saya, tadi dari rumah Mama. Luna kayaknya ke toko,” jawab Irwan dan mempersilahkan kedua tamu itu masuk.Duduk di kursi beranda, Irwan berusaha menyembunyikan bagian bawah tubuh

  • Ambil Saja Suamiku   19. Sentuhan Pertama

    “Mah.”Wanita yang dicari sedang asyik menonton tivi, Irwan langsung ikut duduk di sampingnya.“Ditungguin dari kemarin, baru nongol.”Irwan menyandarkan kepala sambil terpejam. “Masak apa mah?”“Ck, bukannya bawa makanan malah tanya masak apa. Lihat aja tuh di meja. Eh, kamu sendiri, Luna mana?”“Nggak ikut, dia sibuk,” jawab Irwan kemudian menegakan tubuh meski masih bersandar pada sofa. Mengeluarkan amplop dan menyerahkan pada wanita yang sudah melahirkannya. “Nih uangnya. Cuma bisa kasih segitu, itu juga pakai acara ngerayu dulu. Aku bilangnya pinjam, nanti udah kerja dibayar.”“Astaga, istrimu begitu? Masa orangtua butuh harus pinjam, lagian mama minta sama kamu bukan sama dia. Selama kalian menikah kamu banyak kasih uang ke dia, nggak ada gitu mau bantu mama.”“Ah, sudahlah Mah. Yang penting udah keluar uangnya. Pusing aku, di rumah sumpek kerja belum ada yang cocok.”“MAma bilang juga apa, tinggal aja di sini, kamu masih punya orang tua dan kami terima kamu dengan tangan terbuk

  • Ambil Saja Suamiku   18. Akal Bulus Irwan

    “Mas sudah bangun?” Luna terbangun dan mendapati Irwan keluar dari kamar mandi sambil mengeringkan rambut. Mengabaikan pertanyaan istrinya dan langsung membuka lemari.“Mau kemana?” tanya Luna lagi karena Irwan memakai celana panjang dan kaos berkerah. Lebih rapi dari biasanya.“Mau cari uang. Orangtuaku butuh bantuan, aku anaknya harus berbakti. Cuma tiga juta, tapi kalau lagi kere begini rasanya kayak milyaran.”Luna menghela nafas. Ucapan Irwan sangat menyindir dirinya karena hanya bisa menyiapkan sebagian dari permintaan sang mertua.“Mas, kamu jangan gitu dong. Aku bukannya nggak mau bantu, tapi ….”“Tidak masalah, aku tidak minta bantuan kamu. Biar aku cari sendiri.”Irwan menyisir rambut dengan cepat, hendak segera keluar kamar. Namun, Luna menghalangi membuat mereka saling tatap.“Kita bicarakan dulu, jangan keluar dalam keadaan marah. Aku nggak mau masalah kita berlarut-larut.”“Masalah apa? Aku mau cari uang untuk orang tuaku, itu masalah?” cecar Irwan.“Tidak mas, tentu saj

  • Ambil Saja Suamiku   17. Harus Bagaimana

    Luna tersenyum saat turun dari kendaraan umum sudah ada Irwan menunggu. Sempat mengabari kalau ia dalam perjalanan pulang dan minta dijemput di halte. Tentu saja Irwan tidak bisa menolak, ibu mertuanya ada di rumah sejak tadi siang dan raut wajahnya terlihat tidak bersahabat.Dengan Sherin pun hanya bisa berkomunikasi lewat tatapan mata. Sangat tidak bisa diprediksi kondisi di rumah itu.“Malam mas,” sapa Luna meraih tangan Irwan dan mencium dengan takzim.“Hm. Naik, kita langsung pulang. Aku sampai dinyamukin nungguin kamu." Padahal Irwan baru datang, mengeluh seakan menunggu lama.Luna mengangguk dan gegas naik ke motor. Sempat menanyakan apa Irwan ingin sesuatu, rokok atau kebutuhan mereka yang lain. Namun, hanya dijawab dengan menggeleng. Sampai di rumah, Luna segera merapatkan pintu pagar. Tinggal mengunci dengan gembok, tidak ada rencana keluar lagi. Apalagi sudah jam tujuh malam.“Tante Luna, aku sudah kerjakan PR,” teriak Beni saat melihat Luna.“Wah, hebat.”“Nilai aku yang

  • Ambil Saja Suamiku   16. I'm coming

    Bab 16Irwan dan Sherin tiba di sekolah terlambat. Sudah lima belas menit Beni menunggu di depan ruang guru karena belum dijemput. Keasyikan ngobrol dan bercanda di taman, wali kelas Beni menghubungi Sherin karena Beni belum dijemput juga.“Sayang, lama nunggu ya?”“Bunda kenapa lambat jemput aku?”“Iya, maaf. Bunda lupa, tadi lewat pasar kena macet. Ayo, pulang!” Sherin mengambil alih tas Beni dan menuntunnya meninggalkan sekolah.Irwan masih menunggu di depan gerbang tanpa turun dari motor. Tidak ada ada percakapan dalam perjalanan pulang, apalagi bercanda. Beni sudah cukup mengerti dan bisa mengingat apa yang dia lihat dan dengar.“Mau jajan dulu nggak?” Tanya Irwan, sebelum belokan ke rumah ada minimarket.“Nggak Om, aku mau kerjain PR terus bobo. Tante Luna mau kasih aku jadi anak baik dan nilai aku bagus.”Irwan meringis mendengar Beni, apa hadiah yang akan diberikan Luna kalau ia menjadi suami yang baik. Ada rasa bersalah karena sudah menggoda Sherin.“Langsung pulang aja,” usu

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status