“Yes, Joshua. Anakmu sebentar lagi berumur enam tahun. Tak terasa tahun depan dia akan masuk SD. Permasalahan yang dihadapinya di sekolah akan lebih kompleks lagi. Lebih baik kita mengatakan yang sebenarnya bahwa…ibunya sudah meninggal dunia.”
Ayah Celine tercenung selama beberapa saat. Lalu wajah tampan itu mengangguk setuju. “Ok, Ma. Aku setuju saja kalau memang itu jalan yang terbaik menurut Mama. Lalu kapan kita akan mengatakannya pada Celine?”
“Besok pagi sewaktu sarapan. Siangnya kamu harus ikut Mama menjemputnya pulang sekolah. Lalu kita pergi bersama-sama ke makam Sonya. Bagaimana?”
Joshua menganggukkan kepalanya menurut saja. Oma Merry tersenyum senang. Akhirnya…aku bisa mengajak anakku pergi ke sekolah besok, soraknya penuh sukacita dalam hati. Akan kukenalkan padanya gadis istimewa yang berhasil merebut hatiku dan Celine. Aku berharap Joshua juga akan merasakan betapa spesialnya Miss Amanda.
***
“Papaaa…!” seru Celine gembira ketika dilihatnya ayahnya berdiri di depan pintu keluar sekolah bersama neneknya. Amanda spontan menoleh ke arah ayah muridnya tersebut. Guru cantik itu terkesiap.
Wah, ganteng dan keren sekali papanya Celine! pujinya dalam hati. Tatapannya beradu pandang dengan sorot mata teduh laki-laki itu. Joshua terhenyak melihat paras cantik nan ceria di hadapannya.
Segar sekali wajahnya! batinnya terpesona. Senyumannya pun begitu cerah dan meluluhkan hati siapapun yang melihatnya.
Amanda segera dapat menguasai perasaannya. Gadis itu menyerahkan Celine kepada neneknya sambil tersenyum ramah. Kemudian dia memanggil nama anak-anak lain satu per satu dan menyerahkan murid yang bersangkutan kepada orang tua, wali, ataupun pengasuh yang datang menjemput.
“Papa, ayo kita pergi menemui Mama. Papa sama Oma tadi pagi kan sudah janji sama Celine,” rengek gadis kecil itu tidak sabar.
Joshua tersentak dari lamunannya. Oma Merry tersenyum melihat anaknya itu salah tingkah. Benar dugaanku, batinnya senang. Anakku pun langsung terpesona begitu melihat guru cantik itu untuk pertama kalinya. Kesempatan ini tidak boleh kusia-siakan, tekadnya bulat dalam hati.
Dengan sigap perempuan paruh baya itu mencegat Amanda yang hendak masuk kembali ke dalam gedung sekolah.
“Maaf, Miss Amanda….”
“Oh, iya. Ada yang bisa saya bantu, Omanya Celine?”
“Anu, saya kok merasa kesulitan ya, mencarikan gaun kuning ala princess Belle yang mau dipakai Celine waktu ulang tahun. Apakah Miss bisa memberikan saran?”
“Oh, bisa dicari di online shop, Oma. Ada banyak pilihannya.”
Oma Merry menghela napas panjang. Wajahnya berubah muram. Lalu dia berkata dengan suara berat, “Saya pernah beberapa kali membelikan gaun buat Celine di Instagram. Tapi ternyata barangnya tidak sebagus seperti yang terlihat di foto. Celine juga nggak suka. Jadi gaun-gaun itu akhirnya tidak terpakai. Saya jadi trauma, Miss.”
Amanda manggut-manggut tanda mengerti. Memang begitulah risiko kalau membeli produk secara online. Dirinya pun pernah mengalaminya.
Tiba-tiba gadis itu teringat akan sesuatu. Dengan ramah diutarakannya hal itu kepada nenek Celine.
“Oma, seingat saya di K-Mall ada sebuah butik anak-anak yang menjual kostum-kostum princess. Barangkali Celine bisa diajak pergi ke sana untuk melihat-lihat. Bisa dicoba, kok. Jadi langsung tahu ukurannya pas atau tidak.”
“Oh, begitu. Coba tolong Miss kasih tahu papanya Celine dimana letak toko itu, ya. Joshua, sini! Miss Amanda mau bicara,” seru Oma Merry memanggil putranya yang asyik bercengkerama dengan Celine.
Joshua menggandeng putrinya berjalan mendekati Amanda dan Oma Merry. Wah, dilihat dari dekat tambah ganteng saja orang ini, batin Amanda dag-dig-dug tak karuan.
“Miss, kenalkan ini anak saya satu-satunya, papanya Celine. Namanya Joshua. Umurnya tiga puluh tujuh tahun dan sudah mapan secara ekonomi. Dia bekerja meneruskan pabrik kosmetik milik keluarga kami yang sekarang semakin berkembang….”
Joshua memelototi ibunya. Apa-apaan, sih? Ini perkenalan antara guru dengan orang tua murid atau perjodohan, ya? batinnya geram. Tiba-tiba dia merasa sudah masuk ke dalam perangkap ibunya untuk berkenalan dengan guru cantik ini.
Oma Merry menghentikan kalimatnya dan tersenyum simpul. Amanda berpura-pura tidak memahami apa yang sedang terjadi. Lagi-lagi dia mengeluarkan senyuman mautnya yang membuat hati Joshua ketar-ketir melihatnya.
“Halo, Pak Joshua. Saya Amanda, wali kelas Celine,” sapa Amanda seraya mengulurkan tangannya mengajak bersalaman.
Lawan bicaranya mengangguk dan menerima uluran tangan putih mulus itu. Seketika sekujur tubuhnya bagaikan tersengat listrik. Terasa panas tapi…begitu nyaman dan menyenangkan.
“Saya Joshua, papanya Celine,” sahutnya berusaha menegaskan suaranya.
Amanda tersenyum lagi sambil berusaha menarik tangannya kembali dari genggaman Joshua.
“Papa, itu kapan tangannya Miss Amanda dilepas? Kasihan, lho. Kan nggak enak dipegang terus-terusan,” celetuk Celine polos mengingatkan.
Ayahnya seketika terkejut dan melepaskan tangan halus itu. Sikapnya menjadi agak kikuk. Oma Merry bersorak-sorai dalam hati. Dia dapat merasakan ada ketertarikkan yang terjadi di antara kedua anak manusia di depannya itu. Tinggal kudorong sedikit saja mereka agar berani melangkah lebih jauh, pikirnya penuh strategi.
“Begini lho, Josh. Miss Amanda ini tadi bilang di K-Mall ada sebuah butik anak-anak yang menjual gaun-gaun princess. Siapa tahu gaun yang mau dipakai Celine waktu ulang tahun ada di sana. Mama minta tolong Miss untuk menjelaskan lokasi butik itu padamu supaya kita nggak susah mencarinya nanti.”
“Oh, begitu. Boleh. Di lantai berapa, Miss? Dekat toko apa?”
Amanda lalu menjelaskan lokasi butik tersebut tapi sepertinya Joshua kurang begitu paham dengan seluk-beluk K-Mall. Maklum, dia sudah jarang pergi ke mal karena terlalu sibuk bekerja.
“Bagaimana kalau kita pergi sama-sama aja, Miss? Nanti kami jemput Miss di rumah. Nggak keberatan, kan? Miss Amanda bisanya hari Sabtu atau Minggu?” tanya Oma Merry bertubi-tubi. Dia tidak mau melewatkan kesempatan yang sudah berada di depan mata untuk mendekatkan putranya yang telah lama menduda dengan guru yang baik hati ini.
“Ehm…saya kos di sini, Oma. Rumah saya sebenarnya di kota Malang,” jawab Amanda agak canggung. Dia bingung harus menerima atau menolak ajakan wali muridnya ini.
Pihak sekolah sih, tidak pernah melarang. Cuma sebagai seorang guru dia harus bisa menempatkan dirinya dengan pantas. Tidak terlalu dekat dengan wali murid tertentu agar tidak menimbulkan kecemburuan wali-wali murid lainnya. Karena di level manapun di sekolah, selalu ada persaingan di antara para wali murid entah itu dalam hal prestasi anak-anak mereka ataupun kedekatan dengan guru.
Tetapi…rasanya tidak apa-apa kalau aku menemani keluarga Celine mencarikan gaun ulang tahun yang pas untuknya. Toh, hanya sekali ini saja dan demi kelancaran perayaan ulang tahunnya, pikir Amanda membela diri.
“Miss Amanda…Miss Amanda!” seru Celine membuyarkan lamunannya.
Gurunya itu terperanjat. Raut wajahnya begitu menggemaskan hingga membuat Celine sekeluarga tertawa.
Oma Merry segera mencairkan suasana, “Nggak apa-apa, Miss. Kami jemput saja di kos, kalau Miss tidak berkeberatan….”“Ehm…kita langsung ketemu di K-Mall saja ya, Oma. Hari Sabtu jam dua siang bisa?”“Oh, tidak merepotkan Miss Amanda-kah kalau kita langsung bertemu di K-Mall?”“Sama sekali tidak, Oma.”“Miss nanti berangkat ke K-Mall naik apa?”Joshua memelototi ibunya gemas. Kok mau tahu aja, sih? gerutunya dalam hati. Yang penting kan langsung ketemu di sana beres.&nbs
Malam harinya Joshua membacakan buku cerita kesukaan Celine hingga anaknya itu tertidur. Oma Merry merasa senang sekali putranya kembali melakukan kembali kebiasaannya yang sempat terhenti selama hampir setahun terakhir itu. Celine terlelap dengan mengulas senyum bahagia di wajahnya yang lucu menggemaskan.“Ayo keluar, Mama mau bicara,” bisik perempuan setengah baya itu kepada putranya. Joshua mengangguk mengiyakan. Setelah mengecup dahi putrinya dan menyelimuti tubuh mungil itu, laki-laki berperawakan kekar itu mematikan lampu kamar dan menutup pintu. Dia lalu menyusul ibunya duduk di sofa ruang keluarga.“Kau dengar sendiri kan, doa Celine tadi siang di depan pusara Sonya?” tanya Oma Merry pada putranya yang duduk tepat di sebelahnya.&nb
Amanda mengangguk membenarkan dan berkata, “Sepertinya begitu.”“Lalu kalian besok Sabtu siang ngapain ketemu di K-Mall?”“Mencarikan gaun ulang tahun untuk Celine. Bulan depan dia akan merayakannya di sekolah.”Sepasang mata Fanny terbelalak lebar. “Buat apa mengajakmu segala? Memangnya mau beli gaun macam apa?”“Gaun kuning Princess Belle itu lho, tokoh utama Beauty and the Beast.” “Tinggal cari di online shop apa susahnya?”
Dan kini ada seorang pria yang usianya jauh diatasnya, tapi menarik perhatian gadis itu. Laki-laki itu sungguh berbeda dengan pemuda-pemuda yang dulu berpacaran dengannya. Joshua kelihatan begitu tampan, sopan, dan…matang. Kelihatannya omanya Celine memang bermaksud menjodohkan anaknya dengan diriku, duganya dalam hati. Tapi…aduh, aku takut menjalin hubungan yang serius. Aku takut menikah. Aku takut punya anak….“Sudahlah, Man,” cetus Fanny membuyarkan lamunan gadis bermata bulat dan berambut ikal panjang itu. “Nggak usah terlalu dipikirin. Lihat saja besok gimana.”Amanda mengangguk setuju. Iya, dilihat besok saja perkembangannya bagaimana, batinnya pasrah. Barangkali aku yang kege-eran sendiri. Siapa tahu Omanya Celine tidak benar-benar bermaksud menjodohkanku dengan anaknya.
“Bagus sekali, Celine. Cuma sepertinya agak kepanjangan, ya?” komentar Amanda seraya membungkukkan badannya dan memeriksa bagian bawah gaun tersebut.“Bisa kami pendekkan kalau mau, Bu. Cuma mesti menunggu sekitar tiga jam karena harus antri dengan pesanan-pesanan sebelumnya. Bagaimana, Bu?” tanya pelayan toko itu kepada Amanda.Yang ditanya mengalihkan pandangannya kepada Oma Merry untuk meminta pendapat. Oma Merry mengangguk dan menjawab lugas, “Baiklah, Mbak. Tolong dipendekkan yang rapi, ya. Tapi jangan dipotong kainnya. Supaya nanti masih bisa dipakai cucu saya waktu lebih tinggi lagi badannya.”“Baiklah, Bu. Saya ukur dulu ya, mau dipendekkan seberapa.”&
Berarti kamu sekarang berusia dua puluh lima tahun. Dua belas tahun lebih muda dariku. Aduh, mana mau dia sama laki-laki setua aku ini? pikir Joshua minder.Selanjutnya percakapan mereka terjeda oleh kedatangan seorang pelayan yang membawakan pesanan Joshua. Sepiring gado-gado, sepiring rujak manis, dan segelas besar teh tawar hangat. Laki-laki itu mengucapkan terima kasih dan pelayan itu pun pergi meninggalkan mereka berdua.“Saya makan dulu gado-gadonya ya, Miss. Rujak manisnya saya pesan buat Miss Amanda, lho. Silakan dinikmati.”Amanda yang merasa sungkan terpaksa menikmati serpiring buah-buahan yang diberi bumbu gula merah itu.
“What?! Jadi kemarin kalian berdua balik lagi ke K-Mall?” pekik Fanny terkejut. Ia sedang tidur-tiduran santai di kamar Amanda.Lawan bicaranya mengangguk mengiyakan. Ia tersipu malu.“Soalnya tiket nonton di tempat lain sudah sold out. Kan Pak Joshua belinya dadakan di aplikasi.”“Jam berapa nontonnya?”“Jam sembilan malam.”“Heh?! Kok nggak beli tiket yang mainnya lebih awal?”“Nggak nutut. Sampai K-Mall lagi aja ja
Amanda bergidik mendengarkan pengakuan laki-laki itu. Rupanya apa yang terlihat di depan itu seringkali menipu, cetusnya dalam hati. Pria yang begitu baik, sopan, dan dewasa di depanku selama ini ternyata mempunyai masa lalu yang kelam. Kasihan sekali almarhumah istrinya.Joshua yang melihat pasangannya diam saja kembali melanjutkan pengungkapan masa lalunya. “Sonya kuperlakukan dengan tidak manusiawi. Aku memang tak pernah menyakitinya secara fisik, tetapi batinnya kusiksa dengan kata-kata yang kasar dan penuh cemooh. Dia juga tahu aku tidur dengan banyak wanita. Hal itu membuat dirinya sangat tersiksa. Lambat-laun hubungan kami merenggang dan seperti orang asing. Tak ada lagi kegembiraan, pertengkaran, maupun tangisan….”Amanda yang mulai tidak tahan mendengar cerita memilukan itu langsung menyela
Malam harinya Amanda membacakan cerita untuk Celine sebelum tidur. Ditemaninya anak itu sampai terlelap. Lalu dikecupnya pipi mungil yang menggemaskan itu dan keluarlah ia meninggalkan kamar tersebut. Perempuan yang sudah resmi menjadi seorang istri itu lalu melangkah masuk ke dalam kamar yang selama ini ditempati Joshua sendirian. Dengan jantung berdegup kencang dibukanya pintu kamar. “Mas Josh,” sapanya sembari mencari-cari sosok suaminya di dalam ruangan yang terang benderang. Tak ada jawaban. Orang yang dicarinya tak kelihatan batang hidungnya. Diperiksanya kamar mandi, tak tampak secuil pun bayangan Joshua. Di mana ya, suamiku? tanya Amanda dalam hati. Dia lalu keluar dari kamar mandi. Pandangannya mulai berkelana ke sepanjang
Selanjutnya Tante Beatrice dan Tante Bianca bersatu-padu menggugat Arnold atas pasal tindakan penganiayaan. Mereka sepakat mengeluarkan sejumlah besar uang agar kasus tersebut tidak diberitakan oleh media. Bukti-bukti banyak yang memberatkan tersangka hingga menyebabkan statusnya berubah menjadi terdakwa. Kesaksian Joshua turut meyakinkan hakim bahwa terdakwa mempunyai kecenderungan melakukan penyiksaan terhadap kaum wanita.Setelah menjalani persidangan selama beberapa bulan, akhirnya hakim menjatuhkan hukuman tiga belas tahun penjara. Arnold yang kondisinya tak lagi terawat seperti dulu akibat lama meringkuk di sel rumah tahanan, tidak terima terhadap keputusan hakim.“Keputusan hakim tidak adil. Saya mau naik banding! Naik banding!” teriaknya histeris. Kuasa hukum yang diperolehnya secara cuma-cuma dari negara hanya memandang tak berdaya ketika kliennya itu diringkus
Keesokkan harinya Amanda dijemput mobil travel pukul enam pagi. Setelah mengikuti rute sang sopir menjemput penumpang-penumpang di Malang dan menurunkan mereka di alamat-alamat yang dituju, akhirnya tibalah saatnya gadis itu diantarkan ke rumah Joshua.Kedatangannya langsung disambut hangat oleh sang kekasih. Oma Merry sedang menunggui Celine di sekolah. Joshua segera mengajak gadis itu memasuki kamar kerjanya. Sesampainya di ruangan yang cukup besar itu, laki-laki yang dilanda kerinduan teramat sangat itu segera menutup pintu. Direngkuhnya gadis yang selalu menghiasi mimpi-mimpinya tiap malam itu dalam pelukan hangatnya.“Aku kangen banget, Manda,” ucapnya lembut seraya membelai-belai rambut ikal harum sang pujaan hati. Ditengadahkannya wajah cantik itu dan diciuminya dengan penuh hasrat. Bibir mereka saling be
“Bagaimana, Nona Amanda? Barangkali ada hal-hal yang kurang dipahami? Saya akan menjelaskannya lagi jika tidak keberatan….”Yang ditanya menggeleng pelan. Sambil tersenyum simpul, gadis cantik itu menyahut, “Saya sudah memahami semuanya, Bapak Petrus. Saya pribadi bersedia membantu Tante Beatrice. Mengenai Mas Joshua bersedia atau tidak memberikan kesaksian, mohon beri saya waktu untuk membujuknya. Karena ini berkaitan dengan aib rumah tangganya yang dulu menimbulkan kepedihan teramat besar bagi dirinya. Saya harus sangat berhati-hati agar luka hatinya yang sudah sembuh tidak menganga lebar kembali.”Petrus mengangguk tanda mengerti. Memang tak mudah bagi seorang suami untuk membuka aib keretakkan rumah tangganya di depan orang lain. Sambil tersenyum bijaksana, kuasa hukum Beatrice itu berkata bijak, “Terima kasih banyak atas kesediaan Nona Amanda membantu kami. Saya percaya orang baik seperti Nona
Pagi itu Amanda sedang berada di rumah. Ia baru saja selesai sarapan bersama ayahnya dan hendak berangkat ke rumah sakit untuk menggantikan Valerie menjaga ibu mereka. Tiba-tiba ponselnya berbunyi karena telepon dari nomor tak dikenal.“Halo?” sapa gadis itu ramah. Lalu terdengar sebuah suara berat seorang laki-laki dewasa, “Maaf, apakah saya sedang berbicara dengan Nona Amanda?”“Betul, saya sendiri. Ada keperluan apa, ya?” tanya Amanda heran. Caranya bicara bukan seperti orang yang mau menawarkan kartu kredit atau pinjaman tunai, komentarnya dalam hati. Gadis itu sudah terbiasa menerima telepon dari tenaga-tenaga pemasaran produk-produk semacam itu.“Oh, Nona Amanda sendiri? Kenalkan. Saya Petrus, pen
Tante Beatrice melongo. Tak diduganya suaminya bermaksud menjodohkannya dengan sahabat baiknya sendiri. Dan yang paling mengejutkan adalah…ternyata orang itu sudah lama menaruh hati pada dirinya! Pikiran wanita yang sedang yang kacau balau tak sanggup menerima kenyataan ini. Ditatapnya laki-laki berbadan tinggi besar dan berwajah kasar itu dengan garang.“Keluar kau sekarang! Keluar! Kalian para lelaki memang tak bisa dipercaya. Aku kecewa dengan kalian semua! Pergi kau, pergi!” teriaknya mengusir Petrus.Suaranya yang histeris ternyata terdengar sampai ke luar kamar. Seketika seorang dokter dan dua perawat datang menengoknya. “Ada apa, Bu Beatrice. Apakah Ibu merasa kesakitan?” tanya sang dokter cemas. Seharusnya obat yang diberikannya tadi sudah mampu meredakan rasa sakit pada wajah si pasien.“Saya sakit hati melihat orang ini, Dokter!” seru pasiennya seraya menunjuk-nunjuk k
“Arnold kok dilawan,” seringainya jahat. Dengan santai dia naik lift menuju basement tempat mobilnya diparkir.Sementara itu Tante Beatrice yang terbaring di lantai dengan wajah penuh luka perlahan bangkit.Dilihatnya keadaan Tante Bianca. Alangkah terkejutnya dia melihat mata wanita itu terpejam.“Ya Tuhan, apakah dia sudah mati?” cetusnya cemas. Didekatkannya telinganya pada dada perempuan itu. Ia menghembuskan napas lega mendengar Tante Bianca masih bernapas. Dipandanginya wajah dan tubuh yang babak belur itu prihatin. Kami berdua adalah wanita-wanita paruh baya yang tak tahu diri, tangisnya dalam hati. Inilah balasan yang harus kami terima sekarang.Lalu perlahan ia bangkit berdiri dan berjalan menuju ke kama
Keesokkan sorenya, pesawat yang dinaiki Tante Beatrice dari Singapore mendarat di bandara Juanda, Surabaya. Ia dijemput oleh sopirnya yang langsung mengantarnya pulang ke rumah.“Ini oleh-oleh buatmu dan keluarga,” ujar wanita itu sesampainya di rumah. Ia menyerahkan sebuah kantung kertas berisi aneka makanan ringan khas negeri Singa kepada sopirnya. Pegawai kepercayaan Tante Beatrice itu menerimanya sambil mengucapkan terima kasih.“Apakah Ibu masih mau pergi lagi malam ini?” tanya pria itu sopan. Dilihatnya bosnya itu menggeleng. “Kamu boleh pulang sekarang. Saya sudah tidak ada rencana pergi kemana-mana,” jawab Tante Beatrice lugas.Sang sopir mengangguk. Disodorkannya kunci mobil kepada majikannya dan ia
Tante “Bagaimana gagasan Val tadi menurut Mama?” tanya gadis itu menanti reaksi sang ibu. Rita mengangguk dan berkata, “Mama suka dengan ide-idemu itu, Nak. Tapi coba bicarakan dengan Papa dulu, ya. Siapa tahu beliau bisa memberikan masukan yang bisa mendukung pemikiranmu tadi.”Valerie menatap ibunya takjub. Mama sudah berubah, pikirnya senang. Rupanya serangan stroke yang dialaminya membuat dirinya introspeksi diri. Dulu dia jarang sekali mau mendengarkan pendapat orang lain karena merasa dirinya sendiri yang benar. Tuhan memang luar biasa, batin gadis itu penuh rasa syukur. Selalu punya cara untuk membuat umatNya bertobat.“Lalu bagaimana dengan impianmu untuk belajar bahasa Mandarin di Beijing, Val?” tanya ibunya penasaran. Ia tak percaya anaknya yang biasanya keras kepala in