“Kamu harus datang menghadiri perayaan ulang tahun anakmu di sekolah, Josh,” ucap Oma Merry kepada putra tunggalnya, Joshua.
Ayah Celine itu hanya menganggukkan kepalanya sekilas tanpa memandang wajah ibunya. Ia sedang duduk mengetik pada laptop di kamar kerjanya. Oma Merry yang duduk persis di hadapannya merasa gemas melihat sikap acuh tak acuh laki-laki itu.
"Joshua Tanaka, apakah kamu masih menganggap aku ini ibumu?!”
Pria itu terkesiap mendengar nada suara ibu kandungnya yang mulai meninggi. Dihentikannya aktivitas mengetiknya dan ditatapnya wanita setengah baya itu dengan penuh tanda tanya. “Ada apa, Ma? Kok tiba-tiba marah?”
“Siapa yang nggak marah kalau dicuekkin begini?”
“Aku kan sudah menyanggupi untuk hadir di acara ulang tahun Celine.”
“Apakah kau akan benar-benar menepati janji?”
“Tentu saja, Ma. Celine kan anakku.”
“Kalau begitu, kenapa kau sudah lama tidak memperhatikannya? Celine seperti kehilangan sosok seorang ayah. Padahal dulu kau sangat dekat dengannya. Sering menemaninya bermain, menggendongnya kesana-kemari, dan membacakannya buku cerita sebelum tidur hingga terlelap.”
“Pekerjaanku semakin sibuk, Ma. Mama kan tahu sejak toko-toko online semakin marak, pesanan kosmetik produksi pabrik kita semakin meningkat. Aku harus menambah jumlah tenaga kerja dan menyewa tempat baru untuk menambah kapasitas produksi. Tanggung jawabku semakin bertambah, Ma.”
“Kamu kan bisa mempekerjakan seorang supervisor untuk membantumu mengawasi pekerjaan di tempat yang baru itu. Kenapa harus selalu turun tangan sendiri? Umurmu sudah tiga puluh tujuh tahun, Anakku. Mau sampai kapan bekerja banting tulang seperti ini? Nikmatilah hidup. Nikmatilah hasil kerja kerasmu!”
Joshua tertawa lebar. Anakku ganteng sekali kalau sedang tertawa begini, batin Oma Merry takjub. Masakan Miss Amanda tidak akan tertarik padanya? Pria yang tampan, gagah, mapan, meskipun mempunyai satu kelemahan…. Ah, biar bagaimanapun harus kucoba. Siapa tahu Tuhan membukakan jalan, pikirnya optimistis.
“Ma, aku rasanya sudah kenyang menikmati hidup. Mama kan tahu sendiri betapa aku dulu suka berhura-hura. Sekarang aku sudah insaf dan menjadi laki-laki baik-baik yang serius bekerja demi kebahagiaan keluarga, lha kok Mama malah memintaku untuk menikmati hidup lagi?!”
“Maksud Mama, kamu harus bergaul. Jangan sibuk berkutat dengan pekerjaanmu terus.”
“Aku bergaul dengan orang banyak, Ma. Para karyawan, supplier, customer, teman-teman di gym….”
“Nah, dari orang-orang yang kamu temui itu masa tidak ada satupun yang menarik perhatianmu?”
“Maksud Mama?”
Oma Merry tersenyum penuh arti seraya berkata lirih, “Seorang wanita….”
Seketika wajah Joshua berubah tegang. Dia menatap ibunya dengan tajam.
“Mama kan tahu, hal itu tidak mungkin terjadi!”
“Jangan pesimis, Anakku. Kamu masih muda dan….”
“Mandul!”
“Joshua!”
“Siapa wanita yang mau menikah dengan pria yang mandul, Ma? Kecuali wanita yang memang sudah mempunyai anak. Tapi Mama kan tahu hal itu seringkali menimbulkan masalah baru. Aku takut Celine tidak cocok dengan ibu maupun saudara tirinya.”
“Pemikiranmu terlalu panjang, Josh.”
“Kenyataannya memang seringkali begitu, Ma. Banyak kan kejadian seperti itu menimpa kenalan-kenalan kita? Aku pernah hidup dalam keterpurukkan, Ma. Syukurlah kemudian bisa bangkit kembali dan hidup tenang seperti sekarang. Aku tidak ingin mengalaminya lagi. Capek!”
Oma Merry menatap iba putra kesayangannya itu. Perjalanan hidupnya memang tidak mudah. Namun lika-liku itulah yang membentuk dirinya sekarang menjadi sebuah pribadi yang begitu kuat, kokoh, dan… suka menyendiri.
“Celine ingin memakai gaun kuning ala Belle.”
“Siapa itu? Artiskah?”
Nenek Celine itu menatap lawan bicaranya dengan wajah cemberut.
“Kok marah lagi, Ma? Aku salah apa?”
“Belle itu nama princess dalam film animasi Beauty and the Beast.”
“Oh, begitu. Kirain nama artis terkenal. Tokoh kartun, toh."
“Kau pikir anakmu itu umur berapa? Enam tahun, Joshua. Enam tahun! Anak umur segitu ya sukanya sama film-film kartun. Kamu ini bagaimana, sih? Masa kesukaan anak sendiri sampai nggak ngerti?!”
Joshua nyengir geli melihat wajah dongkol ibunya itu. Ia segera bangkit berdiri dari tempat duduknya dan mendekati Oma Merry. Dirangkulnya wanita yang sangat disayanginya itu dan dikecupnya kedua pipinya dengan manja.
Begitulah cara yang sering digunakannya untuk meredam kemarahan wanita yang melahirkannya itu. Dan benar saja, ekspresi Oma Merry langsung berubah riang kembali seperti pelangi yang muncul sehabis hujan.
“Josh…,”ucapnya dengan nada suara penuh arti, “Kamu dulu pernah berjanji pada mendiang Sonya bahwa akan menganggap Celine seperti anak kandungmu sendiri. Mama terharu sekali waktu itu. Selama bertahun-tahun Mama lihat kamu benar-benar menunaikan janjimu itu dengan baik. Hubunganmu dekat sekali dengan anakmu hingga tiba-tiba setahun terakhir ini Mama merasa bahwa kamu menjauh darinya. Ada apa sebenarnya, Nak?”
Joshua tercenung mendengar pertanyaan ibunya. Setelah berpikir selama beberapa saat, akhirnya dia mengungkapkan isi hatinya.
“Celine pernah bertanya padaku, Ma. Mengapa teman-temannya mempunyai papa dan mama sedangkan dia punya papa dan oma….”
Oma Merry tersentak. Sebenarnya dirinya sudah lama mempersiapkan jawaban atas pertanyaan itu tapi tak pernah diutarakannya karena Celine tidak pernah menanyakan hal itu kepadanya.
Tak kusangka dia menanyakannya pada Joshua…, pikirnya prihatin. Pantas anaknya ini mulai menjauhi gadis kecil itu. Mungkin takut akan ditanya-tanyai lebih mendalam lagi.
Kaum pria biasanya tidak begitu pandai mencari-cari jawaban yang masuk akal dan mudah dipahami oleh seorang anak kecil yang rasa ingin tahunya begitu besar. Berbeda dengan kaum wanita yang lebih kreatif dan banyak akal dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti itu.
“Celine tidak pernah menanyakannya pada Mama. Lalu apa jawabanmu?”
“Aku cuma bilang begini: Celine kan tahu Papa sama Oma sayang sekali sama Celine. Itu sudah cukup, kan? Bego sekali kan jawabanku, Ma?”
Ibunya tertawa geli sambil menganggukkan kepalanya. “Itu sama sekali bukan jawaban, Nak. Tapi membungkam anakmu untuk bertanya lebih jauh lagi. Hehehe….”
“Begitulah, Ma. Padahal aku sudah lama menyiapkan jawaban seperti mama Celine sudah hidup bahagia di surga dan sejenisnya. Tapi ketika ditanyakan langsung oleh Celine, lidahku terasa kelu untuk menjawabnya. Dan…semakin besar kok wajahnya semakin mirip dengan Sonya. Aku jadi teringat masa lalu kalau berada di dekatnya. Karena itulah aku mulai menjaga jarak, supaya dia tidak mengulangi pertanyaan itu lagi atau bahkan ingin mengetahui lebih jauh lagi tentang ibunya.”
Kedua mata Joshua mulai berkaca-kaca. Ibunya sampai merasa tidak tahan melihatnya.
“Mengapa kamu tidak menceritakannya pada Mama, Nak?”
“Aku malu, Ma. Masa hal sepele seperti ini harus berkeluh-kesah pada Mama.”
“Bukan berkeluh-kesah, Josh. Kita pecahkan masalah ini bersama-sama. Mama punya cara yang tepat untuk menjawab pertanyaan anakmu itu.”
“Oya? Bagaimana caranya, Ma?”tanyanya penasaran.
Oma Merry tersenyum bijaksana. Lalu dengan suara lirih dia berkata, “Kita bilang saja: Baiklah, Celine. Besok kita pergi mengunjungi Mama.”
“Hah?! Begitu saja, Ma?”
“Yes, Joshua. Anakmu sebentar lagi berumur enam tahun. Tak terasa tahun depan dia akan masuk SD. Permasalahan yang dihadapinya di sekolah akan lebih kompleks lagi. Lebih baik kita mengatakan yang sebenarnya bahwa…ibunya sudah meninggal dunia.”Ayah Celine tercenung selama beberapa saat. Lalu wajah tampan itu mengangguk setuju. “Ok, Ma. Aku setuju saja kalau memang itu jalan yang terbaik menurut Mama. Lalu kapan kita akan mengatakannya pada Celine?”“Besok pagi sewaktu sarapan. Siangnya kamu harus ikut Mama menjemputnya pulang sekolah. Lalu kita pergi bersama-sama ke makam Sonya. Bagaimana?”Joshua menganggukkan kepalanya menurut saja. Oma Merry tersenyum senang. Akhirnya…aku bisa mengajak anakku pergi ke sekolah besok, soraknya penuh sukacita dalam hati. Akan kukenalkan padanya gadis istimewa yang berhasil merebut hatiku dan Celine. Aku berharap Joshua juga akan merasakan betapa spesialnya Miss Amanda.
Oma Merry segera mencairkan suasana, “Nggak apa-apa, Miss. Kami jemput saja di kos, kalau Miss tidak berkeberatan….”“Ehm…kita langsung ketemu di K-Mall saja ya, Oma. Hari Sabtu jam dua siang bisa?”“Oh, tidak merepotkan Miss Amanda-kah kalau kita langsung bertemu di K-Mall?”“Sama sekali tidak, Oma.”“Miss nanti berangkat ke K-Mall naik apa?”Joshua memelototi ibunya gemas. Kok mau tahu aja, sih? gerutunya dalam hati. Yang penting kan langsung ketemu di sana beres.&nbs
Malam harinya Joshua membacakan buku cerita kesukaan Celine hingga anaknya itu tertidur. Oma Merry merasa senang sekali putranya kembali melakukan kembali kebiasaannya yang sempat terhenti selama hampir setahun terakhir itu. Celine terlelap dengan mengulas senyum bahagia di wajahnya yang lucu menggemaskan.“Ayo keluar, Mama mau bicara,” bisik perempuan setengah baya itu kepada putranya. Joshua mengangguk mengiyakan. Setelah mengecup dahi putrinya dan menyelimuti tubuh mungil itu, laki-laki berperawakan kekar itu mematikan lampu kamar dan menutup pintu. Dia lalu menyusul ibunya duduk di sofa ruang keluarga.“Kau dengar sendiri kan, doa Celine tadi siang di depan pusara Sonya?” tanya Oma Merry pada putranya yang duduk tepat di sebelahnya.&nb
Amanda mengangguk membenarkan dan berkata, “Sepertinya begitu.”“Lalu kalian besok Sabtu siang ngapain ketemu di K-Mall?”“Mencarikan gaun ulang tahun untuk Celine. Bulan depan dia akan merayakannya di sekolah.”Sepasang mata Fanny terbelalak lebar. “Buat apa mengajakmu segala? Memangnya mau beli gaun macam apa?”“Gaun kuning Princess Belle itu lho, tokoh utama Beauty and the Beast.” “Tinggal cari di online shop apa susahnya?”
Dan kini ada seorang pria yang usianya jauh diatasnya, tapi menarik perhatian gadis itu. Laki-laki itu sungguh berbeda dengan pemuda-pemuda yang dulu berpacaran dengannya. Joshua kelihatan begitu tampan, sopan, dan…matang. Kelihatannya omanya Celine memang bermaksud menjodohkan anaknya dengan diriku, duganya dalam hati. Tapi…aduh, aku takut menjalin hubungan yang serius. Aku takut menikah. Aku takut punya anak….“Sudahlah, Man,” cetus Fanny membuyarkan lamunan gadis bermata bulat dan berambut ikal panjang itu. “Nggak usah terlalu dipikirin. Lihat saja besok gimana.”Amanda mengangguk setuju. Iya, dilihat besok saja perkembangannya bagaimana, batinnya pasrah. Barangkali aku yang kege-eran sendiri. Siapa tahu Omanya Celine tidak benar-benar bermaksud menjodohkanku dengan anaknya.
“Bagus sekali, Celine. Cuma sepertinya agak kepanjangan, ya?” komentar Amanda seraya membungkukkan badannya dan memeriksa bagian bawah gaun tersebut.“Bisa kami pendekkan kalau mau, Bu. Cuma mesti menunggu sekitar tiga jam karena harus antri dengan pesanan-pesanan sebelumnya. Bagaimana, Bu?” tanya pelayan toko itu kepada Amanda.Yang ditanya mengalihkan pandangannya kepada Oma Merry untuk meminta pendapat. Oma Merry mengangguk dan menjawab lugas, “Baiklah, Mbak. Tolong dipendekkan yang rapi, ya. Tapi jangan dipotong kainnya. Supaya nanti masih bisa dipakai cucu saya waktu lebih tinggi lagi badannya.”“Baiklah, Bu. Saya ukur dulu ya, mau dipendekkan seberapa.”&
Berarti kamu sekarang berusia dua puluh lima tahun. Dua belas tahun lebih muda dariku. Aduh, mana mau dia sama laki-laki setua aku ini? pikir Joshua minder.Selanjutnya percakapan mereka terjeda oleh kedatangan seorang pelayan yang membawakan pesanan Joshua. Sepiring gado-gado, sepiring rujak manis, dan segelas besar teh tawar hangat. Laki-laki itu mengucapkan terima kasih dan pelayan itu pun pergi meninggalkan mereka berdua.“Saya makan dulu gado-gadonya ya, Miss. Rujak manisnya saya pesan buat Miss Amanda, lho. Silakan dinikmati.”Amanda yang merasa sungkan terpaksa menikmati serpiring buah-buahan yang diberi bumbu gula merah itu.
“What?! Jadi kemarin kalian berdua balik lagi ke K-Mall?” pekik Fanny terkejut. Ia sedang tidur-tiduran santai di kamar Amanda.Lawan bicaranya mengangguk mengiyakan. Ia tersipu malu.“Soalnya tiket nonton di tempat lain sudah sold out. Kan Pak Joshua belinya dadakan di aplikasi.”“Jam berapa nontonnya?”“Jam sembilan malam.”“Heh?! Kok nggak beli tiket yang mainnya lebih awal?”“Nggak nutut. Sampai K-Mall lagi aja ja